MODUL PRATEGANG 2 PDF

Title MODUL PRATEGANG 2
Author Iang Bey
Pages 63
File Size 2 MB
File Type PDF
Total Downloads 44
Total Views 347

Summary

1. KONSEP DASAR 1.1 Pendahuluan Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan tekan yang tinggi, tetapi kekuatan tariknya relatif rendah. Sedangkan baja adalah suatu material yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi. Dengan mengkombinasikan beton dan baja sebagai bahan struktur, maka tega...


Description

1. KONSEP DASAR 1.1

Pendahuluan Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan tekan

yang tinggi, tetapi kekuatan tariknya relatif rendah. Sedangkan baja adalah suatu material yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi. Dengan mengkombinasikan beton dan baja sebagai bahan struktur, maka tegangan tekan dipikulkan kepada beton sementara tegangan tarik dipikulkan kepada baja. Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur beton bertulang biasa tidak cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga terjadi retak-retak di daerah yang mempunyai tegangan lentur, geser, atau puntir yang tinggi.

Gambar 1 Retak pada struktur beton bertulang

Untuk mengatasi keretakan serta berbagai keterbatasan yang lain maka dilakukan penegangan (gaya konsentris) pada struktur beton bertulang dalam arah longitudinal. Gaya konsentris bekerja dengan cara mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, yang meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang. Jika kapasitas lentur, geser, dan torsional beton meningkat, maka penampang beton elastis sehingga kapasitas »„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

tekan beton dapat dimanfaatkan secara efektif pada semua beban bekerja. Sistem penegangan ini mulai digunakan pada tahun 1886 saat PH. Jackson (1886) dari Amerika Serikat membuat konstruksi pelat atap.

Gambar 2 Struktur beton prategang pertama (Jackson, 1886)

Di Jerman, pada 1888, CEW Doehring mendapatkan hak paten untuk penegangan pelat beton dengan kawat baja. Pada 1928, Eugene Freyssinet, seorang insinyur Perancis, berhasil memberikan prategang terhadap struktur beton sehingga dimungkinkan untuk membuat desain dengan penampang yang lebih kecil untuk bentang yang relatif panjang. Gaya prategang P

ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip

mekanika dan hubungan tegangan-regangan sebagai berikut: 1.

Balok persegi panjang dengan tumpuan sederhana, diberi gaya prategang P, sehingga balok tersebut mengalami tegangan tekan sebesar:

»„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

Keterangan : A = luas penampang balok (b x h)

2.

Balok persegi panjang dengan tumpuan sederhana, diberi gaya prategang P dan beban merata, sehingga timbul momen di tengah bentang, tegangannya menjadi:

Keterangan: t

= Tegangan di serat atas

b

= Tegangan di serat bawah

Y = h/2 untuk penampang persegi panjang 3 I = Momen inersia bruto penampang ( 1/12 bh )

Persamaan di atas membuktikan bahwa dengan diberi tegangan tekan

prategang,

P/A,

dapat

mengurangi

atau

bahkan

menghilangkan tegangan tarik MY/I akibat beban merata.

3.

Tegangan tekan akibat penjumlahan gaya prategang dan beban merata mengakibatkan kapasitas tekan balok dalam memikul beban luar berkurang. Oleh karena itu, maka tendon prategang

»„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

diletakkan di bawah sumbu netral di tengah bentang. Sedangkan di daerah tumpuan tendon diletakkan dengan jarak yang kecil terhadap sumbu netral yang berarti tendon prategang diletakkan di atas sumbu netral. Sehingga tegangannya menjadi:

Keuntungan penggunaan beton prategang adalah: a.

Dapat memikul beban lentur yang lebih besar dari beton bertulang.

b.

Dapat dipakai pada bentang yang lebih panjang dengan mengatur defleksinya.

c.

Ketahanan geser dan puntirnya bertambah dengan adanya penegangan.

d.

Terhindarnya retak terbuka di daerah tarik, sehingga lebih tahan terhadap keadaan korosif.

e.

Karena terbentuknya lawan lendut sebelum beban rencana bekerja, maka lendutan akhirnya akan lebih kecil dibandingkan dengan pada beton bertulang.

»„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

f.

Dimensi yang dihasilkan lebih kecil untuk kondisi betang dan beban yang sama. Jadi akan mengurangi jumlah material yang diperlukan.

g.

Karena dimensi yang dihasilkan lebih kecil, maka berat sendiri dari komponen struktur tersebut akan lebih kecil, sehingga akan dihasilkan pula pondasi yang lebih kecil.

Kekurangan struktur beton prategang antara lain: a.

Bahan-bahan bermutu tinggi yang digunakan mempunyai harga satuan yang lebih mahal.

b.

Memerlukan peralatan khusus seperti tendon, angkur, mesin penarik kabel, dan lain-lain.

c.

Memerlukan keahlian khusus baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya.

1.2

Metode Prategang Metode pelaksanaan beton prategang dilakukan sebelum atau

setelah beton dicetak/dicor. Kedua kondisi tersebut membedakan sistem pratarik (pre-tension) dan pascatarik (post-tension). 1.2.1 Pratarik Pada cara ini, tendon pertama-tama ditarik dan diangkur pada abutmen tetap. Beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan dengan melingkupi tendon yang sudah ditarik tersebut. Jika kekuatan beton sudah mencapai yang disyaratkan maka tendon dipotong atau angkurnya dilepas. Pada saat baja yang ditarik berusaha untuk berkontraksi, beton akan tertekan. Pada cara ini tidak digunakan selongsong tendon.

»„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

(a) Tendon Ditarik dan Diangkur

(b) Beton dicor dan dibiarkan mengering

(c) Tendon dilepas, Gaya tekan ditransfer ke beton Gambar 3 Proses pembuatan beton prategang pratarik

Keuntungan

sistem

pratarik

terhadap

sistem

pemberian

prategang yang lain adalah sebagai berikut: 1.

Daya lekat bagus dan kuat terjadi antara baja prategang dan beton pada seluruh panjangnya.

2.

Kualitas yang dihasilkan baik, karena biasanya sistem pratarik dikerjakan di pabrik.

Namun demikian bukan berarti bahwa sistem pratarik tidak dapat dilaksanakan di lapangan. Pada sistem pratarik diperlukan konstruksi »„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

pembantu untuk menahan selama menunggu beton mengeras. Pada saat tegangan dilepaskan perlahan-lahan pada jangkarnya, konstruksi harus

dapat

bergeser

pada

kedudukannya

untuk

menghindari

terjadinya gaya dalam. Gaya prategang yang dilepaskan terlalu cepat dapat menimbulkan beban kejut yang tidak diinginkan. Bila kondisi permukaan baja adalah sedemikian sehingga beton tidak melekat dengan baik, maka terjadilah slip atau geseran sehingga gaya prategang yang cukup tidak dapat ditransfer ke beton. Pada kondisi ini, konstruksi tidak dapat dianggap sebagai beton prategang, dan ketahanan lenturnya jauh lebih berkurang daripada beton bertulang biasa. 1.2.2 Pascatarik Dengan cetakan yang sudah disediakan, beton dicor di sekeliling selongsong (ducts). Posisi selongsong diatur sesuai dengan bidang momen dari struktur. Biasanya baja tendon tetap berada di dalam selongsong selama pengecoran. Jika beton sudah mencapai kekuatan tertentu, tendon ditarik. Tendon bisa ditarik di satu sisi dan di sisi yang lain diangkur. Atau tendon ditarik di dua sisi dan diangkur secara bersamaan. Beton menjadi tertekan setelah pengangkuran. Tendon berupa strand tidak boleh dilekatkan atau disuntik (grouting) sebelum terjadinya prategang penuh.

(a) Beton dicor

»„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

(b) Tendon ditarik dan Gaya Tekan Ditransfer

(c) Tendon Diangkur dan Digrouting Gambar 4 Proses pembuatan beton prategang pascatarik

Pada saat penegangan, kontak antara baja dan beton harus dikurangi sebanyak-banyaknya. Tendon dalam setiap duct dapat ditegangkan satu per satu secara bergantian, atau semua tendon ditegangkan dalam waktu yang bersamaan. Pada sistem pascatarik, sangat penting untuk memeriksa baik beban/gaya prategangnya maupun perpanjangan dari tendonnya. Pergerakan tendon dalam duct tidak dapat dilihat, hanya perpanjangan tendonnya yang dapat dicatat. Gaya yang diterapkan serta perpanjangan yang tidak sebanding dapat segera terlihat. Bila gaya prategang yang diinginkan sudah tercapai maka tendon dijangkar. Bila tendon ditegangkan bergantian, maka tendon yang ditegangkan pertama tidak boleh mengganggu pergerakan dari tendon yang ditegangkan kemudian. 1.3

Tahap Pembebanan Tidak seperti beton bertulang, beton prategang mengalami

beberapa tahap pembebanan. Pada setiap tahap pembebanan harus »„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

dilakukan pengecekan atas kondisi serat tertekan dan serat tertarik dari setiap penampang. Pada tahap tersebut berlaku tegangan izin yang berbeda-beda sesuai kondisi beton dan tendon. Ada dua tahap pembebanan pada beton prategang, yaitu transfer dan service. 1.3.1 Transfer Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulai mengering dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini biasanya yang bekerja hanya beban mati struktur, yaitu berat sendiri struktur ditambah beban pekerja dan alat. Pada saat ini beban hidup belum bekerja sehingga momen yang bekerja adalah minimum. 1.3.2 Service Kondisi service adalah kondisi pada saat beton prategang digunakan sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya prategang dipertimbangkan. Pada saat ini beban luar yang bekerja pada kondisi maksimum. Pada setiap tahapan di atas ditentukan hasil analisis untuk dievaluasi. Hasil analisis dapat berupa perhitungan tegangan atau kontrol terhadap harga, misalnya lendutan terhadap lendutan izin, nilai retak terhadap suatu nilai batas, dan lain sebagainya. Perhitungan

tegangan

dilakukan

untuk

desain

terhadap

kekuatan, sedangkan kontrol terhadap harga dilakukan untuk desain kekuatan, daya layan, ketahanan terhadap api ataupun tahap batas yang lain. 1.4

Prosedur Perencanaan Sampai saat ini paling tidak ada dua metode perencanaan

struktur beton, yaitu metode beban kerja (working stress method) dan metode beban batas (limit states method). »„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

Metode beban kerja dilakukan dengan menghitung tegangan yang terjadi dan membandingkan dengan tegangan izin yang bersangkutan. Apabila tegangan yang terjadi lebih kecil dari tegangan yang diizinkan maka dinyatakan aman. Dalam menghitung tegangan, semua beban tidak dikalikan dengan faktor beban. Tegangan izin dikalikan dengan suatu faktor kelebihan tegangan (overstress factor). Untuk struktur beton, metode ini diterapkan pada Peraturan Beton Indonesia 1971 (PBI 1971). Metode beban batas didasarkan pada batas-batas tertentu yang bisa dilampaui oleh suatu sistem struktur. Batas-batas tersebut, terutama adalah kekuatan, kemampuan layan, keawetan, ketahanan terhadap api, ketahanan beban kelelahan, dan persyaratan khusus yang berhubungan dengan penggunaan sistem struktur tersebut. Setiap batas dinyatakan aman apabila aksi rencana lebih kecil dari kapasitas komponen struktur. Aksi rencana dihitung dengan menggunakan faktor beban, sedangkan kapasitas bahan dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan. Peraturan beton saat ini menggunakan pendekatan ini, termasuk di Indonesia, SNI 03-2847-2002. Tahap batas (limit states) adalah konsekuensi yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan kemungkinan kegagalan. Jika misalnya suatu struktur tidak bisa melayani beban di atasnya maka struktur tersebut akan memasuki suatu tahap batas kemampuan layannya. Setiap tahap batas dipertimbangkan secara terpisah. Pemenuhan terhadap suatu tahap batas belum tentu memenuhi tahap batas yang lain. Beban pada struktur umumnya terdiri dari beban mati, beban hidup, beban angin, prategang, beban gempa, tekanan tanah, tekanan air, dan lain-lain. Beban yang digunakan dalam desain struktur dikalikan dengan suatu faktor beban dalam suatu kombinasi pembebanan.

»„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

Berikut ini kombinasi pembebanan dari beberapa peraturan untuk Tahap Batas Kekuatan (Strength Limit States). SNI 03-2847-2002 Kode Indonesia Beban Mati

: U = 1,4 D

Beban Mati dan Hidup : U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 R Beban Angin

: U = 1,2 D + 1,0 L + 1,6 W + 0,5 R

Beban Gempa

: U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E U = 0,9 D ± 1,0 E

ACI 318-83 (1983) Peraturan Amerika Serikat Beban Mati dan Hidup : U = 1,4 D + 1,7 L Beban Angin

: U = 0,75 (1,4 D + 1,7 L + 1,7 W) U = 0,9 D + 1,3 W

Beban Gempa

: U = 0,75 (1,4 D + 1,7 L ± 1,1 E) U = 0,9 D ± 1,1 E

Tekanan Tanah

: U = 1,4 D + 1,7 L + 1,7 E U = 0,9 D + 1,7 E

Tahap batas yang lain seharusnya juga menggunakan faktor beban. Untuk tahap batas stabilitas (stability limit states), faktor beban menggunakan faktor beban seperti tahap batas kekuatan, tetapi efek ketahanan rencana dikalikan dengan faktor yang kurang dari satu. Tahap batas kemampuan layan (serviceability limit states) tidak menggunakan faktor beban seperti tahap batas kekuatan, tetapi memberi batasan perubahan bentuk maksimum yang bisa terjadi. Desain struktur untuk tahap batas kekuatan (strength limit states) menetapkan bahwa aksi desain (Ru) harus lebih kecil dari kapasitas (nominal) bahan dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan »„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

(

Rn)

atau Ru

Rn. Dengan demikian secara berurutan untuk momen,

geser, puntir, dan gaya aksial berlaku: Mu

Mn

Vu

Vn

Tu

Tn

Pu

Pn

Nilai Mu, Vu, Tu, dan Pu diperoleh dari kombinasi pembebanan U, sedangkan nilai

menurut SNI 03-2847-2002 adalah sebagai

berikut: = 0,8 untuk lentur tanpa gaya aksial = 0,8 untuk gaya aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur = 0,65 untuk aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur = 0,65 untuk gaya lintang dan puntir = 0,75 untuk geser dan puntir Untuk kolom bertulangan simetris, nilai

bisa ditingkatkan dari

0,65 menjadi 0,8. Desain untuk tahap batas yang lain tidak secara khusus menentukan faktor pengurangan kapasitas bahan, tetapi menggunakan batasan-batasan tertentu. Untuk tahap batas kemampuan layan, batasan tersebut adalah batas lendutan, batas retak, atau batas yang lain. Untuk tahap batas kekuatan lentur, suatu komponen struktur dianalisis dari tahap awal (beban layan) sampai tahap batas (ultimate load). Sedangkan untuk geser dan puntir, analisis dlakukan pada satu tahap batas saja. Hal ini disebabkan karena untuk geser dan puntir, batas dari kedua tahap itu tidaklah sejelas pada analisis lentur. Sebab yang lain adalah geser dan puntir lebih didasarkan pada percobaan laboratorium daripada penerapan analisis langsung.

»„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

Untuk struktur beton prategang, karena kekuatannya sangat tergantung pada tingkat penegangan (besarnya gaya prategang), maka dikenal istilah prategang penuh (fully prestresed) dan prategang sebagian (partially prestresed). Pada komponen struktur yang diberi prategang penuh, komponen tersebut didesain untuk tidak mengalami retak pada beban layan. Hal ini ditentukan dengan menetapkan tegangan tarik yang terjadi sama dengan nol (

u

=

ts

= 0). Apabila

suatu komponen struktur beton prategang mengalami peningkatan beban,

kondisi

penampang komponen tersebut

akan berubah.

Perubahan kondisi pada penampang tersebut seiring dengan diagram tegangan regangan (atau diagram beban terhadap perubahan bentuk). Komponen struktur beton prategang yang didesain untuk mengalami retak pada beban layan didesain sebagai pratekan sebagian dengan nilai

ts

= 0,50 fc’.

Dengan demikian suatu struktur beton prategang harus didesain sedemikian rupa sehingga mempunyai kekuatan yang cukup dan mempunyai kemampuan layan yang sesuai kebutuhan. Disamping itu, struktur beton prategang harus awet, tahan terhadap api, tahan terhadap kelelahan (untuk beban yang berulang-ulang dan berubahubah, seperti struktur jembatan), serta memenuhi persyaratan lain yang berhubungan dengan kegunaannya. Prinsip perhitungan tegangan dari beton prategang harus memperhitungkan hal-hal berikut: 1.

Kondisi transfer dengan gaya prategang awal dan beban terbatas (beban mati dan beban konstruksi).

2.

Kehilangan gaya prategang. Pada perhitungan awal biasanya ditentukan sebesar 25 % untuk struktur pratarik dan 20 % untuk struktur pascatarik.

»„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

3.

Kondisi service dengan gaya prategang efektif dan beban maksimum (beban mati, beban hidup, dan pengaruh-pengaruh lain).

4.

Hal-hal lain yang mempengaruhi struktur beton prategang seperti adanya pengaruh sekunder pada struktur statis tak tentu, pengaruh P-Delta dan lain-lain, serta perilaku struktur dari awal sampai waktu yang ditentukan.

1.5

Material Beton Prategang

1.5.1 Beton Beton adalah campuran dari semen, air, dan agregat serta suatu bahan tambahan. Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut akan langsung mengeras sesuai bentuk pada waktu basahnya. Campuran tipikal untuk beton dengan perbandingan berat agregat kasar 44 %, agregat halus 31 %, semen 18 %, dan air 7 %. Kekuatan beton ditentukan oleh kuat tekan karakteristik (fc’) pada usia 28 hari. Kuat tekan karakeristik adalah tegangan yang melaMpaui 95 % dari pengukuran kua tekan uniaksial yang diambil dari tes penekana standar, yaitu dengan kubus berukuran 150 mm x 150 mm, atau silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Beton yang digunakan untuk beton prategang adalah yang mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi dengan nilai fc’ antara 30-45 Mpa. Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan, mempunyai modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak lebih kecil. Tipikal diagram tegangan-regangan beton dapat dilihat pada gambar berikut:

»„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

Gambar 5 Tipikal diagram tegangan regangan beton

Kuat tarik beton mempunyai harga yang jauh lebih rendah dari kuat tekannya. Untuk tujuan desain, SNI 2002 menetapkan kuat tarik beton sebesar

ts

= 0,5 fc’ sedangkan ACI 318 sebesar

ts

= 0,6 fc’.

Perubahan bentuk (deformation) pada beton adalah langsung dan tergantung waktu (time dependent). Pada beban tetap, perubahan bentuk bertambah dengan waktu dan jauh lebih besar dibanding harga langsungnya. Pengembangan regangan sepanjang waktu disebabkan oleh susut (shrinkage) dan rangkak (creep). Susut tidak disebabkan oleh tegangan, tetapi merupakan akibat dari hilangnya air dalam proses pengeringan beton, sementara rangkak disebabkan oleh bekerjanya tegangan. Susut dan rangkak menyebabkan perubahan bentuk aksial, kelengkungan (curvature) pada penampang, kehilangan tegangan, redistribusi tegangan lokal antaa beton dan baja, serta redistribusi aksi internal pada struktur statis tak tentu. Susut dan rangkak juga bisa

»„ ‒» „f

» ·f•„⁄» ‹⁄·‹

mengakibatkan retak yang dapat mempengaruhi kemampuan layan dan keawetan struktur. Jumlah regangan pada struktur pada waktu t adalah penjumlahan dari regangan langsung, susut dan rangkak, atau:

Regangan langsung (instant) dari beton dinyatakan dengan:

Nilai modulus elastisitas beton bertambah dengan waktu ketika beton bertambah kekuatan dan kekakuannya. Tetapi untuk tujuan praktis, nilai modulus elastisitas adalah tetap sepanjang waktu. Menurut SNI 2002, besarnya harga modulus elastisitas beton Ec dapat ditentukan dengan persamaan:

Banyak faktor yang mempengaruhi besar dan kecepatan pen...


Similar Free PDFs