LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA 1 UJI REAKSI PROTEIN NAMA NIM PDF

Title LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA 1 UJI REAKSI PROTEIN NAMA NIM
Author Annisa Nurfitriana
Pages 13
File Size 1.1 MB
File Type PDF
Total Downloads 104
Total Views 426

Summary

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA 1 UJI REAKSI PROTEIN NAMA NIM PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2020 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Protein berasal dari bahasa Yunani “proteios” yang berarti pertama atau utama. Protei...


Description

Accelerat ing t he world's research.

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA 1 UJI REAKSI PROTEIN NAMA NIM Annisa Nurfitriana

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

laporan biokimia t ent ang prot ein dan asam amino andra vidyarini Fisika t ugas Desi Ammelia PROT EIN AZIJAH ARRACHMI

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA 1

UJI REAKSI PROTEIN

NAMA NIM

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2020

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Protein berasal dari bahasa Yunani “proteios” yang berarti pertama atau utama. Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian dari sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem komunikasi antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada protein yang khususnya hormon, antibodi, dan enzim. Protein merupakan makromolekul yang terdiri dari rantai asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida membentuk rantai peptida dengan berbagai panjang dari dua asam amino (dipeptida), 4-10 peptida (oligopeptida), dan lebih dari 10 asam amino (polipeptida). Protein memiliki berat molekul yang sangat besar, apabila protein dilarutkan dalam air akan membentuk suatu dispersi koloidal (Rais, 2017). Protein merupakan struktur yang sangat penting untuk jaringan-jaringan lunak di dalam tubuh hewan seperti urat daging, tenunan pengikat, kolagen, kulit, rambut, kuku dan di dalam tubuh unggas untuk bulu, kuku, dan bagian paruh. Protein juga merupakan sumber nutrisi yang paling baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, kemudian mikroorganisme tersebut akan menguraikan protein menjadi metabolit berbau busuk, seperti indol, kadeverin, asam-asam organik, CO2, H2S, dan sketol. Jika asam amino, peptida, dan senyawa-senyawa organik bermolekul rendah telah habis maka mikroorganisme akan menghasilkan enzimenzim proteolitik yang mampu memecahkan protein bermolekul tinggi menjadi oligopeptida dan asam-asam amino bebas yang nantinya juga akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagai energi. Pada mekanisme reaksi tersebut akan menghasilkan air, dan secara otomatis konsentrasi protein akan menurun (Ratnaningsih & Aprianti, 2019).

1.2. Tujuan Tujuan pada praktikum kali ini adalah untuk mengetahui reaksi uji protein apa saja yang digunakan pada larutan protein.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Denaturasi Protein Denaturasi protein adalah fenomena transformasi struktur protein yang berlipat menjadi terbuka. Perubahan konformasi protein mempengaruhi sifat protein. Selama denaturasi, ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik dipecah, sehingga terjadi peningkatan entropi atau peningkatan kerusakan molekulnya. Denaturasi mungkin dapat bersifat bolak-balik (reversibel), seperti pada kimotripsin yang hilang aktivitasnya bila dipanaskan, tetapi aktivitasnya akan pulih kembali bila didinginkan. Namun demikian, umumnya tidak mungkin memulihkan protein kembali ke bentuk aslinya setelah mengalami denaturasi. Kelarutan protein berkurang dan aktivitas biologisnya juga hilang pada saat denaturasi. Aktivitas biologis protein di antaranya adalah sifat hormonal, kemampuan mengikat antigen, serta aktivitas enzimatik. Protein-protein yang terdenaturasi cenderung untuk membentuk agregat dan endapan yang disebut koagulasi. Tingkat kepekaan suatu protein terhadap pereaksi denaturasi tidak sama, sehingga sifat tersebut dapat digunakan untuk memisahkan protein yang tidak diinginkan dari suatu campuran dengan cara koagulasi (Rais, 2017).

2.2. Garam-garam Anorganik Garam-garam anorganik ini tidak membahayakan dan bukan bahan obat (drug), garam ini diberikan bila sistem tubuh kekurangan unsur-unsur anorganik yang dibutuhkan supaya terjadinya keseimbangan dan keharmonian didalam sistem tubuh untuk pemulihan kesehatan. Mekanisme kerja dari garam tisu ini dalam pemulihan kesehatan mengikuti hukum alam (Law of Nature). Sistem pengobatan secara biokimia ini berdasarkan pada hasil kajian dan penemuanpenemuan baru yang terus bertambah dalam bidang biologi dan biokimia. Di dalam tubuh kita terdapat lebih kurang dua belas garam-garam anorganik yang kesemuanya penting bagi fungsi dan perkembangan tubuh. Garam-garam anorganik atau garam mineral tersebut terdiri dari garam-garam kalsium (Ca): kalsium klourida, kalsium posfat, kalsium sulfat. Garam besi (Fe) yaitu besi

posfat. Garam-garam kalium (K): kalium klorida, kalium posfat dan kalium sulfat. Garam magnesium (Mg) yaitu magnesium posfat. Garam-garam natrium (Na): natrium klorida, natrium posfat, dan natrium sulfat, dan silicea (Si) (Nurbaity, 2011).

2.3. Koagulasi Protein Metode koagulasi protein ada 3 yaitu metode pemanasan, metode asam, dan metode enzim. Metode enzim adalah metode yang paling efektif, karena menghasilkan koagulan protein dalam jumlah yang banyak dan kadar protein yang tinggi tanpa adanya denaturasi. Akan tetapi harga enzim sangat mahal, sehingga tidak ekonomis dan membutuhkan waktu yang lebih lama, sedangkan untuk metode asam koagulan protein akan bersifat asam, sehingga berpengaruh pada cita rasa produk pangan yang diberi protein tersebut. Berdasarkan hal tersebut metode pemanasan dianggap paling cocok untuk produk pangan karena protein yang dihasilkan tidak bersifat asam dan tidak membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang lama. Untuk meminimalkan akibat denaturasi yang terjadi karena pemanasan perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan waktu dan suhu optimum koagulasi protein. Koagulan protein yang dihasilkan dapat diaplikasikan untuk produk pangan seperti halnya daging sintetis karena koagulan protein yang dihasilkan tidak bersifat asam (Naga, Adiguna, Retnoningtyas, & Ayucitra, 2010).

2.4. Pengendapan Protein Proses pengendapan protein dapat dilkukan dengan menggunakan pelarut organik seperti methanol, etanol, asetonitril, dan aseton. Pelarut organik secara umum dapat digunakan sebagai pengendapan protein tergantung dari ukuran molekul, besar molekul protein, dan konsentrasi pelarut organik yang digunakan untuk mengendapkan protein. Pelarut organik (alkohol) akan mengubah konstanta dielektrik dari protein dengan berkompetisi terhadap air sehingga kelarutan protein berkurang, sehingga terjadinya penurunan kelarutan yang berpengaruh pada pengendapan protein. Buffer asetat menghasilkan endapan yang paling banyak karena memiliki pH 4,7 yang sama dengan pH isolistrik albumin (4,554,90) (Triisnaini, 2012).

BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu Dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada Jumat, 16 Oktober 2020 pukul 09.00 WIB s/d selesai di lakukan Via Zoom Meeting. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang di unakan pada praktikum kali ini sebagai berikut: 1) Batang pengaduk, 2) Fortex, , 3) Gelas beaker, 4) Kompor listrik 5) Penjepit tabung reaksi, 6) Pipet volume, 7) Pipet tetes, 8) Rak tabung reaksi, dan 9) Tabung reaksi. Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini sebagai berikut: 1) Air, 2) Ammonium sulfat, 3) Asam asetat, 4) Buffer asetat, 5) HCl, 6) NaOH, 7) Pereaksi biuret, dan 8) Pereaksi millon. 3.3. Cara Kerja Cara kerja pada praktikum kali ini adalah: 1. Pengendapan protein dengan garam-garam anorganik a. Ambil 10 ml larutan protein, pada percobaan kali ini di gunakan susu Bear Brand, ambil menggunakan pieet volume b. Kemudian tuangkan larutan protein tadi ke dalam beaker glass c. Jenuhkan 10 ml larutan protein tadi dengan menambahkan ammonium sulfat sedikit demi sedikit dan aduk hingga tercampur merata d. Lipat kertas saring dan letakkan di atas corong kaca untuk mendapatkan endapan e. Tuangkan larutan protein tadi ke dalam corong gelas kemudian pisahkan antara filtrat dan endapannya f. Ambil kertas saring yang terdapat endapan, kemudian tambahkan raksi millon sebanyak 2 tetes, kemudian di aduk g. Tambahkan sebanyak 2 tetes pereaksi Biuret ke dalam filtrat

2. Uji Koagulasi a. Ambil susu Bear Brand masing-masing sebanyak 5 ml, kemudian tuangkan ke dalam masing-masing tabung reaksi b. Tambahkan 2 tetes pereaksi asam asetat ke dalam tabung reaksi yang pertama c. Tambahkan 2 tetes pereaksi air ke dalam tabung reaksi yang kedua d. Kemudian masukkan ke dalam air mendidih selama 5 menit, e. Kemudian saring menggunakan kertas saring untuk mengambil endapan f. Setelah di dapat endapan, pada tabung yang pertama ditambahkan sebanyak 2 tetes reaksi millon, kemudian bandingkan antara tabung yang di beri pereaksi millon dan yang di beri pereaksi air 3. Uji pengendapan dengan alkohol a. Ambil larutan protein dengan menggunakan pipet volume masingmasing sebanyak 5 ml, kemudian tuangkan ke dalam masingmasing tabung reaksi b. Tambahkan 1 ml atau 20 tetes pereaksi HCl kedalam tabung reaksi yang pertama, tambahkan 1 ml atau 20 tetes pereaksi NaOH, ke dalam tabung reaksi yang kedua, tambahkan 1 ml pereaksi buffer asesat ke dalam tabung reaksi yang ketiga c. Tambahkan 6 ml etanol 95% ke dalam masing-masing tabung reaksi d. Kemudian tabung reaksi tadi di forteks 4. Uji denaturasi protein a. Tuangkan sebanyak 9 ml larutan protein ke dalam masing-masing tabung reaksi b. Tambakan 1 ml larutan HCl ke dalam tabung yang pertama, tambahkan 1 ml larutan NaOH ke dalam tabung yang kedua, dan tambahkan 1 ml larutan buffer asetat ke dalam tabung yang ketiga c. Kemudian ketiga tabung reaksi tersebut di forteks agar menjadi homogen

d. Tempatkan ketiga tabung tersebut ke dalam air mendidih selama 15 menit, kemudian di diamkan hingga dinggin pada suhu kamar

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Dari praktikum kali ini didapati uji reaksi protein sebagai berikut Tabel 4.1. hasil pengendapan protein oleh garam-garam anorganik Tabung I (endapan) II (filtrat)

Pereaksi Millon

Hasil Kuning

Keterangan Ada Protein

Biuret

Bening

Tidak ada protein

Tabel 4.2. hasil uji koagulasi Tabung I (endapan)

Pereaksi Asam asetat dan Millon

II (filtrat)

Hasil Ada endapan (Warna kuning)

Air

Tidak ada endapan

Keterangan Terdapat protein

Tidak ada protein

Tabel 4.3. hasil analisis dari pengendapan dengan alkohol Tabung

Pereaksi

Hasil

Keterangan

I (5 ml protein)

1 ml HCl 0,1 N 6 ml etanol 95 %

Larut

Terdapat 2 fase, fase atas putih, dan fase bawah putih berendapan

II (5 ml protein)

1 ml NaOH 0,1 N 6 ml etanol 95 %

Tidak larut

Tercampur

III (5 ml protein)

1 ml buffer asetat 6 ml etanol 95 %

Tidak larut

Terdapat 2 fase. Fase atas bening, fase bawah putih

Tabel 4.4. hasil analisis dari denaturasi protein Tabung

Pereaksi

Hasil

Keterangan

I (9 ml larutan protein)

1 ml HCl 0,1 N

Ada endapan

Terjadi denaturasi

II (9 ml larutan protein)

1 ml NaOH 0,1 N

Tidak ada endapan

Terjadi denaturasi

III (9 ml larutan protein)

1 ml buffer asetat

Ada endapan

Terjadi denaturasi

4.2. Pembahasan Pada praktikum kali ini membahas mengenai uji reaksi protein. Uji pertama yang dilakukan pada praktikum ini yaitu, pengendapan protein oleh garam-garam anorganik. Percobaan ini menggunakan sampel susu bear brand sebagai larutan protein yang dijenuhkan dengan ammonium sulfat. Larutan protein yang telah dijenuhkan, kemudian dilakukan proses pemisahan dengan metode filtrasi. Endapan yang didapat, diberi pereaksi Millon sedangkan filtrat yang didapat dari proses filtrasi diberi pereaksi biuret. Pada endapan yang diberi pereaksi Millon terjadinya perubahan warna menjadi kuning yang menunjukkan adanya protein, sedangkan pada filtrat dengan pereaksi biuret didapat warna bening yang tidak menunjukkan adanya endapan protein. Penambahan garam ammonium sulfat menyebabkan peristiwa salting out sehingga albumin terendapkan. Filtrat diuji dengan uji biuret seharusnya berubah menjadi berwarna biru untuk menunjukkan bahwa masih ada protein dalam larutan yang belum terendapkan sempurna. Akan tetapi, pada percobaan tidak ada perubahan warna sehingga dapat disimpulkan uji filtrat tidak ada protein. Hal ini mungkin disebabkan adanya pengotor atau konsentrasi albumin yang terlalu kecil sehingga hanya sedikit yang bereaksi. Pada uji kelarutan endapan, hasil terbukti adanya protein karena semua garam larut sempurna dalam air. Hal ini dikarenakan sifat garam yang hidrofobik, jadi saat garam dilarutkan pada air, garam akan menyerap air sehingga garam mudah larut dalam air. Namun bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap (Nurul & Giga, 2018). Uji reaksi protein dengan koagulasi, pada endapan diberi pereaksi asam asetat dan millon dan didapat hasil endapan berwarna kuning yang menunjukkan adanya protein. Sedangkan, filtrat diberi pereaksi air dan didapat tidak adanya protein karna tidak terjadinya endapan. Pada dasarnya, koagulasi merupakan aspek kestabilan bahan yang dapat berkaitan dengan susunan dan urutan asam amino dalam protein. Koagulasi terjadi ketika keadaan dimana protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid karena unit ikatan yang terbentuk cukup banyak. Koagulasi pada protein dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain suhu tinggi, pH, dan bahan-bahan kimia. Uji koagulasi ini diharapkan dapat adanya endapan dari protein karena pereaksi asam, basa, atau garam. Apabila

ditambahkan asam atau basa dan terjadinya gumpalan, melepasnya molekulmolekul air atau protein yang mana semakin tinggi konsentrasi pereaksi maka akan semakin baik pengendapannya. Pada pengendapan dengan alkohol, alkohol sebagai pelarut organik akan mengubah konstanta dielektrik dari protein dengan berkompetisi terhadap air sehingga kelarutan protein berkurang. Alkohol digunakan agar diharapkan dapat mengendapkan protein dengan cepat agar mencapai titik pH isoelektrik dan alkohol yang digunakan ialah etanol karena etanol merupakan alkohol yang stabil (Nurul & Giga, 2018). Berdasarkan literatur, pada tabung I yang diberi HCl 0.1 N, gugus positif pada protein berikatan dengan gugus

dan gugus negatif yang ada

pada larutan sehingga terbentuk endapan pada suasana asam. Sedangkan pada tabung III dengan pereaksi buffer asetat tidak terjadinya endapan, meski tandatanda yang ditumbulkan sama seperti pada tabung I, dan tabung II dengan pereaksi NaOH tidak terjadinya endapan dan larutan yang didapat tercampur. Denaturasi protein adalah modifikasi konformasi struktur, tersier dan kuartener. Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan, hilangnya aktivias biologi, peningkatan viskositas dan protein mudah diserang oleh enzim proteolitik. Denaturasi menyebabkan aktifitas enzim menurun, kelarutan sebagai garam menurun, dan kemampuan mengkristal menurun. Prinsip uji denaturasi mirip dengan uji alkohol yang bergantung pada titik isolistrik albumin. Ketiga tabung yang ditambahkan pereaksi berbeda menunjukkan hasil sesuai literatur. Setelah pemanasan dan penambahan pereaksi, endapan albumin semakin jelas. Hal ini membuktikan bahwa benar albumin mengendap pada titik isolistriknya, yaitu sekitar pH 4,7. Namun, hasil yang didapat dari ketiga tabung berbeda. Pada tabung II tidak terbentuknya endapan. Hal yang mempengruhi tidak terbentuknya endapan pada tabung II yaitu dapat diperkirakan karna disebabkan oleh konsentrasi albumin yang kecil sehingga hanya sedikit bereaksi atau adanya pengotor. Seharusnya setelah diberi perlakuan (penambahan asam, basa atau buffer) dan dipanaskan, albumin akan mengendap. Hal ini disebabkan panas akan menghancurkan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik nonpolar. Suhu tinggi akan meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak dengan cepat dan mengacaukan ikatan protein tersebut (Rais, 2017).

BAB 5 KESIMPULAN Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah : 1. Penambahan garam ammonium sulfat menyebabkan peristiwa salting out sehingga albumin terendapkan. 2. Koagulasi pada protein dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain suhu tinggi, pH, dan bahan-bahan kimia. 3. Alkohol digunakan agar diharapkan dapat mengendapkan protein dengan cepat agar mencapai titik pH isoelektrik dan alkohol yang digunakan ialah etanol karena etanol merupakan alkohol yang stabil. 4. Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan, hilangnya aktivias biologi, peningkatan viskositas dan protein mudah diserang oleh enzim proteolitik. 5. Denaturasi menyebabkan aktifitas enzim menurun, kelarutan sebagai garam menurun, dan kemampuan mengkristal menurun. 6. Hal yang mempengruhi tidak terbentuknya endapan pada denaturasi protein dengan pereaksi NaOH yaitu dapat diperkirakan karna disebabkan oleh konsentrasi albumin yang kecil sehingga hanya sedikit bereaksi atau adanya pengotor.

DAFTAR PUSTAKA Naga, W. S., Adiguna, B., Retnoningtyas, E. S., & Ayucitra, A. (2010). Koagulasi Protein Dari Ekstrak Biji Kecipir Dengan Metode Pemanasan. Jurnal Ilmiah Widya Teknik, 9(1),1-11. Nurbaity. (2011). Peranan Garam-garam Anorganik Dalam Tubuh Sebagai Prinsip Dasar Pada Sistem Pengobatan Secara BIOKIMIA. Jurnal Riset Sains dan Kimia Terapan, 21-27. Nurul, M., & Giga, G. (2018). Pengendapan, Koagulasi, dan Denaturasi Pada Protein. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rais, A. F. (2017). Analisis Profil Protein Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Berbasis SDS-PAGE Berdasarkan Lama Marinasi dan Konsentrasi Asam Cuka. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang. Ratnaningsih, A., & Aprianti, I. (2019). Perbandingan Kadar Protein Susu Cair UHT Full Cream Pada Penyimpanan Suhu Kamar dan Suhu Lemari Pendingin Dengan Variasi Lama Penyimpanan Dengan Metode KJELDHAL. Jurnal Analis Farmasi, 4(1), 50-58. Triisnaini, H. (2012). Optimasi Pengendapan Protein Menggunakan Metanol, Etanol, Asetonitril, dan Aseton Pada Analisis Irbesartan Dalam Plasma In Vitro Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi - Flouresensi. Jakarta: Universitas Indonesia....


Similar Free PDFs