Laporan Praktikum Analisis ZAT GIZI Protein PDF

Title Laporan Praktikum Analisis ZAT GIZI Protein
Author Afra Dhiya
Course Analisis zat gizi
Institution Universitas Diponegoro
Pages 28
File Size 549 KB
File Type PDF
Total Downloads 45
Total Views 613

Summary

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH ANALISIS ZAT GIZI (3 sks) TOPIK 4: ANALISIS KADAR PROTEIN Oleh : AFRA DHIYA FADILLAH 25010115130215 KELOMPOK 6 BATCH 2 SEMESTER/TAHUN AJARAN : V/ 2017-2018 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI RI UNIVERSITAS DIPONEGORO FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT BAGIAN ...


Description

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

ANALISIS ZAT GIZI (3 sks)

TOPIK 4: ANALISIS KADAR PROTEIN

Oleh : AFRA DHIYA FADILLAH 25010115130215 KELOMPOK 6 BATCH 2 SEMESTER/TAHUN AJARAN : V/ 2017-2018

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI RI UNIVERSITAS DIPONEGORO FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT BAGIAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT LABORATORIUM GIZI KESEHATAN MASYARAKAT i

SEPTEMBER TAHUN 2017 DAFTAR ISI

Halaman LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH..................................i DAFTAR ISI............................................................................................................ii DAFTAR TABEL...................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 A. Latar Belakang...........................................................................................1 B. Tujuan........................................................................................................2 C. Manfaat......................................................................................................2 BAB II DASAR TEORI..........................................................................................3 A. Pengertian Protein......................................................................................3 B. Analisis Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl......................................5 C. Ikan Kembung............................................................................................8 BAB III METODE PRAKTIKUM........................................................................10 A. Waktu.......................................................................................................10 B. Tempat......................................................................................................10 C. Alat dan Bahan.........................................................................................10 D. Metode Pengukuran.................................................................................11 E. Skema Kerja.............................................................................................11 F. Pengolahan Data......................................................................................12 G. Analisis Data............................................................................................13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................14 A. Hasil.........................................................................................................14 B. Pembahasan.............................................................................................15 BAB V PENUTUP.................................................................................................20 A. Simpulan..................................................................................................20 B. Saran........................................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................21 LAMPIRAN...........................................................................................................22

ii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Klasifikasi Ikan Kembung...................................................................... 9 Tabel 2.2 Kandungan Ikan Kembung per 100 gram bahan.................................... 9 Tabel 4.1 Hasil Analisis Kadar Protein 14

............................................................

Tabel 4.2 Perbandingan Hasil Pengukuran Kadar Protein Kelompok 6 dengan DKBM .................................................................................................... ...........................................................................................................14

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Tabel 3.1 Skema Kerja Analisis Kadar Protein....................................................... 9

iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Protein berasal dari bahasa yunani yaitu proteos, yang bearti yang utama atau yang di dahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh ahli kimia Belanda, Geraldus Mulder (1802-1880). Ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting dalam setiap organisme (Ellya, 2010). Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. Dalam protein terdapat sumber energi dan zat pengatur tubuh (Muctadi, 2010). Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Fungsi lain dari protein adalah untuk mengatur keseimbangan air, pembentukan ikatan-ikatan essensial tubuh, memelihara netralitas tubuh, sebagai pembentuk antibodi, mengatur zat gizi dan sebagai sumber energi (Almatsier, 2001). Kadar protein pada bahan pangan dan produk pangan dapat ditentukan dengan berbagai jenis metode analisis. Metode analisis yang sering digunakan yaitu metode Kjeldahl. Metode Kjeldahl dikembangkan pada tahun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel. Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat (Muko, 2014). Pada umumnya kadar protein dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri. Protein terdapat baik dalam tubuh hewan maupun tanaman, yang kemudian terkenal berturut – turut sebagai protein hewani dan protein nabati. Protein sangat penting bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Setiap orang membutuhkan protein 1 gram per kilogram berat badan per hari dan

1

2

seperempat dari jumlah protein tersebut sebaiknya berasal protein hewani (Winarno, 2007). Sebagai bahan pangan, kedudukan ikan menjadi sangat penting karena mengandung protein cukup tinggi sehingga sering digolongkan sebagai sumber protein. Kadar protein yang terkandung dalam ikan sekitar 18-20% (Muchtadi, 20110).

B. Tujuan 1.

Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan analisis kadar protein secara baik dan benar sesuai prosedur kerja.

2.

Tujuan Khusus a. Mahasiswa dapat mengetahui cara menganalisis kadar protein pada sampel bahan pangan. b. Mahasiswa dapat menghitung hasil analisis kadar protein

pada

sampel bahan pangan. C. Manfaat 1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pengukuran kadar protein.. 2. Mahasiswa dapat mengetahui cara perhitungan hasil analisis kadar protein. 3. Mahasiswa dapat menganalisis kadar protein pada sampel secara baik dan benar sesuai prosedur kerja.

BAB II DASAR TEORI

A. Pengertian Protein Protein merupakan makromolekul dengan struktur yang berbeda. Adanya ikatan-ikatan kimia yang terbentuk antar gugus fungsional asam amino maka protein dapat membentuk struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener (Kusnandar, 2011). Protein merupakan salah satu makronutrisi yang memilki peranan penting dalam pembentukan biomolekul.Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari enzim yaitu biokatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam tubuh (Mustika, 2012). Kalau susunan asam amino jumlah dan jenisnya di dalam protein makanan sama dengan susunan yang diperlukan tubuh untuk sintesa protein tubuh, maka semua asam amino protein makanan tersebut akan dipergunakan, sehingga efisisensi penggunaannya menjadi 100 %. Bila ada satu atau lebih asam amino essensial mempunyai kwantum yang lebih rendah dari yang diperlukan unutk sintesa protein tubuh, maka hanya sebagian saja dari seluruh asam amino essensial makanan tersebut dapat dipergunakan, sehingga efisiensi penggunaan protein makanan tersebut lebih rendah dari 100 %. Jadi persentase penggunaan protein makanan (kualitas protein makanan) ditentukan oleh ada atau tidaknya semua jenis asam amino essensial di dalam makanan tersebut mencukupi kebutuhan untuk sintesa protein tubuh (Djaeni, 2008). Protein sebagai sumber energi memberikan 4 Kkal per gramnya. Jumlah total protein tubuh adalah sekitar 19% dari berat daging, 45% dari protein tubuh adalah otot. Kebutuhan protein bagi seorang dewasa adalah 1 gram/kg berat badan setiap hari.Untuk anak-anak yang sedang tumbuh diperlukan protein yang lebih banyak, yaitu 3 gram/kg berat badan. Untuk menjamin agar tubuh benar-benar mendapatkan asam amino dalam jumlah 3

4

dan jenis yang cukup, sebaiknya untuk orang dewasa seperlima dari protein yang diperlukan haruslah protein yang berasal dari hewan, sedangkan untuk anak-anak sepertiga dari jumlah protein yang diperlukan (Mustika, 2012). Berdasarkan sumbernya protein digolongkan atas dua (Budianto, 2009) yaitu : a. Protein hewani Protein hewani adalah protein yang berasal dari hewan, dimana hewan yang memakan tumbuhan mengubah protein nabati menjadi protein hewani. Contoh daging sapi, daging ayam, susu, udang, telur, belut, ikan gabus dan lain-lain. b. Protein nabati Protein nabati adalah protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Contoh jagung, kacang kedelai, kacang hijau, dan jenis kacang-kacangan lainnya yang mengandung protein tinggi. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu atau nilai biologi tertinggi dan sedangkan yang relatif rendah mutunya dalam sumber protein adalah padi-padian dan hasilnya Dalam kualifikasi protein berdasarkan sumbernya, telah kita ketahui protein hewani dan protein nabati. Dalam analisa bahan makanan yang lebih teliti, dipergunakan faktor konversi lain yang sudah diketahui jumlahnya, bila secara umum faktor konversi dianggap 6,25 dengan asumsi kandungan nitrogen dalam protein adalah 16 % (Djaeni, 2008). Sumber protein di dalam makanan dapat dibedakan atas dua sumber yaitu protein hewani dan nabati. Oleh karena struktur fisik dan kimia protein hewani sama dengan yang dijumpai pada tubuh manusia, maka protein yang berasal dari hewan mengandung semua asam amino dalam jumlah yang cukup membentuk dan memperbaiki jaringan tubuh manusia. Kecuali pada kedelai, semua pangan nabati mempunyai protein dengan mutu yang lebih rendah dibandingkan hewani (Budianto, 2009) Berdasarkan fungsinya, protein dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu : (Almatsier, 2001) 1.

Penyusun enzim, protein merupakan bagian terbesar pada enzim.

5

2.

Protein pengangkut, mampu mengikat, membawa, dan melepaskan molekul protein tertentu, misalnya hemoglobin mengangkut tertentu, misalnya hemoglobin mengangkut O2 dalam darah, lipoprotein mengangkut lipida dalam darah dan mioglobin mengangkut O2 dalam otot.

3.

Protein pembangun, sebagai protein pembangun dan pengganti protein yang rusak pada organel atau jaringan. Contohnya glikoprotein, keratin, kolagen dan elastin.

4.

Protein otot, protein yang mengontrol gerak oleh otot, misalnya miosin dalam otot, dinein dalam rambut.

5.

Protein pertahanan tubuh, protein ini dikenal dengan imunoglobulin (Ig), dimana merupakan suatu protein khusus yang dapat mengenal, mengikat, dan menghancurkan benda-benda asing yang masuk dalam tubuh seperti virus, bakteri, dan sel asing, misalnya berbagai antibodi, fibrinogen (dalam proses pembentukan darah).

6.

Protein hormon, sebagai pembentuk hormon, contohnya insulin.

7.

Protein Racun, protein yang bersifat racun, misalnya risin dalambeberapa jenis beras, racun ular.

8.

Protein Makanan, protein yang dijadikan sebagai cadangan energi, misalnya albumin, orizenin, dan sebagainya.

B. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl Analisis kadar protein secara kuantitatif dapat dilakukan dengan Metode Kjeldahl. Metode Kjeldahl yang telah dikembangkan untuk menganalisis contoh protein dengan kandungan protein sangat kecil (microgram). Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Akan tetapi secara teknis hal ini sulit sekali dilakukan mengingat jumlah kandungan senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan jumlah N total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl ini adalah penelitian dan

6

pengamatan yang mengatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16 % (dalam protein murni). Untuk senyawa-senyawa protein tertentu yang telah diketahui kadar unsur N-nya, maka angka yang lebih tepat dapat dipakai (Sudarmadji, 2010).Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu : cara makro dan semimikro. Cara makro Kjledahl digunakan untuk contoh yang sukar homogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang semimikro Kjeldhal dirancang untuk ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini adalah bahwa purin, pirimidin, vitamin-vitamin, kreatina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam makanan (Budianto, 2009). Analisis protein secara kuantitatif dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu salah satunya dengan cara Kjeldahl. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein yang kasar dalam makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan nilai tersebut dengan angka konversi, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein) (Any, 2009). Penentuan protein dengan metode Kjeldahl terdiri atas tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Destruksi adalah proses penguraian unsurunsur yang ada di dalam bahan. Pada tahap ini sampel dicampurkan dengan H2SO4 pekat. Penambahan katalisator dimaksudkan untuk menaikkan titik didih sehingga proses destruksi dapat berjalan dengan cepat. Tetapi apabila bahan yang mengandung protein kaya asam amino seperti susu, memerlukan katalisator dalam jumlah yang cukup banyak. Kelebihan dari metode Kjeldahl ini dapat digunakan untuk analisis protein semua jenis bahan pangan. Prosedur penetapannya tidak membutuhkan biaya mahal dan hasilnya cukup akurat. Salah satu kelemahan dari metode Kjeldahl adalah metode ini mengukur bukan hanya nitrogen pada protein, tetapi juga nitrogen dalam

7

protein menjadi sangat penting untuk digunakan sebagai faktor konversi dalam perhitungan (Mahmud, 2008). Prinsip analisis ini adalah menetapkan protein berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia. Selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk amonium sulfat. Setelah larutan menjadi basa, amonia diuapkan untuk diserap dalam larutan asam borat. Jumlah nitrogen yang terkandung ditentukan dengan titrasi HCL (AOAC, 2005). 1. Tahap Destruksi Pada tahapan ini sampel dipananaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsure-unsurnya. Elemen karbon , hydrogen teroksida menjadi CO, CO 2, dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K 2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya (Muko, 2014). 2. Tahap Destilasi Kemudian lakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Bilas tabung kondesor dengan air aquades, dan tampung bilasannya dalam erlenmeyer yang sama. Encerkan isi erlenmeyer sampai kira-kira 50 ml. (AOAC, 2005). Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam klorida atau asam borat 4% dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan

8

ammnia lebih baik maka diusahakan ujung tabung detilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indicator misalnya BCG+MR atau PP. Selama proses destilasi lama-kelamaan larutan asam borat akan berubah membiru karena larutan menangkap adanya ammonia dalam bahan yang bersifat basa sehingga mengubah warna merah muda menjadi biru (Muko, 2014). 3. Tahap Titrasi Selanjutnya masuk ke tahap titrasi. Titrasi dilakukan, pada sampel yang telah didestilasi dengan meneteskan HCl 0,02 N dari buret. Titrasi dilakukan hingga warna larutan sampel berubah menjadi merah jambu. Volume HCl yang digunakan dicatat (AOAC, 2005). Apabila penampung destilasi digunakan asam khlorida maka sisa asam khlorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indicator PP. Apabila penampung detilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengam titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda (Muko, 2014).

C. Ikan Kembung Ikan kembung (Indian Mackerel-Scombridae) memiliki karakteristik badan lonjong dan pipih. Di belakang sirip punggung kedua dan sirip dubur terdapat 5 sirip tambahan (finlet) dan terdapat sepasang keel pada ekor. Pada ikan ini terdapat noda hitam di belakang sirip dada. Pada semua jenis terdapat barisan noda hitam di bawah sirip punggung. Jenis ikan Kembung yang tertangkap di Indonesia terdiri dari spesies Rastelliger brachysoma, R. faughni dan R. kanagurta. Ikan kembung memiliki nama lokal Rumahan, Temenong, Mabong, Pelaling, Banyar, Kembung Lelaki. Habitat ikan kembung tersebar membentuk gerombolan (schooling) besar di wilayah

9

perairan pantai. Ikan ini sering ditemukan bersama dengan ikan famili Clupeidae seperti Lemuru dan Tembang. Jenis makanannya adalah Phytoplankton

(Diatom),

Zooplankton

(Cladocera,

Ostracoda,

Larva

Polychaeta). Ikan dewasa memakan Makroplankton seperti larva udang dan ikan (Wiadnya, 2012). Menurut The IUCN Red List of Treatened Species, klasifikasi ikan kembung adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Klasifikasi Ikan Kembung Kingdom Filum Sub filum Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies

Animalia Chordata Vertebrata Actinopterygii Teleostei Perciformes Scombridae Rastrelliger Rastrelliger kanagurta

Kandungan gizi ikan kembung dalam tabel 2.2. Tabel 2.2 Kandungan Ikan Kembung per 100 gram bahan No. Unsur Gizi Jumlah Satuan 1. Kalori 103 Kal 2. Protein 22 G 3. Lemak 1 G 4. Kalsium 20 Mg 5. Besi 1,5 Mg 6. Fosfor 200 Mg 7. Vitamin A 30 Si 8. Vitamin B1 0,05 Mg 9. Air 76 G Sumber: Badan Ketahanan Pangan DIY (2013). Berdasa...


Similar Free PDFs