MAKALAH NIKAH PDF

Title MAKALAH NIKAH
Author Jauhar Latifah
Pages 19
File Size 537.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 94
Total Views 766

Summary

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM NIKAH Disusun Oleh : Jauhar Latifah (1705045066) PENDIDIKAN ILMU KOMPUTER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2017 Kata Pengantar Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada k...


Description

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM NIKAH

Disusun Oleh : Jauhar Latifah (1705045066)

PENDIDIKAN ILMU KOMPUTER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2017

Kata Pengantar Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang nikah tepat pada waktunya. Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang nikah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Samarinda, Oktober 2017

Penyusun

ii

Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................................................

ii

Daftar Isi ...........................................................................................................

iii

Bab I

Pendahuluan A.

Latar Belakang ............................................................................

1

B.

Rumusan Masalah .......................................................................

2

C.

Tujuan .........................................................................................

2

Bab II Pembahasan A.

Pengertian Pernikahan .................................................................

3

B.

Syarat-Syarat dan Rukun Nikah ..................................................

4

C.

Tujuan Pernikahan dalam Islam ..................................................

9

D.

Prosesi Pernikahan Menurut Islam di Indonesia ......................... 10

E.

Bagaimana Islam Mengarahkan Pergaulan Remaja .................... 11

F.

Bahaya Zina dan Dampaknya ..................................................... 12

Bab III Penutup A. Kesimpulan ............................................................................................. 13 B. Kritik dan Saran ...................................................................................... 14 Daftar Pustaka .................................................................................................. 15

iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah swt. telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, ada lelaki dan ada perempuan. Salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang biak yang bertujuan untuk generasi atau melanjutkan keturunan. Oleh Allah swt. manusia diberikan karunia berupa pernikahan untuk memasuki jenjang hidup baru yang bertujuan untuk melanjutkan dan melestarikan generasinya. Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi, maka Islam telah datang dengan membawa ajaran pernikahan yang sesuai dengan syariat-Nya. Islam mejadikan lembaga pernikahan itu pulan akan lahir keturunan secara terhormat, maka adalah satu hal yang wajar pernikahan dikatakan sebagai suatu peristiwa dan sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terlepas dari ketergantungan dengan orang lain. Menurut Ibnu Khaldun, manusia itu (pasti) dilahirkan di tengah-tengah masyaratakat, dan tidak mungkin hidup kecuali di tengahtengah mereka pula. Manusia memiliki naluri untuk hidup bersama dan melestarikan keturunannya. Ini diwujudkan dengan pernikahan. Pernikahan yang menjadi anjuran Allah swt. dan Rasul-Nya ini merupakan akad yang sangat kuat atau mitssqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisa‟ / 4 : 3,

ْْْۚ‫ثْ َو ُربٰ َْع‬ َْ ‫ْنْ َوثُ ٰل‬ ْ ٰ ‫ابْلَ ُْْكْ ِّم َْنْال ِن ّ َِا ِْٓءْ َمث‬ َْ ‫اِْالْ َي ٰت ٰمىْفَا ْن ِك ُح ْْا َم َاط‬ ْ ِ ْْ ُُ ِِ ْْ ُ‫َوا ِْْنْ ِخ ْف ُْْتْ َا َّْلُت‬ ﴾٣﴿ْۚ‫ْنْ َا َّلُتَ ُع ْْلُ ْْا‬ ْٓ ٰ ‫لْ َاد‬ َْ ِ ‫تْ َايْ َمانُ ُْْكْْْۚ ٰذ‬ ْ ْ ‫فَ ِا ْْنْ ِخ ْف ُْْتْ َا َّلُتَ ْع ِدلُ ْْافَ َْا ِحدَ ةْْ َا ْو َما َملَ َك‬ “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan

1

(lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.

B. Rumusan Masalah 1. Apa defini dari pernikahan? 2. Apa saja syarat dan rukun nikah? 3. Apa tujuan pernikahan dalam Islam? 4. Bagaimana prosesi pernikahan menurut Islam di Indonesia? 5. Bagaimana Islam mengarahkan pergaulan remaja? 6. Bagaimana bahaya zina serta dampaknya?

C. Tujuan 1. Untuk mengetahui defini pernikahan. 2. Untuk mengetahui syarat dan rukun nikah. 3. Untuk mengetahui tujuan pernikahan dalam Islam. 4. Untuk mengetahui prosesi pernikahan menurut Islam. 5. Untuk mengetahui cara Islam mengarahkan pergaulan remaja. 6. Untuk mengetahui bahaya zina serta dampaknya.

2

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pernikahan Nikah (kawin) menurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut arti majazi (mathaporic) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita. Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqih berbahasa Arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah (ْ ‫ ) ْناكح‬dan zawaj (ْ ‫) ْزواج‬. Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Qur‟an dan hadist Nabi. Kata na-ka-ha yang artinya kawin banyak terdapat dalam Al-Qur‟an, seperti dalam Surah An-Nisa‟ ayat 3 :

ْْْۚ‫ثْ َو ُربٰ َْع‬ َْ ‫ْنْ َوثُ ٰل‬ ْ ٰ ‫ابْلَ ُْْكْ ِّم َْنْال ِن ّ َِا ِْٓءْ َمث‬ َْ ‫اِْالْ َي ٰت ٰمىْفَا ْن ِك ُح ْْا َم َاط‬ ْ ِ ْْ ُُ ِِ ْْ ُ‫َوا ِْْنْ ِخ ْف ُْْتْ َا َّلُت‬ .ْ.ْ.ْْ‫فَ ِا ْْنْ ِخ ْف ُْْتْ َا َّلُتَ ْع ِدلُ ْْافَ َْا ِحدَ ة‬ Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja . . . Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam Al-Qur‟an dalam arti kawin pada Surah Al-Ahzab ayat 37 :

ْٓ ‫يْ َح َر ٌْجْ ِ ْْٓفْ َا ْز َوا ْجِْ َا ْد ِع َيْا‬ َْ ْ ‫لْالْ ُم ْْٔ ِم ِن‬ ْ َ َ‫كْ َّْليَ ُك ْْ َْنْع‬ ْْ َ ‫ضْ َزيْ ٌد ِم ْْنَ َاو َطر َاز َو ْج ٰن َكهَاْ ِل‬ ْ ٰ َ‫فَلَ َماق‬ .ْ.ْ.‫ِ ٔ ِٔى ْْم‬ Maka

ketika

Zaid

telah

mengakhiri

keperluan

terhadap

istrinya

(menceraikan-nya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak

3

ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka . . . Secara arti kata nikah berarti “bergabung” (

‫) مض‬,

“hubungan kelamin”

(‫ )وطء‬dan juga berarti “akad” (ْ ‫) ْعْد‬. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah syarak, nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bertujuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela demi terwujudnya keluarga bahagia yang di ridhoi oleh Allah swt. Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk Allah swt. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlawanan jenis kelaminnya. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang dapat bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian, dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga. Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Atau sunnah Rasul. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda : Dari Anas bin Malik ra., bahwasanya Nabi saw. memuji Allah swt. dan menyanjung-Nya. “Akan tetapi aku shalat, tidur, berpuasa, makan dan menikahi wanita, barang siapa yang tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

B. Syarat-Syarat dan Rukun Nikah

4

Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Keduanya mengandung arti yang berbeda dari segi bahwa rukun itu adalah sesuatu yang berada di dalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya, sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada diluarnya dan tidak merupakan unsurnya. 1. Syarat-Syarat Nikah Ulama Hanafiyah melihat perkawinan itu dari segi ikatan yang berlaku antara pihak-pihak yang melaksungkan perkawinan itu. Oleh karena itu, yang menjadi rukun perkawinan oleh golongan ini akad nikah yang dilakukan oleh dua pihak yang melangsungkan perkawinan, sedangkan

yang

lainnya

seperti

kehadiran

saksi

dan

mahar

dikelompokkan kepada syarat itu kepada : a. Syuruth Al-In‟iqad, yaitu syarat yang menentukan terlaksananya suatu akad perkawinan. Karena kelangsungan perkawinan tergantung pada akad, maka syarat di sini adalah syarat yang harus dipenuhi karena ia berkenaan dengan akad itu sendiri. Bila syarat-syarat itu tertinggal, maka akad perkawinan disepakati batalnya. Umpamanya, pihak-pihak yang melakukan akad adalah orang yang memiliki kemampuan untuk bertindak hukum. b. Syuruth Al-Shihhah, yaitu sesuatu yang keberadaannya menentukan dalam perkawinan. Syarat tersebut harus dipenuhi untuk dapat menimbulkan akibat hukum, dalam arti bila syarat tersebut tidak terpenuhi, maka perkawinan itu tidak sah; seperti adanya mahar dalam setiap perkawinan. c. Syuruth An-Nufuz, yaitu syarat yang menentukan kelangsungan suatu perkawinan. Akibat hukum setelah berlangsung dan sahnya perkawinan tergantung kepada adanya syarat-syarat itu tidak terpenuhi menyebabkan fasad-nya perkawinan, seperti wali yang

5

melangsungkan akad perkawinan adalah seseorang yang berwenang untuk itu. d. Syuruth Al-Luzum, yaitu syarat yang menentukan kepastian suatu perkawinan

dalam

berlangsung-nya

arti

suatu

tergantung perkawinan

kepadanya sehingga

kelanjutan

dengan

telah

terdapatnya syarat ter-sebut tidak mungkin perkawinan yang sudah berlangsung itu dibatalkan. Hal ini berarti selama syarat itu belum terpenuhi perkawinan dapat dibatalkan, seperti suami harus sekufu dengan istrinya.

2. Rukun Nikah Unsur pokok suatu perkawinan adalah laki-laki dan perempuan yang akan kawin, akad perkawinan itu sendiri, wali yang melangsungkan akad dengan si suami, dua orang saksi menyaksikan telah berlangsungnya akad perkawinan itu. Berdasarkan pendapat ini rukun perkawinan itu secara lengkap adalah sebagai berikut : a. Calon mempelai laki-laki b. Calon mempelai perempuan c. Wali dari mempelai perempuan yang akan mengakadkan perkawinan d. Dua orang saksi e. Ijab yang dilakukan oleh wali dan qabul yang dilakukan oleh suami

Mahar yang harus ada dalam setiap perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun, karena mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad perkawinan dan tidak mesti diserahkan pada waktu akad itu berlangsung. Dengan demikian, mahar itu termasuk ke dalam syarat perkawinan. UU Perkawinan sama sekal tidak berbicara tentang rukun perkawinan. UU

Perkawinan hanya membicarakan syarat-syarat

perkawinan, yang mana syarat-syarat tersebut lebih banyak berkenaan dengan unsur-unsur atau rukun perkawinan. KHI secara jelas membicarakan rukun perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam pasal

6

14, yang keseluruhan rukun tersebut mengikuti fiqih Syafi‟iy dengan tidak memasukkan mahar dalam rukun.

a. Laki-laki dan perempuan yang kawin Islam hanya mengakui perkawinan antara laki-laki dan perempuan dan tidak boleh lain dari itu, seperti sesama laki-laki atau sesama perempuan, karena ini yang tersebut dalam Al-Qur‟an. Adapun syarat-syarat yang mesti dipenuhi untuk laki-laki dan perempuan yang akan kawin ini adalah sebagai berikut : 1) Keduanya jelas identitasnya dan dapat dibedakan dengan yang lainnya, baik menyangkut nama, jenis kelamin, keberadaan, dan hal lain yang berkenaan dengan dirinya. Adanya syariat peminangan yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan hadist Nabi kiranya merupakan suatu syarat supaya kedua calon pengantin telah sama-sama tahu mengenal pihak lain, secara baik dan terbuka. 2) Keduanya sama-sama beragama Islam (tentang kawin beda agama berbeda lagi penjelasannya). 3) Antara keduanya tidak terlarang melangsungkan perkawinan. 4) Kedua belah pihak telah setuju untuk kawin dan setuju pula dengan pihak yang akan mengawininya. Tentang izin dan persetujuan dari kedua pihak yang akan melangsungkan perkawinan itu dibicarakan panjang lebar dalam kitab-kitab fiqih dan berbeda pula ulama dalam menetapkannya.

b. Wali dalam perkawinan Dalam perkawinan wali adalah seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. Akad nikah dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak laki-laki yan dilakukan oleh mempelai laki-laki itu sendiri dan pihak perempuan yang dilakukan oleh walinya.

7

Keberadaan seorang wali dalam akad nikah adalah suatu yang mesti dan tidak sah akan perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Dalam akad perkawinan itu sendiri wali dapat berkedudukan sebagai orang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dan dapat pula sebagai orang yang dimintai persetujuannya untuk kelangsungan perkawinan tersebut. Yang berhak menempati kedudukan wali itu ada tiga kelompok, pertama wali nasab, yaitu wali berhubungan tali kekeluargaan dengan perempuan yang akan kawin. Kedua wali mu‟thiq, yaitu orang yang menjadi wali terhadap perempuan bekas hamba sahaya yang memerdekakannya. Ketiga wali hakim, yaitu orang yang menjadi wali dalam kedudukannya sebagai hakim atau penguasa. Seseorang yang berhak menjadi wali bila memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : 1) Telah dewasa dan berakal sehat dalam arti anak kecil atau orang gila tidak berhak menjadi wali 2) Laki-laki 3) Muslim 4) Orang merdeka 5) Tidak berada dalam pengampuan atau mahjur alaih 6) Berpikiran baik 7) Adil 8) Tidak sedang melakukan ihram, untuk haji atau umrah.

c. Saksi Akad pernikahan mesti disaksikan oleh dua saksi supaya ada kepastian hukum dan menghindari timbulnya sanggahan dari pihakpihak yang berakad di belakang hari. Saksi dalam pernikahan mesti memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1) Saksi itu berjumlah paling kurang dua orang 2) Beragama Islam

8

3) Orang yang merdeka 4) Bersifat adil 5) Dapat mendengar dan melihat d. Akad nikah Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan perkawinan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya “Saya kawinkan anak saya yang bernama . . . kepadamu dengan mahar . . .”. Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan mengucapkan “Saya terima mengawini anak Bapak yang bernama . . . dengan mahar . . .”

C. Tujuan Pernikahan dalam Islam Tujuan pernikahan ditinjau dari berbagai sisi, yaitu : 1. Tujuan Fisiologis, yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi : a. Tempat semua anggota keluarga mendapatkan sarana berteduh yang baik dan nyaman. b. Tempat semua anggota keluarga mendapatkan konsumsi makan, minum dan pakaian yang memadai. c. Tempat suami isteri dapat memenuhi kebutuhan biologisnya. 2. Tujuan Psikologis, yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi : a. Tempat semua anggota keluarga diterima keberadaannya secara wajar dan apa adanya. b. Tempat semua anggota keluarga mendapat pengakuan secara wajar dan nyaman. c. Tempat semua anggota keluarga mendapat dukungan psikologis bagi perkembangan jiwanya. d. Basis pembentukan identitas, citra dan konsep diri para anggota keluarga. 3. Tujuan Sosiologis, yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :

9

a. Lingkungan pertama dan terbaik bagi segenap anggota keluarga. b. Unit sosial terkecil yang menjembatani interaksi positif antara individu anggota keluarga dengan masyarakat sebagai unit sosial yang lebih besar. 4. Tujuan Da‟wah, yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi : a. Menjadi obyek wajib da‟wah pertama bagi sang da‟i. b. Menjadi prototipe keluarga muslim ideal (bagian dari pesona Islam) bagi masyarakat muslim dan nonmuslim. c. Setiap anggota keluarga menjadi partisipan aktif-kontributif dalam da‟wah. d. Memberi antibodi/imunitas bagi anggota keluarga dari kebatilan dan kemaksiatan.

D. Prosesi Pernikahan Menurut Islam di Indonesia Dari segi agama Islam, syarat sah pernikahan penting sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang pria dan wanita itu dihalalkan melakukan hubungan seksual sehingga terbebas dari perzinaan. Zina merupakan perbuatan yang sangat kotor dan dapat merusak kehidupan manusia. Dalam agama Islam, zina adalah perbuatan dosa besar yang bukan saja menjadi urusan pribadi yang bersangkutan dengan Tuhan, tetapi termasuk pelanggran hukum dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang melakukannya. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka hukum Islam sangat memengaruhi sikap moral dan kesadaran hukum masyarakatnya. Agama Islam menggunakan tradisi perkawinan yang sederhana, dengan tujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Tata cara yang sederhana itu tampaknya sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi : “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya”. Dari pasal tersebut sepertinya memberi peluang-peluang bagi anasir-anasir hukum

10

adat untuk mengikuti dan bahkan berpadu dengan hukum Islam dalam perkawinan. Selain itu disebabkan oleh kesadaran masyarakatnya yang menghendaki demikian. Salah satu tata cara perkawinan adat yang masih kelihatan sampai saat ini adalah perkawinan yang tidak dicatatkan pada pejabat yang berwenang atau disebut nikah siri. Perkawinan ini hanya dilaksanakan di depan penghulu atau ahli agama dengan memenuhi syariat Islam sehingga perkawinan ini tidak sampai dicatatkan di kantor yang berwenang untuk itu. Perkawinan menurut hukum Islam sudah dianggap sah apabila memenuhi rukun dan syaratnya. Apabila perkawinan tersebut dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 2 tentang perkawinan itu berbunyi : “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dipertegas dalam Undang-Undang yang sama

pada pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Perkawinan hanya

diizinkan bila pihak pria mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita telah mencapai usia 16 tahun”. Jika masih be...


Similar Free PDFs