MAHABHARATA PDF

Title MAHABHARATA
Author Ayu Ratna
Pages 478
File Size 24.8 MB
File Type PDF
Total Downloads 213
Total Views 992

Summary

MAHABHARATA Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara pal...


Description

Accelerat ing t he world's research.

MAHABHARATA ayu ratna

Related papers Mahabharat a Nyoman S Pendit sarah melinda

Perang mahabharat a Mahsunah Bio LAKON WAYANG Kart isih Ns

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

MAHABHARATA

Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp lOO.OOO.OOO,- (seratus juta rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

MAHABHARATA

oleh:

Nyoman S. Pendit

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2003

Mahabharata oleh: Nyoman S Pendit GM 201 03.009 All rights reserved © Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama JL Palmerah Barat 33-37 Lt 2-3 Jakarta 10270 Ilustrasi: Nur Ahmad Sadimin Desain Sampul: Pagut Lubis Setting: Sukoco Diterbitkan pertama kali oleh PT Gramedia Pustaka Utama Anggota IKAPI, Jakarta 2003 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang memperbanyak buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Dicetak oleh Percetakan PT Ikrar Mandiri, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan

Buku ini dipersembahkan kepada: Bapak I Made Putu dan Ibu Ni Made Toya, orangtua istri saya Luh Putu Murtini, sebagai tanda bakti dan terima kasih

Da fta r Isi

Kata Pengantar Pendahuluan Silsilah Kaurawa dan Pandawa Mahabharata 1. Cinta Dushmanta Terpaut di Hutan 2. Dewabrata, Putra Raja Santanu dan Dewi Gangga 3. Dewabrata Bersumpah Sebagai Bhisma 4. Amba, Ambika, dan Ambalika 5. Ilmu Gaib Sanjiwini 6. Kutukan Mahaguru Sukra 7. Yayati Tua Ingin Muda Kembali 8. Mahatma Widura 9. Pandu Memenangkan Sayembara Dewi Kunti 10. Pandawa Lahir di Hutan 11. Bhima Menjadi Sakti karena Racun dan Bisa 12. Karna, Anak Sais Kereta Kuda 13. Drona, Seorang Brahmana-Kesatria 14. Istana dari Papan K»yu 15. Pandawa Terhindar dari Maut 16. Bakasura Terbunuh 17. Sayembara Memperebutkan Draupadi 18. Membangun Ibukota Indraprastha 19. Pertarungan Melawan Jarasandha 20. Krishna Menerima Penghormatan Tertinggi 21. Undangan Bermain Dadu 22. Semua Dipertaruhkan dalam Permainan Dadu 23. Dritarastra Selalu Cemas

24. Sumpah Setia Krishna 25. Arjuna dan Pasupata 26. Penderitaan adalah Karunia Dharma 27. Pengembaraan di Rimba Raya 28. Pertemuan Dua Kesatria Raksasa 29. Duryodhana yang Haus Kekuasaan 30. Telaga Ajaib 31. Hidup dalam Penyamaran 32. Kedaulatan Negeri Matsya Dipertaruhkan 33. Pertemuan Para Penasihat Agung 34. Di Antara Dua Pilihan 35. Duryodhana Menjebak Raja Salya 36. Usaha Mencari Jalan Damai 37. Krishna dalam Wujud Wiswarupa 38. Yang Berpihak, Yang Bertentangan, dan Yang Berdamai 39. Pelantikan Mahasenapati 40. Saat-Saat Sebelum Perang 41. Perang di Hari Pertama 42. Perang Hari Kedua 43. Perang Hari Ketiga 44. Pahlawan-Pahlawan Muda Berguguran 45. Kedua Pihak Berusaha Keras untuk Menang 46. Gugurnya Mahasenapati Bhisma 47. Rencana Penculikan Yudhistira 48. Abhimanyu Gugur 49. Jayadrata Harus Ditumpas 50. Mahasenapati Drona Tewas Terhormat 51. Duryodhana Tewas Sesuai Swadharma-nya 52. Setelah Perang Berakhir 53. Yudhistira Menjadi Raja di Hastinapura 54. Musnahnya Bangsa Yadawa 55. Pengadilan Terakhir Tentang Pengarang

Ka ta Pe ng a nta r

S

udah sejak lama orang mengenal kisah Mahabharata. Para pecinta karya sastra mengenalnya dari berbagai sumber tulisan berupa naskah-naskah kuno. Dalam perjalanan panjang Mahabharata, semenjak diciptakan sekian ratus tahun yang lalu hingga kini, telah berkembang berbagai versi yang tersaji dalam bahasa yang indah dan sarat dengan ajaran moral. Mahabharata sebagai wiracarita atau cerita kepahlawanan kini dikisahkan kembali oleh Nyoman S. Pendit dengan bahasa yang sederhana, dengan harapan akan lebih bisa dinikmati oleh generasi muda. Dalam versi ini, Nyoman S. Pendit tak ingin jauh-jauh meninggalkan tanah kelahiran Mahabharata, yaitu India, sehingga penggambaran suasana India dalam epos ini terasa begitu kental. Kecuali itu, pengarang menyajikan episode-episode secara runtut, dimulai dengan munculnya tokoh Bharata sampai keturunannya yang berkembang menjadi sebuah wangsa yang besar. Dua keturunan Bharata yang termasyhur, yaitu Kaurawa dan Pandawa, akhirnya berperang dalam perang besar Bharatayudha untuk memperebutkan kekuasaan. Mahabharata versi Nyoman S. Pendit ini disajikan dalam lima puluh lima bagian cerita dan dihiasi gambar-gambar yang menarik. Selamat menikmati. Jakarta, 2003 Penerbit

Pe nd a hulua n

D

alam kesusastraan Indonesia kuna kita mengenal dua epos besar, yaitu Ramayana dan Mahabharata, yang pada awalnya ditulis dalam bahasa Sanskerta. Menurut para arif bijaksana, Ramayana dikatakan lebih tua daripada Mahabharata. Keduanya memuat uraian tentang adat istiadat, kebiasaan, dan kebudayaan manusia di jaman dahulu. Pengarang-penyair epos Ramayana adalah Walmiki, dan pengarang-penyair epos Mahabharata adalah Bhagawan Wyasa. Menurut para arif bijaksana pula, kedua karya besar itu menjadi sungguh-sungguh besar seperti yang kita kenal sekarang, karena banyak cerita puitis ditambahkan kemudian, dan pengarang banyak menambahkan pujian dan berbagai keterangan, meskipun tambahan ini bukan sepenuhnya hasil karya pengarang, namun kemudian menjadi bagian dari epos itu. Mahabharata berasal dari kata maha yang berarti ‘besar’ dan kata bharata yang berarti ‘bangsa Bharata’. Pujangga Panini menyebut Mahabharata sebagai “Kisah Pertempuran Besar Bangsa Bharata”. Dalam anggapan tradisional, Bhagawan Wyasa sebagai pengarang-penyair epos Mahabharata, dikatakan juga menyusun kitab-kitab suci Weda, Wedanta, dan Purana, kira-kira pada 300 tahun sebelum Masehi sampai abad keempat Masehi. Dengan jarak waktu seperti itu, maka sulit dipercaya bahwa Bhagawan Wyasa adalah pengarang-penyair Mahabharata dan juga penyusun-pencipta kitab-kitab suci. Dalam kitab-kitab suci Purana dikenal adanya wyasa yang berjumlah 28 orang. Kata wyasa artinya ‘penyusun’

atau ‘pengatur’. Dalam hubungan arti ini maka mungkin penyusun-pencipta atau pengarang-penyair pada jaman dahulu disebut Bhagawan Wyasa. Terlebih jika hasil ciptaannya merupakan monumen atau mahakarya dari jamannya, maka wajarlah para pengarang-pencipta itu mendapat pujian dan dihormati jika tidak boleh dikatakan “didewa-dewakan”. Lagi pula, tidak jarang dijumpai, suatu ciptaan atau karya besar dari jaman dahulu itu tanpa nama atau tidak diketahui pengarang-penciptanya. Situasi semacam ini kiranya menambah kuat kesimpulan yang menyatakan bahwa karya-karya itu adalah ciptaan seorang wyasa, atau dengan sebutan penghormatan: Bhagawan Wyasa. Interpretasi ini dikuatkan oleh pendapat seorang sarjana kebudayaan kuna yang mengatakan, “Mahabharata bukan hanya suatu buku, melainkan karya kesusastraan yang luas cakupannya dan disusun dalam jangka waktu yang sangat lama.”1 Pendapat M. Winternitz itu didasarkan pada kisah-kisah dalam epos Mahabharata yang melukiskan kejadian, peristiwa, masalah dan berbagai keterangan tentang keadaan masyarakat dan pemerintahan yang terdapat dalam kitabkitab suci Weda, Wedanta, dan Purana. Meskipun demikian, para ahli kebudayaan kuna dari Barat maupun Timur, baik yang bersepakat dengan pendapat tradisional maupun pendapat modern, semua setuju bahwa pengarang-penyair atau penyusun epos Mahabharata adalah Wyasa, atau secara lengkap disebut Krishna Dwaipayana Wyasa. Wyasa adalah anak Resi Parasara dengan Satyawati, buah dari hubungan yang tidak sah. Wyasa dibesarkan di dalam lingkungan keagamaan dan kesusastraan dengan bimbingan ayahnya. Satyawati, gadis nelayan yang ayu itu, 1

Winternitz, M. History of Indian Literature (English translation, published by the Calcutta University). Hopkins, E.W. “The Princes and Peoples of the Epic Poems” dalam The Cambridge History of India. Vol. I Ancient India, Ed. By E.J. Rapson.

diceritakan menjadi gadis perawan lagi berkat restu suci Resi Parasara, suaminya. Raja Santanu bertemu dengan Satyawati di tepi hutan. Sang Raja jatuh cinta kepadanya dan mengangkat Satyawati menjadi permaisurinya. Santanu adalah kakek Dritarastra dan Pandu, dan moyang Kaurawa dan Pandawa. Sebagai putra Satyawati, boleh dikatakan Wyasa adalah kakek tiri dan berkerabat dekat dengan Kaurawa dan Pandawa yang menjadi pelaku utama dalam perang dahsyat di padang Kurukshetra. Jika kita cermati garis keturunan Wyasa, kita akan tahu bahwa wajar jika Wyasa dapat melukiskan peristiwa dalam Mahabharata dengan sangat jelas dan mengharukan. Teristimewa pula, Wyasa dapat dikatakan selalu “terlibat” dalam peperangan besar itu, setidak-tidaknya dari segi moral dan spiritual. Waishampayana, murid Wyasa, menceritakan kisah pertempuran besar itu kepada Raja Janamejaya ketika sang Raja melangsungkan upacara besar Sunaka. Janamejaya adalah putra Maharaja Parikeshit, cucu Arjuna. Mengenai sejarah disusunnya epos Mahabharata, dijumpai banyak pendapat yang saling berlawanan, baik pendapat sarjana Barat maupun sarjana Timur. Pendapat dari Timur menyatakan bahwa Bhagawan Wyasa hidup kira-kira 3800 tahun yang lalu, yaitu pada jaman disusunnya kitab-kitab suci Weda bagi orang Hindu. Pendapat lain menyatakan bahwa jaman kitab-kitab suci Weda adalah sekitar tahun 3102 SM. Pendapat lainnya lagi menyatakan bahwa jaman kitab-kitab suci Weda berakhir pada tahun 950 SM atau mungkin pada tahun 250 SM.2 Dalam bukunya yang berjudul The Great Epic of India, E.W. Hopkins mengemukakan pendapatnya, yang pada 2 Munshi, KM. “Veda Vyasa: the Author” dalam Indian Inheritance, Literature, Philosophy and Religion. Gen. Eds. K.M. Munshi and N. Chandrasekhara Aiyer. Vol. I. Pusalker, AD. Studies in Epics and Puranas of India. Bombay: Bharatya Vidya Bhavan.

umumnya diterima oleh para ahli kesusastraan kuna, yaitu bahwa perkembangan epos Mahabharata dari bentuk aslinya hingga menemui bentuknya yang sekarang ini adalah sebagai berikut: x x

x

x

Tahun 400 SM terdapat kisah tentang asal-usul bangsa Bharata, tetapi Pandawa belum dikenal pada masa itu. Tahun 400-200 SM muncul kisah-kisah tentang Mahabharata yang menceritakan bahwa Pandawa adalah pahlawan-pahlawan yang memegang peranan utama dan Krishna adalah manusia setengah dewa. Antara tahun 300 SM-100-200 M, Krishna dikisahkan sebagai Dewa. Ada penambahan kisah-kisah baru yang bersifat didaktis yang bertujuan untuk mempertinggi semangat dan moral-spiritual para pembaca. Tahun 200-400 M, bab-bab pendahuluan dan bahanbahan baru ditambahkan.

Pendapat tersebut di atas didukung kesimpulan M. Winternitz yang mengatakan bahwa Mahabharata tidak mungkin ditulis sebelum abad 4 SM dan tidak mungkin pula pada abad 4 M. Para ahli kesusastraan dan filsafat Barat mulai tertarik pada kisah-kisah epos Mahabharata sejak kira-kira dua abad yang lalu, lebih-lebih karena adanya Bhagavadgita dan episode Syakuntala. Charles Wilkins telah bekerja keras menerjemahkan naskah kesusastraan yang mengandung filsafat ini pada tahun 1758 dan tahun 1795. Episode Mahabharata diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Bopp pada tahun 1819. Sejarah perkembangan epos Mahabharata secara kritis dipelajari oleh Ch. Lassen pada tahun 1837. Ch. Lassen berpendapat bahwa epos asli Mahabharata lahir kira-kira pada tahun 400-500 SM.3 A. Weber (1852) dan A. Ludwig (1884) mencoba mengadakan penelitian tentang asal-usul epos Mahabharata. 3

Lassen, Ch. Indische Alterthumskunde

Mereka menyimpulkan bahwa memang terdapat hubungan yang mendasar antara sumber-sumber kitab suci Weda dan materi epos Mahabharata. Soren Sorenson melakukan penelitian tentang Mahabharata pada tahun 1883 untuk menemukan rekonstruksi karya besar itu dan menarik kesimpulan bahwa epos ini bentuk aslinya adalah sebuah saga, ciptaan pemikiran seseorang yang tidak mengandung pertentangan, ulangan atau penyimpangan. Dengan menyisihkan semua tambahan pada aslinya, Sorenson berpendapat bahwa epos Mahabharata yang asli terdiri dari 7000 sampai 8000 sloka.4 Para sarjana Timur, khususnya dari India, sekarang beranggapan bahwa peristiwa-peristiwa bersejarah dalam epos Mahabharata terjadi antara 1400-1000 SM dan bahwa kehadiran epos yang besar itu tidak mungkin sebelum atau sesudah kurun waktu itu.5 Kisah yang diceritakan dalam epos Mahabharata adalah konflik antara dua saudara sepupu, Kaurawa dan Pandawa, yang berkembang menjadi suatu perang besar dan menyebabkan musnahnya bangsa bharata yang juga disebut bangsa Kuru. *** Diceritakan ada dua bersaudara putra seorang maharaja, yaitu Dritarastra dan Pandu. Dritarastra, si putra sulung, terlahir buta. Karena cacat, menurut kepercayaan Hindu ia tidak bisa dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahnya. Sebagai gantinya, Pandu si putra bungsu dinobatkan menjadi raja. Dritarastra mempunyai 100 putra yang dikenal sebagai Kaurawa, sedangkan Pandu mempunyai lima putra yang dikenal sebagai Pandawa. Kelima Pandawa itu adalah Sorensen, Soren. 1893. Om Mahabharata’s Stilling I Den Indiske Literatur. Kjoben-haven. 5 Mehendale, Dr. MA. “Language and Literature” dalam The Age of Imperial Unity. Ed. By R.G Mayumdar and AD. Pusalker. Bombay, 1953.

4

Yudhistira, Bhima, Arjuna, Nakula dan Sahadewa. Raja Pandu meninggal dalam usia yang masih muda, ketika anak-anaknya belum dewasa. Oleh sebab itu, meskipun buta, Dritarastra diangkat menjadi raja, mewakili putraputra Pandu. Dritarastra membesarkan anak-anaknya sendiri dan Pandawa, kemenakannya. Ia dibantu Bhisma, paman tirinya. Ketika anak-anak itu sudah cukup besar, Bhisma menyerahkan mereka semua kepada Mahaguru Drona untuk dididik dan diberi ajaran berbagai ilmu pengetahuan dan ilmu keprajuritan yang harus dikuasai putra-putra bangsawan atau kesatria. Setelah para kesatria itu selesai belajar dan menginjak usia dewasa, Dritarastra menobatkan Yudhistira, Pandawa yang sulung, sebagai raja. Kebijaksanaan dan kebajikan Yudhistira dalam memerintah kerajaan membuat anakanak Dritarastra, terutama Duryodhana putra sulungnya, dengki dan iri hati. Duryodhana bersahabat dengan Karna, anak sais kereta yang sebenarnya putra sulung Kunti, ibu Pandawa, yang terlahir sebelum putri itu menjadi permaisuri Pandu. Sejak semula Karna selalu memusuhi Arjuna. Permusuhan Karna dengan Pandawa diperuncing karena persekutuannya dengan Sakuni. Kedengkian dan iri hati Kaurawa terhadap Pandawa makin mendalam. Kaurawa menyusun rencana untuk membunuh Pandawa dengan membakar mereka hidup-hidup ketika para sepupu mereka sedang beristirahat dalam istana yang sengaja dibuat dari papan kayu. Pandawa berhasil menyelamatkan diri dan lari ke hutan berkat pesan rahasia Widura kepada Yudhistira, jauh sebelum peristiwa pembakaran terjadi. Kehidupan yang berat selama mengembara di hutan membuat Pandawa menjadi kesatria-kesatria yang tahan uji dan kuat menghadapi segala marabahaya dan kepahitan hidup. Pada suatu hari, mereka mendengar tentang sayembara yang diadakan oleh Raja Drupada dari Negeri Panchala untuk mencarikan suami bagi Dewi Draupadi,

putrinya yang terkenal cantik, bijaksana dan berbudi halus. Sayembara itu diselenggarakan dengan megah dan meriah. Banyak sekali putra mahkota dari berbagai negeri datang untuk mengadu nasib. Tak satu pun dari para putra mahkota yang semuanya gagah perkasa itu berhasil memenangkan sayembara. Tak satu pun kesatria yang mampu memanah sasaran berupa satu titik kecil di dalam lubang sempit di pusat cakra yang terus-menerus diputar. Arjuna yang saat itu menyamar sebagai brahmana maju ke tengah gelanggang. Semula sayembara itu hanya boleh diikuti oleh golongan kesatria, tetapi karena tidak ada kesatria yang mampu memenangkannya, Raja Drupada mempersilakan para pria dari golongan lain untuk ikut. Panah Arjuna tepat mengenai sasaran, ia memenangkan sayembara dan berhak mempersunting Draupadi. Pandawa membawa Draupadi menghadap Dewi Kunti, ibu mereka. Sesuai nasihat Dewi Kunti dan sumpah mereka untuk selalu berbagi adil dalam segala hal, Pandawa menjadikan Dewi Draupadi sebagai istri mereka bersama. Munculnya Pandawa di muka umum membuat orang tahu bahwa mereka masih hidup. Dritarastra memanggil mereka pulang dan membagi kerajaan menjadi dua, untuk Kaurawa dan Pandawa. Kaurawa mendapat Hastinapura dan Pandawa mendapat Indraprastha. Di bawah pemerintahan Yudhistira, Indraprastha menjadi negeri yang makmur sejahtera dan selalu menegakkan keadilan. Duryodhana iri melihat kemakmuran negeri yang diperintah Pandawa. Ia menyusun rencana untuk merebut Indraprastha dengan mengundang Yudhistira bermain dadu. Dalam tradisi kaum kesatria, undangan bermain judi tidak boleh ditolak. Dengan licik Kaurawa membuat Yudhistira terpaksa bermain dadu melawan Sakuni yang tak segan-segan bermain curang hingga Yudhistira tak pernah bisa menang. Yudhistira kalah dengan mempertaruhkan kekayaannya, istananya, kerajaannya, saudara-saudaranya, bahkan

dirinya sendiri. Setelah semua yang bisa dipertaruhkannya habis, Yudhistira yang tak kuasa mengendalikan diri mempertaruhkan Dewi Draupadi, istri Pandawa. Karena kalah berjudi, Yudhistira dan saudara-saudaranya serta Dewi Draupadi diusir dari kerajaan. Mereka diharuskan hidup mengembara di hutan selama 12 tahun, lalu pada tahun ketiga belas harus hidup dalam penyamaran selama satu tahun. Setelah 12 tahun hidup dalam pembuangan, Pandawa hidup menyamar di negeri Raja Wirata. Yudhistira menyamar sebagai brahmana dengan nama Jaya atau Kanka, Bhima sebagai juru masak dengan nama Jayanta atau Ballawa atau Walala, Arjuna sebagai guru tari yang seperti wanita dengan nama Wijaya atau Brihanala, Nakula sebagai tukang kuda dengan nama Jayasena atau Granthika atau Dharmagranthi, Sadewa sebagai gembala sapi dengan nama Jayadbala atau Tantripala atau Aistanemi dan Draupadi sebagai dayang-dayang permaisuri raja dengan nama Sairandhri. Setelah tiga belas tahun mereka jalani dengan penuh penderitaan, Pandawa memutuskan untuk meminta kembali kerajaan mereka. Perundingan dilakukan dengan Kaurawa untuk mendapatkan kembali Indraprastha secara damai. Sayang, perundingan itu gagal karena Duryodhana menolak semua syarat yang diajukan Yudhistira. Kemudian kedua belah pihak berusaha mencari sekutu sebanyak-banyaknya. Raja Wirata dan Krishna menjadi sekutu Pandawa, sedangkan Bhisma, Drona, dan Salya memihak Kaurawa. Setelah semua usaha mencari jalan damai gagal, perang tidak bisa dihindarkan. Dalam pertempuran di padang Kurukshetra, Arjuna sedih melihat bagaimana sanaksaudaranya tewas di hadapannya. Arjuna ingin tidak berperang. Ia ingin meletakkan senjata. Untuk membangkitkan semangat Arjuna dan mengingatkan dia akan tugasnya sebagai kesatria, Krishna, sebagai pengemudi keretanya, memberi nasihat mengenai tugas dan kewajiban

seorang kesatria sesuai panggilan dharma-nya. Percakapan antara Krishna dan Arjuna itu dimuat dalam Bhagavadgita. Pertempuran dahsyat antara Pandawa dan Kaurawa berlangsung selama delapan belas hari. Darah para pahlawan bangsa Bharata membasahi bumi padang pertempuran. Bhisma, Drona, Salya, Duryodhana dan pahlawanpahlawan besar lainnya, juga balatentara Kaurawa musnah di medan perang itu. Aswatthama, anak Drona, membalas kematian ayahnya dengan masuk ke perkemahan Pandawa di malam hari. Ia membunuh anak-anak Draupadi dan membakar habis perkemahan Pandawa. Pada akhirnya Pandawa memang menang, tetapi mereka mewarisi janda-janda dan anak-anak yatim piatu karena seluruh balatentara musnah. Aswatthama berusaha memusnahkan Pandawa dengan membunuh bayi dalam kandungan istri Abhimanyu. Berkat kewaspadaan Krishna, bayi itu dapat diselamatkan. Bayi itu lahir dan diberi nama Parikeshit. Setelah perang berakhir, Yudhistira melangsungkan upacara aswamedha dan ia dinobatkan menjadi raja. Dritarastra yang sudah tua tidak dapat melupakan anakanaknya yang tewas di medan perang, terutama Duryodhana. Walaupun Dritarastra tinggal bersama Yudhistira dan selalu dilayani...


Similar Free PDFs