MAKALAH GIZI DAN PENYAKIT " HUBUNGAN GIZI DAN PENYAKIT " PDF

Title MAKALAH GIZI DAN PENYAKIT " HUBUNGAN GIZI DAN PENYAKIT "
Pages 11
File Size 179.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 197
Total Views 389

Summary

MAKALAH GIZI DAN PENYAKIT “ HUBUNGAN GIZI DAN PENYAKIT “ Disusun Oleh : Lisa Mona Angelia 10121001003 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014 A. Definisi Gizi Gizi merupakan dialek bahsa Mesir yang berarti ’’makanan”. Gizi merupakan hasil terjemahan dari bahasa Inggris nutrition, se...


Description

Accelerat ing t he world's research.

MAKALAH GIZI DAN PENYAKIT " HUBUNGAN GIZI DAN PENYAKIT " Lisa Mona Angelia

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

BAB II T INJAUAN PUSTAKA II.1. DIARE AKUT Alvian Dwi

PERAN BEBERAPA ZAT GIZI MIKRO DALAM SIST EM IMUNITAS ayu ashari sihaloho Makalah bioanorganik-Manfaat zn dalam t ubuh Oryza Effendi

MAKALAH GIZI DAN PENYAKIT “ HUBUNGAN GIZI DAN PENYAKIT “

Disusun Oleh : Lisa Mona Angelia 10121001003

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014

A. Definisi Gizi Gizi merupakan dialek bahsa Mesir yang berarti ’’makanan”. Gizi merupakan hasil terjemahan dari bahasa Inggris nutrition, sementara nutrition juga bisa diterjemahkan menjadi nutrisi. Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari zat gizi dalam makanan dan penggunaannya dalam tubuh, meliputi pemasukan, pencernaan, penyerapan, pengangkutan (transpor), metabolisme, interaksi, penyimpanan, dan pengeluaran, semuanya termasuk proses pengolahan zat gizi dalam tubuh. Zat gizi atau nutrient merupakan substansi yang diperoleh dari makanan dan digunakan untuk pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh. Ada enam zat gizi, yaitu : karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air. Zat gizi tersebut dapat dibagi lagi menjadi zat gizi organik dan anorganik, zat gizi organik termasuk didalamnya adalah karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Adapun zat gizi anorganik termasuk didalamnya adalah mineral dan air. Tubuh kita juga terdiri dari zat gizi yang sama dengan makanan. Seseorang dengan berat 70 kilogram terdiri dari 42 kilogram air, 14 kilogram lemak, dan 14 kilogram terdiri dari protein, karbohidrat, komponen organik serta mineral mayor pada tulang (kalsium dan fosfor). Lainnya sebanyak 0,45 kilogram terdiri dari vitamin, mineral lain, dan ekstrainsidental. B. Definisi Penyakit Penyakit adalah

suatu

keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang

menyebabkan

ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya serta dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari, bahkan pada tingkat yang lebih parah dapat mengakibatkan kematian. C. Hubungan Gizi dan Penyakit Secara umum diterima bahwa gizi merupakan salah satu determinan penting respons imunitas. Penelitian epidemiologis dan klinis menunjukkan bahwa kekurangan gizi

menghambat respons imunitas dan meningkatkan risiko penyakit. Sanitasi dan higiene perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan dan air, dan pengetahuan gizi yang tidak memadai berkontribusi terhadap kerentanan terhadap suatu penyakit. Berbagai penelitian yang dilakukan selama kurun waktu 35 tahun yang lalu membuktikan bahwa gangguan imunitas adalah suatu faktor antara (intermediate factor) kaitan gizi dengan penyakit infeksi (Chandra, 1997). Sebagai contoh, kekurangan energiprotein (KEP) berkaitan dengan gangguan imunitas berperantara sel (cell-mediated immunity), fungsi fagosit, sistem komplemen, sekresi antibodi imunoglobulin A, dan produksi sitokin (cytokines). Kekurangan zat gizi tunggal, seperti seng, selenium, besi, tembaga, vitamin A, vitamin C, vitamin E, vitamin B6, dan asam folat juga dapat memperburuk respons imunitas. Selain itu, kelebihan zat gizi atau obesitas juga menurunkan imunitas (Chandra, 1997). Berbagai penelitian pada bayi di Asia dan Amerika Latin telah secara meyakinkan membuktikan intervensi gizi dapat menurunkan angka kematian bayi dan anakanak akibat penyakit infeksi. Pada kurun waktu April 1968 – Mei 1973, para peneliti dari Departemen Kesehatan Internasional, The John Hopkins University melakukan penelitianm di negara bagian Punjab India (The Narangwal Nutrition Study), yang meneliti kaitan antara kekurangan gizi dan infeksi dan dampaknya pada morbiditas, mortalitas, dan pertumbuhan anak prasekolah. Melalui penelitian tersebut, Kielmann dan kawan-kawan menunjukkan bahwa mortalitas menurun dengan suplementasi gizi. Penurunan ini berkaitan dengan meningkatnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi (Kielmann et al., 1978). Scrimshaw, selama bertugas di Gorgas Hospital, Panama pada kurun waktu 19451946, mengamati bahwa tuberkulosa adalah penyakit yang lebih banyak diderita anakanak atau dewasa yang menderita kurang gizi daripada anak-anak atau dewasa yang status gizinya lebih baik. Scrimshaw dan koleganya juga mengamati bahwa cacar air lebih parah pada anak-anak yang menderita kekurangan gizi yang buruk dibandingkan dengan rekannya yang berstatus gizi lebih baik. Sementara itu, terdapat kaitan antara kekurangan gizi tingkat sedang dan buruk pada awal episode penyakit (Scrimshaw, 2003). Pada tahun 1968, World Health Organization (WHO) menerbitkan WHO Monograph on Nutrition-infection Interactions. Publikasi ini merupakan hasil kerjasama Nevin S. Scrimshaw, Carl Taylor, dan John Gordon (Scrimshaw et al. 1968). Pada publikasi ini,

Scrimshaw dan koleganya untuk pertama kali mengemukakan bahwa kaitan antara malagizi dan infeksi adalah sinergistis. Artinya, malagizi memperparah penyakit infeksi, demikian juga halnya infeksi memperburuk malagizi. Sebaliknya, status gizi yang makin baik akan meringankan diare, dan selanjutnya, diare yang makin ringan akan memperbaiki status gizi. Contoh klasik untuk ini adalah kaitan antara malagizi dengan diare (Gambar 1).

Mekanisme yang melaluinya zat gizi mencegah atau mengurangi beban penyakit infeksi adalah peningkatan daya tahan tubuh. Peningkatan daya tahan tubuh ini tidak hanya melalui produksi antibodi humoral dan kapasitas fagosit terhadap bakteri, tetapi juga, antara lain, melalui sekresi antibodi mukosal, imunitas berperantara sel, pembentukan komplemen, T-lymphocytes, dan T-cells (Scrimshaw and SanGiovanni, 1997). 1.

Gizi dan Imunitas Gangguan pada berbagai aspek imunitas, termasuk fagositosis, respons proliferasi sel ke mitogen, serta produksi Tlymphocyte dan sitokin telah ditemukan pada kondisi kekurangan gizi (Chandra and Kumari, 1994; Chandra, 1990; Kulkarni et al. 1994). Sampai saat ini, mekanisme yang melaluinya kekurangan gizi mengakibatkan gangguan fungsi imunitas masih terus mendapat perhatian serius para ahli gizi, imunolog, ahli biologi, dan ahli di bidang lain yang terkait. Karena begitu eratnya kaitan antara status gizi dan fungsi imunitas, Chandra dan Scrimshaw (1980) menawarkan indeks imunitas sebagai ukuran status gizi. Fungsi imunitas

yang

dinilai

adalah

komponen

komplemen,

delayed-hypersensitivity,

thymusdependent lymphocytes, secretory IgA, microbicidal capacity of neutrophils, dan leukocyte terminal transferase. Beberapa penelitian baik pada tikus maupun manusia telah menghasilkan informasi penting berkenan hubungan antara susu terfermentasi dengan imunitas. Pemberian susu terfermentasi dapat mendorong pembentukan antiobodi dan respons imunitas seluler

pada orang sehat. Fungsi imunitas yang paling dipengaruhi adalah imunitas berperantara sel dan aktivitas sitokin (Solis-Pereira et al., 1997). Walaupun ada bukti bahwa kekurangan gizi dapat mempengaruhi patogen (Levander, 1997), akan tetapi, pada umumnya dampak kekurangan gizi pada penyakit infeksi dikaitkan dengan menurunnya fungsi imunitas tubuh. Kekurangan energi-protein, misalnya, antara lain, menyebabkan penurunan pada proliferasi limposit, produksi sitokin, dan respons antibodi terhadap vaksin (Lesourd, 1997).

2.

Energi dan Protein Dampak KEP (zat gizi makro) pada timbulnya penyakit infeksi, terutama pada bayi dan anak-anak telah diteliti secara luas. Intervensi gizi (energi dan protein) pada bayi dan anak-anak dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian di Asia dan Amerika Latin. Berbagai penelitian juga telah secara meyakinkan menunjukkan bahwa peranan gizi pada penurunan angka kematian dan kematian ini adalah melalui perbaikan pada fungsi imunitas. Kekurangan energi-protein, misalnya, berkaitan dengan gangguan imunitas berperantara sel (cell-mediated immunity), fungsi fagosit, sistem komplemen, sekresi antibodi imunoglobulin A, dan produksi sitokin (Chandra, 1997).

3.

Vitamin a.

Vitamin A Dalam kaitannya dengan fungsi imunitas vitamin yang menarik perhatian dan yang sering menjadi fokus penelitian adalah vitamin A, vitamin E, vitamin C, dan kelompok vitamin B. Di antara vitamin tersebut, vitamin A adalah yang paling luas diteliti. Pengamatan yang mengaitkan vitamin A dengan imunitas sudah dilakukan bahkan sebelum struktur vitamin A diketahui dengan tepat pada tahun 1931 (Karrer et al., 1931 dalam Villamor and Fawzi, 2005). Beberapa fakta ilmiah yang mengawali pemahaman mengenai kaitan vitamin A dan penyakit antara lain adalah temuan Green dan Mellanby yang menunjukkan bahwa tikus yang kekurangan vitamin A lebih rentan terhadap infeksi (Green and Mellanby, 1928 dalam Semba, 1999).

Vitamin A secara luas beperan pada fungsi imunitas. Vitamin A sangat penting untuk memelihara integritas epitel, termasuk epitel usus. Hal ini berkaitan dengan hambatan fisik terhadap patogen dan imunitas mukosal. Pemberian vitamin A juga dapat menurunkan episode dan kejadian diare pada anak-anak ketika dikombinasikan dengan mineral seng (Rahman et al., 2001). Efek suplementasi vitamin A pada morbiditas anak meliputi penurunan keparahan cacar air yang dapat berkorelasi dengan peningkatan produksi antibodi T-cell-dependent (Coutsoudis et al., 1991). Oleh karena itu, suplementasi vitamin A dianjurkan untuk penanganan infeksi cacar air (Beck, 2001).

b.

Vitamin E Vitamin E sering disebut sebagai vitamin antioksidan. Hal ini dikarenakan perannya untuk menangkal radikal bebas. Karena kemampuannya menahan tekanan radikal oksidatif ini pula vitamin E disebut sebagai vitamin antipenuaan. Selain sebagai antioksidan, vitamin E juga dikenal sebagai zat gizi penting untuk pencegahan penyakit infeksi. Penelitian pada berbagai jenis hewan coba mengindikasikan bahwa vitamin antioksidan berkaitan dengan peningkatan fungsi imunitas (Bendich, 1990 dalam Pallast et al., 1999). Lebih spesifik lagi, suplementasi vitamin E megadosis (melebihi angka kecukupan gizi) memiliki efek perangsangan pada imunitas humoral dan berperantara sel (Tangerdy et al., 1989 dalam Pallast et al., 1999). Mekanisme peningkatan fungsi imunitas oleh vitamin E masih belum seluruhnya dipahami. Dugaan mekanisme tersebut diduga melalui efek langsung dan tidak langsung (melalui makrofag) vitamin E pada fungsi T-cell. Efek langsung vitamin E mungkin diperantarai oleh perubahan molekul reseptor membran T-cell yang diinduksi oleh vitamin E. Melalui perannya sebagai antioksidan, vitamin E juga dapat menurunkan produksi faktor penekan imunitas (immunosuppressive factors) seperti prostaglandin E dan hidrogen peroksida dengan mengaktifkan makrofag (Beharka et al., 1997 dalam Pallast et al., 1999).

c.

Vitamin C Seperti halnya vitamin E, vitamin C juga temasuk vitamin antioksidan. Sebagai antioksidan, efek vitamin C pada respons imunitas juga sudah banyak diteliti. Vitamin

C berakumulasi (dengan konsentrasi

milimol/l) dalam neutrofil, limposit, dan

monosit (Evans et al., 1982), yang mengindikasikan bahwa vitamin C berperan penting pada fungsi imunitas. Penelitian menunjukkan fungsi pagosit, proliferasi Tcell, dan produksi sitokin dipengaruhi oleh status vitamin C. Pada masa infeksi, pagosit teraktivasi menghasilkan agen pengoksidasi yang memiliki efek antimikrobial. Akan tetapi, itu dilepaskan ke media ektraselular sehingga membahayakan inang. Untuk menetralisir efek peningkatan oksigen radikal ini, sel memanfaatkan berbagai mekanisme antikoksidatif, termasuk vitamin antioksidan seperti vitamin C (Li et al., 2006).

4.

Mineral a.

Selenium Selenium berperan penting dalam fungsi imunitas. Selenium mempengaruhi baik sistem imunitas bawaan (innate), nonadaptif, dan buatan (aquired). Selain itu, Se mempengaruhi fungsi neutrofil (Arthur, 2003). Selain peran Se dalam fungsi imunitas, kekurangan Se diketahui mempengaruhi virus patogen. Salah satu contohnya adalah efek kekurangan Se pada patogenitas coxsackievirus, suatu jenis virus mRNA (Levander, 1997; Beck, 2001, Beck et al., 2003). Mutasi virus influenza juga terjadi pada keadaan kekurangan Se. Ketika terjadi perubahan genom virus, inang yang tidak kekurangan Se pun akan rentan terhadap strain baru virus ini (Beck, 2001). Strain virus influenza, influenza A/Bangkok/1/79, yang memiliki patogenitas menengah, berubah menjadi virus yang lebih patogen pada tikus yang kekurangan Se (Beck et al., 2003).

b. Seng Mikromineral lain yang tak kalah pentingnya pada fungsi imunitas adalah seng (Zn). Asupan seng merupakan faktor penting pada modulasi respons imunitas berperantara sel. Kekurangan seng berdampak pada penurunan respons pembentukan antibodi dalam limfa (Chandra and Au, 1980). Kekurangan seng juga berkaitan dengan respons imunitas yang diindikasikan oleh kuantitas limposit dalam darah perifer, proliferasi T-lymphocyte, pelepasan IL-2, atau citotoksik limposit (Keen and Gerswhin, 1990).

Suplemetasi seng pada orang usia lanjut yang kekurangan seng dapat memperbaiki respons imunitas (Lesourd, 1997). Suplementasi seng bersama-sama dengan mikromineral

lain

(selenium

dan

kuprum)

juga

menurunkan

infeksi

bronchopneumonia dan mempersingkat waktu rawat pasien yang menderita luka bakar (Berger

et

al.,

1998).

Penutup Status gizi merupakan determinan penting bagi respons imunitas. Perbaikan pada fungsi imunitas merupakan faktor antara peran gizi pada pencegahan penyakit infeksi. Gizi dan penyakti infeksi berkaitan secara sinergistis. Penelitian mutakhir menghasilkan paradigma baru kaitan antara gizi (diet) dan patogen (agen), yaitu diet diketahui mempengaruhi agen (misalnya terjadi mutasi virus).

Daftar Pustaka 1.

Siagian,

Albiner. 2012.

Gizi, Imunitas,

dan Penyakit

Infeksi.

FKM

USU.

2.

Devi, Nirmala. (2010) Gizi untuk keluarga. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, hal 1-37.

3.

http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit...


Similar Free PDFs