Ilmu Kebidanan dan Kemajiran Veteriner "Diagnosa Kebuntingan" PDF

Title Ilmu Kebidanan dan Kemajiran Veteriner "Diagnosa Kebuntingan"
Author Ihsanul Firdaus
Pages 105
File Size 19.5 MB
File Type PDF
Total Downloads 380
Total Views 404

Summary

TUGAS MATA KULIAH ILMU KEBIDANAN DAN KEMAJIRAN VETERINER “DIAGNOSA KEBUNTINGAN” OLEH: KELOMPOK 1 TRI INDRA E. SIHOMBING 1309005086 MARIA PATRISIA MAU WINI 1309005146 LINTANG EKA PAMBUDI 1409005034 IHSANNUL FIRDAUS 1509005032 YESSIE YULIANDA 1509005035 LABORATORIUM REPRODUKSI VETERINER FAKULTAS KEDOK...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Ilmu Kebidanan dan Kemajiran Veteriner "Diagnosa Kebuntingan" Ihsanul Firdaus Ihsanul Firdaus

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Animal Reproduct ion Fais Saka

230-435-1-SM Kusnen Muljot o Fakt or-fakt or penyebab t erganggunya proses reproduksi calvaris t aula'bi

TUGAS MATA KULIAH ILMU KEBIDANAN DAN KEMAJIRAN VETERINER

“DIAGNOSA KEBUNTINGAN”

OLEH: KELOMPOK 1

TRI INDRA E. SIHOMBING

1309005086

MARIA PATRISIA MAU WINI

1309005146

LINTANG EKA PAMBUDI

1409005034

IHSANNUL FIRDAUS

1509005032

YESSIE YULIANDA

1509005035

LABORATORIUM REPRODUKSI VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya kami selaku penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Diagnosa Kebuntingan” dengan baik dan dapat dikumpulkan tepat pada waktunya. Paper ini kami susun guna memenuhi tugas Ilmu Kebidanan dan Kemajiran Veteriner di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengajar yang telah membimbing dan mengarahkan dalam menyampaikan materi kuliah. Dalam pengerjaan dan pembuatan paper ini, penulis sadari masih banyak kekurangannnya, dan untuk itu segala saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Sebagai akhir kata, semoga tugas makalah ini bermanfaat bagi kita semua

Denpasar, 20 September 2018

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................................. i KATA PENGANTAR ............................................................................................................... ii DAFTAR ISI ............................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 2 1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................... 2 1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................................................. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kebuntingan ........................................................................................................... 4 2.2 Tahapan Penentuan Kebuntingan......................................................................................... 5 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Metode Diagnosa Kebuntingan ............................................................................................ 7 3.2 Diagnosa Banding ................................................................................................................. 8 3.2.1 Tumor.......................................................................................................................... 9 3.2.2 Mumifikasi Fetus ....................................................................................................... 9 3.2.3 Pyometra ..................................................................................................................... 9 3.2. 4 Maserasi Fetus........................................................................................................... 9 3.2. 5 Mucometra dan Hydrometra .................................................................................... 10

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ............................................................................................................................ 11 4.2 Saran ....................................................................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 12 LAMPIRAN JURNAL iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Deteksi kebuntingan dini pada ternak sangat penting bagi sebuah manajemen reproduksi sebagaimana ditinjau dari segi ekonomi. Mengetahui bahwa ternaknya bunting atau tidak mempunyai nilai ekonomis yang perlu dipertimbangkan sebagai hal penting bagi manajemen reproduksi yang harus diterapkan. Pemilihan metoda tergantung pada spesies, umur kebuntingan, biaya, ketepatan dan kecepatan diagnosa. Pemeriksaan kebuntingan adalah salah satu cara dengan menggunakan metode khusus untuk menentukan keadaan hewan bunting atau tidak. Selain itu pemeriksaan kebuntingan hewan dapat digunakan untuk membantu dalam pelaksanaan program inseminasi buatan (IB) dan untuk mendiagnosa terhadap kemungkinan adanya kelainan dalam saluran reproduksi hewan. Tujuan dari setiap metode yang digunakan dalam pemeriksaan kebuntingan adalah untuk menentukan status kebuntingan dengan ketepatan 100 % dan tidak mempunyai positif palsu atau negative palsu, menentukan kebuntingan sedini mungkin, menentukan usia kebuntingan, menentukan kemampuan keberlangsungan kebuntingan dan menentukan jenis kelamin fetus dan bisa berhasil dalam waktu singkat. Menurut Sayuti (2011) akurasi metoda diagnosis kebuntingan dengan rentang waktu yang singkat, dapat menghindari kerugian waktu peternak dalam pemeliharaan sapinya karena kemungkinan akan terdeteksinya kematian embrio dini. Menurut penelitian Ayalon (1978) dan Stevenson (2001), kematian embrio dini dan tahap lanjut dapat terjadi antara hari ke- 5−40 setelah IB, oleh sebab itulah peternak sering tidak menyadari kejadian tersebut, karena pada umumnya pemeriksaan dilakukan hanya menggunakan teknik palpasi perektal pada hari ke60 setelah sapi tersebut dikawinkan. Begitu pula menurut ElZarkouny et al. (2000) kematian embrio ini dapat juga terjadi pada hari ke-28−56 sebanyak 43%, sehingga apabila kematian embrio dini tidak dapat dideteksi dengan cepat, hal ini

1

akan sangat merugikan peternak. Oleh sebab itu, deteksi kebuntingan dini merupakan komponen penting untuk menekan biaya produksi yang tinggi (Pereira et al. 2013). Beberapa metode diagnosa kebuntingan pada sapi perah yang telah dilakukan antara lain: eksplorasi rektal pada kebuntingan usia dini (Romano et al. 2006); USG untuk mengamati aliran darah pada corpus luteum (CL); ukuran CL dan komfirmasi kebuntingan awal pada hari 12 dan 14 (Noakes et al. 2009) tekstur dari uterus (Scully et al. 2014); progesteron assay untuk mengamati pengaruh progesteron terhadap perubahan endometrium yang dilakukan Forde et al. (2011); serta analisis progesteron pada susu (Markusfeld et al. 1990; Oltenacu et al. 1990). Analisis kebuntingan menggunakan hormon progesteron dapat dilakukan dengan teknik enzyme linked-immunosorbent assay (ELISA) (Green et al. 2005) dan Radio Immuno Assay (RIA) (Tjiptosumirat 2009). Penggunaan RIA bersifat radioaktif, sementara ELISA menggunakan reaksi enzymatis, sehingga lebih aman dilakukan. Sampai saat ini sangat sulit dijumpai literatur tentang diagnosa kebuntingan dini menggunakan USG dan analisis hormon dengan teknik ELISA pada sapi perah di Indonesia, karena itu perlu adanya penelitian yang mengkaji efektivitas teknik ini.

1.2 Rumusan Masalah. 1. Apa defenisi dari kebuntingan. 2. Bagaimana tahapan dalam menentukan kebuntingan pada ternak 3. Bagaiman metode dalam mediagnosa kebuntingan pada ternak 4. Apa saja diagnosa banding dalam kebuntingan pada ternak.

2.1 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui defenisi dari kebuntingan. 2. Untuk mengetahui tahapan dalam menentukan kebuntingan pada ternak. 3. Untuk mengetahui cara mendiagnosa kebuntingan pada ternak. 4. Untuk mengetahui diagnosa banding dari kebuntingan pada ternak.

2

2.2 Manfaat Penulisan. Pembaca dapat menguasai cara mendiagnosa kebuntingan dari terna dan dapat mengetahui serta membedakan kebuntingan dengan diagnosa bandingnya.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kebuntingan. Kebuntingan adalah keadaan dimana anak sedang berkembang didalam uterus seekor hewan betina. Suatu interval waktu, yang disebut periode kebuntingan (gestasi) terentang dari saat pembuahan (fertilisasi) ovum sampai lahirnya anak. Hal ini mencakup fertilisasi atau persatuan antara ovum dan sperma. Terjadinya fertilisasi adalah hal yang sangat penting. Sperma haruslah berada didalam saluaran reproduksi betina, uterus untuk suatu jangka waktu tertentu agar dapat membuahi ovum secara efektif. Hal ini disebut kapasitasi spermatozoa. Kapasitasi dimuali didalam uterus dan berakhir didalam oviduk. Periode kebuntingan dimulai dengan pembuahan dan berakhir dengan kelahiran anak yang hidup. Peleburan spermatozoa dengan ovum mengawali reaksi kimia dan fisika yang majemuk (Salisbury 1985). Satu periode kebuntingan adalah periode dari mulai terjadinya fertilisasi sampai terjadinya kelahiran normal. Frandson (1992) menyatakan bahwa kebuntingan berarti keadaan anak sedang berkembang didalam uterus seekor hewan. Pertumbuhan makhluk baru terbentuk sebagai hasil pembuahan ovum oleh spermatozoa dapat dibagi menjadi 3 periode, yaitu: periode ovum,periode embrio dan periode fetus. Periode ovum dimulai dari terjadinya fertilisasi sampai terjadinya implantasi, sedang periode embrio dimulai dari implantasi sampai saat dimulainya pembentukan alat alat tubuh bagian dalam. Periode ini disambung oleh periode fetus. Perkembangan individu baru selama periode kebuntingan dibagi dalam (1) periode ovum yaitu periode dari sejak terbentuknya zigote, morula dan blastula hingga implantasi yang berlangsung antara 0-13 hari, (2) periode embrio yaitu periode dari perkembangan blastula hingga pembentukan sistem organ termasuk plasenta yang berlangsung antara 13-45 hari dan (3) periode fetus yaitu periode dari pembentukan sistem organ dan plasenta hingga partus yang berlangsung dari 45 hari hingga partus. Keberhasilan kebuntingan sangat ditentukan oleh beberapa proses penting di antaranya (1) folikel harus memiliki kemampuan menghasilkan

4

sel telur yang mampu dibuahi dan mengalami perkembangan embrionik, (2) lingkungan oviduk dan uterus harus memiliki kelayakan untuk pengangkutan gamet, fertilisasi dan perkembangan embrio dan (3) corpus luteum harus mampu memelihara kebuntingan. Sesaat setelah ovulasi maka sel telur akan segera masuk ke tuba fallopii melalui infundibulum. Secara berangsur-angsur perubahan fisiologi akan terjadi yaitu 8 jam setelah ovum mengalami fertilisasi dan embrio akan menuju uterus untuk menyiapkan perkembangan selanjutnya (McDonald 1975; Noakes et al. 2009). Pembentukan membran plasenta sudah mulai terbentuk pada 15-17 hari setelah fertilisasi yang merupakan periode Maternal Recognation of Pregnancy dan bertujuan untuk mencegah pelepasan prostaglandin F2α sehingga melisiskan corpus luteum maka keberadaan progesteron dapat dipertahankan dalam memelihara kebuntingan.

2.2 Tahapan Penentu Kebuntingan Kebuntingan dapat ditentukan dalam tiga tahap (Toliehere 1993; Salisbury 1985). Tahap pertama meliputi tahap kebuntingan 30-35 hari; 45 hari; 60 hari dan 90 hari. Kondisi embrio 30-35 hari kebuntingan memiliki panjang sekitar 0,5 inchi dan terdapat gelembung seperti balon yang berisi cairan (kantong amnion) dengan diameter 0,75 inchi menyelimuti embrio. Usia kebuntingan 45 hari, cornua uteri berisi fetus yang memiliki panjang sekitar 1 inchi. Membran luar dari dinding uterus berisi cairan dan adanya pertautan antara karunkula dengan kotiledon dari membran fetus. Usia kebuntingan 60 hari, cornua uteri yang dihuni oleh fetus nampak membesar hingga mencapai diameter 2,5-3,5 inchi dan panjang 8-10 inchi. Hal tersebut akan menarik uterus ke dalam rongga tubuh hingga mencapai bagian pinggir dari pelvis. Meningkatnya panjang fetus hingga mencapai 6,5 inchi dan semakin beratnya beban uterus serta pembesaran pembuluh darah arteri uterus adalah merupakan karakteristik usia kebuntingan sudah mencapai 90 hari. Tahap kedua adalah kebuntingan 120 hari yaitu ukuran kepala sudah sebesar buah lemon, diameter arteri uterus mencapai 0,25 inchi dan kotiledon

5

lebih nyata dengan panjang sekitar 1,5 inchi serta cornua uteri berdiameter 2-2,5 inchi. Tahap ketiga adalah usia kebuntingan sudah mencapai lebih dari 5 bulan dan usia tersebut maka cornua uteri semakin masuk ke dalam rongga tubuh. Sejak usia kebuntingan 6 bulan hingga melahirkan maka ukuran fetus, arteri uterus dan kotiledon teraba lebih besar. Lamanya periode kebuntingan untuk tiap spesies berbeda-beda perbedaan tersebut disebabkan faktor genetik. Menurut Frandson (1992), periode kebuntingan pada pada kuda 336 hari atau sekitar sebelas bulan; sapi 282 hari atau sembilan bulan lebih sedikit; domba 150 hari atau 5 bulan; babi 114 hari atau 3 bulan 3 minggu dan 3 hari, kelinci 28-35 hari dan anjing 63 hari atau sekitar 2 bulan. Menurut Salisbury (1985) menyatakan periode kebuntingan pada semua bangsa sapi perah berlangsung 278-284 hari kecuali brown swiss rata-rata 190 hari.

6

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Metode Diagnosa Kebuntingan Eksplorasi rectal adalah palpasi/meraba uterus melalui dinding rectum (anus) untuk meraba apakah terjadi pembesaran yang terjadi selama kebuntingan atau adanya membrane fetus maupun fetus. Teknik ini hasilnya dapat diketahui dan cukup akurat namun harus dilakukan oleh tenaga profesional seperti inseminator maupun dokter hewan.Pemeriksaan kebuntingan dengan palpasi rektal yang dilakukan secara manual, akan menjadi faktor pembatas pemeriksaan karena kemampuan manusia yang terbatas, apalagi untuk peternakan dengan penyebaran populasi yang meluas. Dengan teknik ELISA hal ini bisa diatasi, karena sampel-sampel bisa dikumpulkan sebelum pemeriksaan 3-4 hari, dengan diberi bahan pengawet. Demikian juga dengan kemampuan pemeriksaan cukup tinggi, seorang pekerja mampu melakukan pemeriksaan 100 sampel dalam waktu 7 jam, dan mengingatkan 200 sampel untuk pemeriksaan keesokan harinya. Dengan kata lain, kesulitan-kesulitan dalam palpasi rektal, seperti faktor keterbatasan manusia, faktor tempat (geografi) dan penyebaran populasi sapi perah, dapat diatasi dengan aplikasi teknik ELISA (Saragih 1987). Analisis hormon progesteron dapat dilakukan untuk monitoring kebuntingan dengan koleksi sampel yang berkelanjutan selama periode kebuntingan. Namun analisis hromon progesterone untuk diagnose kebuntingan dengan sampel tunggal perlu penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan nilai kosentrasi progesterone yang definitiv dapat digunakan untuk menandai terjadinya kebuntingan. Salah satu tujuan pemeriksaan kebuntingan menggunakan ultrasonografi (USG) adalah untuk efisiensi dalam mengevaluasi fungsi reproduksi dan meningkatkan manajemen reproduksi. USG digunakan untuk mendiagnosa kebuntingan pada sapi, sehingga dapat mengurangi interval layanan IB (Beal et al. 1992),serta dapat juga menentukan secara tepat usia embrio atau fetus, viabilitas embrio dengan melihat detak jantung embrio, sumsum tulang belakang, plasenta, kuku, dan tulang rusuk (Beal et al. 1992). Diagnosa kebuntingan yang cepat dan

7

akurat, akan menentukan keberhasilan suatu program reproduksi serta keuntungan yang diperoleh dari suatu peternakan (Pereira et al. 2013). Kebuntingan dini dapat terdeteksi yaitu pada hari ke-19 sampai dengan hari ke- 24, sedangkan apabila menggunakan teknik palpasi rektal pemeriksaan kebuntingan tidak dapat dilakukan sebelum hari ke-60, sebab dapat meningkatkan potensi kematian embrio dini, sehingga dengan adanya teknik ultrasonografi maka dapat menurunkan potensi kematian embrio dini (Beal et al. 1992). Diagnosa kebuntingan menggunakan USG, diperoleh berdasarkan pengamatan pada pencitraan layar monitor USG ditandai dengan adanya vesikel bentukan bulatan anechoic, disebelah dorsal vesika urinaria tampak kantong amnion, serta jika tidak terlihat adanya gambaran muskulus. Cairan ini terus meningkat ke taraf dimana embrio yang tepat akan terlihat sebagai struktur hypoechoic mengambang dalam cairan tersebut dan semakin jelas struktur fetus maka akan terlihat membran fetus bersama dengan fetus. Viabilitas fetus yang sedang berkembang dapat dipastikan ketika jantung fetus yang berdetak terlihat sebagai struktur hypoechoic berkedip (Curran et al. 1986). Kantong amnion yang mulai dapat dideteksi dengan USG sejak umur 9 - 22 hari kebuntingan akan tampak berupa cairan anechoic dalam lumen uterus. Posisi cairan yang membentuk vesikel amnion terletak secara ipsilateral terhadap korpus luteum di salah satu kornua uteri (Curran et al. 1986). Sampai hari ke-25, diameter kantong amnion masih sangat kecil sehingga hanya dapat dideteksi dengan USG frekuensi di atas 5 MHz, yakni sekitar 2 sampai 4 mm (Pierson and Ginther 1984). Pada hari ke-25 sampai 30, kantong amnion berada pada ukuran maksimal akibat akumulasi cairan, yakni berdiameter sekitar 10 mm (Kähn 2004).

3.2 Diagnosa Banding Secara anantomi tidak ada alasan untuk meyangka uterus bunting sebagai struktur-struktur lain seperti kanting air seni, ginjal kiri yang berayun atau rumen. Pemriksaan rektal secara teliti, pertimbangan struktur anatomik, hubungan antara organ-organ ini dan kosnsistensinya akan mencegah kekeliruan diagnosa.

8

3.2.1 Tumor Tumor

dapat

disalah

tafsirkan

sebagai

kebuntingan

jika

pemeriksaam tidak dilakukan secara cermat. Tumor-tumor tersebut meiputi lymphocytoma, tumor sel granulosa pada ovarium daan nekrosalemak didaalam mesenterium (Ribelin dan Deeds, 1960). Tumortumor pada uterus dan saluran kelamin hewan betina jarang ditemukan.

3.2.2 Mumifikasi Fetus Mumifikasi fetus yang ditandai oleh kematian fetus dari 3-8 bulan masa kebuntingan, tidak terjadi abortus, tidak ada berahi atau kelahiran, absorpsi cairan placentadan fetal, kontraksi dan penebalan dinding uterus, resorbsi placentoma, dan adanya fetus yang keras dan ketat pada cornua uterus yang terletak jauh didaalam rongga perut daapat disaalah artikan dengan kebuntingan. Pada mumifikasi fetus tidak terdapat placentoma dan cairan fetus. Dinding uterus yang tebal bertautan erat disekeliling fetus yang kerass dan ketat, tidak terdapat fremitus pada arteri uterina media. Apabila teraba, maka ovarium pada pihak uterus yang mengandung fetus mempunnyai satu corpus luteum verum atau corpus luteum graviditatum.

3.2.3 Pyometra Pyometra atau penimbunan nanah, dari 200 sampai 20.000 ml, dibalam uterus ditandai oleh kegagalan birahi dan dapat dikelirukan dengan kebuntingan. Pada kebuntingan normal terjadi perkembanga fetus dan uterus secara progresif, sedangkan pada pyometra kondisi tersebut tetap seperti semula. Corpus luteum menetap pada ovarium.

3.2.4 Maserasi Fetus Maserasi fetus memperlihatkan tanda-tanda yang sama seperti pada pyometra dengan pengecualian bahwa kematian fetus sesudah bulan

9

keempat kebuntingan meyebabkan adanya tulang-tulang fetus didalam uterus yang menimbulkan krepitas bila dipalpasi.

3.2.5 Mucometra dan Hydrometra Mucometra atau penimbunan lendir dan hydrometra atau penimbunan cairan dapat terjadi sekunder terhadap hymen imperforata, pada cornua defektif dari ternak yang mempunyai uterus unicornis, pada aplasia segmentalis uterus, cervix dan vagina, serta sista ovaria yang kronikyang menyebabkan degenerasi sistik dinding uterus. Kondisi ini dapat dibedakan dari kebuntingan berdasarkan sejarah reproduksi hewan yang bersangkutan, tidak addanya selip membran fetus pada palpasi rektal, tidak ada fetus dan placentoma, tidak ada fremitus dan pembesarn secara progresif seperti pada kebuntingan normal.

10

BAB IV PENUTUP 4.1...


Similar Free PDFs