MALUNION FRAKTUR SEGMENTAL ALVEOLAR MAXILLA SINISTRA PDF

Title MALUNION FRAKTUR SEGMENTAL ALVEOLAR MAXILLA SINISTRA
Author A. Pranoto
Pages 8
File Size 722 KB
File Type PDF
Total Downloads 374
Total Views 716

Summary

MALUNION FRAKTUR SEGMENTAL ALVEOLAR MAXILLA SINISTRA Amelia Elizabeth*, Maria Goreti**, Elizabeth Riyati*** * Residen Program Studi Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia ** Staf Pengajar dan Konsultan Bagian Bedah Mulut dan Maksilo...


Description

MALUNION FRAKTUR SEGMENTAL ALVEOLAR MAXILLA SINISTRA Amelia Elizabeth*, Maria Goreti**, Elizabeth Riyati*** * Residen Program Studi Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia ** Staf Pengajar dan Konsultan Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial Rumah Sakit Umum Pusat Sardjito, Yogyakarta, Indonesia *** Staf Pengajar dan Konsultan Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia Korespondensi : Fakultas Kedokteran Gigi Program Studi Bedah Mulut, Jalan Denta Sekip Utara No.1, Yogyakarta, Indonesia; 0811266021; email : [email protected] Kata Kunci: Fraktur segmental alveolar, fraktur malunion, reduksi terbuka

ABSTRAK Latar Belakang: Tatalaksana fraktur pada tulang alveolar bisa dilakukan hanya dengan reduksi tertutup, akan tetapi pada fraktur yang disertai dengan malunion dan maloklusi, perlu tindakan operatif untuk mereduksi fragmen fraktur ke posisi semula. Maloklusi biasanya disebabkan oleh perubahan letak fragmen fraktur. Jika maloklusi tidak dapat dikoreksi dengan reduksi tertutup karena malunion atau melibatkan struktur lain tulang disekitarnya, maka reduksi terbuka dapat menjadi pilihan utama. Tujuan : Memilih tatalaksana yang tepat pada kasus malunion fraktur segmental alveolar maxilla sinistra Laporan Kasus: Wanita 45 tahun datang ke Poli Bedah Mulut RSUP Dr. Sardjito karena kesulitan mengunyah selama 2 bulan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pemeriksaan fisik tampak sedikit asimetri wajah pada sisi kiri, malposisi gigi 21, 22, 23, 24, dan 25 sehingga menyebabkan kontak prematur dengan gigi antagonisnya serta open bite gigi geligi sisi kanan. Pemeriksaan penunjang dengan CT Scan Kepala 3D menunjukkan bahwa terdapat fraktur pada tulang alveolar maksila sinistra berbentuk piramida dari mesial gigi 21 sampai distal gigi 25. Penatalaksanaan: Pada kasus ini dilakukan refrakturing dan reduksi terbuka dengan 2 buah miniplat berbentuk L dan Mandibulo-Maxillary Fixation (MMF) untuk mengembalikan dan memfiksasi fragmen fraktur ke tempat semula. Kesimpulan: Malunion fraktur segmental alveolar pada kasus ini memerlukan reduksi terbuka agar reposisi dan fiksasi fragmen fraktur bisa kembali normal secara anatomis, fungsional, dan estetik.

PENDAHULUAN Fraktur

digerakkan, segmental

maka

seluruh

gigi

yang

alveolar

terletak dalam fragmen fraktur tersebut

didefinisikan sebagai fraktur pada prosesus

akan ikut bergerak. Fraktur segmental

alveolaris,

alveolar

dimana

segmen

patahan

maksila

yang

luas

dapat

tulangnya melibatkan lebih dari dua gigi

menyerupai fraktur Le Fort 1 unilateral.

dan terjadi pergeseran gigi geligi ke arah

Prevalensi kejadian untuk kasus ini sangat

aksial dan lateral yang mengakibatkan

jarang, pada umumnya fraktur hanya

gangguan oklusi. Jika fragmen fraktur

melibatkan tulang maksila saja atau tulang

alveolar saja.(1) Literatur dan laporan

teman sejawat Saraf dan cedera kepalanya

kasus untuk fraktur segmental alveolar

dinyatakan sembuh, pasien kembali lagi ke

juga jarang dijumpai. Tujuan penulisan

poli Bedah Mulut RSUP Dr. Sardjito untuk

laporan kasus ini adalah untuk memilih tata

melanjutkan perawatan.

laksana

yang

adekuat

pada

fraktur

segmental yang mengalami malunion.

Pemeriksaan

klinis

ekstra

oral

menunjukkan asimetri wajah (Gambar 1), sedangkan pemeriksaan klinis intra oral menunjukkan malposisi gigi 21, 22, 23, 24,

LAPORAN KASUS Pasien perempuan usia 45 tahun

dan 25 yang bergeser ke arah oklusal dan

datang ke Poli Bedah Mulut RSUP Dr.

palatal sehingga menyebabkan kontak

Sardjito karena susah makan dan bicara

prematur

tiga hari sebelum masuk rumah sakit.

(Gambar 2). Fragmen fraktur tidak dapat

Pasien jatuh sendiri dari motornya, sisi kiri

digerakkan dan tidak tampak adanya

wajah

jalan.

laserasi gingiva. Pemeriksaan penunjang

Pasien tidak bisa menutup rapat mulutnya

CT Scan 3D menunjukkan fraktur pada

karena gigi geligi rahang atas sisi kiri

tulang alveolar maksila sinistra berbentuk

terasa panjang sebelah dan nyeri saat

piramid dari mesial gigi 21 sampai distal

dipaksakan

Riwayat

gigi 25 (Gambar 3). Pemeriksaan rontgen

pingsan, hilang ingatan, mual dan muntah

thorax dan laboratorium patologi klinik

disangkal. Pasien

untuk persiapan operasi pasien hasilnya

menghantam

untuk

pembatas

menutup.

dikonsulkan terlebih

dahulu ke teman sejawat Saraf di RSUP Dr.

dengan

gigi

antagonisnya

dalam batas normal.

Sardjito. Setelah 3 minggu di rawat oleh

A Gambar 1.

B Tampak klinis ekstra oral pasien dilihat dari depan (A) dan dari atas (B). Anak panah biru menunjukkan adanya asimetri wajah. Wajah sisi kiri lebih cembung dari sisi kanan.

A

B

Gambar 2.

Tampak malposisi gigi 21, 22, 23, 24, dan 25 dilihat dari depan (A) dan samping kiri (B). Tampak open bite pada gigi geligi sisi kanan dan pergeseran garis midline rahang atas ke kiri.

Gambar 3.

Tampak fragmen fraktur berbentuk piramida pada tulang alveolar maksila sinistra (tanda panah). Garis fraktur memanjang dari mesial gigi 21 hingga ke distal gigi 25. Fragmen fraktur bergeser ke palatall dan inferior.

pemasangan miniplate L diameter hole 1.5

PENATALAKSANAAN Pasien dioperasi di bawah anastesi

mm pada sisi distal dan proksimal fragmen

umum dengan intubasi di nasal kanan.

fraktur, penempatan plat harus hati-hati

Insisi insisi marginal mengikuti servikal

agar

gingiva,

memasang

mulai

dari

servikal

gigi

27

tidak

mengenai screw.

akar

Screw

gigi self

saat taping

memanjang hingga ke gigi 11, kemudian

compact system (midface) diameter 1,5

ditambahkan insisi vertikal pada 1/3 distal

mm panjang 6 mm dipasang 2 buah di tiap

gigi 11 dan 27 (flap trapesium). Diseksi flap

sisi garis fraktur. Lepaskan archbar rahang

full thickness (periosteum ikut flap) hingga

atas

terlihat tulang alveolaris dan maksila. Kalus

memudahkan penjahitan. Kembalikan flap

dan jaringan fibrosis disekitar garis fraktur

ke posisi semula dan jahit matras vertikal

dihilangkan

chisel

dengan benang silk 4/0. Jika penjahitan

sampai fraktur harus benar-benar bisa

telah selesai dilakukan, pasang archbar

digerakkan,

direduksi

lagi dengan hati-hati agar tidak ada papila

sesuai dengan posisi anatomis. Pasang

interdental yang tertusuk kawat. Pasien

archbar rahang atas dan bawah, sesudah

kontrol 7 hari setelah operasi untuk lepas

didapatkan

pasang

jahitan dan archbar rahang bawah serta

intermaxillary wiring untuk mengunci oklusi

kontrol sebulan setelah operasi untuk lepas

agar tidak berubah, kemudian dilakukan

archbar rahang atas.

dengan

malet

sehingga

oklusi

dan

dapat

yang

baik,

sisi

kiri

terlebih

dahulu

untuk

Gambar 4 :

Tampak garis fraktur berbentuk segitiga, dimulai dari tulang alveolar mesial gigi 21, os maxilla sinistra, hingga ke tulang alveolar distal gigi 25. Fragmen fraktur tidak dapat digerakkan dan tampak malposisi fragmen fraktur ke arah palatal dan inferior.

Gambar 5 :

Fragmen fraktur dipisahkan dengan jaringan disekitarnya menggunakan chisel dan mallet.

Gambar 6 :

Pemasangan Mandibular-Maxillary Fixation untuk mendapatkan kontak oklusi yang ideal

Gambar 7 : Miniplat L dipasang pada tulang maksila sinistra dan fragmen fraktur

Gambar 8 : Tampak klinis intra oral pasien sebelum dan sesudah operasi

PEMBAHASAN

tidak ada maloklusi dan malposisi fragmen

Fraktur pada pasien ini meliputi tulang

fraktur, serta pasien telah kehilangan

maksila sinistra, tulang palatum dan tulang

semua giginya (edentulous).3 Kasus ini

dentoalveolar regio gigi 21 hingga 25.

merupakan

Tulang dapat patah jika tidak

dapat

reduksi terbuka dengan anastesi umum

mengkompensasi energi yang diterima.2

karena adanya malunion dan maloklusi.1,3,4

Benturan akibat kecelakaan lalu lintas

Operator merencanakan untuk reduksi

memberikan gaya berenergi tinggi yang

terbuka dan fiksasi dengan menggunakan

mengenai tulang alveolar maksila sinistra

2 buah mini plate bentuk L dengan

dari arah labial ke palatal, sehingga terjadi

diameter hole 1.6 mm, serta immobilisasi

fraktur dan pergeseran fragmen fraktur ke

rahang atas dan bawah dengan archbar

arah

dan wire diameter 0.5 mm (MMF).

palatal

dan

inferior.

Hal

ini

menyebabkan kontrak prematur antara gigi-gigi

maksila

kiri

atas

dengan

antagonisnya. Indikasi

indikasi

untuk

dilakukan

Keuntungan reduksi terbuka adalah operator dapat mereduksi fragmen fraktur kembali ke posisi anatomis semula serta

fraktur

maksila

untuk

dapat

melakukan

fiksasi

yang

stabil

dilakukan reduksi terbuka (Open Reduction

menggunakan sistem plat dan screw.1,3,4

Internal Fixation atau yang disebut ORIF)

Sistem

adalah jika terjadi maloklusi, malposisi

fiksasi yang rigid karena memiliki stabilitas

fragmen fraktur, perubahan proyeksi fasial,

absolut

dan perubahan panjang dimensi vertikal.

mempromosikan primary bone healing.5

Kontra indikasi dilakukan ORIF adalah jika

Pada umumnya, fragmen fraktur yang tidak

plat

dan

yang

screw menghasilkan

nantinya

akan

dilakukan

reduksi

dapat

fraktur melewati dasar sinus sehingga

bergerak karena adanya tarikan otot yang

pemasangan plat dikhawatirkan mengenai

berorigo pada tulang yang terkena jejas

dinding sinus yang tipis. Di sisi lain,

maupun

mastikasi.

pemasangan MMF dapat mengistirahatkan

Pergerakan fragmen fraktur menyebabkan

rahang pasien dari gerakan mengunyah

kegagalan

bone

supaya terjadi penyembuhan primer pada

healing karena terjadi proses inflamasi

tulang yang fraktur dan untuk menjaga

terus

oklusi sentrik yang telah didapat agar tidak

karena

dan

proses

terbentuknya

menerus

fiksasi

saat

primary

fragmen

fraktur

bergerak. 1,4,5

berubah.1,4

Pada pasien ini dilakukan fiksasi

Parameter

keberhasilan

perawatan

dengan 2 buah mini plat L yang dipasang

dilihat dari kembalinya fragmen fraktur ke

pararel untuk meminimalkan pergerakan

posisi anatomis, primary bone healing,

fragmen fraktur dan menciptakan stabilitas

stabilitas fragmen fraktur baik, rahang

absolut antara fragmen fraktur dengan

pasien

jaringan

sehingga

mengunyah, oklusi gigi rahang atas dan

diharapkan terjadi penyembuhan tulang

bawah baik, serta pasien memiliki fitur

primer.5

estetis

tulang

disekitarnya

Pemasangan dua buah mini plate

dapat

yang

berfungsi

optimal

normal

terutama

untuk

pada

idealnya tidak diikuti dengan pemasangan

ketinggian gigi geligi rahang atas sisi kiri

IDW dan IMW karena dinilai sudah cukup

dan kanan6.

rigid dan mampu memfiksasi fragmen fraktur pada tempatnya secara stabil. IDW dan IMW (MMF) dipasang jika operator

KESIMPULAN Malunion fraktur segmental alveolar

hanya menggunakan 1 mini plat saja.

pada

Pemasangan satu mini plate dilakukan jika

terbuka agar reposisi dan fiksasi fragmen

tidak ditemukan oklusi yang sesuai selama

fraktur

operasi

anatomis, fungsional, dan estetik.

dan

direncanakan

untuk

mengembalikan oklusi menggunakan MMF dan traksi karet.4,5 Alasan operator tetap memasang MMF pada pasien meskipun telah dipasang 2 buah plat karena garis

kasus

bisa

ini

memerlukan

kembali

normal

reduksi

secara

DAFTAR PUSTAKA 1. Ehrenfeld M, Manson PN, Prein J. Principles of internal fixation of the craniomaxillofacial skeleton trauma and orthognathic surgery. Switzerland : AO Fondation. 2012. 105-126p. 2. Bhama PK, Cheney ML. Surgical management of maxillofacial trauma. Open Access Atlas of Otolaryngology, Head & Neck Operative Surgery [Internet]. 2017;3:1-22. 3. Chouinard AF, Troulis MJ, Laney ET. The acute management of facial fractures. Curr Trauma Rep. 2016;2:55-65. 4. Chigurupati R, Dawson KH. Alveolar fractures. In : Berman LH, Blanco L, Cohen S. A clinical guide to dental traumatology. 1st ed. United States : Mosby; 2007. 127-148p. 5. Shepherd JP. Maxillofacial trauma. In : Pedlar J, Frame JW. Oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. United States : Churchill Livingstone; 2007. 183-198p 6. Venkategowda PRH, Prakash AT, Roy ET, Shetty KS. Stability of Vertical, Horizontal, and Angular Parameters Following Superior Repositioning of Maxilla by Le Fort I Osteotomy : A Cephalometric Study. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2017 Jan, Vol-11(1): ZC10-ZC14...


Similar Free PDFs