Makalah Semiotika Roland barthes PDF

Title Makalah Semiotika Roland barthes
Author Azkiya Tsany
Course Filsafat
Institution Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Pages 5
File Size 206 KB
File Type PDF
Total Downloads 326
Total Views 753

Summary

MAKALAH SEMIOTIKA(ROLAND BARTHES)Disusun Guna Memenuh Mata Kuliah:Postmodern dan Postrukturalisme Dosen Pengampu: Dr Zainul Adzfar, MDisusun Oleh Naelaturrifdah Alfiani (1904016041) Azkiya Tsany Baharsyah (1904016080)AKIDAH DAN FILSAFAT ISLAMFAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI ...


Description

MAKALAH SEMIOTIKA (ROLAND BARTHES) Disusun Guna Memenuh Mata Kuliah:Postmodern dan Postrukturalisme Dosen Pengampu: Dr Zainul Adzfar, M.Ag

Disusun Oleh Naelaturrifdah Alfiani (1904016041) Azkiya Tsany Baharsyah (1904016080)

AKIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2021

A. PENDAHULUAN Semiotika merupakan suatu ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Kata semiotika sendiri berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti tanda. Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mencari makna di setiap kejadian yang terjadi disekitarnya.Tanda dapat mewakili suatu hal lainnya yang masih berkaitan dengan objek tertentu.Objek-objek inilah yang membawa informasi dan mengkomunikasikan dalam bentuk tanda.Tanda memiliki sesuatu yang tersembunyi yang ingin ditunjukkan. B. Biografi Roland Barthes Roland Barthes lahir di Cheorbough pada 12 November 1915. Tumbuh besar di keluarga Protestan. Ayahnya bernama Louis Barthes yang seorang perwira angkatan laut dan ibunya bernama Henriette Barthes seorang pemeluk protestan yang taat. Ayahnya meninggal ketika ia belum genap umur satu tahun, ayahnya meninggal di medan pertempuran di laut utara. Sepeninggal ayahnya Barthes kecil hijrah bersama ibu, bibi dan neneknya di Bayonne.1 Ditempat baru tersebut Barthes mendapat penuh kasih sayang dari keluarganya dan ia mendapatkan pelajaran musik dari bibinya dimana hal itu adalah hal pertama kali bagi Barthes bersentuhan dengan budaya, yang ahirnya ia diajak hijrah oleh ibunya ke Paris. Barthes adalah seorang aktivis muda, saat usianya 19 tahun, ia sudah terlibat dalam kelompok DRAF (sebuah organisasi politik anti fasisme Jerman). Dalam pendidikan sarjana di bidang sastra klasik ia menempuhnya di Sorbonne dan lulus tahun 1939. Saat menempuh pendidikan sarjananya ia pernah menjadi pemandu bahasa asing di Hungaria. Bulan Oktober 1941, Barthes harus bergulat dengan penyakit TBC nya yang pada tahun berikutnya ia mendapat perawatan intensif di Sanatorium des Etudiant, Saint Hilaire du Tauvet, Isere. Setelah dinyatakan bebas dari penyakitnya Barthes menyelesaikan studinya dalam bidang Grammer dan Philology di usianya ke 28 tahun. Barthes pernah tinggal di Mesir, disana ia berkenalan dengan ilmu linguistik modern dari seorang profesor yang bernama A.J. Greimas, kemudian ia pulang ke Paris pada tahun 1950 dan menjadi derektur pada Generale des Affaires Culturelle yaitu organisai pemerintah yang berkonsentrasi pada pengajaran bahasa Prancis di luar negeri. Tahun 1978 adalah tahun yang berat bagi Barthens,dia harus kehilangan sosok yang amat ia cintai yaitu ibunya,kasih 1 Husni Mubarak, Skripsi: “Mitologisasi Bahasa Agama: Analisis kritis dari Semiologi Roland Barthes”, (Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah, 2007), hlm. 30.

sayng yang sangat besar hingga ia teramat terpukul atas kepergian ibunya.Pada 25 Februari 1980,Barthens tertabrak truk,ia dilarikan ke RS dan dirawat satu bulan, hingga akhirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 26 Maret 1980.2 C. SEMIOTIKA 1. Definisi Istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani semion yang bermakna tanda. Semiotika menurut Barthes, pada prinsipnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan memaknai sesuatu.3 Dalam kerangka ilmu pengetahuan, semiotik adalah metode untuk mengkaji cara kerja atau mengkaji tanda. Semiotika memperlakukan teks sebagai kumpulan tanda. Dengan semiotika dapat diketahui cara kerja dan fungsi tanda. Dengan pendekatan ini akan menghasilkan penafsiran yang liar, sehingga makna terdalam dan tersembunyi dalam satu teks (objek penelitian) dapat tersingkap. Kita hidup di satu dunia yang penuh dengan tanda yang selalu kita baca dan interpresentasikan. Makna yang kita produksi dari tanda tersebut dibuat oleh kultur kita. Proses pemberian makna ada bentuk ideologisnya yaitu mitos. Kita hidup di dunia mitologis. Bahkan diera sekarang pun masih berada di dunia mitologis. Tetapi dengan narasi yang berbeda.4 Gagasan Roland Barthes dikenal dengan Two Order of Signification mencakup makna denotasi menjelaskan hubungan penanda atau petanda pada realitas,lalu menghasilkan makna yang eksplisit,langsung dan pasti. Sedangkan, makna konotasi yaitu menjelaskan hubungan penanda atau petanda yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti. Barthes tak sebatas itu memahami proses penandaan, dia juga melihat aspek lain dari penandaan, yaitu “mitos" yang menandai suatu masyarakat. Perspektif Barthes tentang mitos ini menjadi salah satu ciri khas semiologinya yang membuka ranah baru semiologi, yakni penggalian lebih jauh dari penandaan untuk mencapai mitos yang bekerja dalam realitas keseharian masyarakat. Dalam bentuk praksisnya, Barthes mencoba membongkar mitos-mitos modern masyarakat melalui berbagai kajian kebudayaan. Analisis semiotika bisa diterapkan untuk hampir semua teks media tv, radio, surat kabar, majalah, film, dan foto.5 2. Sejarah Ilmu Semiotika

2 Ibid,hal 31 3 Dr.Abdullah A.Thalib,Filsafat Hermeneutika dan Semiotika,(Sulawesi Tengah:LPP Mitra Edukasi,2018)hal 23 4 Al Fiatur Rohmaniah,Kajian Semiotika Roland Barthes,Al -Ittishol,Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam,Vol.2 No.2,2 Juli 2021,hlm. 126-127 5 Ibid hlm.130

Perkembangan ilmu semiotika tidak terlepas dari pengaruh Ferdinand de Saussure. Ia merupakan peletak dasar dasar semiologi. Saussure merupakan seorang ahli linguistik dari Swiss. Saussure memperkenalkan semiotik sebagai ilmu analisis tanda (sign) atau studi tentang bagaimana sistem pertandaan (signification) berfungsi, dan bagaimana cara kerjanya.6 Sebagaimana tradisi lainnya dalam ilmu komunikasi, Semiotika memiliki pendahulu (Manetti: 1993), tokoh-tokoh penting yang pertama kali mengenalkan Semiotika di antaranya, Augustine, Albertus Magnus, Hobbes, dan John Locke. Adapun dua tokoh sentral yang berjasa dalam pengembangan kajian Semiotika kontemporer adalah Ferdinand De Saussure (1857-1913), seorang ahli bahasa berkebangsaan Swiss dan Charles Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf berkebangsaan Amerika Serikat. Keduanya berjasa dalam memberikan landasan paradigmatik Semiotika dari dua disiplin berbeda (linguistik dan filsafat) yang dalam perkembangannya mengilhami teori-teori komunikasi, bahasa, wacana, interpretasi, budaya dan media.7

3. Teori Semiotika Roland Barthes Barthes memiliki konsep semiotika yang tidak jauh dari kedua pendahulunya, yakni Saussure dan Pierce. Dalam hal ini Barthes lebih mengacu pada Ferdinand De Saussure yang menyelidiki hubungan penanda dan petanda dalam sebuah tanda. Dalam ilmu komunikasi manusia dikenal dengan penanda (signifier) dan petanda (signified). Signifier adalah apa yang dikatakan, ditulis, atau dibaca. Sedangkan Signified merupakan pikiran atau konsep (gambaran) dari signifier. Barthes mencontohkan dengan seikat mawar. Seikat mawar dapat ditafsirkan untuk menandai gairah (passion), maka seikat kembang itu menjadi penanda dan gairah adalah petanda. Hubungan keduanya menghasilkan istilah ketiga: seikat kembang sebagai sebuah tanda. Sebagai sebuah tanda, adalah penting dipahami bahwa seikat kembang sebagai penanda adalah entitas tanaman biasa. Sebagai penanda, seikat kembang adalah kosong, sedang sebagai tanda seikat kembang itu penuh. Terdapat dua cara dalam peta analisis Roland Barthes. Tahap pertama atau signifikasi pertama adalah tataran denotatif. Tanda denotative disebut juga signifier konotatif yang sudah masuk pada tataran kedua.

1. Signifier (penanda)

2. Signified (petanda)

6 13 Ali Romdhoni. 2004. Ushul al-Fiqh dan Semiotika Post-Strukturalis. h.20 7 Rusyad, Daniel. Landasan Teoritis Tradisi Semiotika Di Dalam Al-Qur’an Paradigma Ilmu Komunikasi Dalam Perspektif Islam.

3. Tanda denotative 5. Petanda Konotatif 4. Penanda Konotatif (Connotative Signifier)

(Connotative Signified)

6. Tanda Konotatif (connotative Sign)

Dari peta Roland Barthes terlihat bahwa tanda denotatif terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Hal inilah yang menjadi sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada padanan dalam denotatif. Pada dasarnya ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum. Denotasi dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang sesungguhnya. Sedangkan konotasi, identik dengan operasi ideologi, makna yang berada diluar kata sebenarnya atau makna kiasan, yang disebutnya juga sebagai mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai yang dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.8 Mitos dalam pandangan Barthes, seperti di jelaskan Vera (2014), merupakan bahasa. Dari pandangan tersebut mitos berarti suatu sistem komunikasi dan sebuah pesan. Mitos dalam metode semiotika Barthes tersebut merupakan pengembangan dari konotasi. Singkatnya, konotasi yang sudah terbentuk lama dan menjadi pandangan masyarakat merupakan mitos. Bagi Barthes mitos adalah sistem semiologis berupa sistem tanda-tanda yang dimaknai manusia. Contoh mitos yang dikemukakan Barthes (dalam Vera, 2014), anggur (wine) dalam tatanan signifikasi pertama (denotasi) bermakna sebagai minuman beralkohol dari fragmentasi anggur. Pada signifikasi kedua (konotasi) anggur dimaknai sebagai suatu ciri ke-Prancis-an‟ yang diberikan masyarakat dunia pada minuman ini. Ketika berbicara wine, maka fikiran masyarakat dunia penikmatnya akan tertuju pada negara Prancis, padahal banyak negara lain yang memproduksi minuman tersebut. Contoh Barthes ini melihatkan bahwa suatu gejala budaya dapat memperoleh konotasi sesuai dengan sudut pandang masyarakat. Jika konotasi telah mantap maka akan menjadi mitos.

8 Herwedo, Rionaldo. 2014. Analisis Semiotik Represenatsi Perilaku Masyarakat Jawa Dalam Film Kala. Wacana Volume XIII No.3 h.234...


Similar Free PDFs