NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI ORIENTASI (CORE VALUE) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAAN PDF

Title NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI ORIENTASI (CORE VALUE) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAAN
Author Lam Lamidi
Pages 28
File Size 774.7 KB
File Type PDF
Total Views 18

Summary

 Tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya kepada sesuatu, dan jika tidak sesuatu yang dipercayainya itu memiliki dimensi moral guna menopang peradaban. (John Gardner:1992)  Para pendiri bangsa Indonesia sadar bahwa mendirikan sebuah bangsa perlu pedoman hidup. ...


Description





Tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya kepada sesuatu, dan jika tidak sesuatu yang dipercayainya itu memiliki dimensi moral guna menopang peradaban. (John Gardner:1992) Para pendiri bangsa Indonesia sadar bahwa mendirikan sebuah bangsa perlu pedoman hidup. Mereka sangat sadar bahwa negara-bangsa yang akan mereka bentuk memerlukan sebuah citacita, arah-tujuan, dan filosofi dasar pembentukannnya.







Proses perumusan Pancasila bukan proses yang tiba-tiba, melainkan suatu proses perenungan mendalam (refleksi) dari para pendiri negara (Kaelan, 2008: 38-44). Pancasila sebagai pandangan hidup berakar dalam kepribadian bangsa yang merupakan cerminan dan jiwa bangsa Indonesia (Kaelan, 2008: 28). Dalam artian, nilai-nilai Pancasila telah ada dan hidup dalam alam pikiran dan tindakan bangsa indonesia, bahkan sebelum kemerdekaan.



Fase Pemikiran Pancasila: a. Pancasila sebelum kemerdekaan b. Pancasila saat dan setelah kemerdekaan

1. Zaman Purbakala dan Kerajaan-Kerajaan Nusantara a. Masyakarat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama: (sekitar) 14 abad pengaruh Hinduisme dan Budhisme, (sekitar) 7 abad pengaruh Islam, dan (sekitar) 4 abad pengaruh Kristen. b. Sebelum pengaruh agama-agama datang, masyarakat nusantara telah bersikap religius-spiritual yang kita kenal sebagai penganut animisme dan dinamisme; Dengan demikian, agama mempunyai peran yang sangat utama dan bahkan penguasa menghormati otoritas kegamaan sebagai bagian dari ketundukannya kepada Tuhan;

(Yudi Latif: 2011: 57-59).

2. Kerajan Kutai (sekitar 5 Masehi)  Ditemukan nilai-nilai sosial politik dan Ketuhanan dalam bentuk tradisi kenduri untuk keselamatan raja dan sedekah kepada para Brahmana. (Kaelan, 2000: 29).  Raja Mulawarman pernah menyedekahkan 20 ribu ekor sapi kepada para Brahmana yang kemudian diabadikan pada Prasasti Yupa. (Adi Sudirman:2014)  Tradisi kenduri dan sedekah ini menunjukkan adanya nilai integrasi sosial, kebersamaan dan nilai ketuhanan (memuliakan kaum Brahmana yang dipercaya sebagai wakil Tuhan bagi masyarakat)

3. Kerajaan Sriwijaya (sekitar 7 Masehi)  Seorang raja dimaknai sebagai pusat kekuasaan dan kekuatan religius, sehingga raja mempunyai wibawa dan dihargai oleh raja-raja kecil (pra datu) dalam struktur pemerintahan kerajaan.  Perdagangan sampai ke negeri seberang. Menjalin kerjasama ekonomi dan politik antara bangsa. Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah.  Hal ini menunjukkan adanya sikap keterbukaan terhadap bangsa lain dan nilai internasionalisme (kerja sama ekonomi dan politik antarbangsa demi kemaslahatan bersama).

4. Kerajaan Majapahit (sekitar 14 Masehi)  Sumpah Palapa Patih Gajah Mada: (aku) tidak akan berhenti bekerja sebelum nusantara bersatu. Dalam sumpahnya tersebut, muncul kata “nusantara”.  Dalam Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular muncul semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang pada awalnya berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua” yang berarti: meskipun agamaagama itu kelihatan berbeda bentuk namun pada hakikatnya satu jua. (Fauzi;1983).  Dalam Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca muncul kata “Pancasila” yang pada awalnya berati “pelaksanaan kesusilaan yang lima” yakni: 1) tidak boleh melakukan kekerasan 2) tidak boleh mencuri 3) tidak boleh berjiwa dengki 4) tidak boleh berbohong 5) tidak boleh mabuk minuman keras.

5. Kerajaan Kerajaan Islam:  Kerajaan-kerajaan islam seperti: Samudra Pasai- Sumatera, Kasultanan Islam Aceh, Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang, Kasultanan Mataram, dll turut mendorong terbentuknya masyarakat yang religius namun menolak stratifikasi sosial di masa lalu.

6. Masa Pergerakan Nasional  Penjajah tidak hanya memasuki otoritas kekuasaan politik dan ekonomi, namun juga aspek teritori wilayah, sehingga perlawanan terpecah;  Perlawanan Kerajaan Demak, Kerajaan Aceh, Rakyat Ternate, Kerajaan Mataram, dll.  Politik etis: Irigasi, Migrasi dan Edukasi. Meskipun dalam praktiknya terjadi penyimpangan, al: a. pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda, sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi. b. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah. c. Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda.





Cita-cita Indonesia merdeka mulai muncul dengan adanya pembentukan Perhimpunan Indonesia (1924), berisikan pelajar-pelajar muda yang menyemai semangat nasionalime untuk Indonesia merdeka berdasar 4 prinsip yakni: persatuan nasional, solidaritas, nonkooperasi, dan kemandirian. Terdapat tulisan-tulisan yang menginginkan Indonesia merdeka: Tan Malaka menulis Naar de Republik Indonesia (menuju republik Indonesia merdeka), Soekarno (1926) menulis esai berjudul: “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”.



Momentum kebangsaan Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928), untuk menyatukan berbagai elemen kebangsaan dengan berbagai latar perbedaan menuju kesatuan tanah air dan bangsa dengan menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

 



 

Perumusan Pancasila oleh BPUPK Janji kemerdekaan Jepang dengan membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan (BPUPK)/ Dokuritsu Junbii Chōsakai pada 29 April 1945 dengan tugas menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya diserahkan kepada pemerintah Jepang agar kemerdekaan Indonesia dapat dipertimbangkan. Keanggotaan BPUPK dilantik pada 28 Mei 1945. Persidangan pertama BPUPK (29 Mei-1 Juni 1945). Pada sidang hari pertama BPUPK (29 Mei 1945), Radjiman Wedyodiningrat selaku ketua BPUPK meminta kepada anggota BPUPK mengemukakan dasar (negara) Indonesia merdeka.

Muhammad Yamin (29 Mei 1945)

Mr. Soepomo (31 Mei 1945)

Soekarno (1 Juni 1945)

1. 2. 3. 4. 5.

1. Persatuan (Persatuan Hidup) 2. Kekeluargaan 3. Keseimbangan Lahir Batin 4. Musyawarah 5. Semangat Gotong Royong (Keadilan Sosial)

1. Kebangsaan Indonesia 2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan 3. Mufakat atau demokrasi 4. Kesejahteraan sosial 5. Ketuhanan yang berkebudayaan

Peri Kebangsaan; Peri Kemanusiaan; Peri Ketuhanan; Peri Kerakyatan; Kesejahteraan Rakyat.

(Tukiran Taniredjo, dkk: 12)



Soekarno memberi nama Pancasila. “Dasar-dasar negara telah saya usulkan. Bilanganya lima. Inikah panca dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedangkan kita membahas dasar... Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas ke lima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal, dan abadi”. (Soekarno: 1984; 154).







Usulan prinsip yang disampaikan oleh M. Yamin dan Soepomo masih belum mendekati apa yang dimaksud dengan “dasar falsafah” (Yudi Latief: 2011:12), usulan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 juga masih sebatas usulan bersifat pribadi. Untuk itu, BPUPK membentuk panitia kecil yang diketuai Soekarno untuk menampung usul-usul yang masuk dan melaporkan kepada sidang pleno BPUPK. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat tanggal 20 Juni 1945. Anggota: Soekarno, Bagus Hadikusumo, Wachid Hasjim, Muh. Yamin, Sutardjo Kartohadikusumo, A.A Maramis, R. Otto Iskandar Dinata dan Muh. Hatta.



Usulan yang ditampung panitia kecil dapat dikelompokkan menjadi 9 kategori: (Yudi Latief: 2013) a. Indonesia yang merdeka selekas-lekasnya b. Dasar negara c. Bentuk negara Uni atau federasi d. Daerah negara indonesia e. Badan perwakilan rakyat f. Badan penasehat g. Bentuk negara dan Kepala negara h. Soal pembelaan i. Soal keuangan  Di akhir pertemuan, disetujui dibentuknya Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu: Soekarno, Muh. Hatta, A.A. Maramis, Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, Abikusno Tjokrosujoso, Agus Salim, Ahmad Subardjo, dan Muh. Yamin. (Panitia Sembilan)



 1.

2. 3. 4.

5.

Pada tanggal 22 Juni 1945 “panitia sembilan” berhasil merumuskan “Piagam Jakarta”/ calon Mukaddimah Hukum Dasar (Pembukaaan). Rumusan dasar negara dalam “Piagam Jakarta”: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusayawaratan-perwakilan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

 







Hasil “panitia sembilan” dilaporkan pada persidangan kedua BPUPK (10-17 Juli 1945); Mendapatkan respon keberatan terkait pencatuman “tujuh kata” anak kalimat sila pertama “dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”, karena dapat menimbulkan benih pengutamaan agama tertentu. Namun, anggota yang lain mengusulkan tetap kepada rancangan Piagam Jakarta karena sifatnya masih sementara. Pro kontra dapat diredakan oleh pimpinan rapat (Soekarno) yang pada akhirnya tetap mempertahankan pancantuman “tujuh kata”. Persidangan kedua BPUPK membentuk beberapa panitia kecil: panitia perancang hukum dasar, panitian perancang keuangan dan ekonomi dan panitia perancang pembelaan tanah air; Jadi pada sidang kedua tersusun rancangan UUD, terdiri dari: dasar negara (Pancasila) di dalam pembukaan UUD dan batang tubuh UUD.





Kemudian dibentuk PPKI untuk mempercepat persiapan terakhir pembentukan pemerintahan Indonesia merdeka dan menetapkan konstitusi. Pertemuan pertama PPKI pada 18 Agustus 1945, setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia17 Agustus 1945: a. Menetapkan Presiden dan Wakil Presiden RI; b. Menyetujui naskah Piagam Jakarta sebagai pembukaan UUD 1945 dengan penghapusan “tujuh kata”, bagian kalimat Pasal 6 ayat (1), dan Pasal 29 ayat (1).

     

Pemberlakuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950; Pasal 134 UUDS 1950, Konstituente ditugaskan untuk membentuk UUD baru. Mulai muncul silang-pendapat yang hendak melakukan interpretasi ulang terhadap Pancasila; Perdebatan di konstituante: Piagam Jakarta atau Pancasila yang disahkan 18 Agustus 1945, hasilnya mengalami kebuntuan. Dekrit 5 Juli 1959: Pembubaran konstituante, UUD 1945 kembali berlaku, pembentukan MPRS. Soekarno menafsirkan Pancasila sebagai kesatuan paham dan doktrin “Manipol/USDEK” untuk menyatukan fragmentasi ideologi di masyarakat yang terbelah dalam kubu Nasionalis, Islam, dan Komunis. (TAP MPRS No. I/MPRS/1960)







Pada peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni 1967 Soeharto mengatakan, “Pancasila makin banyak mengalami ujian zaman dan makin bulat tekad kita mempertahankan Pancasila”. Menurut Soeharto, perdebatan soal pancasila telah menghabiskan energi bangsa dan harus segera diakhiri. Selanjutnya, saatnya bangsa mengamalkan pancasila dan bukan memperdebatkannya. Soeharto meninjau TAP MPRS No. I/MPRS/1960 dan UU 22/1961 tentang Perguruan Tinggi dengan menghapus istilah Manipol/USDEK (TAP MPRS no XXXIV/MPRS/1967)









Karena kekhawatiran perbedaan berlarut-larut terkait Pancasila, Soeharto pada 13 April 1968 menetapkan Inpres no.12/1968 yang membakukan susunan dan kata-kata dalam Pancasila; Untuk melaksanakan Pancasila “secara murni dan konsekuen”, pada 22 Maret 1978 ditetapkan TAP MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila; Namun, obsesi Soeharto akan terciptanya stabilitas politik membuatnya sangat mencurigai berbagai pandangan dan ideologi organisasi maupun kelompok masyarakat; Di depan sidang DPR 16 Agustus 1982, Presiden Soeharto secara resmi mengajukan konsepsi Pancasila sebagai azas tunggal.





Pada saat orde baru berkuasa, Pancasila merupakan seperangkat ideologi untuk menopang kekuasaan rezim yang otoriter. Anggota, tokoh, maupun organisasi yang berusaha menyuarakan suara kritis terhadap kebijakan pemerintah Soeharto akan dicap sebagai anti-Pancasila (tidak pancasilais).



 



Di era reformasi, dilakukan amandemen UUD 1945, dengan persyaratan antara lain: tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia; Amandemen UUD 1945 mengatur lebih lengkap hak asasi manusia dibandingkan sebelum amandemen; Meluasnya jaminan hak-hak asasi manusia melalui pasal-pasal di dalam UUD 1945 merupakan kemajuan dalam membangun pondasi hukum bernegara; Namun di satu sisi, masyarakat masih mengalami fobia terhadap apa-apa saja yang berbau Orde Baru, termasuk di dalamnya fobia atas Pancasila;



 



Adanya stigma negatif terhadap Pancasila mengakibatkan memudarnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; Di sisi yang lain, Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara harus tetap dipertahankan. Untuk itu, diperlukan upaya untuk memahami kembali cita-cita bangsa yang dicerminkan di dalam Pancasila; Keberadaan nilai-nilai Pancasila perlu terus dibina, dikembangkan dan dilestarikan. -----

Diskusi:

Menurut anda bagaimana pemahaman dan implementasi Pancasila di era reformasi? Upaya yang perlu dilakukan?...


Similar Free PDFs