MAKALAH IMUN PDF

Title MAKALAH IMUN
Author Irma Aprilia
Pages 26
File Size 1.7 MB
File Type PDF
Total Downloads 396
Total Views 629

Summary

Makalah IMMUNOGLOBULIN Dosen Pengampu : Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes Disusun oleh : Popi Angriani (17725251022) Ni Putu Frida Padmi H (17725251034) Irma Aprilia (17725251035) PENDIDIKAN BIOLOGI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ......................


Description

Accelerat ing t he world's research.

MAKALAH IMUN Irma Aprilia

Related papers Demam Set elah Imunisasi Ikut o Yoichi

ANAT OMI FISIOLOGI SIST EM IMUN edu lat ifah sist em imun hewan akuat ik Ramot S Hut asoit

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Makalah IMMUNOGLOBULIN Dosen Pengampu : Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes

Disusun oleh :

Popi Angriani

(17725251022)

Ni Putu Frida Padmi H

(17725251034)

Irma Aprilia

(17725251035)

PENDIDIKAN BIOLOGI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2017

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................

i

IMMUNOGLOBULIN .................................................................................

1

A. Antigen .........................................................................................

1

B. Epitop ...........................................................................................

3

C. Antibodi ...........................................................................................

3

D. Struktur Antibodi .........................................................................

4

E. Kelas – kelas Antibodi ..................................................................

5

F. Mekanisme Sistem Kerja Immunitas ...............................................

6

G. Pertahana Nonspesifik .....................................................................

7

H. Sistem Pertahanan Spesifik .............................................................

13

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

23

i

IMMUNOGLOBULIN Manusia dan vertebrata lainnya memiliki system pertahanan tubuh yang berperan untuk melindungi dirinya dari serangan agen-agen penyebab penyakit. Sistem ini disebut sebagai sistem kekebalan tubuh atau system imun. Sistem kekebalan vertebrata merupakan suatu jaringan yang melibatkan banyak molekul dan sel dengan satu tujuan : membedakan antara unsur dirinya sendiri dan unsur asing. Fungsi utamanya adalah melindungi manusia dan vertebrata terhadap mikroorganisme (virus, bakteri dan parasit) (Stryer, 2000). Kekebalan timbul akibat interaksi antara antigen dan antibody. Sistem imun dapat membedakan substansi yang masuk ke dalam tubuh sebagai “self” dan “nonself” melalui proses pengenalan yang rumit. Antigen self (dari tubuh orang yang bersangkutan) biasanya ditoleransi oleh system kekebalan tubuh, sedangkan antigen “nonself” atau dari luar tubuh diidentifikasi sebagai penyusup dan diserang oleh system kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Ilmu yang mempelajari system kekebalan tubuh (imunitas) disebut immunologi (Nurcahyo, 2013). A. ANTIGEN Suatu makromolekul asing yang mampu memicu pembentukan antibodi disebut antigen. Antigen merupakan target yang akan dihancurkan oleh sistem imun. Antigen biasanya berupa protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul lainnya, termasuk molekul kecil (hapten) dipasangkan ke protein pembawa. Antigen dalam kehidupan sehari-hari merupakan semua benda asing yang jika masuk ke dalam tubuh suatu oganisme dapat menimbulkan penyakit atau kelainan. Contoh antigen: 



Virus: avian influenza



Jamur: candida



Sel darah yang asing



Protozoa: toxoplasma, malaria



Cacing dsb.

Protein asing: toksin Sebagian antigen berukuran besar, molekulnya komplek dengan berat molekul

umumnya lebih dari 10.000. kemampuan molekul untuk berfungsi sebagai antigen bergantung pada ukuran, kekomplekan struktur, sifat kimia, dan tingkat keasingan terhadap hospes. Agar suatu bahan dapat bersifat antigen, biasanya harus mempunyai berat molekul 8.000 atau lebih. Selanjutnya, proses pembentukan sifat antigen biasanya 1

bergantung pada pengulangan kelompok molekul secara regular, yang disebut epitop. Perlu dibedakan antara antigen dengan imunogen, karena tidak semua antigen dapat bersifat imunogen. Secara fungsional antigen terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Imunogen Imunogen adalan semua benda asing yang apabila berada dalam tubuh organisme akan merangsang timbulnya respon imun (reaksi kekebalan). Imunogen, yaitu molekul besar(molekul pembawa). Bagian dari molekul antigen besar yang dikenali oleh sebuah antibody (oleh respetor sel T) atau bagian antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan respetor antibody, menginduksi pembentukan antibody yang dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari antibody atau oleh respetor anntibodi, bias juga disebut determinan antigen atau epitope. Immunogen adalah tipe spesifik antigen. Sebuah immunogen didefinisikan sebagai zat yang mampu merangsang respon imun adaptif jika disuntikkan pada sendiri. Dengan kata lain, suatu imunogen mampu menginduksi respon kekebalan, sedangkan antigen mampu menggabungkan dengan produkbrespon imun setelah mereka dibuat. 2. Hapten Hapten merupkan antigen yang memiliki berat molekul sangat kecil sehingga tidak dapat merangsang terjadinya respon imun, akan tetapi apabila hapten tersebut digabungkan dengan molekul protein yang lebih besar (karier), maka akan bersifat imunogen. Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil. Substansi kecil yang bisa berubah menjadi antigen tersebut dikenal degan istilah hapten. Bahan kimia ukuran kecil seperti dinitrofenol dapat diikat antibody, tetapi bahan tersebut sendiri tidak dapat mengaktifkan sel B( tidak imunogenik). Hapten merupakan sejumlah molekul kecil yang dapat bereaksi dengan antibody namum tidak dapat menginduksi produksi antibodi. Untuk memicu respon antibody, bahan kecil tersebut perlu diikat oleh molekul besar. Contoh hapten diantaranya adalah toksin poison ivy, berbagai macam obat (seperti penisilin), dan zat kimia lainnya yang dapat membawa efek alergik (Nurcahyo, 2013).

2

B. EPITOP (ANTIGEN DETERMINANT) Tiap antibodi mempunyai afinitas spesifik terhadap materi asing yang memicu sintesis antibodi itu. Reseptor antigen dan antibodi yang hanya mengenali sebagian kecil antigen yang dapat diakses disebut epitop (epitope) atau determinan antigenik (antigenic determinant). Satu antigen biasanya memiliki beberapa epitope yag berbeda, masingmasing mampu menginduksi respon dari limfosit yang mengenali epitop itu. Pengertian lain dari epitope adalah suatu tempat-tempat tertentu dari suatu imunogen yang sifatnya aktif, yang akan berikatan dengan antibody atau dengan reseptor spesifik pada permukaan limfosit T. Epitop merupakan daerah atau sisi pada antigen yang berikatan dengan sisi pengikatan antigen dari antibody yang spesifik atau dengan sebuah reseptor sel T. Epitop merupakan molekul glikoprotein yang menempel pada membrane sel dan berperan

sebagai

penentu

terbentuknya

molekul

immunoglobulin

(antibody).

Berdasarkan jumlah epitope yang terdapat pada permukaan sel antigen, maka dapat dibedakan ke dalam kelompok: 1. Antigen polivalen: memiliki banyak epitope 2. Antigen oligovalen : memiliki sedikit epitope 3. Antigen monovalent : memiliki satu epitope, (Nurcahyo, 2013). situs pengikata antigen

Epitop (determinan Antigenik)

Antibodi A

Antigen

Antibodi B Antibodi C

C. ANTIBODI Antibodi (immunoglobulin) adalah protein yang disintesis oleh hewan atau manusia sebagai respon terhadap substansi asing (antigen). Antibodi ini disekresi oleh sel plasma yaitu sel yang diturunkan dari sel limfosit B (sel B). Protein yang larut ini merupakan elemen pengenalan pada respon kekebalan humoral. Tiap antibodi mempunyai afinitas spesifik terhadap materi asing yang memicu sintesis antibodi itu (Styer,2000). 3

D. STRUKTUR ANTIBODI Antibodi terdiri dari unit efektor dan unit pengikatan yang berbeda. Dalam suatu penelitian mengenai Imunoglobulin G yang merupakan antibodi utama dalam serum dipecah menjadi fragmen-fragmen yang tetap mempunyai. Pada tahun 1959 Rodney Porter menunjukkan bahwa immunoglobulin G dapat dipecah menjadi tiga fragmen aktif yaitu 2 Fab dan 1 Fc. Dua diantara fragmen di atas mengikat antigen. Keduanya disebut Fab (ab singkatan untuk pengikatan antigen atau “antigen binding”, F untuk fragmen). Tiap Fab mengandung satu situs pengikatan untuk antigen. Fragmen I lainnya yaitu Fc yang tidak mengikat antigen tetapi dapat berfungsi sebagai efektor. Selanjutnya, pada struktur antibodi terdapat dua rantai ringan ( light chain) dan dua rantai berat (heavy chain). Tiap rantai L (ringan) terikat pada rantai berat (H) dengan suatu ikatan disulfida dan ratai H saling berikatan dengan paling sedikit satu ikatan disulfida. Panjang rantai H yang mengandung 446 residu asam amino, kira-kira dua kali panjang rantai L. Analisis menunjukkan bahwa semua perbedaan urutan asam amino terdapat pada 108 residu di ujung amino terminal. Jadi rantai panjang, seperti juga rantai pendek, terdiri dari bagian yang variabel dan bagian yang konstan. Bagian variabel pada rantai panjang mempunyai panjang yang sama dengan yang di rantai pendek, sedang bagian yang konstan kira-kira tiga kali panjang bagian konstan pada rantai pendek (Stryer, 2000, ). Struktur antibodi dapat digambarkan sebagai berikut:

4

E. KELAS-KELAS ANTIBODI Pada sel B tertentu, antibodi-antibodi yang dihasilkan berbeda dari reseptor sel B hanya dalam wilayah konstan (C) dari rantai berat. Sebagai ganti dari wilayah transmembrane dan ekor sitoplasmik, rantai berat mengandung sekuens-sekuens yang menentukan tempat antibodi didistribusikan dan bagaimana antibodi tersebut memerantarai pembuangan antigen. Kelima tipe utama wilayah C rantai berat menentukan lima kelas utama antibodi. (Campbel, 2010). Rantai panjang pada immunoglobulin G disebut rantai γ, sedangkan pada immunoglobulin A,M,D dan E disebut α, μ, δ, dan δ berurutan (Styer,2000). Berikut gambaran ke lima kelas antibodi :

5

IgM (pentamer)

Kelas Ig pertama yang dihasilkan setelah paparan awal Terhadap antigen; konsentrasinya di dalam darah lantas menurun

Rantai J

Menndorong netralisasi dan peanut silangan antigen; amat Efektif dalam aktivasi system komplemen

Kelas Ig yang paling melimpah dalam darah; juga ditemukan Dalam cairan jaringan

IgG (monomer)

Satu-satunya kelas Ig yang menyeberangi plasenta, sehingga Memberi kekebalan pasif pada fetus Mendorong opsonisasi, netralisasi, dan peanut-silang antigen ; kurang efektif dalam aktivasi system komplemen daripada IgM Terdapat dalam sekresi seperti air mata, ludah, mukus, dan ASI

IgA (dimer)

Komponen sekresi

Rantai J

Memberi pertahanan terlokalisasi membran mucus melalui Penautan silang dan netralisasi antigen

Keberadaan dalam ASI memberikan kekebalan pasif pada Bayi menyusui IgE (monomer)

Terdapat dalam darah pada konsentrasi yang rendah Memicu pelepasan dari sel tiang dan basophil dari histamine Dan zat-zat kimia lain yang menyebabkan reaksi alergi

IgD (monomer)

Wilayah transmembran

Terutama terdapat pada permukaan sel B yang belum pernah Terpapar ke antigen

Bekerja sebagai reseptor antigen di dalam proliferasi dan Diferensiasi sel B yang dirangsang oleh antigen (seleksi klonal)

F. MEKANISME SISTEM KERJA IMMUNITAS Hewan terus menerus diserang oleh patoghen, agen-agen penginfeksi yang menyebabkan penyakit. Bagi pathogen, tubuh hewan adalah habitat yang nyaris ideal, karena menawarkan sumber nutrient yang siap digunakan., tempat yang terlindung untuk pertumbuhan dan reproduksi serta transport ke inang dan lingkungan baru. Dalam sebagian besar, patoghen itu berupa virus, bakteri, protista, dan fungi.

Menginfeksi

berbagai jenis hewan termasuk manusia. Sebagai respons, hewan menyerang kembali patoghen dalam berbagai cara. Sel-sel kekebalan khusus menjaga cairan-cairan tubuh, mencari, dan mengahancurkan sel-sel asing. Bentuk pertahanan tubuh pada hewan dan manusia disebut dengan system kekebalan (immune system). 6

G. PERTAHANAN NONSPESIFIK 1. Pertahanan Penghalang (Pertahanan Fisik) Pada mamalia, jaringan-jaringan epithelia menghalangi masuknya banyak patogen. Pertahanan-pertahanan penghalang ini tidak hanya mencakup kulit, namun juga membran-membran mucus yang melapisi saluran pencernaan, pernapasan, urin, dan reproduksi. Sel-sel tertentu dari membran mukus menghasilkan mukus (mucus) yaitu cairan kental yang meningkatkan pertahanan dengan menjebak mikroba-mikroba dan partikel-partikel yang lain. Selain peran fisik dalam menghambat masuknya mikroba, sekresi tubuh menciptakan lingkungan yang tak bersahabat bagi banyak mikroba. Sekresi-sekresi dari kelenjar sebum (minyak) dan kelenjar keringat menjadikan pH kulit manusia berkisar antara 3 hingga 5, cukup asam untuk mencegah pertumbuhan banyak mikroorganisme (Campbell, 2010).

7

Kulit dan membran mukosa yang melapisi saluran pernapasan, pencernaan, dan genitouriner (kelamin dan ekspresi urine) merupakan pertahanan terdepan terhadap infeksi dalam pertahanan fisik. Selain itu, pada trakea sel-sel epitel bersilia dapat menyapu mucus dengan mikroba yang terjerat di dalamnya, sehingga mencegah mikroba memasuki paru-paru. 2. Pertahanan Kimiawi Selain peranannya sebagai rintangan fisik, kulit, dan membran mukosa juga menghadapi patogen dengan pertahanan kimiawi. Pada manusia misalnya, sekresi dari kelenjar minyak dan keringat akan membuat pH kulit menjadi asam (sekita pH 3-5) sehingga dapat mencegah kolonisasi banyak mikroba. Kolonisasi mikroba juga dihambat oleh aktivitas pencucian yang dilakukan oleh air liur (saliva), air mata, dan sekresi mukosa secara terus menerus membasahi permukaan epithelium yang terpapar (Campbell, 2010). Selain itu mampu melindungi tubuh terhadap bakteri gram positif dengan cara mengahancurkan dinding selnya. Berbagai bahan yang disekresikan getah lambung, usus, dan empedu mampu menciptakan lingkungan yang dapat mencegah infeksi banyak mikroorganisme. Sel pembunuh alami membantu mengenali dan melenyapkan sel-sel berpenyakit tertentu pada vertebrata. Kecuali sel darah merah, semua sel dalam tubuh normalnya memiliki protein yang disebut molekul MHC kelas I. setelah infeksi virus atau konversi menjadi tahap kanker, sel-sel terkadang berhenti menyekresikan protein ini. sel-sel pembunuh alami yang mengawasi tubuh melekat ke sel-sel sakit semacam itu dan melepaskan zat-zat kimia yang menyebabkan kematian sel , sehingga menghambat penyebaran virus atau kanker lebih jauh (Campbell, 2010). 3. Pertahanan Selular Bawaan Patogen yang masuk kedalam tubuh merupakan subjek yang dideteksi oleh sel-sel darah putih fagositik (leukosit). Sel-sel ini mengenali mikroba menggunakan reseptor-reseptor yang sangat mirip dengan reseptor Toll serangga. Sel darah putih mengenali dan menelan mikroba-mikroba yang menyerang, menjebaknya dalam suatu vakuola. Vakuola itu kemudian berdifusi dengan lisosom, 8

menyebabkan penghancuran mikroba-mikroba dengan dua cara. Pertama, nitrat oksida dan gas-gas lain yang dihasilkan didalam lisosom meracuni mikroba-mikroba yang ditelan. Kedua, lisozim dan enzim-enzim yang lain mendegradasi komponenkomponen mikroba. Sel-sel fagositik yang paling melimpah dalam tubuh mamalia adalah neutrofil (Campbell, 2010).

Mikroba yang menembus garis pertahanan pertama seperti mikroba yang masuk lewat luka di kulit, akan menghadapi garis pertahanan kedua. Garis pertahanan ini sangat tergantung pada proses fagositosis, yaitu proses penelanan mikroba yang menyerang tubuh oleh jenis leukosit tertentu. Sel-sel fagositik terdiri atas neutrofil, monosit, dan eosinofil. Selain sel-sel fagositik, pertahanan nonspesifik pada garis pertahanan kedua juga meliputi sel pembunuh alami. Sel-sel ini termasuk golongan limfosit dengan granula besar dan banyak mengandung sitoplasma. Jumlahnya sekitar 5%-15% dari limfosit dalam sirkulasi dan sekitar 45% dari limfosit dalam jaringan. Fungsi utamanya adalah merusak sel tubuh yang diserang oleh virus dan sel tumor. Sel mast sangat berperan dalam reaksi alergi dan imunitas terhadap parasit dalam usus dan invasi bakteri (Nurcahyo, 2013). Respon bawaan terhadap patogen yang menyerang biasanya disertai dengan proses peradangan di tempat yang terluka dimana cairan, sel, dan zat terlarut keluar dari darah dan masuk ke jaringan yang terkena peradangan. Hal ini ditandai dengan kemerahan lokal, bengkak, dan demam. Peradangan menyediakan ruang untuk memusatkan agen defensif tubuh di tempat di mana mereka dibutuhkan (Gerald Karp, 2005).

9

4. Pertahanan Humoral (Peptida dan Protein Antimikroba) Pertahanan humoral adalah pertahanan tubuh oleh bahan-bahan yang terdapat didalam sirkulasi darah. Pengenalan patogen pada mamalia memicu produksi dan pelepasan berbagai macam peptida dan protein yang menyerang mikroba-mikroba atau menghalangi reproduksinya. Molekul-molekul pertahanan lain, termasuk interferon, CRP, kolektin, dan protein komplemen, bersifat unik bagi sistem kekebalan vertebrata (Nurcahyo, 2013) Interferon adalah protein-protein yang memberikan bawaan melawan infeksi virus. Sel-sel tubuh yang terinfeksi oleh virus menyekresikan interferon, menginduksi sel-sel tak terinfeksi di dekatnya untuk menghasilkan zat-zat yang menghambat reproduksi virus. Dengan cara ini, interferon membatasi penyebaran virus dari sel ke sel di dalam tubuh, membantu mengontrol infeksi virus seperti pilek dan influenza. 5. Respons Peradangan Rasa nyeri dan pembengkakan yang menyadarkan Anda bahwa ada serpihan kayu dibawah kulit Anda merupakan hasil dari respons peradangan (inflammatory response) lokal, perubahan-perubahan yang disebabkan oleh molekul-molekul pesinyal yang dilepaskan saat terjadi luka atau infeksi. Salah satu molekul pesinyal peradangan yang penting adalah histamine (histamine), yang disimpan dalam sel tiang (mast cell), sel-sel jaringan ikat yang menyimpan granula-granula untuk sekresi. Histamine dilepaskan oleh sel-sel tiang di tempat-tempat kerusakan jaringan memicu pembuluh-pembuluh darah di dekatnya untuk berdilatasi dan menjadi lebih permeabel. Peningkatan suplai aliran darah lokal yang dihasilkan akan menyebabkan kemerahan dan panas yang khas dari inflamasi (membakar). Kapiler-kapiler yang membengkak karena terisi darah kemudian bocor ke jaringan-jaringan sebelahnya, sehingga menyebabkan pembengkakan (Campbell, 2010).

10

Dengan memanfaatkan permeabelitas pembuluh yang ditingkatkan untuk memasuki jaringan yang terluka, sel-sel ini melaksanakan fagositosis tambahan dan inaktivasi mikroba. Hasilnya adalah akumulasi nanah (pus), cairan kaya sel-sel darah putih , mikroba mati, dan sisa-sisa sel. Luka kecil menyebabkan inflamasi lokal, namun kerusakan jaringan atau infeksi parah bisa menimbulkan respons yang sistemik (seluruh tubuh) seperti produksi sel darah putih yang ditingkatkan. Terluka atau terinfeksi

seringkali menyekresikan molekul-molekul yang merangsang neutrofil

tambahan dari sumsum tulang, pada infeksi yang parah seperti meningitis atau usus buntu, jumlah sel darah putih dalam darah bisa meningkat beberapa kali lipat dalam beberapa jam. Respon peradangan sistemik yang lain adalah demam. Selama peradangan, sel fagosit meninggalkan aliran darah dan bermigrasi ke tempat infeksi sebagai respons terhadap bahan kimia (chemoattractants) yang dilepaskan di lokasi. Kemudian sel-sel ini mengenali, menelan, dan menghancurkan patogen. darah juga mengandung protein yang disebut pelengkap yang mengikat patogen ekstraselular, memicu kerusakan pada sel patogen. Di salah satu proein pelengkap, protein ini aktif melubangi membr...


Similar Free PDFs