KOMPETENSI SOSIAL PDF

Title KOMPETENSI SOSIAL
Author Ade Kamalia
Pages 16
File Size 124.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 419
Total Views 866

Summary

KOMPETENSI SOSIAL Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Profesi Guru (PPG) Dosen Pengampu : Reksiana, MA. Pd Disusun Oleh : Semester 5D Kelompok VI 1. Ade Kamalia (15311603) 2. Endang Mastuti (15311612) 3. Nida Nabilah (15311621) 4. Nuzul Aulia (15311624) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AG...


Description

KOMPETENSI SOSIAL Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Profesi Guru (PPG) Dosen Pengampu : Reksiana, MA. Pd

Disusun Oleh : Semester 5D Kelompok VI 1. Ade Kamalia

(15311603)

2. Endang Mastuti

(15311612)

3. Nida Nabilah

(15311621)

4. Nuzul Aulia

(15311624)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT ILMU AL-QURAN (IIQ) JAKARTA TAHUN AKADEMIK 2016/2017

‫بسم ه لرحمن لرحممم‬ KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad Saw. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu mata kuliah “Pengembangan Profesi Guru (PPG)” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang “Kompetensi Sosial”, yang mana nantinya akan dijelaskan tentang pengertian kompetensi sosial, bagaimana pentingnya kompetensi sosial pada guru, dan bagaimana hubungan guru di masyarakat. Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.

Jakarta, 3 Desember 2017

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1 A. Latar Belakang............................................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 1 C. Tujuan Makalah............................................................................................................ 1 BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................... 2 A. Pengertian Kompetensi Sosial...................................................................................... 2 B. Pentingnya Kompetensi Sosial..................................................................................... 3 C. Hubungan Sekolah dengan Masyarakat....................................................................... 8 BAB III PENUTUP................................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 13

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Guru adalah pendidik profesional wajib memiliki kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi pendidik. Kompetensi guru terdiri dari: kompetensi peadagogik, profesional, kepribadian dan sosial. Kompetensi sosial berarti kemampuan dan kecakapan seorang guru (dengan kecerdasan sosial yang dimiliki) dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain yakni siswa secara efektif dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Kompetensi sosial guru sangat diperlukan dalam proses pembelajaran agar guru menjadi tokoh teladan bagi para siswa dalam mengembangkan pribadi siswa yang memiliki hati nurani, peduli dan empati kepada sesama. Kompetensi sosial guru dapat dikembangkan melalui peningkatan kecerdasan sosial, mengikuti pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan kompetensi sosial dan beradaptasi di tempat tugas.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengertian kompetensi sosial? 2. Bagaimana pentingnya kompetensi sosial pada guru? 3. Bagaimana hubungan guru di masyarakat?

C. Tujuan Makalah 1. Untuk mengetahui pengertian kompetensi sosial. 2. Untuk mengetahui pentingnya kompetensi sosial pada guru. 3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan guru di masyarakat.

1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kompetensi Sosial Menurut Suharsimi, kompetensi sosial berarti guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi sosial dengan siswa, sesama guru, kepala sekolah dan masyarakatnya.1 Pakar psikolog pendidikan Gadner (1983) menyebut kompetensi sosial itu sebagai social intellegence atau kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari 9 kecerdasan (logika, bahasa, musik, raga, uang, pribadi, alam skuliner) yang berhasil diidentifikasi oleh Gadner.2 Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat 3 butir (d) dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.3 Kompetensi ini meliputi subkompetensi dengan indikator efektif berupa: 1. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik. 2. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan tenaga kependidikan. 3. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali. 4. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik dan masyarakat sekitar.4 Apabila guru tersebut telah memiliki keempat kompetensi tersebut maka guru tersebut telah memilik hak atas profesionalitas karena ia telah jelas memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum terhadap batas wewenang keguruan yang menjadi tanggung jawabnya. M.Hasbi Ashsiddiqi, Kompetensi Sosial Guru dalam Pembelajaran dan Pegembangannya, Ta’dib, Vol. XVII, No. 01, Edisi Juni 2012, hlm. 62 2 M.Hasbi Ashsiddiqi, Kompetensi Sosial Guru dalam Pembelajaran dan Pegembangannya, Ta’dib, Vol. XVII, No. 01, Edisi Juni 2012, hlm. 62 3 PP-Nomor-32-tahun2013.pdf 4 Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 165 1

2

2. Memiliki kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas tanggung jawabnya dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat. 3. Menikmati teknis kepemimpinan dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam rangka menjalankan tugas sehari-hari. 4. Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan prestasi yang inovatif dalam bidang pengabdiannya.5 Berdasarkan pengertian kompetensi sosial di atas, maka kompetensi sosial guru berarti kemampuan dan kecakapan seorang guru dengan kecerdasan sosial yang dimiliki dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, yakni siswa secara efektif dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

B. Pentingnya Kompetensi Sosial Abduhzen mengungkapkan bahwa Imam Al-Ghazali menempatkan profesi guru pada posisi tertinggi dan termulia dalam berbagai tingkat pekerjaan masyarakat. Guru dalam pandangan Al-Ghazali mengemban dua misi sekaligus, yaitu tugas keagamaan, ketika guru melakukan kebaikan dengan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada manusia sebagai makhluk termulia di muka bumi ini. Sedangkan yang termulia dari tubuh manusia adalah hatinya. Guru bekerja menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, dan membawakan hati itu mendekati Allah SWT. Kedua, tugas sosiopolitik (kekhalifahan), dimana guru membangun, memimpin dan menjadi teladan yang menegakkan keteraturan, kerukunan, dan menjamin keberlangsungan masyarakat, yang keduanya berujung pada pencapaian kebahagiaan di akhirat. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin.6 Kompetensi sosial guru memegang peranan penting, karena sebagai pribadi yang hidup ditengah-tengah masyarakat, guru juga perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang diterima oleh masyarakat. Sedikitnya terdapat tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar dapat berkomunikasi dan bergaul secara efektif, baik di sekolah maupun di masyarakat. Ketujuh kompetensi tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 5 6

Rusman, Model-model Pembelajaran, (Depok: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 23 Dr. E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.

174

3

1. Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama. 2. Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi. 3. Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi. 4. Memiliki pengetahuan tentang estetika. 5. Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial. 6. Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan. 7. Setia terhadap harkat dan martabat manusia.7 Guru profesional juga memiliki kompetensi sosial yang dapat diandalkan. Kompetensi ini nampak dalam kemampuannya untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain secara efektif (siswa, rekan guru, orangtua, kepala sekolah, dan masyarakat pada umumnya). Menurut Permendiknas No. 16 tahun 2007, kemampuan dalam standar kompetensi ini mencakup empat kompetensi utama yakni: 1) Bersikap inklusif dan bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar bekang keluarga, dan status ekonomi; 2) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat; 3) Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya; 4) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih spesifik keempat kompetensi utama tersebut: 1. Bersikap Inklusif, Berindak Objektif, dan tidak Diskriminatif Bersikap inklusif artinya bersikap terbuka terhadap berbagai perbedaan yang dimiliki oleh orang lain dalam berinteraksi. Guru harus bisa berinteraksi dan bergaul dengan siswa atau rekan sejawat, atau bahkan anggota masyarakat yang berbeda latar belakang. Dalam latar pembelajaran berhadapan dengan siswa yang memiliki keragaman semacam ini guru harus mampu mengelola kelas dengan baik. Ia harus bisa menempatkan dirinya di tengah perbedaan-perbedaan itu. Dengan bertindak demikian, maka guru telah melaksanakan amanat dari Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (Education for All) yang dicanangkan di Jomtien Thailand, tahun 1990 yang lalu. Salah satu butir deklarasi menyatakan bahwa pendidikan harus dapat dinikmati oleh semua orang tanpa memandang usia, latar belakang ras, agama, dan sebagainya. Dengan itu guru bertindak non diskriminatif karena ia tidak membeda-bedakan peserta didik berdasarkan latar belakang mereka.

7

Dr. E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.

176

4

Dalam berinteraksi dengan rekan sejawat atau pun masyarakat sebagai pemangku kepentingan dalam pendidikan, guru juga harus bisa menempatkan diri dalam situasi yang mungkin penuh dengan keragaman latar belakang. Guru juga dituntut untuk bertindak objektif baik dalam memberikan penilaian terhadap hasil belajar siswa, maupun dalam memberikan pandangan-pandangan atau pendapat terhadap suatu persoalan tertentu. Meskipun dalam hal tertentu pandangan atau sikap guru terpaksa berpihak, namun keberpihakan guru harus dilandasi oleh kebenaran ilmiah, rasional, dan etis. Di atas sikap objektif ini terdapat penghargaan yang tinggi terhadap nilainilai kemanusiaan. Sikap objektif guru tidak boleh dikalahkan oleh desakan-desakan pragmatis atau kepentingan sesaat. Banyak guru yang menjadi tidak objektif dan tidak kritis terhadap persoalan tertentu atau melacurkan profesinya hanya karena kepentingan sesaat. Misalnya kecurangan-kecurangan yang selalu terjadi sebelum, selama dan setelah perhelatan ujian nasional (UN) yang dilakukan oleh sejumlah oknum guru menjadi bukti bahwa banyak guru kita yang belum bertindak objektif dan independen, tetapi masih bekerja di bawah pesanan, tekanan, atau intrik-intrik tetentu.8 2. Bekomunikasi secara Efektif, Empatik dan Santun Pada prinsipnya, komunikasi yang efektif terjadi apabila pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan (guru) dapat diterima dengan baik oleh penerima (orang tua, rekan sejawat, atau masyarakat pada umumnya), dipahami maksudnya dan bisa menghasilkan efek yang diharapkan dalam diri penerima pesan. Efektif komunikasi tergantung pada beberapa faktor yakni: penerima pesan (komunikan), pengirim pesan (komunikator), pesan, dan situasi. Komunikasi yang efektif mempersyaratkan guru dalam berkomunikasi dengan orang lain haruslah memperhatikan kebutuhan dasar, kecenderungan, minat dan aspirasi, serta nilai-nilai yang mereka anut. Di pihak guru sendiri selaku komunikator juga harus memperhatikan kredibilitas dan daya tarik yang dimilikinya. Kredibilitas berkaitan dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki guru sehingga apa yang disampaikan kepada orang lain selaku penerima pesan dapat diterima dengan baik karena dianggap berasal sumber yang dapat dipercaya atau diandalkan. Kredibilitas yang dimiliki guru selaku komunikator juga sekaligus berlaku sebagai daya tarik tertentu bagi orang lain, sehinga pesan-pesan guru dapat 8

Marselus R. Payong, Sertifikasi Profesi Guru: Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinya, (Jakarta: PT.Indeks Jakarta, 2011), hlm. 62

5

memikat perhatian mereka. Pesan juga memiliki pengaruh tertentu bagi efektif tidaknya suatu komunikasi. Komunikasi yang efektif mempersyaratkan bahwa pesan dan kemasannya harus menarik, membangkitkan minat, dan dapat dipahami oleh orang lain selaku penerima pesan. Selain itu situasi juga ikut menentukan efektif tidaknya suatu komunikasi. Situasi yang dimaksud berkaitan dengan waktu penyampaian pesan, kondisi pada saat penyampaian pesan dan ada tidaknya gangguan pada saat penyampaian pesan. Jika guru ingin agar komunikasi dengan orang lain berlangsung efektif maka hendaknya memperhatikan keempat faktor tersebut secara baik.9 Berkomunikasi berarti komunikasi yang memungkinkan komunikator dapat merasakan apa yang dirasakan oleh penerima pesan. Istilah empati sendiri berasal dari kata bahasa Jerman einfuhlung

yang berarti “merasakan”. Berempati dengan seseorang berarti

merasakan apa yang seorang itu rasakan, mengalami apa yang seseorang itu alami, atau melihat dari sudut pandang orang itu tetapi tanpa kehilangan idetintas atau jati diri sendiri. Guru dapat berkomunikasi secara empatik dengan orang lain apabila ia dapat menyelami dan berusaha untuk merasakan, apa yang dirasakan oleh orang lain atau mengalami apa yang dirasakan oleh mereka. DeVito menyarankan, jika ingin berkomunikasi secara empatik maka dilakukan tiga hal berikut: 1) Nyatakan keterlibatan aktif anda dengan orang lain melalui eksperesi wajah atau gerak-gerik tertentu yang cocok, 2) Fokuskan konsentrasi, misalnya dengan menjaga kontak mata, postur tubuh, dan kedekatan fisik, 3) Gunakan sentuhansentuhan setepatnya bila perlu.10 Komunikasi juga harus dilakukan secara santun, artinya harus disesuaikan dengan kebiasaan, adat istiadat atau kebudayaan setempat. Mengingat orang lain yang dihadapi guru bisa berasal dari latar kultur yang berbeda-beda, ada kemungkinan makna santun dalam berkomunikasi dapat bervariasi. Penggunaan kata-kata dan dinamikanya, ekspresi wajah, termasuk paralinguistik (tekanan suara, keras lembut suara, sentuhan, dan sebagainya) harus diperhatikan kesesuaiannya dengan kebiasaan berkomunikasi setempat. Itulah sebabnya, pengetahuan tentang multikulturaslisme bagi guru sangatlah penting karena menjadi dasar

9

Marselus R. Payong, Sertifikasi Profesi Guru: Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinya, (Jakarta: PT.Indeks Jakarta, 2011), hlm. 63 10 Marselus R. Payong, Sertifikasi Profesi Guru: Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinya, (Jakarta: PT.Indeks Jakarta, 2011), hlm. 63

6

bagi guru untuk memupuk kemampuannya komunikasinya dengan orang lain yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda.11 3. Beradaptasi di Tempat Tugas di Seluruh Wilayah RI Guru Indonesia telah disiapkan untuk mampu bekerja di seluruh Indonesia. Ia telah disiapkan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat di mana saja di seluruh wilayah Indonesia. Karena itu guru harus memiliki cultural intelligence (CI) yakni kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi budaya yang beraneka ragam di seluruh Indonesia. Kemampuaan beradaptasi ini antara lain ditunjukkan dengan kemampuan untuk menempatkan diri sebagai bahasa pergaulan, dan kemampuan untuk menghargai keunikan, kekhasan dan nilai-nilai budaya dan adat istiadat dari masyarakat setempat. Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang kemudian dipertegas melalui Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru yang telah direvisi menjadi Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2017 membuka kemungkinan bagi guru untuk bekerja di seluruh wilayah Indonesia. Dalam keadaan darurat misalnya, pemerintah dapat menerapkan wajib kerja bagi guru ditempatkan di mana saja bila dibutuhkan. Selain itu, dalam rangka distribusi pemerataan guru di seluruh Indonesia maka terdapat kemungkinan perpindahan guru dan redistribusi guru antar kabupaten maupun antar provinsi di seluruh Indonesia. Akibat dari kondisi-kondisi ini, keharusan untuk memupuk kecerdasan kultural (cultural intelligence) adalah suatu keharusan di samping pemahaman tentang multikulturalisme di Indonesia 4. Berkomunikasi dengan Komunikasi Profesi Sendiri dan Profesi Lain Kemampuan komunikasi guru tidak hanya sebatas berkomunikasi dalam konteks pembelajaran yang melibatkan interaksi guru dengan siswa, tetapi juga kemampuan untuk bisa berkomunikasi secara ilmiah dengan komunitas seprofesi maupun komunitas profesi lain dengan menggunakan berbagai macam media dan forum. Berkaitan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) No. 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya tentang penilaian angka kreditnya pada pasal 11 menyatakan bahwa salah satu sub unsur yang dapat dinilai terkait dengan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah publikasi ilmiah berupa hasil

11

Marselus R. Payong, Sertifikasi Profesi Guru: Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinya, (Jakarta: PT.Indeks Jakarta, 2011), hlm. 64

7

penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal, atau juga publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman guru. Melalui komunikasi semacam ini guru dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat melalui media seperti majalah, surat kabar, bahkan melalui website-website gratis yang sekarang banyak tersedia di dunia maya. Saat ini memang sudah banyak guru yang memanfaatkan media online ini untuk pembelajaran, bahkan penyampaian ide-idenya kepada masyarakat luas. Berbeda dengan komunikasi melalui media surat kabar, majalah, atau jurnal ilmiah, komunikasi melalui media online dikelola oleh guru sendiri. Karena itu selain kemampuan berbahasa tulis yang baik, guru juga dituntut untuk melek ICT (Information and Communications Technology) seperti bagaimana membuat konten-konten media online dan menyebarluaskannya melalui situs online. Karena itu kemampuan dasar untuk kompetensi ini terkait erat dengan kemampuan ICT yang telah dikemukakan di depan. Komunikasi dengan sejawat seprofesi maupun profesi lain, juga dapat dilakukan melalui penyajian hasil penelitian atau pemikiran dalam forum-forum ilmiah seperti seminar, local karya, panel, dan lain sebagainya. Pada berbagai level (lokal, nasional, maupun ...


Similar Free PDFs