Mekanikal kekuatan material bab 1 2 (1) PDF

Title Mekanikal kekuatan material bab 1 2 (1)
Author Muliadhi Adhi
Pages 40
File Size 2 MB
File Type PDF
Total Downloads 53
Total Views 146

Summary

BUKU AJAR JILID 1 Oleh: Zainal Arif, ST. MT. Fakultas Teknik JurusanTeknik Mesin Universitas Samudra Langsa 2014 Kata Pengantar Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT., Penulis Telat menyusun sebuah buku Ajar Mekanika Kekuatan Material I. Buku ini digunakan untuk buku pegangan bagi mahasiswa ...


Description

BUKU AJAR

JILID 1

Oleh:

Zainal Arif, ST. MT.

Fakultas Teknik JurusanTeknik Mesin Universitas Samudra Langsa 2014

Kata Pengantar

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT., Penulis Telat menyusun sebuah buku Ajar Mekanika Kekuatan Material I. Buku ini digunakan untuk buku pegangan bagi mahasiswa teknik Mesin universitas Samudra Langsa yang mengambil matakuliah Mekanika Kekuatan Material I. Dalam penyusunan buku ajar ini, penulis menyadur beberapa buku text book yang berkaitan dengan matakuliah ini dan juga beberapa buku ajar/pegangan yang terkait serta browsing internet. Untuk memperlancar perkuliahan ini, penulis menyiapkan diktat yang ditujukan untuk mata kuliah Mekanika Kekuatan Material I, dan dalam penyusunan buku ini penulis berusaha menyesuaikan materinya dengan kurikulum di jurusan Teknik Mesin Universitas Samudra. Perlu diketahui bahwa buku ini belum merupakan referensi lengkap dari pelajaran Mekanika Kekuatan Material, sehingga mahasiswa perlu untuk membaca buku-buku referensi lainnya untuk melengkapi pengetahuannya tentang materi mata kuliah ini. Dan Penulis menyadari buku ini masih jauh dari kesempurnaan, dan penulis masih memerlukan penyempurnaan materi-materi yang lebih menarik dimasa yang akan datang. Akhirul kalam, mudah-mudahan buku ini bisa menjadi manfaat dan penuntun bagi mahasiswa sebagaimana yang diharapkan. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian buku ini.

Langsa, 10 Oktober 2014 Wassalam Penulis

(ZAINAL ARIF, ST.MT.) NIDN. 0127037204

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….

i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………

ii

TEGANGAN, REGANGAN, HOOK DAN POISON RATIO ……………..

1

1.1.

Tegangan ……………………………………………………………

3

1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. 1.7. 1.8. 1.9

Regangan …………………………………………………………… Elastis Linier, Hukum Hooke ………………………………………. Rasio Poisson ………………………………………………………. Tegangan dan Regangan Geser …………………………………….. Hukum Hook untuk Geser ………………………………………….. Tegangan Izin dan Beban Izin ……………………………………… Modulus Bulk ………………………………………………………. Hubungan Antara Modulus Bulk dengan Modulus Young …………

3 4 5 7 7 12 16 16

DEFLEKSI PADA STRUKTUR ……………………………………………

19

Deformasi Benda Karena Gaya Yang Bekerja ……………………... Defleksi Pada Batang Akibat Beban Aksial ………………………... Defleksi Pada Struktur Statis Tak Tentu ……………………………

19 21 28

BAB 3.

KESETIMBANGAN GAYA DENGAN METODE POTONG ……………. 3.1. Kesimbangan Gaya dan Momen Pada Batang …………………….. 3.2. Kesimbangan Gaya Pada Batang dengan gaya terdistribusi Merata ..

37 37 41

BAB 4.

GAYA GESER DAN MOMEN LENTUR …………………………………. 4.1. Gaya Geser dan Momen Lentur ……………………………………. 4.2. Hubungan Beban Antara Beban, Gaya Geser, dan Momen Lentur ... 4.3. Tegangan Pada Balok ……………………………………………….

45 45 48 52

4.4.

Lentur Murni dan Lentur Tak Sragam ……………………………...

53

4.5.

Kelengkungan Balok ………………………………………………..

54

4.6. 4.7. 4.8.

Regangan Longitudinal Balok …………………………………........ Tegangan Normal di Balok (elastik linier) …………………………. Hubungan Momen Kelengkungan …………………………………..

56 57 58

TORSI ………………………………………………………………………. 5.1. Definisi Torsi ………………………………………………………. 5.2. Deformasi Torsional Batang Lingkaran ……………………………. 5.3. Batang Lingkaran dari Bahan yang Elastis Linier ………………….. 5.4. Rumus Torsi ………………………………………………………...

63 63 64 66 67

BAB 1.

BAB 2.

2.1. 2.2. 2.3.

BAB 5.

TRUSS dan Frame ………………………………………………………….. 6.1. Truss ………………………………………………………………... 6.1.1. Type-type Truss ……………………………………………… 6.1.2. Prosedur Analisa Truss ……………………………………….

74 74 74 75

Frame ………………………………………………………………..

83

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………... LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………………………………...

85 86

BAB 6

6.2.

BAB I TEGANGAN, REGANGAN, HOOK DAN POISON RATIO

1.1. Tegangan Mekanika bahan adalah cabang ilmu dari mekanika terapan yang membahas perilaku

benda

padat

yang

mengalami

berbagai

pembebanan.

(Gere

&

Timoshenko,1996). Adapun benda padat yang akan dianalisa pada buku ini adalah batang (bar) yang mengalami beban aksial, poros (shaft) yang mengalami beban torsi, balok (beam) yang mengalami beban lentur, dan kolon (column) yang mengalami beban tekan. Tujuan utama dalam mekanika bahan adalah menentukan tegangan (stress), regangan (strain), dan perubahan panjang (displacement) pada struktur dan komponenkomponennya akibat beban yang bekerja padanya. Apabila nilai besaran-besaran ini menyebabkan kegagalan, maka kita mempunyai gambaran tentang perilaku mekanis pada struktur tersebut. Pemahaman perilaku mekanis sangat penting untuk design yang aman pada semua jenis struktur. Setiap material adalah elastis pada keadaan alaminya. Karena itu jika gaya luar bekerja pada benda, maka benda tersebut akan mengalami deformasi. Ketika benda tersebut mengalami deformasi, molekulnya akan membentuk tahanan terhadap deformasi. Tahanan ini per satuan luas dikenal dengan istilah tegangan. Secara matematik tegangan bisa didefinisikan sebagai gaya per satuan luas. Konsep dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan regangan. Untuk memahami konsep ini dapat ditinjau pada sebuah benda berbentuk batang prismatik seperti pada gambar 1.1.

Gambar 1.1. batang prismatik (sumber: Gere & Temoshenco, 2000) Dengan asumsi bahwa tegangan terbagi merata pada setiap batang (gambar 1.1c) maka dapat diturunkan rumus untuk menghitung tegangan adalah:

1

Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio

𝜎=

𝑃 𝐴

………………………………. (1.1)

Dimana: σ = tegangan normal (N/mm2). P = Besar gaya yang bekerja (N).

A=

Luas penampang (mm2)

Contoh Soal 1. Sebuah batang selinder seperti pada gambar 1.1. diberi beban tarik P sebesar 6 N pada ujung selinder dengan diameter penampang 2 mm. Hitung besar tegangan yang bekerja pada batang tersebut? Jawab: Untuk menjawab contoh soal ini, digunakan persamaan (1.1), adalah:

𝜎=

𝑃 6𝑁 6𝑁 = = = 1,91 𝑁/𝑚𝑚2 2 𝜋𝑑 ⁄ 3,14 . 22 𝐴 4 4

Contoh soal 2. P = 54 ksi

Sebuah tabung terbuat dari aluminium, seperti pada gambar contoh soal no 2., mengalami beban tekan dengan beban 54 kips, dimanan diameter dalam adalah 3,6 in, dan diameter

L 40 in

luar adalah 5 in, Hitung tegangan yang terjadi pada tabung tersebut? Gambar contoh soal no 2

Jawab:

Dengan menggunakan persamaan (1.1) peroalan contoh 2 adalag:

𝜎=

𝑃 6𝑁 6𝑁 = 𝜋 = 𝜋 = 9,456 𝑝𝑠𝑖 2 2 2 − ( 3,6 𝑖𝑛)2 ) 𝐴 (𝑑 − 𝑑 ) (( 5 𝑖𝑛) 1 4 2 4

Dari eksperimen ditemukan bahwa regangan aksial yang terjadi pada sebuah benda selalu diikuti regangan dengan tanda yang berlawanan pada bagian lain yang tegak lurus terhadapnya. Secara umum, terdapat dua jenis regangan pada benda jika benda tersebut mengalami tegangan: 1. Regangan primer atau linier. 2. Regangan sekunder atau lateral.

2

Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio

Regangan Primer atau Linier L P

P

d (a) L+δ

P

d-δ

P

(b) Gambar 1.2. Batang Baja akibat gaya tarik (sumber: Gere & Temoshenco, 2000) Misalkan sebuah batang mengalami gaya tarik, seperti ditunjukkan oleh gambar 1.2(a).

Jika: l = Panjang batang, d = Diameter batang, P = Gaya tarik yang bekerja pada batang, δ = Peningkatan panjang batang karena gaya tarik. Deformasi batang per satuan panjang pada arah gaya, yaitu δ/ l di kenal dengan regangan primer atau linier.

Regangan Sekunder atau Lateral Ketika sebuah batang mengalami pertambahan panjang sebesar δ searah gaya tarik yang bekerja padanya, pada saat yang bersamaan terjadi penurunan diameter dari d ke (d - δd), seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.1(b). Dengan cara yang sama, jika batang mendapat gaya tekan, panjang batang akan menurun sebesar δ yang diikuti oleh peningkatan diameter dari d ke (d -δd). Jadi jelas bahwa setiap tegangan langsung selalu diikuti oleh regangan pada arah tegangan dan regangan dengan tanda yang berlawanan pada arah yang tegak lurus terhadap tegangan tersebut. Regangan yang tegak lurus terhadap tegangan yang bekerja ini disebut dengan regangan sekunder atau lateral.

1.2. Regangan Sebuah batang sperti pada gambar 1.1 akan mengalami perubahan panjang akibat dari beban aksial tarik/tekan yang diberikan. Perubahan panjang dari batnag adalah hasil kumulatif dari semua elemen bahan diseluruh volume batang. Dengan asumsi bahwa

3

Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio

batang mengalami perubahan konstan diseluruh permukaan maka untuk menghitung perpanjangan persatuan panjang atau regangan adalah:

𝜀=

𝛿 𝐿

……………...……………………(1.2)

Dimana: ε = regangan normal (mm/mm). δ = perubahan panjang (mm). L = panjang awal (mm)

Contoh: Lihat gambar 1.1. jika batang mempunyai panjang 2 m, dan mengalami perpanjangan sebesar 1,4 mm akibat beban tarik. Hitung berapa besar regangan yang terjadi pada batang tersebut?

Jawab: Untuk menjawab contoh soal ini, digunakan persamaan (1.2), adalah:

𝜀=

𝛿 𝐿

=

1,4 𝑚𝑚 2,0 𝑚

= 0,0007 = 700 𝑥 10−6 𝑚𝑚/𝑚𝑚

1.3. Elastis Linier, Hukum Hooke

Hukum Hook adalah “Jika benda dibebani dalam batas elastisnya, maka tegangan berbanding lurus dengan regangannya”. Secara matematis ditulis: 𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝐸 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

……………....………………(1.3)

Banyak bahan struktural, termasuk juga sebagian besar metal, kayu, pelastik, dan keramik, berprilaku elastis dan linier ketika dibebani pertama kali. Akibatnya, kurva tegangan-regangan dimulai dengan garis lurus yang melewati titik asalnya. Hubungan linier antara tegangan dan regangan untuk suatu batang yang mengalami tarik atau tekan sederhana dinyatakan dengan persamaan:

𝜎 = 𝐸. 𝜀

………………………………...(1.4)

Dengan σ adalah tegangan aksial, ε adalah regangan aksial, dan E adalah konstanta proporsionalitas yang dikenal dengan modulus elastisitas bahan tersebut. Persamaan σ = E . ε dikenal sebagai

Hukum Hooke,

untuk mengenang ilmuan Inggris terkenal

Robert Hooke (1635-1703). Hooke adalah orang pertama yang menyelidiki secara ilmiah

4

Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio

besaran elastis beberapa bahan, dan ia menguji bahan-bahan seperti metal, kayu, batu, dan tulang. Ia mengukur perpanjangan kawat yang memikul gaya berat dan mengamati bahwa perpanjangannya “selalu mempunyai proporsi yang sama dengan berat material yang membentuk kawat tersebut”. Jadi,Hooke membangun hubungan linier antara beban dan perpanjangan yang ditimbulkannya. Modulus elastisitas sering disebut Modulus Young, mengambil nama ilmuan Inggris lain, Thomas Young (1773-1829). Dalam kaitannnya dengan penyelidikan tarik dan tekan pada batang prismatik, Young memperkenalkan ide ”modulus elastisitas”. Tetapi modulus yang ia maksud tidak sama dengan yang kita gunakan dewasa ini karena besaran itu merupakan besaran yang berasal dari batang dan bahan. Modulus Elastisitas (Modulus Young) dapat didefinisikan adalah Tegangan berbanding lurus dengan regangan,

dalam daerah elastisnya. Persamaan Modulus

Elastisitas secara matematis dapat diperoleh dari persamaan 1.4, adalah:

𝐸=

𝜎 𝜀

………………………………...(1.5)

Dimana: σ = tegangan ( satuan : N), ε = regangan (satuan mm/mm), dan E = konstanta proporsionalitas atau disebut juga modulus elastisitas atau modulus Young. Tabel 1.1: Harga E (modulus elastisitas) dari berbagai material.

(sumber: Gere & Temoshenco, 2000) 1.4. Rasio Poisson Apabila suatu barang prismatik dibebani tarik, perpanjangan aksialnya disertai dengan Kontraksi Lateral (yaitu kontraksi tegak lurus arah beban). Regangan Lateral disetiap titik pada sutaua batang sebanding dengan regangan aksial dititik tersebut jika

5

Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio

bahannnya elastis Linier. Agar regangan lateral sama diseluruh panjang batang, maka kondisi tambahan harus ada. Pertama, gaya aksial harus konstan diseluruh panjang batang sedemikian hingga regangan aksial konstan. Kedua, bahannya harus Homogen, artinya bahan tersebut harus mempunyai komposisi yang sama (sehingga besaran elastisitasnya sama) disetiap titik. Bahan yang mempunyai besaran yang sama dalam semua arah (aksial, lateral dan diantaranya) disebut isotropic. Jika besarannya berbeda pada berabagai arah, maka bahan tersebut disebut anisotropic (atau aelotropik). Kasus khusus dari anisotropik terjadi jika besaran pada arah tertentu sama diseluruh bahan dan besaran disemua arah yang tegak lurus diarah tersebut sama (tetapi berbeda dengan besaran pertama tadi) maka bahan tersebut disebut ortotropik. Plastik yang diperkuat dengan serat dan beton bertulang dengan batang tulangan baja adalah contoh bahan komposit yang memperlihatkan perilaku ortotropik. Rasio regangan lateral ε’ terhadap tegangan aksial ε terhadap tegangan aksial ε dikenal dengan rasio Poisson dan diberi notsasi huruf Yunani ν (nu); jadi,

𝑠𝑡𝑟𝑎𝑖𝑛 ν = 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 = 𝑎𝑥𝑖𝑎𝑙 𝑠𝑡𝑟𝑎𝑖𝑛

ε’ ε

…………………………(1.6)

yang dapat ditulis

ε’ = - ν ε

…………………….……(1.7)

Dari eksperimen ditemukan bahwa jika sebuah benda mengalami tegangan pada daerah elastisnya, regangan lateral mempunyai rasio konstan terhadap regangan linier. Secara matematik: 𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑛𝑖𝑒𝑟

…………………….……(1.8)

Konstanta ini dikenal dengan Rasio Poisson, dan dilambangkan dengan 1/m atau μ. Secara matematik: 1 .𝜀 𝑚

…………………….……(1.9)

𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 = 𝜇. 𝜀

…………………….……(1.10)

𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 =

6

Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio

Tabel 2.1: Harga rasio Poisson dari berbagai material

(sumber: Gere & Temoshenco, 2000)

1.5. Tegangan dan Regangan Geser Pada sub bab dahulu, kita membahas pengaruh tegangan normal yang diakibatkan beban aksial yang bekerja pada batang lurus. Tegangan ini disebut “tegangan normal” karena bekerja dalam arah yang tegak lurus permukaan bahan. Sekarang kita akan meninjau jenis lain dari tegangan yang disebut tegangan geser yang bekerja dalam arah tangensial terhadap permukaan bahan. Berdasarkan atas asumsi terbagi rata, kita dapat menghitung tegangan tumpu ratarata σ 𝑏 dengan membagi gaya tumpu total 𝑭𝑏 dengan luas tumpu 𝑨b :

σ𝑏 =

………………………………(1.11)

𝑭𝑏 𝑨b

Luas tumpu didefinisikan sebagai luas proyeksi dari permukaan tumpu yang melengkung. Tegangan geser rata-rata pada penampang baut diperoleh dengan membagi gaya geser total 𝑉 dengan luas 𝐴 dari penampang melintang di mana gaya tersebut bekerja, sebagai berikut :

𝜏𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 =

𝑉

………………………………(1.12)

𝐴

1.6. Hukum Hook untuk Geser Besaran bahan untuk geser dapat ditentukan secara eksperimental dan uji geser langsung atau dari uji torsi. Uji torsi dilakukan dengan memuntir tabung lingkaran berlubang, sehingga menghasilkan keadaan geser murni. Dari hasil pengujian ini kita dapat memplot kurva tegangsan-tegangan untuk geser (yaitu diagram tegangan geser

7

Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio

𝜏

versus regangan geser

𝛾). Diagaram ini mempunyai bentuk sama dengan diagram uji

Tarik ( versus ε) untuk bahan yang sama ,meskipun besarnya berbeda. Untuk banyak bahan ,bagian awal dari kurva tegangan-regangan adalah garis lurus yang melalui titik asal, sebagaimana terjadi pada kasus tarik. Untuk daerah elastis linier ini, tegangan geser dan regangan gesernya sebanding sehingga kita mempunyai persamaan berikut untuk hukum Hooke pada kondisi geser:

𝜏 = G𝛾

…………………………(1.13)

Yang mana G adalah modulus elastisitas geser (disebut juga modulus rigiditas). Modulus geser G mempunyai satuan yang sama dengan modulus Tarik, E dalam satuan psi atau ksi dalam satuan USCS dan pascal dalam satuan SI. Untuk baja lunak ,harga tipikal G adalah 11.000 ksi atau 75 Gpa; untuk paduan aluminium ,harga tipikalnya adalah 4000 ksi atau 28 Gpa. Modulus elastisitas untuk kasus Tarik dan kasus geser dihubungkan dengan persamaan berikut: 𝐸

G = 2(1 + ν)

…..…………………………(1.14)

Dimana ν adalah rasio passion

Contoh Sebuah batang dari baja yang merupakan pengekang dari sebuah kapal menyalurkan gaya tekan P = 54 kN ke dek dari sebuah tiang (lihat gambar 1-3a). Batang tekan ini mempunyai penampang bujur sangkar berlubang dengan tebal dinding t =12mm (Gambar 1-3b), dan sudut 𝜃 antara batang dan horizontal adalah 40 . Sebuah sendi yang menembus batang tersebut menyalurkan gaya dari batang tekan kedua plat buhul G yang dilas ke plat landasan B. Empat baut angkur menghubungkan plat landasan ke dek. Diameter sendi adalah 𝑑𝑝𝑖𝑛 = 18mm, tebal plat buhul 𝑡 𝐺 = 15mm, tebal plat landasan adalah 𝑡 𝐵 = 8 mm, dan diameter baut angkur adalah 𝑑 bolt = 12mm. Tentukan tegangan-tegangan berikut: (a) tegangan tumpu Antara batang tekan dengan sendi, (b) tegangan geser disendi, (c) tegangan tumpu antar sendi dan plat buhul,

8

Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio

(d) tegangan tumpu antara baut angkur dan plat landasan, dan (e) tegangan geser dibaut angkur. (Abaikan gesekan Antara plat landasan dan dek.)

(a)

(b) Gambar 1.3 Gambar Dek (sumber: Gere & Temoshenco, 2000)

SOLUSI (a) Tegangan tumpu Antara batang tekan dan sendi. Harga rata-rata tegangan tumpu antara batang tekan dan sendi dapat dihitung dengan membagi gaya dibatang tekan dengan luas tumpu antara batang tekan dan sendi. Luas tersebut sama dengan dua kali tebal batang tekan. (karena tumpu terjadi di dua lokasi) dikalikan diameter sendi (lihat gambar 1-3b). Jadi, unutk mencari tegangan tumpu, menggunakan persamaan 1.11, adalah: 𝐹

𝑃

54 𝑘𝑁

σ 𝑏1 = 𝐴𝑏 = 2𝑡𝑑 𝑏

𝑝𝑖𝑛

= 2(12 𝑚𝑚)(18 𝑚𝑚) = 125 MPa

Tegangan ini tidak berlebihan untuk sebuah batang tekan yang terbuat dari baja karena tegangan luluhnya mungkin lebih besar daripada 200 MPa. (b). Tegangan geser di sendi dapat dicari dengan menggunakan persamaan 1.12, adalah: 𝑣

𝑃

54 𝑘𝑁

𝜏 𝑝𝑖𝑛 = 𝐴 = 2𝜋𝑑2

𝑝𝑖𝑛 /4

= 2𝜋(18 𝑚𝑚)2 /4 = 106 MPa

(c). Tegangan tumpu antara sendi dan plat buhul, meggunakan persamaan 1.11, adalah:

σ 𝑏2 =

𝐹𝑏 𝐴𝑏

= 2𝑡

𝑃

𝐺 𝑑𝑝𝑖𝑛

=

54 𝑘𝑁 2(15 𝑚𝑚)(18 𝑚𝑚)

= 100 MPa

(d). Tegangan tumpul antara baut angkar dan plat landasan, diperoleh dengan persamaan 1.11, adalah: 9

Bab I. Tegangan, regangan, hook dan poison rasio

σ 𝑏3 =

𝐹𝑏 𝐴𝑏

𝑃 cos 40°

= 4𝑡

𝐵 𝑑𝑏𝑜𝑙𝑡

54( 𝑘𝑁 )(cos 40°)

= 4(18 𝑚𝑚)(12 𝑚𝑚) = 108 MPa

(e). Tegangan geser di baut angkar, dicari dengan persamaan 1.12, adalah: 𝑣

𝑃 cos 40°

𝜏 𝑏𝑜𝑙𝑡 = 𝐴 = 4𝜋𝑑2

𝑏𝑜𝑙𝑡 /4

54( 𝑘𝑁 )(cos 40°

=


Similar Free PDFs