Miokarditis Pada Anjing PDF

Title Miokarditis Pada Anjing
Author D. Ida Ayu
Pages 6
File Size 154.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 180
Total Views 281

Summary

Miokarditis Pada Anjing Luh Sri Gunawati (1509005005), Isabella Anjari Ridwan (1509005063), Ni Luh Ayu Praharani P.D. (1509005107), I.A. Sri Devi Adnyaswari (1509005110) Pendahuluan Miokarditis adalah proses inflamasi yang melibatkan bagian jantung seperti miosit, interstisium, atau jaringan pembulu...


Description

Miokarditis Pada Anjing Luh Sri Gunawati (1509005005), Isabella Anjari Ridwan (1509005063), Ni Luh Ayu Praharani P.D. (1509005107), I.A. Sri Devi Adnyaswari (1509005110)

Pendahuluan Miokarditis adalah proses inflamasi yang melibatkan bagian jantung seperti miosit, interstisium, atau jaringan pembuluh darah (Silverstain dan Hopper.2014). Miokarditis merupakan penyakit pada jantung yang jarang ditemukan pada anjing (Janus, et al.2014). Miokarditis pada tahap lanjut dapat menyebabkan aritmia jantung persisten dan kerusakan fungsi miokardium secara progresif (Nelson dan Couto. 2014). Miokarditis adalah penyakit inflamasi pada otot jantung yang diakibatkan oleh berbagai penyebab, baik secara infeksius maupun non infeksius(Kinderman, 2012).

Etiologi Berdasarkan etiologinya, miokarditis dibagi menjadi dua, yaitu miokarditis infeksius dan miokarditis noninfeksius. Miokarditis infeksius merupakan miokarditis yang disebabkan oleh agen infeksius seperti virus, protozoa, bakteri, dan agen penyebab penyakit lainnya seperti fungi dan cacing. (Janus, et al. 2014; Nelson dan Couto.2014). Agen infeksius dapat menyebabkan miokarditis akut ataupun kronik melalui infliltrasi langsung dari sel-sel radang, pelepasan toksin, atau respon imun yang lambat. Respon imun yang lambat biasanya menyebabkan terjadinya inflamasi sekunder sebagai akibat dari kerusakan pada struktur otot jantung. (Janus, et al. 2014) Adapun jenis-jenis miokarditis berdasarkan agen penyebab penyakitnya dibagi menjadi empat, yaitu viral myocarditis, protozoal myocarditis, bacterial myocarditis, dan miokarditis akibat agen penyebab penyakit lainnya.

Viral myocarditis adalah miokarditis yang umumnya menyebabkan terjadinya miokarditis limfositik. Virus yang dikenal dapat menyebabkan miokarditis pada anjing antara lain parvovirus dan West Nile Virus. (Nelson dan Couto.2014) Protozoal myocarditis adalah miokarditis yang disebabkan oleh agen protozoa. Protozoa yang umum menyebabkan miokarditis pada anjing antara lain Trypanosoma yang menyebabkan penyakit Chagas, Toxoplasma, Hepatozoon, dan Babesia. Akan tetapi, miokarditis paling umum disebabkan oleh Trypanosoma, terutama spesies Trypanosoma cruzi yang menyebabkan penyakit Chagas. Organisme ini ditularkan melalui serangga penghisap darah dari family Reduviidae. Amastigot dari Trypanosoma cruzi dapat menyebabkan miokarditis yang ditandai dengan adanya infiltrasi dari sel-sel mononuklear, menyebabkan gangguan dan nekrosis dari serabut jantung. Toxoplasmosis juga dapat menyebabkan miokarditis pada jantung akibat siklus bradizoit dari Toxoplasma. (Nelson dan Couto. 2014). Bacterial myocarditis dapat terjadi ketika terdapat bakterimia atau sepsis, dengan agen yang umum muncul adalah bakteri seperti Staphylococcus dan Streptococcus. Bakteri lainnya seperti Citrobacter juga dapat menyebabkan terjadinya miokarditis. Agen bakteri dapat menyebabkan miokarditis fokal atau multifokal atau pembentukan abses. (Silverstain dan Hopper.2014; Ware.2011) Agen penyebab miokarditis infeksius lainnya seperti fungi (Coccidioides, Cryptococcus, Aspergillus), migrasi dari larva nematoda (Toxocara), rickettsiae (Rickettsia rickettsii, Ehrlichia canis, Bartonella elizabethae) dapat menyebabkan miokarditis. Agen-agen ini biasanya menyebabkan terjadinya imunosupresi pada hewan. (Ware. 2011). Miokarditis non-infeksius umumnya disebabkan oleh obat-obatan, toksin, respon imunologik, atau trauma. Efek dari toksin doxorubicin dan catecholamine diketahui dapat menyebabkan miokarditis. Selain itu, penyebab dari miokarditis non-infeksius lainnya adalah logam berat seperti arsen dan merkuri, obat antineoplastik (cyclophosphamide, 5-fluorouracil, interleukin-2, α-interferon), obat-obatan lain seperti hormone tiroid, kokain, amphetamine, dan litium; dan toksin seperti racun dari gigitan ular, laba-laba. (Nelson dan Couto. 2014). Penyebab lain dari miokarditis non-infeksius, walaupun jarang sekali terjadi adalah

reaksi alergi, penyakit sistemik seperti vasculitis, serta agen fisik lainnya seperti radiasi atau heat stroke. (Silverstain dan Hopper. 2014).

Patofisiologi Miokarditis terjadi akibat adanya nekrosis akibat invasi langsung dari agen infeksius yang menular dan bereplikasi di dalam atau di dekat miosit. Proses replikasi ini menarik perhatian dari sistem imun sel inang dan menyebabkan kerusakan jaringan jantung akibat infiltrasi dari sel-sel imun inang atau akibat efek sitotoksik dari imunitas host yang diaktifkan oleh agen infeksius. Atau bisa diakibatkan karena efek toksik dari bahan kimia eksogen atau endogen yang dihasilkan oleh sistemik patogen. Terdapat tiga tahapan miokarditis antara lain: akut (awal setelah infeksi), dengan sitotoksisitas virus dan nekrosis fokal; subakut, di mana terjadi peningkatan faktor humoral yang menyebabkan terjadinya cedera autoimun; dan kronis, di mana ada fibrosis miokard yang menyebar dan disfuksi jantung yang dapat menyebabkan dilatasi kardiomiopati (DCM). (John Marx, et al. 2014). RNA virus memasuki miosit, menyebabkan beberapa miosit mengalami nekrosis dan terjadi infiltrasi sel radang. Fase awal ini berlangsung selama 4 hari, dan selma fase ini, virus dapat diidentifikasi pada miokardium. Setelahnya akan terjadi invasi oleh makrofag, sel natural killer, dan sel T, yang pada akhirnya akan bertanggung jawab atas respon inflamasi dan kerusakan myokardial. Aktivasi makrofag ini juga menghasilkan pelepasan sitokin, termasuk interleukin-1, interleukin-2, tumor nekrosis factor, interferon-ɤ, dan oksida nitrat. Pada khususnya tumor nekrosis factor, yang juga mengakrifkan sel-sel endotel dan merekrut sel-sel radang, mempunyai efek inotropik yang negatif. Aktivitas dari sintesa nitrit oksida muncul pada hari ke-empat dan puncaknya pada hari ke-delapan. Adanya keseimbangan yang kompleks antara sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis factor dan interferon-ɤ, serta interleukin-10 dan interleukin-2 menunjukkan telah melindungi hewan dari kerusakan miokardial.

Gejala Klinis Secara umum, anjing dengan miokarditis terlihat lemah, syncope, intoleransi terhadap latihan, kesulitan bernapas, dan/atau distensi abdominal. Gejala dari miokarditis itu sendiri tergantung dari agen penyebabnya. Viral myocarditis secara umum mengalami gejala letargi, nafsu makan menurun, aritmia, tanda-tanda neurologis, dan demam. Bacterial myocarditis biasanya ditandai dengan gejala malaise, penurunan bobot tubuh, dan demam intermiten. Sedangkan protozoal myocarditis ditandai dengan gejala kekakuan, anoreksia, demam, neutrofilia, atropi otot, dan sering terjadi kematian. Selain itu gejala lainnya yang dapat timbul antara lain suara murmur di jantung, ascites, batuk, sesak nafas, kolaps dan intoleransi terhadap aktivitas (Richard W. Nelson dan C. Guilermo Counto, 2014).

Diagnosis Pada anjing dengan dugaan miokarditis, dapat dilakukan Echocardiogram, terutama jika terdeteksi adanya aritmia pada saat pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ECG yang lengkap penting untuk memantau fungsi sistol dari jantung. Dilatasi pada ventrikel kiri dan hipokinesis lokal atau menyeluruh. Ketebalan dinding juga dapat membesar karena adanya edema miokardial. Echocardiography juga bermanfaat untuk mengklasifikasikan anjing dengan miokarditis akut. Pada pasien dengan miokarditis akut cenderung menunjukkan cardiac chamber dimension yang normal dan dinding jantung yang menebal dibandingkan pasien dengan miokarditis tidak akut yang ditunjukkan dengan adanya pelebaran ventrikel kiri dan ketebalan dinding jantung yang normal. (Schaer dan Gaschen. 2016; Elamm, et al. 2012). Electrocardiography

memiliki

sensitivitas

yang

rendah

untuk

mendiagnosa miokarditis. Perubahan ECG non-spesifik pada anjing dengan miokarditis meliputi sinus takikardia, gelombang ST dan T mengalami abnormalitas, dan peningkatan ST meniru infark miokardial akut dan terkadang atrial atau ventricular conduction delays, juga aritmia supraventricular dan ventricular. Pelebaran QRS dan keberadaan gelombang Q berhubungan dengan tingkat kematian jantung lebih tinggi. (Elamm, et al. 2012)

Uji serologi untuk mendiagnosa infeksi antara lain • • • • •

Complete Blood Count (CBC) Urinalysis Blood chemistry panel Digital radiographs (x-rays) of the chest and abdomen Electrocardiographic examination (ECG) Echocardiographic examination (Echo)

uji ini dilakukan untuk mengetahui penyebab dari miokarditis yang terjadi pada pasien. Hal ini dikarenakan salah satu penyebab miokarditis adalah parasite, protozoa, fungi, dan virus.

Penanganan Pengobatan biasanya melibatkan obat kontraktilitas jantung seperti digoxin atau dobutamine, serta furosemide untuk mengendalikan edema paru-paru sekunder. Meskipun obat NSAID seperti tolfedine atau meloxicam mungkin berperan dalam meminimalkan inflamasi pada miokardium, prednisolon mungkin lebih tepat untuk kasus yang dimediasi oleh sistem imun. Untuk fungal myokarditis dapat digunakan obat-obatan sebagai berikut : 10 mg/kg PO sekali sehari (24 jam) atau 5 mg/kg PO (12 jam). Pengobatan membutuhkan waktu berminggu-minggu dan harus berlanjut selama 1 bulan di luar infeksi terakhir yang terdeteksi. Itraconazole lebih efektif untuk kasus ini. (Greene, Hartmannn et al 2006). Untuk protozoal myokarditis dapat menggunakan obat : pyrimethamine 1 mg/kg PO sekali sehari selama tiga hari, kemudian dosisnya ditingkatkan 0,5 mg/kg PO sekali sehari, sulfadimethoxine dapat dibeikan dengan dosis 25 mg/kg PO secara intravena maupun secara intramuscular sehari sekali (Ogburn 1988).

Pengobatan Pengobatan pada miokarditis umumnya terdiri dari pengobatan untuk mengontrol aritmia dan CHF. Jika etiologi dari miokarditis adalah agen infeksius, maka pengobatan yang dilakukan harus sesuai dengan penyebabnya tersebut. Akan tetapi, terapi suportif merupakan pengobatan paling pertama untuk pasien dengan

miokarditis. Pengobatan pada miokarditis anjing umumnya menggunakan digoxin sebanyak 0,003-0,011 mg/kg setiap 12 jam. Dobutamine juga dapat diberikan secara intravena sebanyak 2,5-15 µg/kg.

Pengobatan fungal myocarditis dapat digunakan ketoconazole sebanyak 10 mg/kg PO sekali sehari (24 jam) atau 5 mg/kg PO (12 jam). Pengobatan yang dilakukan merupakan pengobatan jangka panjang yang membutuhkan waktu bermingguminggu dan harus berlanjut selama 1 bulan di luar infeksi terakhir yang terdeteksi. Itraconazole lebih efektif untuk kasus ini. (Greene, Hartmannn et al 2006). Untuk protozoal myokarditis dapat menggunakan obat : pyrimethamine 1 mg/kg PO sekali sehari selama tiga hari, kemudian dosisnya ditingkatkan 0,5 mg/kg PO sekali sehari, sulfadimethoxine dapat diberikan dengan dosis 25 mg/kg PO secara intravena maupun secara intramuscular sehari sekali.

Daftar Pustaka Janus, I., Noszczyk-Nowak, A., Nowak, M., Cepiel, A., Ciaputa, R., Pasławska, U., Dzięgiel, P. and Jabłońska, K. (2014). Myocarditis in dogs: etiology, clinical and histopathological features (11 cases: 2007–2013). Irish Veterinary Journal, 67(1), p.1. Marx, J., Walls, R., Hockberger, R. 2013. Rosen’s Emergency Medicine – Concepts and Clinical Practice. UK: Elsevier Health Sciences Nelson, Richard W. dan Couto, C. Guillermo. 2014. Small Animal Internal Medicine 5th Edition. St. Louis Mo.: Mosby Elsevier Schaer, M., Gaschen, F.P.2016. Clinical Medicine of the Dog and Cat 3rd Edition. CRC Press. Silverstain, Deborah, dan Hopper, Kate. 2014. Small Animal Critical Care Medicine 2nd Edition. Elsevier Ware, W.A. 2011. Cardiovascular Disease in Small Animal Medicine. UK: Manson Publishing Ltd....


Similar Free PDFs