Kitab Suci dan Fiksi: Kebebasan Pendapat, Stasis, dan Genre PDF

Title Kitab Suci dan Fiksi: Kebebasan Pendapat, Stasis, dan Genre
Author D. Nggadas
Pages 2
File Size 88.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 47
Total Views 71

Summary

Kitab Suci dan Fiksi: Kebebasan Berpendapat, Stasis, dan Genre Deky Hidnas Yan Nggadas Dosen Logika, Hermeneutik, dan Biblika PB STT Huperetes Kebebasan Berpendapat Saya tidak pernah tertarik menari bersama dentuman gendang “penistaan agama”. Sebab orang harus menggebuk kebebasan berpendapat (freedo...


Description

Kitab Suci dan Fiksi: Kebebasan Berpendapat, Stasis, dan Genre

Deky Hidnas Yan Nggadas Dosen Logika, Hermeneutik, dan Biblika PB STT Huperetes

Kebebasan Berpendapat Saya tidak pernah tertarik menari bersama dentuman gendang “penistaan agama”. Sebab orang harus menggebuk kebebasan berpendapat (freedom of speech) untuk menghasilkan dentuman gendang lancung itu – gendang yang dikuduskan oleh para pengidap mentalitas anti-kritik. Bersama Beatrice Evelyn Hall (1906) yang merangkum gagasan Voltaire mengenai kebebasan berpendapat, saya mengaku: “Saya menolak apa yang Anda katakan, namun saya membela hakmu untuk mengatakannya.” Atas nama kebebasan berpendapat, Rocky Gerung berhak dan boleh menyatakan: “Kitab Suci adalah fiksi.” Atas nama kebebasan berpendapat pula, saya menolak percaya bahwa Rocky Gerung mengemukakan sebuah klaim yang benar. Stasis: Problem Definisi Mengoceh tentang isu klasik mengenai hubungan filsafat dan [atau vs] teologi; juga menggerutu tentang hubungan antara sains dan [atau vs] agama, dalam konteks pernyataan Gerung, adalah jauh panggang dari api. Barangsiapa yang hendak masuk ke arena diskusi ini, mesti terlebih dahulu membedah stasis-nya (isu). Dalam alur argumentasi Gerung, stasis diskusi ini terletak atas legitimasi relasi definiendum (ekspresi yang didefinisikan) dan definiens (ekspresi yang mendefinisikan). Misalnya, “ayah” (definiendum) “adalah orangtua laki-laki” (definiens). Konteksnya adalah pengenalan dan penerapan dari natur sebuah definisi yang legitimate (sah) dalam payung yang lebih luas: filsafat definisi! Meski adalah sah untuk membuat definisi stipulatif – definisi yang berbeda dari definisi umum sebuah kata (ekspresi), namun pada naturnya, setiap definisi mesti secara adil merepresentasikan properti-properti inti dari definiendum-nya. Jika tidak, maka definisi itu harus dianggap illegitimate (tidak sah). Dan karena tidak sah, maka semua argumen yang mengikutinya harus dianggap invalid! Misalnya, sepotong kayu dan sebongkah batu memiliki properti yang sama, yaitu benda keras. Tetapi, properti spesifik ini tidak mewakili natur relasi definiendum-definiens antara sepotong kayu dan sebongkah batu. Karena itu, Anda tidak dapat membuat definisi: “Sepotong kayu adalah sebuah batu berbentuk lonjong”! Karena definisi di atas tidak sah, maka setiap argumen yang dikonstruksi untuk membela definisi “Sepotong kayu adalah sebuah batu berbentuk lonjong,” merupakan argumen yang invalid. 1

Demi argumen, kita asumsikan saja bahwa Gerung benar dalam klaimnya bahwa properti bersama dari Kitab Suci dan fiksi adalah imajinasi. Tetapi, properti bersama ini tidak mengklarifikasi natur relasi definiendum-definiens dari Kitab Suci dan fiksi. Karena itu, mengklaim bahwa Kitab Suci adalah fiksi, sama dengan mengklaim bahwa sepotong kayu adalah sebuah batu berbentuk lonjong. Absurd! Jenis Sastra Selain itu, saya perlu berbicara mengenai genre (jenis sastra) sebab istilah kunci yang digunakan Gerung untuk mendefinisikan Kitab Suci adalah fiksi. Fiksi adalah salah satu genre literatur. Saya tidak dapat berbicara mewakili Kitab Suci dari agama-agama lain. Sebagai seorang teolog Kristen, saya hanya akan berbicara mengenai Kitab Suci yang saya tekuni dalam disiplin keilmuan saya. Alkitab (Kitab Suci orang Kristen) memiliki kandungan genre (jenis sastra) utama yang beragam: Narasi Sejarah, Puisi, Hikmat, Nubuat, Injil (Biografi Teologis), Surat-surat (Epistles), dan Apokaliptik. Di dalam keragaman genre-genre utama ini, terdapat lagi banyak genre spesifik: perumpamaan, analogi, amsal, narasi prolepsis, ironi, diatribe, dsb. Pengenalan akan klasifikasi genre di atas, dalam hermenutik Alkitab, menentukan pemaknaannya. Meminjam diktum hermeneutis yang dipopularkan Profesor Grant R. Osborne: “Meaning is genredependent”. Tidak cukup ruang untuk menjelaskan genre-genre di atas satu per satu. Memang bukan itu tujuan saya. Saya sekadar ingin menghadirkan selayang pandang kekayaan kandungan sastra Alkitab yang secara tidak representatif direduksi Gerung ke dalam satu mangkuk kecil bernama fiksi.

2...


Similar Free PDFs