Kajian Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran PDF

Title Kajian Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran
Author D. Otonomi Daerah
Pages 75
File Size 1.8 MB
File Type PDF
Total Downloads 111
Total Views 658

Summary

Kajian Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Provinsi Jawa Timur LAPORAN AKHIR PROGRAM MAGISTER SAINS DAN DOKTOR FEB UGM & UPT LPKD PROVINSI JAWA TIMUR 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah yang dilakukan merupakan hal yang esensial karena pere...


Description

Kajian Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Provinsi Jawa Timur

LAPORAN AKHIR

PROGRAM MAGISTER SAINS DAN DOKTOR FEB UGM & UPT LPKD PROVINSI JAWA TIMUR

2015

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah yang dilakukan merupakan hal yang esensial

karena perencanaan: (i) memberi gambaran mengenai tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana tujuan tersebut akan dicapai, (ii) menjadi pedoman bagi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, (iii) memprediksi apa yang akan dilalui, dan dengan demikian, dapat meminimalkan ketidakpastian, (iv) memberi kesempatan untuk memilih berbagai alternatif terbaik guna pencapaian tujuan. Di era desentralisasi fiskal, tiap daerah memiliki diskresi untuk menyusun perencanaan dan penganggaran pembangunan. Perencanaan dan penganggaran merupakan komponen yang saling berkaitan dan harus berjalan secara terintegrasi, sinkron dan konsisten. Berikut ini merupakan beberapa isu mengenai perencanaan dan penganggaran yang terjadi di daerah: (i) lemahnya sinkronisasi antara perencanaan dan penganggaran, (ii) lemahnya sinkronisasi annual planning dengan midterm planning, (iii) rendahnya relevansi program dengan permasalahan yang melatarbelakangi diselenggarakannya program tersebut, (iv) tumpang tindihnya kegiatan antar satuan kerja perangkat daerah (SKPD), (v) tidak terlaksananya kegiatan yang telah direncanakan karena tidak tersedianya anggaran, (vi) tidak dipahaminya proses perencanaan dan penganggaran oleh semua pemangku kepentingan. Isu-isu diatas menunjukkan bahwa antara perencanaan dan penganggaran di daerahbelum terintegrasi secara optimal. Perencanaan dan penganggaran perlu terintegrasi dengan baik supaya Pemerintah Daerah dapat melaksanakan komitmen yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah. Selain itu, integrasi perencanaan dan penganggaran juga menjadi salah satu alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perencanaan dan penganggaran tidak terintegrasi. Pertama, adanya faktor ego sektoral dalam penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran. Kedua, sistem perencanaan dan penganggaran dari awal tidak disusun secara komprehensif sehingga output masing-masing dokumen tidak terkait satu sama lain. Ketiga, kurangnya koordinasi berbagai pihak dalam penyusunan komponen perencanaan dan

Laporan Akhir Bab I

1

penganggaran. Keempat, kurang tepatnya proyeksi perimbangan pendapatan dan belanja daerah dimana anggaran pendapatan cenderung ditetapkan lebih rendah sedangkan anggaran belanja cenderung ditetapkan lebih tinggi. Kelima, adanya moral hazard dari berbagai pihak yang berkepentingan. Mengingat pentingnya integrasi antara perencanaan dan penganggaran bagi kinerja suatu daerah, maka perlu adanya evaluasi untuk mengkaji tingkat sinkronisasi antara perencanaan dan penganggaran. Studi ini dilakukan untuk mengkaji sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan di Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data yang diperoleh dari PFM Survey dan Bank Dunia, kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) dibidang perencanaan dan penganggaran di Provinsi Jawa Timur memiliki nilai kurang dari 60 persen sehingga pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu memberikan perhatian lebih terhadap perencanaan dan penganggaran. Grafik 1 mengilustrasikan kinerja PKD di Provinsi Jawa Timur.

Grafik 1.1 Kinerja PKD di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan 9 Bidang

Kerangka Peraturan 100% Audit Eksternal

80% 60%

Perencanaan & Penganggaran

40% Pengelolaan Aset

Pengelolaan Kas

20% 0%

Pemerintah Provinsi Hutang, Hibah, & Investasi Internal Audit

Pengadaan Barang & Jasa

Rata-rata 3 Kabupaten/Kota

Akuntansi & Pelaporan

Sumber: PFM Survey, World Bank; Analisa Pengeluaran Publik Jawa Timur 2011.

Laporan Akhir Bab I

2

Sementara itu, Grafik 2 menunjukkan kinerja PKD di beberapa kabupaten/kota terpilih di Provinsi Jawa Timur. Kinerja tertinggi diraihKota Surabaya dengan nilai 76.4 persen. Grafik1.2 Kinerja PKD Bidang Perencanaan dan Penganggaran: Beberapa Kabupaten/Kota Terpilih

Kota Batu Tulung Agung

61,1% 50,0%

Rata-rata 3 Kab/Kota

68,8%

Kota Surabaya Provinsi

76,4% 52,9%

0,0% 20,0% 40,0% 60,0% 80,0% 100,0% Sumber: PFM Survey, World Bank; Analisa Pengeluaran Publik Jawa Timur 2011.

Provinsi Jawa Timur, penyebab kurang optimalnya kinerja bidang perencanaan dan penganggaran antara lain karena belum adanya Analisis Standar Belanja, lemahnya partisipasi masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan SKPD, dan proses perencanaan anggaran yang belum bersifat partisipasif. Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai indikator untuk menunjukkan kurang sinkronnya perencanaan dan penganggaran daerah 1: 1. Alokasi belanja modal semakin tidak efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. 2. Rentannya perubahan alokasi pendanaan walaupun telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan yang disebabkan oleh lemahnya kewenangan perencanaan hingga penganggaran. 3. Dominasi belanja pegawai dalam struktur belanja APBD. 4. Posisi dana APBD yang berada di lembaga perbankan. 5. Penyampaian pagu indikatif APBD selalu terlambat sehingga pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) daerah menggunakan anggaran tahun sebelumnya. 1

Arti Penting Sinergi Perencanaan dan Penganggaran Kementerian PPN/Bappenas 2013

Laporan Akhir Bab I

3

Sinkronisasi atau alur perencanaan dan penganggaran dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini. Bidang perencanaan berkaitan dengan penentuan program-program yang menjadi prioritas baik di pusat maupun daerah. Sementara itu, bidang penganggaran menggambarkan alokasi sumber daya untuk mencapai tujuan masing-masing program dalam perencanaan. Pada tingkat pemerintah daerah, dikenal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). RPJPD merupakan rencana 20 tahun, RPJMD merupakan rencana lima tahun, dan RKPD merupakan rencana satu tahun. Untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), juga terdapat perencanaan, seperti Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja (Renja). Renstra merupakan rencana lima tahun dan Renja merupakan rencana satu tahun (UU No. 24 Tahun 2005).

Gambar 1.1Alur Perencanaan dan Penganggaran Pusat - Daerah

Sumber:Kementerian PPN/Bappenas

Idealnya, perencanaan dan penganggaran perlu terus diperbaiki dan dikembangkan sesuai dengan konteks terkini dan prediksi konteks masa depan, dengan tetap memperhatikan informasi dari hasil yang telah dilaksanakan. Harapannya, perencanaan dapat mencapai tujuan yang ditargetkan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal.

Laporan Akhir Bab I

4

1.2.

Tujuan Kajian Kajianini

bertujuan

mengkajitingkat

sinkronisasi

antara

perencanaan

dan

penganggaran pada beberapa SKPDdi Provinsi Jawa Timur. 1.3.

Metode Penelitian Metode yang digunakan pada kajian perencanaan dan penganggaran ini adalah:

1.3.1. Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mengkaji existing literature mengenai perencanaan dan penganggaran daerah. Studi literatur juga dilakukan untuk mengkaji best practices dalam perencanaan dan penganggaran daerah. 1.3.2. Analisis Dokumen Dokumen perencanaan dan penganggaran serta program-program yang dilakukan oleh beberapa SKPD di Provinsi Jawa Timur akan menjadi dasar dalam kajian ini. Dari analisis dokumen tersebut akan dapat dikaji seberapa sinkronnya perencanaan dan penganggaran di beberapa SKPD di Provinsi Jawa Timur. Analisis dokumen akan dilakukan di 3 SKPD terpilih dengan masing-masing 1 SKPD mewakili SKPD dengan anggaran yang besar, menengah, dan kecil. 1.3.3. Penghitungan Rasio-rasio Keuangan Daerah. Kajian ini akan memaparkan hasil analisis rasio belanja operasi dan modal terhadap total belanja dan rasio efisiensi belanja. a). Rasio Belanja Operasi dan Modal terhadap Total Belanja Merupakan perbandingan antara total belanja operasi/modal (BO/BM) dengan total belanjanya. Rasio ini menunjukkan seberapa besar porsi belanja daerah yang dialokasikan untuk belanja operasi/modal. Rasio BO terhadap Total Belanja

Rasio BM terhadap Total Belanja

=

=

Realisasi BO Total Belanja Daerah

Realisasi BM Total Belanja Daerah

Laporan Akhir Bab I

5

b).Rasio Efisiensi Belanja Merupakan perbandingan antara realisasi belanja dengan yang dianggarkan. Rasio ini untuk melihat tingkat penggunaan anggaran yang dilakukan pemerintah daerah. Rasio Efisiensi Belanja

=

Realisasi Belanja Anggaran Belanja

x100%

2. Sistematika Penulisan Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Studi Literatur Bab 3. Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran Bab 4. Kinerja Penganggaran Daerah Bab 5. Kesimpulan dan Saran

Laporan Akhir Bab I

6

BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Konsep Perencanaan Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2004, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Untuk mewujudkan perencanaan yang layak, harus memperhitungkan beberapa hal antara lain: tujuan yang relevan bagi peningkatan kesejahteraan, pemilihan dan desain kegiatan/program yang tepat, penjadwalan implementasi yang tepat, identifikasi masalah-masalah yang dihadapi, sumber daya yang akan digunakan serta alokasinya, dan instrument kelembagaan yang berupa organisasi atau badan pelaksananya. Terdapat setidaknya empat arti penting perencanaan: 1) Perencanaan memberikan gambaran tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana tujuan tersebut dicapai 2) Perencanaan menjadi pedoman bagi pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan 3) Perencanaan dapat memperkirakan kemungkinan apa yang akan dilalui sehingga mampu meminimalkan ketidakapastian 4) Perencanaan memberi kesempatan untuk memilih berbagai alternatif terbaik untuk pencapaian tujuan

Dalam praktiknya, perencanaan merupakan kegiatan rutin pemerintah di berbagai level pemerintahan. Periodenya pun bisa bermacam-macam. Contohnya di Indonesia, untuk level pemerintah daerah dikenal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). RPJPD merupakan rencana 20 tahun, RPJMD merupakan rencana lima tahun, dan RKPD merupakan rencana satu tahun. Untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), juga terdapat perencanaan, seperti Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja (Renja). Renstra merupakan rencana lima tahun dan Renja merupakan rencana satu tahun (UU No. 24 Tahun 2005). Perencanaan juga dapat dilakukan dalam lingkup yang lebih sempit, yakni berdasarkan kegiatan dan program. Misalnya, untuk kategori kegiatan, pemerintah memberikan

Laporan Akhir Bab II

7

beasiswa untuk kalangan tidak mampu di suatu wilayah. Adapun untuk kategori program, pemerintah memiliki program penanggulangan kemiskinan. Setiap aktivitas tersebut harus selalu diawali dengan perencanaan dimana perencanaan tersebut harus dibuat sebaik mungkin sehingga betul-betul sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pelaksanaan kegiatan perencanaan sebaiknya juga melalui sebuah proses salah satunya dengan mengembangkan kerangka hasil. Terdapat empat langkah pengembangan kerangka hasil untuk perencanaan pembangunan daerah: 1) Kesepakatan tentang hasil yang akan di pantau atau dievaluasi Hasil menjadi prioritas yang ditekankan karena dapat menciptakan manfaat dan mampu memberi sinyal apakah sebuah kebijakan/program sukses dilaksanakan atau tidak. Berawal dari identifikasi hasil, akan diperoleh gambaran kerangka selanjutnya berupa pemilihan indikator, kinerja baseline, dan hasil target. 2) Pemilihan indikator kunci untuk memantau hasil Setiap hasil perlu diterjemahkan dalam satu atau beberapa indikator. Sebuah indikator hasil mengidentifikasi pengukuran numerik (persentase) yang dapat memberikan informasi untuk mendeteksi kemajuan (ada atau tidak) ke arah pencapaian hasil yang diinginkan. Memilih indikator hasil haruslah sesuai dengan tujuan, mempertimbangkan kepentingan stakehorlders, dan memastikan bahwa relevansi indikator bersifat dinamis. 3) Baseline data indikator yang menunjukkan posisi saat ini Sebuah baseline kinerja adalah informasi baik kualitatif maupun kuantitatif yang menyediakan data pada tahap awal atau sebelum periode pemantauan. Baseline digunakan untuk mempelajari pola kinerja indikator dan sebagai pembanding untuk menaksir kinerja kebijakan, program, atau proyek yang selanjutnya.

4) Perencanaan untuk perbaikan (pemilihan target hasil) Pemilihan target hasil adalah kerangka pengembangan terakhir yang berisi penentuan hasil yang ingin dicapai di atas indikator baseline. Target kinerja merupakan hasil dari penambahan tingkat indikator baseline dengan tingkat

Laporan Akhir Bab II

8

kenaikan yang diinginkan sehingga akan tercapai tingkat kinerja dalam waktu tertentu.

Matriks berikut merupakan pengembangan kerangka hasil untuk tujuan perencanaan pembangunan daerah dengan contoh kegiatan di bidang pendidikan. Berdasarkan matriks ini, tampak bahwa ada penekanan pada satu obyek yaitu hasil. Dengan demikian, dalam perencanaan, hasil merupakan kunci apakah kegiatan dapat berjalan sesuai tujuan dan anggaran. Gambar 2.1 Matriks Pengembangan Kerangka Hasil

Sumber: Peach UGM, 2012

Kegiatan perencanaan tidak bisa direalisasikan tanpa ketersediaan anggaran. Anggaran merupakan sumber daya yang bersifat terbatas, padahal dalam setiap kegiatan perencanaan, harus selalu diikuti dengan penganggaran. Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003, anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian, serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dengan demikian, perencanaan dan penganggaran (PP) merupakan dual hal yang saling terkait. Kegiatan PP akan terus berulang. Diawali dengan PP, lalu pelaksanaan, dan bila telah selesai, akan dilakukan lagi PP untuk kegiatan berikutnya. Bila kegiatan ini dilakukan secara berulang, di dalamnya terkandung proses pembelajaran. Idealnya PP

Laporan Akhir Bab II

9

memang perlu terus diperbaiki dan dikembangkan sesuai dengan konteks terkini dan prediksi konteks masa depan, dengan tetap memperhatikan informasi dari hasil yang telah dilaksanakan. Harapannya, perencanaan dapat mencapai tujuan yang ditargetkan dengan menggunakan anggaran yang tersedia.

2.2.

Perencanaan dan Penganggaran yang Berbasis Bukti (Evidence Based Planning and Budgeting) Dalam melakukan perencanaan, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi

pemerintah. Faktor tersebut ikut menentukan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan, serta tujuan dari suatu perencanaan. Davies (2004) mengemukakan berbagai faktor tersebut, sebagaimana tampak pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Pemerintah

Sumber: Davies (2004) Berdasarkan gambar di atas, dapat dikatakan bahwa perencanaan merupakan proses yang kompleks, yang terkadang melibatkan banyak kepentingan. Namun perencanaan semestinya hanya ditujukan untuk kemaslahatan bagi rakyat banyak, bukan untuk memenuhi kepentingan segilintir pihak. Dari berbagai faktor di atas, evidence merupakan faktor yang penting bagi perencanaan. Evidence dapat diartikan sebagai data atau fakta yang berguna bagi pengambilan kebijakan. Evidence seharusnya digunakan untuk mendukung pengambilan kebijakan. Meskipun, misalnya, para pengambil keputusan di dalam pemerintahan dipengaruhi oleh pengalaman, keahlian,

Laporan Akhir Bab II

10

dan judgement, tetapi ketiga hal tersebut tetap harus diintegrasikan dengan external evidence yang bersumber dari penelitian yang sistematis (Davies, 2004). Suatu perencanaan yang berdasarkan evidence seringkali diistilahkan dengan evidence based planning atau evidence based policy. Menurut Davies (2004), istilah evidence based policy merupakan “An approach that helps people make well informed decisions about policies, programs and projects by putting the best available evidence from research at the heart of policy development and implementation” (Davies, 1999a). Kooiman (2003) dalam Faludi dan Waterhout (2006) mengatakan bahwa perencanaan yang berbasis bukti (evidence-based planning) merupakan proses yang interaktif dan komunikatif. Ini menunjukkan bahwa proses perencanaan melibatkan banyak pihak. Keterlibatan banyak pihak merupakan suatu keharusan karena data atau evidence yang lengkap hanya dapat diperoleh dari berbagai pihak. Namun pendekatan tersebut justru memunculkan keterlambatan dalam pengambilan kebijakan. Pasalnya, terlalu banyak pihak yang terlibat dalam pengambilan kebijakan, justru akan melibatkan banyak kepentingan yang berbeda sehingga memungkinan terjadinya keterlambatan dalam pengambilan keputusan. Berbeda jika pengambilan kebijakan bersifat teknoratis, dimana pemerintah mengambil kebijakan berdasarkan pertimbangan pemerintah semata, tanpa melibatkan pihak lain. Gambar di bawah ini menunjukkan adanya peningkatan tekanan dan kebutuhan waktu lebih lama dalam pengambilan keputusan bila semakin mengacu pada evidence-based.

Gambar 2.3 Dinamika Kebijakan yang Berbasis Bukti

Sumber: Davies (2004)

Namun tidak semua evidence dapat diterapkan menjadi suatu tindakan atau kebijakan. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai hal, terutama peran stakeholder, indikator yang digunakan, dan metode pengumpulan data (Faludi dan Waterhout, 2006). Misalnya, stakeholder, terutama masyarakat dan perguruan tinggi, berperan penting

Laporan Akhir Bab II

11

dalam mengawasidan mengevaluasi kebijakan pemerintah. Bila masyarakat melibatkan diri secara aktif dalam pengambilan kebijakan, tentunya data yang tersedia akan digunakan seoptimal mungkin bagi pengambilan kebijakan yang pro-rakyat banyak. Begitupun dengan keterlibatan perguruan tinggi, akan sangat berpengaruh terhadap penentuan kebijakan. Pasalnya, perguruan tinggi dapat memberikan input kepada pemerintah terkait dengan kebijakan yang tepat dalam mengatasi persoalan yang sedang terjadi. Misal, bila pemerintah ingin menanggulangi masalah kemiskinan, maka perguruan tinggi dapat memberikan saran mengenai metode atau jenis kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah kemiskinan. Secara teoritis, terdapat sejumlah hal yang harus diperhatikan jika menggunakan evidence dalam pengambilan kebijakan. Pertama, pemerintah juga harus terlibat langsung dalam pengumpulan evidence. Harapannya, evidence tersebut dapat benarbenar akurat dan sesuai dengan kebutuhan pemerintah. Kedua, pemerintah harus bekerja sama dengan peneliti atau perguruan tinggi untuk mengatasi persoalan yang sedang terjadi. Harapannya, pemerintah dapat memilih dan menggunakan informasi yang tepat berdasarkan saran dari perguruan tinggi. Ketiga, perlu dibangun mekanisme insentif yang diharapkan dapat mendorong penggunaan evidence secara konsisten dalam pengambilan kebijakan (Davies, 2004). Untuk menerapkan evidence based planning, ketersediaan data yang valid dan cukup merupakan faktor penentu paling penting. Namun, minimnya ketersediaan data merupakan salah satu persoalan dalam perencanaan di negara berkembang (Orbeta, 2006). Adapun Carino, Corpuz, dan Manasan (2004) dalam laporannya menyimpulkan bahwa minimnya data ekonomi dan data lain yang relevan di level provinsi dan kab/kota merupakan hambatan utama dalam m...


Similar Free PDFs