Kelompok 6 PLTU Suralaya Unit 9 dan 10 di Banten PDF

Title Kelompok 6 PLTU Suralaya Unit 9 dan 10 di Banten
Course Ekonomi Publik
Institution Universitas Negeri Semarang
Pages 14
File Size 331.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 7
Total Views 166

Summary

Ini adalah tugasku...


Description

Cost Benefit Analysis (CBA) Proyek Strategis Nasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya Unit 9 dan 10 di Banten Pada Tahun 2020 Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ekonomi Publik

Dosem Pembimbing: Yozi Aulia Rahman, S. E., M. Sc. Disusun Oleh Kelompok 6 Anggota: Siti Solehah Fitriana

7111420126

Adila Dhiya Hanifa

7111420136

Anna Alifa

7111420140

Anggit Utaminingsih R

7111420159

Nabila Primandini S. N

7111420164

Nadia Prasasti P. W

7111420168

Aldinosa Oktrivargas

7111420172

Kumala Fitri Cahyani

7111420173

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2021

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………..……………………………….………………………………………………………… 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………………………… 2 B. Tujuan …………………………………………….………………………………………………………….… 3 C. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………….………….3 BAB II PEMBAHASAN A. Biaya ……………………………………………………………………………………………………………. 4 B. Manfaat ………………………………………………………………………………………………………... 6 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………... 8 B. Saran ……………………………………………………………………………………………………………. 9 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………………...12 LAMPIRAN ……………………………………………………………………………………………………………..13

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan akan listrik semakin meningkat tiap tahunnya terkait dengan perkembangan ekonomi dan peningkatan standar hidup di setiap negara. Untuk menghadapi hal ini dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya Unit 9 dan Unit 10 akan dimulai pada Januari 2020, beberapa penyedia jasa keuangan luar negeri pun siap memodali pembangunannya. Pembangunan PLTU Suralaya unit 9 dan 10 berkapasitas 2X1.000 Mega Watt (MW) dilakukan sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) di mulai Januari 2020, beroperasi pada 2023 untuk unit 9 dan untuk unit 10 beroperasi pada 2024. Sejumlah lembaga pinjaman Asia Pasific sudah menyatakan ketertarikan untuk berinvestasi. Lembaga pinjaman tersebut di antaranya berasal dari Korea Selatan yang akan jadi investor utama pembangunan Suralaya unit 9 dan 10, diperkirakan pada Desember 2019 penyelesaian pendanaan sudah dilakukan. Pembangunan ini tentunya menghasilkan pro dan kontra di berbagai pihak. Di satu sisi pembangunan ini sebagai upaya penambahan kapasitas listrik di wilayah Pulau Jawa, namun di sisi lainnya memberikan dampak buruk yang sangat besar terhadap lingkungan dan kesehatan akibat aktivitas produksi pembakaran batu bara oleh PLTU. Sebanyak belasan ribu orang membuat petisi untuk menolak proyek pembangunan ini. Bersihkan Indonesia mengkritik upaya pemerintah Indonesia yang terus mendorong pembangunan PLTU meskipun Pulau Jawa dan Bali sudah kelebihan 41 persen suplai listrik. Koalisi itu juga khawatir PLTU yang bakal dibangun di Pantai Salira, Serang itu bakal menghilangkan fungsi pantai sebagai ruang publik dan mengganggu sumber ekonomi masyarakat setempat.

2

B. Rumusan Masalah 1) Bagaimana analisis biaya selama berlangsungnya pembangunan PLTU Suralaya unit 9 dan 10 di Banten? 2) Apa saja manfaat yang ditimbulkan oleh proyek pembangunan PLTU Suralaya unit 9 dan 10 di Banten?

C. Tujuan 1) Untuk mengetahui besaran biaya yang digunakan selama proses pembangunan PLTU Suralaya unit 9 dan 10 di Banten. 2) Untuk mengetahui manfaat yang ditimbulkan dari pembangunan PLTU Suralaya unit 9 dan 10 di Banten.

3

BAB II PEMBAHASAN A. Biaya ❖ Biaya Langsung (Direct Cost) Biaya proyek yang terdiri dari biaya langsung (direct cost ) dan biaya tidak langsung (indirect cost) memiliki hubungan terhadap waktu dan cenderung bertolak

belakang.

Jika

waktu

pelaksanaan

proyek

dipercepat

akan

mengakibatkan peningkatan biaya langsung tetapi pada biaya tidak langsung terjadi penurunan. Direct Cost atau Biaya Langsung adalah Biaya langsung adalah semua biaya yang langsung berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan konstruksi di lapangan. Biaya langsung terdiri dari biaya akuisisi lahan dan juga biaya pembangunan PLTU Suralaya Unit 9 dan 10. Menurut rencana, proyek PLTU Suralaya yang berkapasitas 2× 1.000 MW, PLTU Suralaya Unit 9 dan 10 ini membutuhkan investasi senilai US$ 3,5 miliar atau Rp 49 triliun (kurs Rp14.000). Proyek PLTU ini direncanakan tidak membebani APBN sehingga diperlukan lender untuk sama-sama berinvestasi dengan PT Indo Raya Tenaga. Lender tersebut terdiri dari campuran bank atau lembaga pembiayaan lokal dan asing. Lender Korea memegang porsi dominan dallam pendanaan proyek ini yaitu sebesar 50% berasal dari K-Exim dan K-Sure. Dalam pembangunan proyek PLTU ini dilakukan dengan pembiayaan bersama atau konsorsium yang beranggotakan PT Indonesia Power dengan porsi saham 51%; PT Barito Pacific Tbk dengan saham sebesar 34%; dan BUMN asal Korea Selatan (Korea Electric Power Corporation) dengan saham sebesar 15%. PT Barito Pacific Tbk mengakuisisi beberapa bidang tanah yang seluruhnya terletak di Kecamatan Pulo Merak, Lebak Gede, Kota Cilegon, Provinsi Banten dengan luas total 62 hektare. Akuisisi tersebut dilakukan oleh PT Indo Raya Tenaga (IRT) yaitu anak perusahaan dari PT Barito Pacific Tbk dengan penilaian wajar nilai akuisisi mencapai Rp1,31 triliun. Diperkirakan PLTU Suralaya Unit 9 dan 10 akan menyedot sekitar 7 juta ton batubara berkalori 4.400 kcal/kg setiap tahunnya.

4

❖ Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) Indirect cost (biaya tidak langsung) adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak berkaitan secara langsung dengan proses pembanguan proyek PLTU Suralaya Unit 9 dan 10. Biaya tidak langsung dalam suatu proyek contohnya antara lain biaya overhead, biaya tak terduga, biaya risiko, biaya kualitas, pajak dan lainnya. Biaya overhead adalah biaya tambahan dalam pelaksanaan proyek namun tidak berkaitan dengan biaya material, upah kerja, dan peralatan. Contoh biaya overhead pada proyek misalnya kebutuhan akomodasi lapangan pada saat melaksanakan proyek seperti listrik, air bersih, air minum, sanitasi, jalan kerja dan parkir, batas perlindungan dan pagar di lapangan. Biaya tak terduga adalah biaya tambahan yang kemunculannya tidak diperkirakan sebelumnya. Biaya risiko adalah biaya yang ditetapkan untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan dari pembangunan proyek ataupun dampak yang identifikasi akan terjadi. Contoh biaya risiko antara lain risiko waktu yaitu keterlambatan pelaksanaan akibat faktor cuaca, risiko terjadi kecelakaan kerja pada saat pelaksaan pembangunan, risiko penambahan atau pengurangan tenaga kerja, dan risiko kontraktual seperti keterlambatan ketersediaan material. PLTU Suralaya pertama kali dibangun pada tahun 1984 terus berkembang hingga saat ini tengah mendirikan unit ke-9 dan 10. PLTU ini merupakan penyumbang terbesar kebutuhan energi listrik Jawa-Madura-Bali. Meskipun demikian, pembangunan unit 9 dan 10 ini sempat mengalami pro kontra yaitu dinilai bisa mengakibatkan udara semakin tercemar dan juga mengakibatkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), namun pada akhirnya Direktur Operasi I PT Indonesia Power M Hanafi Nur Rifai menjelaskan bahwa PLTU unit 9 dan 10 ini dipastikan akan lebih ramah lingkungan dan menyesuaikan standar internasional dan KLKH. Hal itu dibuktikan dengan diraihnya penghargaan pada ajang Asean Clean Coal Award 2019 dan empat kali proper hijau berturut-turut untuk PLTU Suralaya. Selain memenangkan penghargaan, PLTU Suralaya juga turut melakukan progam tanggung jawab sosial dengan mengadakan progam CSR (Corporate Social Responsibility) diantaranya mendirikan Eco Park Suralaya dan melakukan program penanaman 1.000 pohon hingga 2021 untuk mengurangi emisi CO2. 5

Selain itu terdapat beberapa program dan kegiatan yang mendukung keberlanjutan efisiensi pembangkit listrik Suralaya, antara lain; Life Cycle Management, Coal Handling Management System dan Accelerates Competencies Development for Human Resources yang telah ditingkatkan Unit Pembangkitan Suralaya.

B. Manfaat ❖ Manfaat Langsung PLTU berbahan bakar batu bara masih mendominasi sumber pasokan listrik nasional. Inovasi teknologi pun telah diterapkan guna menekan tingkat pencemaran dari proses produksi. Selain menekan emisi, penerapan teknologi juga membuat penggunaan bahan bakar lebih efektif dan efisien. Semisal, teknologi Ultra Super Critical (USC), memampukan peningkatan efisiensi pembangkit listrik melalui proses pengaturan tekanan dan suhu uap yang masuk ke dalam turbin. Ketika tekanan dan suhu makin tinggi, maka tingkat efisiensi juga akan semakin tinggi. Hal itu akan membuat semakin rendah karbon. Dari segi ketersediaan, cadangan batu bara di Indonesia masih sangat besar, sekitar 37,6 miliar ton. Belum lagi sumber daya batu bara yang mencapai 149 miliar ton. Dengan mempertimbangkan besarnya sumber daya dan cadangan batu bara tersebut, Dewan Energi Nasional (DEN) melalui Rencana Umum Kebijakan Energi Nasional (KEN) lewat Perpres No.22/2017, telah menetapkan bauran energi untuk batubara sebesar 30 % di 2025 dan 25 % di 2050. PLN telah mengembangkan berbagai inovasi terhadap PLTU yang menggunakan batu bara. Dengan demikian, keberadaan sejumlah PLTU itu lebih ramah lingkungan.

❖ Manfaat Tidak Langsung Dengan ketersediaan sumber daya alam yang melimpah di dalam negeri, pemanfaatan sumber energi primer dari batu bara masih akan menjadi andalan. Ini karena Indonesia bukan hanya membutuhkan listrik yang murah namun juga yang andal. Dengan begitu, harapannya listrik yang terjangkau dan andal akan menggerakkan ekonomi negara. 6

Di Indonesia, saat ini terdapat sejumlah pembangkit PLTU. Dalam perkembangannya, keberadaan pembangkit listrik ini mampu berkontribusi terhadap masyarakat sekitarnya, mulai dari sektor ekonomi hingga lingkungan. Masyarakat di lokasi yang berdekatan langsung dengan PLTU juga banyak menerima manfaat dengan adanya dukungan perusahaan terhadap kegiatan kemasyarakatan, pendidikan, maupun pengadaan air bersih. Mereka juga diuntungkan dengan terbukanya peluang ekonomi berupa lapangan pekerjaan dan peluang membuka usaha seperti kos-kosan.

7

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pembangunan PLTU Suralaya unit 9 dan 10 ternyata menghasilkan pro dan kontra di berbagai pihak. Di satu sisi pembangunan ini sebagai upaya penambahan kapasitas listrik di wilayah Pulau Jawa, namun di sisi lainnya memberikan dampak buruk yang sangat besar terhadap lingkungan dan kesehatan akibat aktivitas produksi pembakaran batu bara oleh PLTU. Proyek PLTU ini direncanakan tidak membebani APBN sehingga diperlukan lender untuk sama-sama berinvestasi dengan PT Indo Raya Tenaga. Lender tersebut terdiri dari campuran bank atau lembaga pembiayaan lokal dan asing. Lender Korea memegang porsi dominan dallam pendanaan proyek ini yaitu sebesar 50% berasal dari K-Exim dan K-Sure. PLTU berbahan bakar batu bara masih mendominasi sumber pasokan listrik nasional. Inovasi teknologi pun telah diterapkan guna menekan tingkat pencemaran dari proses produksi. Selain menekan emisi, penerapan teknologi juga membuat penggunaan bahan bakar lebih efektif dan efisien. Masyarakat di lokasi yang berdekatan langsung dengan PLTU juga banyak menerima manfaat dengan adanya dukungan perusahaan terhadap kegiatan kemasyarakatan, pendidikan, maupun pengadaan air bersih. Mereka juga diuntungkan dengan terbukanya peluang ekonomi berupa lapangan pekerjaan dan peluang membuka usaha seperti kos-kosan. Direktur Operasi I PT Indonesia Power M Hanafi Nur Rifai menjelaskan bahwa PLTU unit 9 dan 10 ini dipastikan akan lebih ramah lingkungan dan menyesuaikan standar internasional dan KLKH. PLTU Suralaya juga turut melakukan progam tanggung jawab sosial dengan mengadakan progam CSR (Corporate Social Responsibility) diantaranya mendirikan Eco Park Suralaya dan melakukan program penanaman 1.000 pohon hingga 2021 untuk mengurangi emisi CO2. Selain itu terdapat beberapa program dan kegiatan yang mendukung keberlanjutan efisiensi pembangkit listrik Suralaya, antara lain; Life Cycle Management, Coal Handling Management System dan Accelerates Competencies

8

Development for Human Resources yang telah ditingkatkan Unit Pembangkitan Suralaya.

B. Saran Saat ini, PLTU merupakan penyumbang listrik terbesar di Indonesia. Sudah hampir empat dekade, Indonesia bergantung kepada tipe pembangkit yang berasal dari bahan bakar fosil ini sebagai sumber energi listrik. Sebut saja PLTU Suralaya sebagai yang tertua, PLTU Tanjung Jati, PLTU Cirebon, dan PLTU Banten. Tanpa PLTU-PLTU ini, Jawa dan Bali akan gelap gulita. Meninggalkan proyek pembangkit listrik tenaga uap merupakan salah satu langkah yang harus diambil oleh pemerintah untuk mengikuti perkembangan dunia dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih. Langkah ini sudah diambil oleh Presiden Jokowi dengan menginstruksikan agar tidak ada lagi PLTU baru yang akan dibangun di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2021-2030. Menghentikan proyek pembangunan PLTU yang baru merupakan satu hal. Bagaimana dengan PLTU-PLTU yang sudah ada? Untuk PLTU yang sudah ada, pemerintah saat ini berupaya untuk memanfaatkan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) pada PLTU untuk mengurangi emisi. Selain itu, pemerintah disinyalir akan berupaya melepaskan PLTU-PLTU milik PLN yang sudah tidak produktif alias usang atau tidak efisien, memiliki availability factor kurang dari 80% selama 5 tahun terakhir, dan yang diproyeksikan memiliki capacity factor kurang dari 50% untuk 5 tahun ke depan ke pihak swasta. Menurut Yohanes Masengi, seorang pengacara yang telah malang melintang selama lebih dari 15 tahun mewakili project company/project owner atau

sponsor

dalam

menegosiasikan

kontrak

pembiayaan

proyek

ketenagalistrikan dan infrastruktur berskala besar di Indonesia, privatisasi atau penjualan PLTU kepada pihak swasta kemungkinan menjadi langkah yang akan diambil pemerintah untuk mengurangi beban pembiayaan pengadopsian teknologi CCUS dan efisiensi biaya pembangkitan listrik. Untuk melakukan privatisasi PLTU, PLN akan mendirikan suatu perusahaan baru (PLN holding) yang akan memegang kendali atas PLTU-PLTU lama milik PLN. Bila pembentukan PLN holding jadi dilakukan, Yohanes Masengi berpendapat bahwa ada beberapa 9

hal yang perlu diperhatikan oleh PLN. Yang pertama perlu payung hukum yang jelas untuk pengadaan dan pengalihan PLTU-PLTU tersebut dari PLN kepada PLN holding hasil spin off. "Payung hukum ini antara lain untuk penunjukan langsung dari PLN kepada PLN holding, ketentuan-ketentuan mengenai pengalihan asetaset yang sebelumnya dimiliki oleh PLN kepada PLN holding, harga jual listrik dari PLN kepada PLN holding, dan memastikan bahwa ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Jual Beli Listrik (Power Purchase Agreement) terkait bankable," katanya dalam keterangan resmi, Senin (13/9). Yohanes mengatakan bahwa perlu reformasi peraturan perundangan untuk sistem penawaran PLTU-PLTU kepada swasta melalui lelang umum atau penunjukan langsung. Pemberian insentif juga perlu dilakukan bagi investor yang tertarik untuk ikut serta dalam pembaharuan PLTU, semisal pemberian prioritas terhadap investor yang pertama kali mengerjakan PLTU terkait ataupun prioritas dalam mengembangkan proyek-proyek energi terbarukan lain di kemudian hari, atau pengadaan dibuat dalam bentuk bundling di awal antara PLTU milik PLN dan proyek energi terbarukan. Pengacara yang juga berperan dalam pengadaan tanah untuk berbagai proyek pembangkit itu menyatakan bahwa PLN juga perlu memperhatikan kejelasan skema kerja sama antara PLN dan investor di proyek PLTU serta kejelasan sistem pembelian tenaga listrik dari perusahaan pembangkit kepada PLN. "Sangat penting untuk memastikan kejelasan skema kerja sama yang akan dilakukan nanti PLN atau perusahaan holding akan membentuk joint venture dengan investor dan persentase kepemilikan sahamnya. Yang menjadi kendala di lapangan selama ini yaitu PLN diharuskan memiliki saham minimal 51% dan investor hanya bisa memiliki 49% saham di perusahaan pembangkit. Padahal PLN meminta agar seluruh investasi dalam bentuk finansial harus disediakan oleh investor," tutur Yohanes. Untuk menindaklanjuti mengenai proyek pembangunan PLTU Suralaya terdapat pro dan kontra mengenai ketidak transparansi mengenai anggaran dan pelaksanaannya. untuk mengatasi pro dan kontra tersebut, kedepannya harus ada transparansi lagi terkait dalam pelaksanaan dan pengawasan dari pemerintah supaya anggaran yang sudah dibuat sedemikian mungkin tidak disalahkan gunakan oleh oknum yang kurang bertanggungjawab. 10

Lalu, kegiatan kegiatan yang sudah dijanjikan oleh pengelola PLTU suralaya harus ditepati seperti janjinya dalam penanaman 1.000 pohon mangrove guna untuk menekan emisi gas CO2 yang dapat merusak kualitas udara di lingkungan sekitar yang bisa menimbulkan penyakit.

11

DAFTAR PUSTAKA

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/teknik/article/download/8906/7818 https://industri.kontan.co.id/news/pltu-suralaya-unit-9-10-mulai-konstruksi-tahundepan https://www.cnbcindonesia.com/market/20200102072050-17-126997/bikin-pltusuralaya-barito-akuisisi-lahan-rp-113-t https://www.antaranews.com/berita/1721326/pembangunan-pltu-jawa-9-dan-10dinilai-bakal-atasi-pengangguran#mobile-nav PLTU Suralaya Unit 9-10 Akan Dibangun Tahun Depan (sindonews.com) Pendanaan PLTU Suralaya Harus Dibatalkan - FIN.CO.ID Mengenal Lebih Dekat PLTU Suralaya | Republika Online https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210324182903-20-621680/12-ribuorang-teken-petisi-tolak-pembangunan-pltu-jawa-9-10 https://www.dunia-energi.com/pltu-suralaya-unit-9-dan-10-mulai-konstruksi-januari2020/. https://m.bisnis.com/amp/read/20210109/44/1341405/teknologi-maju-dukungpltu-ramah-lingkungan https://ekbis.sindonews.com/berita/1560856/34/pltu-tingkatkan-kesejahtaraanmasyarakat/ https://m.mediaindonesia.com/ekonomi/432299/saran-bagi-pln-dalamrestrukturisasi-bisnis-pltu

12

LAMPIRAN (Batu bara sebagai bahan PLTU menjadi saah satu inovasi yang dikembangkan oleh PLN, dimana hal itu membantu keberadaan PLTU Suralaya ini lebih ramah lingkungan.)

(Rencana pembangunan unit pembangkit

(Sebanyak 12.815 orang meneken petisi

listrik yakni unit 9 dan 10 oleh Perusahaan

daring yang diinisiasi lembaga swadaya

Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya,

masyarakat lingkungan yang tergabung

Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon,

dalam koalisi Bersihkan Indonesia untuk

Provinsi Banten mendapat penolakan dari

menolak

Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia

Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 9 dan 10

(HNSI)

di Suralaya, Banten dan meminta proyek

Kota

Cilegon.

Persoalannya,

pembangunan unit pembangkit ini akan

pembangunan

Pembangkit

ini dihentikan.)

menggusur dua pangkalan perahu para nelayan.)

13...


Similar Free PDFs