Title | JUKNIS JAFUNG APOTEKER - PERMENPAN NO 7 TAHUN 2008 |
---|---|
Author | Oki Leksmana |
Pages | 48 |
File Size | 195.8 KB |
File Type | |
Total Downloads | 277 |
Total Views | 981 |
PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: PER/ 07 /M.PAN/ 4 /2008 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER DAN ANGKA KREDITNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA, Menimbang : a. bahwa jabatan fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya yang diat...
PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: PER/ 07 /M.PAN/ 4 /2008 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER DAN ANGKA KREDITNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA,
Menimbang
: a. bahwa jabatan fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya yang diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor
140/KEP/M.PAN/11/2003
tentang
Jabatan
Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya tidak sesuai dengan perkembangan tuntutan kompetensi dan profesi Apoteker; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu mengatur kembali jabatan fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330); 5. Peraturan
Pemerintah
Nomor
Pemberhentian/Pemberhentian
4
Tahun
Sementara
1966
tentang
Pegawai
Negeri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2797); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3098); sebagaimana telah sepuluh kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 23); 7. Peraturan
Pemerintah
Pemberhentian Republik Lembaran
Nomor
Pegawai
Indonesia
Negeri
Tahun
Negara
32
Sipil
1979
Republik
Tahun
1979
tentang
(Lembaran
Negara
Nomor
Indonesia
47,
Tambahan
Nomor
3149)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 1);
2
8. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3176); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4015); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432); 12. Peraturan
Pemerintah
Nomor
98
Tahun
2000
tentang
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4016), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4192); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara
3
Republik Indonesia Nomor 4017); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4193); 14. Peraturan
Pemerintah
Nomor
101
Tahun
2000
tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4019); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang, Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263); 16. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; 17. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi,
Susunan
Organisasi,
dan
Tata
Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia;
Memperhatikan : 1. Usul
Menteri
Kesehatan
dengan
suratnya
Nomor
1193/Menkes/XI/2007 Tanggal 14 November 2007; 2. Pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara dengan suratnya Nomor k.26-30/v.31-3/93 Tanggal 18 Maret 2008.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN APARATUR
MENTERI NEGARA
NEGARA
TENTANG
JABATAN
APOTEKER DAN ANGKA KREDITNYA.
4
PENDAYAGUNAAN FUNGSIONAL
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayaguaan Aparatur Negara ini yang dimaksud dengan : 1. Apoteker adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada unit pelayanan kesehatan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang. 2. Pekerjaan
kefarmasian
kefarmasian,
adalah
pengelolaan
penyiapan
perbekalan
rencana
farmasi,
kerja
pelayanan
farmasi klinik, dan pelayanan farmasi khusus. 3. Perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, radio farmasi, dan gas medik. 4. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. 5. Alat kesehatan adalah bahan, instrumen, aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. 6. Perbekalan kesehatan rumah tangga adalah alat, bahan atau campuran untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, hewan peliharaan, rumah tangga dan atau tempattempat umum.
5
7. Unit pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu rumah sakit, instalasi farmasi Dinas Kesehatan Provinsi/Kab/Kota (gudang farmasi)/ Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), puskesmas, apotek, dan poliklinik/balai pengobatan serta unit pelayanan kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. 8. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh seorang Apoteker dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya. 9. Tim penilai angka kredit adalah tim penilai yang dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan bertugas untuk menilai prestasi kerja Apoteker. BAB II RUMPUN JABATAN, INSTANSI PEMBINA, KEDUDUKAN, DAN TUGAS POKOK Pasal 2 Jabatan Fungsional Apoteker termasuk dalam rumpun kesehatan. Pasal 3 1) Instansi
Pembina
Jabatan
Fungsional
Apoteker
adalah
Departemen Kesehatan. 2) Departemen Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan tugas pembinaan, yang antara lain meliputi : a. Penetapan pedoman formasi Jabatan Fungsional Apoteker; b. Penetapan standar kompetensi Apoteker; c. Pengusulan tunjangan Jabatan Fungsional Apoteker; d. Sosialisasi Jabatan Fungsional Apoteker serta petunjuk pelaksanaannya;
6
e. Penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsional/ teknis fungsional Apoteker; f. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis bagi Apoteker dan penetapan sertifikasi; g. Pengembangan
sistem
informasi
Jabatan
Fungsional
Apoteker; h. Fasilitasi pelaksanaan Jabatan Fungsional Apoteker; i. Fasilitasi pembentukan organisasi Apoteker; j. Fasilitasi kerjasama penyusunan dan penetapan etika profesi dan kode etik Apoteker; dan k. Melakukan monitoring dan evaluasi Jabatan Fungsional Apoteker. Pasal 4 (1) Apoteker berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional pekerjaan kefarmasian pada unit pelayanan kesehatan di lingkungan Departemen Kesehatan dan instansi lainnya. (2) Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pasal 5 Tugas
pokok
Apoteker
adalah
melaksanakan
pekerjaan
kefarmasian yang meliputi penyiapan rencana kerja kefarmasian, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik, dan pelayanan farmasi khusus. BAB III UNSUR DAN SUB UNSUR KEGIATAN Pasal 6 Unsur dan sub unsur kegiatan Apoteker yang dinilai angka kreditnya, terdiri dari :
7
a. Pendidikan, meliputi : a. Pendidikan sekolah dan memperoleh ijazah/gelar; b. Pendidikan dan pelatihan fungsional di bidang kefarmasian dan memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau sertifikat; dan c. Pendidikan
dan
pelatihan
(Diklat)
prajabatan
dan
memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau sertifikat. b. Pekerjaan kefarmasian, meliputi : 1. Penyiapan rencana kerja kefarmasian; 2. Pengelolaan perbekalan farmasi; 3. Pelayanan farmasi klinik; dan 4. Pelayanan farmasi khusus. c. Pengembangan profesi, meliputi : 1. Pembuatan
karya
tulis/karya
ilmiah
di
bidang
kefarmasian/kesehatan; 2. Penerjemahan/penyaduran buku dan bahan lainnya di bidang kefarmasian/kesehatan; 3. Pembuatan buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis lainnya di bidang kefarmasian/kesehatan; 4. Penemuan/pengembangan teknologi tepat guna di bidang kefarmasian/kesehatan; 5. Merumuskan sistem pelayanan kefarmasian; dan 6. Melakukan penyuluhan di bidang kefarmasian/ kesehatan. d. Penunjang tugas Apoteker, meliputi : 1. Mengajar/Melatih/Membimbing
yang
berkaitan
dengan
bidang kefarmasian/kesehatan; 2. Peran
serta
dalam
kefarmasian/kesehatan;
8
seminar/lokakarya
di
bidang
3. Keanggotaan dalam organisasi profesi Apoteker; 4. Keanggotaan dalam Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dan atau kepanitiaan lainnya; 5. Keanggotaan
dalam
Tim
Penilai
Jabatan
Fungsional
Apoteker; 6. Perolehan gelar kesarjanaan lainnya; dan 7. Perolehan penghargaan/tanda jasa. BAB IV JENJANG JABATAN DAN PANGKAT Pasal 7 (1) Jabatan Fungsional Apoteker adalah Jabatan Tingkat Ahli. (2) Jenjang jabatan fungsional Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, adalah: a. Apoteker Pertama; b. Apoteker Muda; c. Apoteker Madya; dan d. Apoteker Utama. (3) Jenjang pangkat fungsional Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, adalah: a. Apoteker Pertama, pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b. b. Apoteker Muda, terdiri dari: 1. Penata, golongan ruang III/c; 2. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d. c. Apoteker Madya, terdiri dari: 1. Pembina, golongan ruang IV/a; 2. Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b;
9
3. Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c. d. Apoteker Utama, terdiri dari: 1. Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d; 2. Pembina Utama, golongan ruang IV/e. (4) Jenjang pangkat untuk masing-masing jenjang jabatan Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah jenjang pangkat dan jenjang jabatan berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki untuk masing-masing jenjang jabatan. (5) Penetapan jenjang jabatan Apoteker untuk pengangkatan dalam jabatan ditetapkan berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit sehingga dimungkinkan pangkat dan jabatan tidak sesuai dengan pangkat dan jabatan sebagaimana dimaksud ayat (3). BAB V RINCIAN KEGIATAN DAN UNSUR YANG DINILAI Pasal 8 (1) Rincian kegiatan Apoteker sesuai dengan jenjang jabatan, adalah sebagai berikut: a. Apoteker Pertama, yaitu: 1. Membuat kerangka acuan dalam rangka Penyiapan
Rencana Kegiatan Kefarmasian; 2. Mengklasifikasi
perbekalan
farmasi
dalam
rangka
Pemilihan Perbekalan Farmasi; 3. Inventarisasi pemasok perbekalan farmasi dalam rangka
Pemilihan Perbekalan Farmasi; 4. Mengolah data dalam rangka Perencanaan Perbekalan
Farmasi; 5. Mengawasi kegiatan dalam rangka Sterilisasi Sentral;
10
6. Menyusun
perbekalan
farmasi
dalam
rangka
Penyimpanan Perbekalan Farmasi; 7. Merekapitulasi daftar usulan perbekalan farmasi dalam
rangka Penghapusan Perbekalan Farmasi; 8. Meracik obat resep individual dalam rangka Dispensing; 9. Visit ke ruang rawat; 10. Pelayanan informasi obat (PIO); 11. Konseling obat; 12. Konsultasi dengan dokter, perawat dan tenaga kesehatan
lainnya; 13. Mendokumentasikan
dalam
rangka
Pemantauan
Penggunaan Obat; 14. Pelayanan jarak jauh (Remote Service); 15. Pelayanan di tempat tinggal (Home care); 16. Ambulatory services; 17. Swamedikasi; dan 18. Pelayanan paliatif.
b. Apoteker Muda, yaitu: 1. Menelaah
atau
mengkaji
data-data
dalam
rangka
Penyiapan Rencana Kegiatan Kefarmasian; 2. Membuat rencana kegiatan dalam rangka Penyiapan
Rencana Kegiatan Kefarmasian; 3. Menentukan jenis perbekalan farmasi dalam rangka
Pemilihan Perbekalan Farmasi; 4. Menilai
mutu
dalam
rangka
Pemilihan
Pemasok
Perbekalan Farmasi; 5. Menyusun
rencana
kebutuhan
Perencanaan Perbekalan Farmasi;
11
dalam
rangka
6. Membuat
surat
pesanan
dalam
rangka
Pembelian
Perbekalan Farmasi; 7. Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai
dengan persyaratan/spesifikasi dalam rangka Pengadaan Perbekalan Farmasi Melalui Jalur Pembelian; 8. Mengajukan
usulan
obat
program
Pengadaan Perbekalan Farmasi
dalam
rangka
Melalui Jalur Non
Pembelian; 9. Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai
dengan persyaratan/spesifikasi dalam rangka Pengadaan Perbekalan Farmasi Melalui Jalur Non Pembelian; 10. Menganalisis/mengkaji
bahan
baku
dan
metode
pembuatan dalam rangka Menetapkan Master Formula Sediaan Farmasi; 11. Merencanakan kegiatan dan kebutuhan bahan baku
dalam rangka Produksi Sediaan Farmasi Non Steril; 12. Mengolah bahan-bahan dalam rangka Produksi Sediaan
Farmasi Non Steril; 13. Merencanakan kegiatan sterilisasi dan kebutuhan bahan-
bahan dalam rangka Sterilisasi Sentral; 14. Uji sterilisasi dalam rangka Sterilisasi Sentral; 15. Uji mutu secara organoleptis dalam rangka Uji Mutu
Bahan Baku; 16. Uji mutu secara organoleptis dalam rangka Uji Mutu
Sediaan Obat Jadi; 17. Uji mutu dalam proses produksi secara organoleptis
dalam rangka Uji Mutu Sediaan Obat Jadi; 18. Memeriksa perbekalan farmasi dalam rangka Penerimaan
Perbekalan Farmasi;
12
19. Mengelompokkan
perbekalan farmasi dalam rangka
Penyimpanan Perbekalan Farmasi; 20. Mengkaji permintaan perbekalan farmasi dalam rangka
Pendistribusian Perbekalan Farmasi; 21. Membuat
jadwal
penghapusan
dalam
rangka
Penghapusan Perbekalan Farmasi; 22. Penyusunan laporan kegiatan pengelolaan perbekalan
farmasi; 23. Mengkaji resep dalam rangka Dispensing; 24. Memeriksa obat dalam rangka Dosis Unit; 25. Menghitung kebutuhan komponen dalam rangka Sediaan
Nutrisi Parenteral Total; 26. Mengemas sediaan nutrisi parenteral total dalam rangka
Sediaan Nutrisi Parenteral Total; 27. Mengemas obat dalam rangka Sediaan Sitostatika; 28. Visite ke ruang rawat; 29. Pelayanan informasi obat (PIO); 30. Konseling obat; 31. Konsultasi dengan dokter, perawat dan tenaga kesehatan
lainnya; 32. Mengumpulkan dan menganalisa data dalam rangka
Evaluasi Penggunaan Obat; 33. Mendokumentasikan
hasil
evaluasi
dalam
rangka
Evaluasi Penggunaan Obat; 34. Menelusuri catatan medik dalam rangka Pemantauan
Penggunaan Obat; 35. Pelayanan jarak jauh (Remote Services); 36. Pelayanan di tempat tinggal (Home Care); 37. Ambulatory services;
13
38. Swamedikasi; dan 39. Pelayanan paliatif.
c. Apoteker Madya, yaitu: 1. Menyajikan rencana kegiatan dalam rangka Penyiapan
Rencana Kegiatan Kefarmasian; 2. Menyajikan
rancangan
dalam
rangka
Perencanaan
Perbekalan Farmasi; 3. Menganalisis usulan pembelian dalam rangka Pengadaan
Perbekalan Farmasi Melalui Jalur Pembelian; 4. Menilai
barang
droping/sumbangan
Pengadaan Perbekalan Farmasi
dalam
rangka
Melalui Jalur Non
Pembelian; 5. Uji coba formula dalam rangka Menetapkan Formula
Induk (Master Formula) Sediaan Farmasi; 6. Menganalisis/mengkaji bahan baku dan teknik pembuatan
dalam rangka Produksi Sediaan Farmasi Non Steril; 7. Memeriksa
label/penandaan dalam rangka Produksi
Sediaan Farmasi Non Steril; 8. Merencanakan kegiatan produksi dan kebutuhan bahan-
bahan dalam rangka Produksi Sediaan Steril; 9. Mengolah bahan baku dalam rangka Produksi Sediaan
Steril; 10. Uji kualitatif bahan baku dalam rangka Uji Mutu Bahan
Baku; 11. Uji kuantitatif bahan baku dalam rangka Uji Mutu Bahan
Baku; 12. Uji kualitatif obat jadi dalam...