INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BATUBARA DENGAN METODE RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI AREAL PT PUTERA BORNEO MANDIRI SANGASANGA KUTAI KARTANEGARA PDF

Title INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BATUBARA DENGAN METODE RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI AREAL PT PUTERA BORNEO MANDIRI SANGASANGA KUTAI KARTANEGARA
Author Marianus aneng hayon
Pages 2
File Size 1.5 MB
File Type PDF
Total Downloads 120
Total Views 706

Summary

INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BATUBARA DENGAN METODE RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI AREAL PT PUTERA BORNEO MANDIRI SANGASANGA KUTAI KARTANEGARA Hilarius Sovianus D. Hayon Dibimbing Oleh : Drs. Supriyanto, MT, & Drs. H. Ahmad Subagio Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Mulawarman Samarin...


Description

Accelerat ing t he world's research.

INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BATUBARA DENGAN METODE RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI AREAL PT PUTERA ... Marianus aneng hayon

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

KAJIAN KET ERDAPATAN LAPISAN AKUIFER UNT UK REKOMENDASI PEMBORAN AIR TANAH DI … Dudi Usman

ANALISIS POT ENSI DAN CADANGAN BAT UBARA DENGAN MET ODE GEOLIST RIK RESIST IVIT Y DI DAERA… Dody Iswandi KORELASI ANTARA ZONA AKUIFER DAN DAMPAK YANG DIT IMBULKANNYA DENGAN MET ODE GEOLIST R… Erlangga Svarnha

INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BATUBARA DENGAN METODE RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI AREAL PT PUTERA BORNEO MANDIRI SANGASANGA KUTAI KARTANEGARA Hilarius Sovianus D. Hayon Dibimbing Oleh : Drs. Supriyanto, MT, & Drs. H. Ahmad Subagio Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Mulawarman Samarinda 2012 PENDAHULUAN Penyebaran endapan batubara di Indonesia ditinjau dari sudut geologi sangat erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur Tersier yang terdapat secara luas disebagian besar kepulauan di Indonesia. Batubara di Indonesia dapat dibedakan tiga jenis berdasarkan cara terbentuknya. Pertama, batubara paleogen yaitu endapan batubara yang terbentuk pada cekungan intramontain terdapat di Ombilin, Bayah, Kalimantan bagian Tenggara, Sulawesi Selatan, dan sebagainya. Kedua, batubara neogen yakni batubara yang terbentuk pada cekungan foreland terdapat di Tanjung Enim Sumatera Selatan. Ketiga, batubara delta, yaitu endapan batubara yang terdapat dihampir seluruh wilayah Kalimantan Timur (Anggayana, 1999). Menurut Amri (2000) formasi batubara tersebar di wilayah seluas 298 juta ha di Indonesia, meliputi 40 cekungan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan Jawa. Dari jumlah cekungan tersebut, 13 cekungan dengan luas sekitar 74 juta ha (sekitar 25%) yang sudah diselidiki. Sementara cekungan yang telah dilakukan penyelidikan terbatas sampai pada tahap penyelidikan umum, eksplorasi, maupun eksploitasi sekitar 3% atau seluas 2,22 juta ha. Oleh karena itu perlu ditingkatkan penyelidikan/ eksplorasi tentang keberadaan batubara tersebut. Eksplorasi merupakan tahap penting dalam setiap kegiatan pertambangan, pada pelaksanaannya kegiatan eksplorasi harus didukung dengan metode-metode yang tepat, cepat dan akurat dan selain itu besarnya biaya merupakan dasar pertimbangan dalam penerapan metode-metode yang tepat dalam menunjang kegiatan eksplorasi pada suatu areal pertambangan. Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk memperkirakan keberadaan batubara adalah metode geolistrik tahanan jenis. Metode geolistrik diterapkan karena batuan memiliki sifat kelistrikan, salah satunya adalah tahanan jenis atau resistivitas. Setiap jenis batuan memiliki nilai tahan jenis(resistivitas) yang berbeda. Dengan dasar pemahaman tersebut maka metode geolistrik resistivitas dapat digunakan untuk mendeteksi dan memetakan keberadaan material di bawah permukaan berdasarkan distribusi parameter resistivitas atau tahanan jenis dari material-material yang terukur di bawah permukaan. Metode ini disamping cepat, dalam pelaksanaannya membutuhkan biaya yang relatif murah jika dibandingkan dengan metode eksplorasi lainnya. Metode ini pada awalnya banyak diterapkan untuk eksplorasi air tanah dan analisis struktur lapisan tanah, namun seiring dengan berkembangnya metode geolistrik lateral mapping 2 (dua) dimensi atau geoscaner, metode ini dapat juga diaplikasikan untuk eksplorasi batubara, besi dan emas. Selanjutnya Loke (1999) juga mengungkapkan bahwa survei geolistrik metode resistivitas mapping dan sounding menghasilkan informasi perubahan variasi harga resistivitas baik arah lateral maupun arah vertikal. Dengan dasar pemikiran metode tahanan jenis telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan eksplorasi lapisan dangkal, maka pada penelitian ini dipilih metode pengukuran 2D tahanan jenis untuk menentukan kedalaman perlapisan batubara di areal PT Putera Borneo Mandiri dengan model konfigurasi Schlumberger. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan struktur batuan bawah permukaan temasuk batubara, karena hasil inversi data geolistrik menggambarkan anomali lapisan batuan sepanjang lintasan pengukuran. Sehingga dapat dianalisis nilai kedalaman pola perlapisan batubara yang berada di bawah permukaan. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian terletak di areal PT Putera Borneo Mandiri tepatnya di Kelurahan Sarijaya, Kecamatan Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Daerah penyelidikan geolistrik terletak di Blok Timur bagian selatan pada koordinat 0° 38’ 26.00” – 0° 38’ 32.5” LS dan 117° 15’ 05.9” – 117° 15’ 15.6” BT (Gambar 1). a. Survei Pendahuluan Survei pendahuluan dilakukan untuk mengetahui gambaran umum dan menggali informasi di lokasi penelitian. Yang dilakukan dalam survei pendahuluan ini adalah pengambilan data geologi yang meliputi pengamatan singkapan batuan (identifikasi batuan serta litologinya) dan pengambilan data morfologi daerah penelitian. Survei pendahuluan ini dilakukan untuk menentukan jenis konfigurasi, spasi elektroda terpendek, posisi lintasan, jumlah dan panjang lintasan yang akan digunakan dalam pengambilan data. b. Pengambilan Data Geolistrik Resistivitas Pengambilan data resistivitas menggunakan alat geolistrik type MGG 0660 IN serial 9963A (Gambar 2). Pengambilan data geolistrik resistivitas yang dilakukan pada panelitian ini menggunakan tiga lintasan yang dibuat sejajar, jarak masing-masing lintasan 50 meter. Jarak spasi terpendek adalah 3 meter, kemudian spasi elektroda arus diperbesar hingga faktor pembesaran maksimum 34 kali pada setiap lintasan (Gambar 1). c. Pengolahan Data Tahap ini adalah pengolahan data resistivitas semu dalam model inversi. Prosesnya dibuat dengan bantuan perangkat lunak Res2dinv ver.3.54.44 agar diperoleh nilai resistivitas sesungguhnya (true resistivity), gambaran formasi 2D bawah permukaan, dan kedalamannya untuk setiap lintasan pengukuran geolistrik resistivitas. Pada Gambar 3 adalah tahapan pengolahan data pada program Res2dinv ver.3.54.44. d. Interpretasi Data Setelah data hasil olahan perangkat lunak Res2dinv ver.3.54.44 maka dilakukan interpretasi untuk mengidentifikasi lapisan-lapisan batuan berdasarkan nilai resistivitas yang ditampilkan dalam bentuk warnawarna pada penampang lintasan yang diukur, dan jika ditemukan adanya batubara maka akan dilanjutkan dengan penentuan kedalaman lapisan batubara. Pada Gambar 4 adalah alur penelitian yang digunakan penulis. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2 Perlatan Geolistrik Resistivitas

Gambar 3Diagram Pengolahan Data

Diketahui:

Gambar 6 Penampang Formasi Batuan Hasil Pengolahan Resistivitas Lintasan 2

Jadi nilai resistivitas semu yang terhitung adalah Ωm. Dengan cara yang sama makadiperoleh hasil perhitungan nilai resistivitas semu untuk setiap lintasan pengukuruan. b. Hasil Pengolahan Data Pemodelan ini menggunakan perangkat lunak Res2dinV ver.3.54.44. dengan urutan seperti pada diagram pengolahan data standar (Gambar 5), maka diperoleh hasil kontur nilai resistivitas berupa gambaran (peta) formasi lapisan batuan bawah permukaan dalam bentuk dua dimensi untuk setiap lintasan pengukuran. c. Hasil Identifikasi Lapisan - Lapisan Batuan Pencocokan hasil pengolahan dengan nilai resistivitas pada tabel menunjukan daerah penelitian

DV = 1.465 V I = 0.256 A a = 3 meter n =1 Gambar 4Alur Penelitian

Gambar 5 Penampang Formasi Batuan Hasil Pengolahan Resistivitas Lintasan 1

HASIL PENELITIAN Hasil Penyelidikan Geologi Daerah Penelitian a. Morfologi Morfologi daerah penyelidikan menurut hasil survei topo yang dikeluarkan oleh engineering division, lokasi penelitian memiliki elevasi 37 – 79 meter. Berdasarkan klasifikasi lereng/relief menurut Van Zuidam, 1985, daerah penelitian memiliki satuan bergelombang/miring landai (3 -7%) dan satuan berbukit bergelombang (5 -13%). b. Lithologi dan Struktur Batuan Berdasarkan data hasil survey tinjau yang sudah dilakukan, maka lithologi batuan di daerah penelitian adalah tanah soil (campuran tanah, pasir dan lempung), batupasir, batulempung dengan sisipan lapisan batubara. Batupasir umumnya tufaan, berwarna coklat kekuningan sampai putih, kurang padu, ukuran butir halus sampai kasar. Batulempung berwarna abu-abu, berlapis baik. Pada singkapan terdapat sisipan lapisan batubara. c. Lithologi Batuan Daerah Penyelidikan Struktur geologi daerah penelitian adalah antiklinorium. Data singkapan di Blok Barat dengan nilai strike N 205 E – N 250 E dan nilai dip 280 – 510 sedangkan daerah penelitian geolistrik resistivitas (Blok Timur) dengan nilai strike N 30 E dan nilai dip 12 0. Dapat diketahui bahwa arah penunjaman sebelah barat lebih curam. Ini berhubungan dengan pergerakan tektonik di selat Makasar (Timur ke Barat) dan gaya endogen yang memicu terjadinya pengangkatan di daerah survei. Para ahli geologi menulis antiklin ini dengan antiklin Sangasanga. Dengan ini lokasi penelitian menunjukan kesesuaian dengan formasi batuan yang terdapat pada peta geologi lembar Samarinda yaitu formasi Balikpapan (Tmbp), sehingga dapat dijadikan pendukung dalam interpretasi penentuan lapisan batuan bawah permukaan dengan metode resistivtas. d. Temuan Endapan Batubara Wilayah yang akan dijadikan penyelidikan geolistrik ditemukan 1 singkapan batubara dengan nilai strike dan dip N 30 E/ 12 0. Singkapan ini ditemukan di lembah yang dialiri sungai kecil/kali pada koordinat 117° 15' 5.4096" BT dan 0° 38' 28.6580" LS. Lithologi penyusun batuan yang teridentifikasi adalah soil, batupasir, batulempung dan batubara. Hasil Penyelidikan Geolistrik a. Hasil Pengukuran Tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengukuran nilai topografi sepanjang lintasan. Pengukuran ini menggunakan Sunnto untuk menentukan koreksi topografi. Hasil pengukuran koreksi topografi untuk lintasan 1 diperoleh 34 titik koreksi, lintasan 2 diperoleh 26 titik koreksi dan untuk lintasan 3 diperoleh 19 titik koreksi topografi. Selanjutnya adalah pengambilan data geolistrik yaitu beda potensial (DV) dan kuat arus (I) pada masing-masing lintasan geolistrik dengan konfigurasi Schlumberger. Hasil pengukuran untuk setiap lintasan geolistrik adalah 1190 data untuk nilai beda potensial dan 1190 data untuk nilai kuat arus. b. Hasil Perhitungan Data Setelah data diperoleh maka dilakukan perhitungan untuk menentukan nilai resistivitas semu dengan menggunakan persamaan konfigurasi Schlumberger. Di bawah ini adalah salah satu contoh perhitungan yang digunakan penulis untuk menentukan nilai resistivitas semu lintasan 1 pada titik sounding 1 datum point yakni:

Perhitungan:

Gambar 7 Penampang Formasi Batuan Hasil Pengolahan Resistivitas Lintasan 3 Ωm

Tabel 1 Hasil Pencocokan Nilai Resistivitas 1 ρ Hasil Pengolahan

ρ Tabel

31.7 – 192 Ωm 50 – 300 472 – 1159 Ωm 500 – 3000 12.9 – 192 Ωm 1 – 100 1159 - 70 0 8 Ωm

Nama Lapisan

138 – 754

ρ Hasil Pengolahan

Tabel 1 Hasil Pencocokan Nilai Resistivitas 3

ρ T abel

Nama Lapisan Ta na h pa s ir

268 – 763 Ωm

Ta na h le m pung

11.7 – 268 Ωm 50 – 300

Tanah lempung Batupasir

ρ Hasil Pengolahan

ρ Tabel 500 – 3000

Nama Lapisan

Tanah lempung

4 3 6 – 13 75

50 0 – 3 0 0 0

Tanah pasir

13 .9 – 13 8

50 – 3 0 0

Lempung

13 75 - 13 6 72

10 0 0 - 10 0 0 0 B a tupa s ir

763 - 6172 Ωm

13 8 – 4 3 6

13 8 – 754

B a tuba ra

4.10 – 94.3 Ωm 1 – 100

Lempung

Le m pung

763 Ωm

Batubara

1000 - 10000 Batupasir

472 Ωm

Tabel 2 Hasil Pencocokan Nilai Resistivitas 2

Batubara

Gambar 8 Hasil Interpretasi Lithologi Batuan Line 1

4 .4 1 – 13 8

1 – 10 0

Gambar 9 Hasil Interpretasi Lithologi Batuan Line 2

10 0 0 - 10 0 0 0

138 – 754

Tanah pasir

Gambar 10 Hasil Interpretasi Lithologi Batuan Line 3

Gambar 11 Hasil Penentuan Kedalaman Permukaan Lapisan Batubara Daerah Penelitian Berdasarkan Log Resistivitas

tersusun oleh lapisan tanah penutup/soil yaitu tanah pasir dan tanah lempung, kemudian lapisan batupasir, lempung, dan sisipan lapisan batubara. Secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 1.2 & 3.

PEMBAHASAN Interpretasi Formasi Lapisan Batuan Penafsiran lapisan batuan bawah permukaan pada lokasi pengukuran geolistrik, dilakukan dengan pendekatan nilai tahanan jenis pada tabel standar nilai resistivitas sebagai parameter lapisan, kemudian dikorelasikan dengan kondisi geologi daerah penelitian. Langkah ini diartikan sebagai penerjemahan bahasa fisis berupa nilai-nilai resistivitas batuan menjadi bahasa geologi daerah penelitian. Dalam interpretasi ini, model pendekatan yang digunakan mengacu pada hasil penelitian geologi yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian geologi menunjukan bahwa daerah penelitian/survey berada pada formasi Balikpapan (Tmbp). Lapisan- lapisan batuan yang teridentifikasi adalah lapisan tanah penutup (soil) yang terdiri dari lapisan tanah berpasir (sandy soil) dan lapisan tanah lempung (clayey soil), kemudian dilanjutkan dengan perselingan lapisan batupasir (sandstone) dan lempung (clay) dengan sisipan lapisan batubara (coal). Hasil ini ada kesesuaian dengan peta geologi lembar Samarinda oleh Supriyatna dan Rustandi. Sedangkan struktur geologi yang berkembang di daerah survey adalah antiklinorium yang dinamakan Antiklin Sangasanga. Selanjutnya mengacu pada tabel pendekatan geolistrik sebagai parameter yang digunakan penulis, maka dapat diketahui formasi lapisan batuan bawah permukaan yang ada di daerah penelitian (Tabel 3 sampai dengan Tabel 5). Hasil penyelidikan geologi menunjukan bahwa struktur geologi daerah penelitian adalah antiklinorium. Data singkapan di Blok Barat dengan nilai strike N 205 E – N 250 E dan nilai dip 280 – 510 sedangkan daerah penelitian geolistrik resistivitas (Blok Timur) dengan nilai strike N 30 E dan nilai dip 120. Dapat diketahui bahwa arah penunjaman sebelah barat lebih curam. Ini berhubungan dengan pergerakan tektonik di selat Makasar (Barat ke Timur) dan gaya endogen yang memicu terjadinya pengangkatan di daerah survei. Para ahli geologi menulis antiklin ini dengan antiklin Sangasanga. Dengan pertimbangan ini maka dapat dibuat model geologi hasil informasi data gelistrik resistivitas dan geologi daerah penelitian pada Gambar 8,9 & 10. Interpretasi Lapisan Batubara Dari ketiga lintasan tersebut jika dikaitkan dengan bentuk topografi dan posisi kedalamannya maka lapisan batubara yang berada dikedalaman h1 - h3 (line 1), h7 - h9 (line 2) dan h10 - h12 (line 3) membentuk sebuah seam batubara dan kedalaman h4 – h7 (line 2) juga diduga sebuah seam dengan asumsi bahwa kemiringan lapisan (dip) dan arah sebaran batuan (strike) di wilayah penelitian tersebut sama dengan hasil survey geologi (N 30 E/ 120), sehingga secara keseluruhan membentuk dua seam batubara. Namun untuk lapisan batubara h 4 – h7 (line 2) tidak terpetakan dilintasan 1dan lintasan 3. Hal ini terjadi karena ketiga line tidak segaris (line 1 = 71.71 m ; line 2 = 54 m dari titik awal pengukuran line 2), sehingga tidak terukur pada saat pengambilan data resistivitas. Berikut ini adalah hasil penentuan seam lapisan batubara yang dibuat penulis berdasarkan nilai resistivitas, topografi dan keadaan geologi wilayah penelitian yang dikorelasikan ke arah jurus ( strike) dan kemiringan (dip) lapisan batuan. Pola perlapisan batubara berkaitan dengan bentuk dan kemenerusan lapisan batubara serta lapisan batuan yang berasosiasi dengan lapisan batubara. Factor utama pembentukannya dipengaruhi olah lingkungan pengendapan dan proses geodinamik di daerah tersebut. Lingkugan pengendapan daerah survey adalah pengendapan delta, artinya batubara terendapakan pada daerah pantai. Ciri utamanya adalah lapisan batubara umumnya besifat menerus dengan ketebalan yang tidak merata, tergolong dalam kelas bituminous, dan belum ada gangguan struktur yang kuat seperti sesar, kekar, gaya endogen dan sebagainya. Proses geodinamik menyebabkan pengangakatan daerah survey membentuk antiklin

DAFTAR PUSTAKA

Amri, N.A. 2000. Rescheduling pemanfaatan energi batubara Indonesia. Thesis. Bandung: ITB. Anggayana, K. 1999. Genesa Batubara. Bandung: Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral ITB. Azhar dan Handayani, Gunawan. 2004. Penerapan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger untuk Penentuan Tehanan Jenis Batubara, Jurnal Natural Indonesia Vol. 6 No. 2, 2004. Departemen Eksplorasi PT. Binamitra Sumberarta. 2009. Laporan Kegiatan Eksplorasi Batubara: Samarinda. Hardjono, dan Syarifuddin, 1991. Sumberdaya Batubara Dan Gambut Di Indonesia.Jurnal Direktorat Sumberdaya Mineral, Direktorat Jenderal Geologi Dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan Dan Energi. Loke, M.H. 1999. Electrical Imaging Surveys for Environmental and Engineering Studies: A practical quide to 2-D and 3-D surveys. Malaysia: Penang. Sukandarrumidi, 1995. Batubara dan Gambut. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Supriatna, S., 1995, dkk, Peta Geologi Lembar Samarinda, Kalimantan, skala 1 : 250.000, Puslitbang Geologi, Bandung. Telford, W.M., Gedaart, L.P. & Sheriff, R.E. 1990. Applied Geophysics. New York: Cambridge. Van Gorsel, J.T. 2011. Bibliography Of The Geology Of Indonesia And Surrounding Areas, IV. Borneo, 3rd Edition, April 2011. Ward, C.R., 1984, Kenampakan Geologi Lapisan Batubara (Coal Geology and Coal Technology), Blackwell Scientific Publications, Singapore.

Sangasanga yang terbentang dari utara ke selatan melintasi daerah survey. Dengan penjelasan ini maka pola perlapisan batubara yang terbentuk di daerah survey adalah batubara bentuk pinc menurut Sukkandarrumidi, 1995. Dari gambar 11 juga diperoleh hasil akhir sebaran kedalaman top / permukaan lapisan batubara di daerah survei yaitu seam 1 berada di kedalaman 18.7 meter dari permukaan tanah dan terletak 61.47 meter dari titik awal pengukuran. Kemudian seam 2 berada dikedalaman 5 – 24.8 meter dari permukaan tanah dan terletak 143.75 – 201.15 meter dari titik awal pengukuran. Setelah mengetahui posisi dan kedalaman lapisan batubara maka dapat lanjutkan dengan pemboran uji pada titik tersebut atau dapat dilanjutkan dengan perhitungan sumber daya terlebih dahulu sebagai pertimbangan survey lebih rinci.

KESIMPULAN

Setelah dilakukan analisis dan interpretasi pola perlapisan dan kedalaman permukaan lapisan batubara maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pola perlapisan batubara daerah penelitian menurut Skkandarrumidi, 1995 adalah lapisan batubara mendekati bentuk pinch. Dimana susunan perlapisan batuan daerah penelitian adalah lapisan tanah penutup/soil yang terdiri dari tanah pasir (sandy soil) dan tanah lempung (clayey soil), kemudian dilanjutkan dengan perselingan lapisan batupasir (sandstone) dan lempung (clay) dengan lapisan batubara (coal) sebagai lapisan sisipan. 2.

Terbentuk dua seam lapisan batubara di daerah penelitian dimana seam pertama berada pada jarak 61.47 m dari titik awal pengukuran dan lapisan batubara berada di kedalaman 18.7 meter dari permukaan tanah. Dan seam kedua pada jarak 143.75 – 201.15 m dari titik awal pengukuran dan lapisan batubara berada di kedalaman 5 – 24.8 meter dari permukaan tanah....


Similar Free PDFs