(not final) Model Kota Bandar Lampung.pdf PDF

Title (not final) Model Kota Bandar Lampung.pdf
Author Divia Indira
Pages 34
File Size 3.6 MB
File Type PDF
Total Downloads 159
Total Views 708

Summary

LAPORAN TUGAS BESAR PL 2171 – POLA LOKASI DAN STRUKTUR RUANG Oleh : Divia Indira Arifin (22116064) Dosen Pengampu: Yudha Rahman, S.T., M.T. PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA 2017 i DAFTAR ISI DAFTAR ISI ...............


Description

Accelerat ing t he world's research.

(not final) Model Kota Bandar Lampung.pdf Divia Indira

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Mast er Plan Kawasan Ekonomi Ujung Jabung Provinsi Jambi Set yasmoko Pandu Hart adit a

aglora Surono Rene Rencana Kerja Pemerint ah (RKP) Tahun 2017 REPUBLIK INDONESIA Yadi Mulyadi

LAPORAN TUGAS BESAR PL 2171 – POLA LOKASI DAN STRUKTUR RUANG

Oleh : Divia Indira Arifin (22116064)

Dosen Pengampu: Yudha Rahman, S.T., M.T.

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA 2017

i

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................................................................ii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1.

Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2.

Tujuan dan Sasaran .................................................................. 2

1.3.

Ruang Lingkup Wilayah dan Materi ................................................ 2

1.3.1.

Ruang Lingkup Wilayah ........................................................ 2

1.3.2.

Ruang Lingkup Materi .......................................................... 3

1.4.

Sistematika Laporan ................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4 2.1.

Globalisasi dan Global City ......................................................... 4

2.2.

Kota-Kota di Dunia ................................................................... 6

2.2.1.

Kota-Kota di Amerika Latin ................................................... 6

2.2.2.

Kota-Kota di Afrika ............................................................. 9

2.2.3.

Kota di Asia Selatan .......................................................... 10

2.3.

Kota-Kota di Asia Tenggara ....................................................... 13

2.4.

Kota di Indonesia ................................................................... 15

BAB III MODEL KOTA BANDAR LAMPUNG ................................................... 18 3.1.

Penggunaan Lahan Kota Bandar Lampung ...................................... 18

3.2.

Zona-Zona dan Karakteristik Setiap Zona di Kota Bandar Lampung ....... 19

3.3.

Kritik Terhadap Model Kota Bandar Lampung ................................. 25

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................... 29 4.1.

Kesimpulan .......................................................................... 29

4.2.

Rekomendasi ........................................................................ 29

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 30

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Kota di Amerika Latin ................................................... 7 Gambar 2.2 Model Kota di Asia Selatan Berbasis Kolonial .............................. 10 Gambar 2.3 Model Kota di Asia Selatan Berbasis Pasar ................................. 12 Gambar 2.4 Model Kota di Asia Tenggara ................................................. 13 Gambar 2.5 Model Kota di Indonesia Berdasarkan Model McGee ...................... 16 Gambar 3.1 Peta Guna Lahan Kota Bandar Lampung ................................... 18 Gambar 3.2 Kantor Perusahaan Bumi Waras (Industri Lokal) .......................... 19 Gambar 3.3 Salah satu perusahaan asing yang berdiri di Kecamatan Panjang ...... 20 Gambar 3.4 Salah satu kantor perusahaan nasional yang terletak di Kecamatan Panjang ......................................................................................... 20 Gambar 3.5 Toko Perlengkapan Sembhayang di Jl. Sultan Hasanudin ............... 21 Gambar 3.6 Toko Oleh-Oleh di Jl. Ikan Kakap ............................................ 21 Gambar 3.7 Rumah makan non-halal di Jl. M.S. Batubara ............................. 21 Gambar 3.8 Restoran Cepat Saji di mal Central Plaza, Jl. R.A. Kartini .............. 22 Gambar 3.9 Kantor Pelayanan Konsumen Samsung di Jl. Cut Nyak Dien............. 22 Gambar 3.10 Salah Satu Hotel di Jl. R.A. Kartini ........................................ 23 Gambar 3.11 Rumah di perumahan Citra Garden ........................................ 23 Gambar 3.12 Rumah di perumahan Vila Citra ............................................ 24 Gambar 3.13 Rumah di perumahan Bukit Kencana ...................................... 24 Gambar 3.14 Rumah di perumahan Way Halim Pemai .................................. 24 Gambar 3.15 Peta Persebaran Objek Yang Diobservasi ................................. 25

iii

1. BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Bandar Lampung merupakan ibukota dari Provinsi Lampung. Secara geografis, wilayah kota Bandar Lampung berada di 50°20‟-50°30‟ LS dan 105°28‟-105°37‟ BT. Posisi geografis ini sangat menguntungkan, karena letak nya menjadi pintu gerbang antara Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa; berdekatan dengan DKI Jakarta yang merupakan pusat perekonomian negara. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan banyaknya pendatang yang menetap di Bandar Lampung, dan menjadikan kota Bandar Lampung sebagai kota terbesar ketiga di Sumatera setelah Medan dan Palembang. Banyaknya pendatang (yang pada akhirnya) menetap di kota Bandar Lampung menjadikan masyarakat Bandar Lampung sebagai masyarakat yang heterogen dalam hal kebudayaan dan etnik. Selain itu, heterogenitas dalam hal kepercayaan juga sangat dirasakan di Bandar Lampung. Karena mayoritas masyarakat Bandar Lampung adalah pendatang dari berbagai daerah, maka tak mengherankan bila terdapat banyak bahasa yang digunakan di Bandar Lampung. Bahasa-bahasa tersebut antara lain bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Minang, dan juga bahasa Lampung sebagai budaya lokal. Kota Bandar Lampung merupakan daerah perkotaan yang terus berkembang dari daerah tengah ke daerah pinggiran kota yang ditunjang fasilitas perhubungan dan penerangan. Perkembangan kota ditandai dengan tumbuhnya kawasan permukiman, namun hal itu tidak membuat ciri perkotaan terlihat jelas. Oleh karena itu, observasi perlu dilakukan untuk

1

mengetahui ciri-ciri kota Bandar Lampung yang mendasar, dan pada akhirnya dapat menentukan model kota yang sesuai untuk Bandar Lampung. Pada tugas besar ini, penulis mengasumsikan bahwa kota Bandar Lampung merupakan kota yang sedang berkembang menuju global city; yang mana pada era sekarang, peniadaan batas-batas geografis telah membuat kondisi perekonomian global berkembang sangat kompleks, di mana semua kawasan sub-nasional sendiri pada akhirnya ikut berpartisipasi di dalamnya, sehingga menyebabkan suatu kota mau tidak mau harus mengalami transformasi menjadi kota global. Meskipun penataan wilayah di kota Bandar Lampung belum bisa dikatakan baik, namun ada beberapa aspek perkotaan yang dapat dipertimbangkan untuk membuktikan asumsi di atas.

1.2.

Tujuan dan Sasaran Tujuan :

Untuk mengorientasikan model kota Bandar Lampung yang sesuai dengan kondisi sekarang.

Sasaran :

1.3.

1.

Letak kawasan industri di kota Bandar Lampung,

2.

Letak zona komersial Tiongkok di kota Bandar Lampung,

3.

Letak pusat perdagangan dan jasa di kota Bandar Lampung, dan

4.

Letak perumahan kelas atas di kota Bandar Lampung.

Ruang Lingkup Wilayah dan Materi 1.3.1. Ruang Lingkup Wilayah Observasi untuk tugas besar ini dilakukan di Kecamatan Panjang, Kecamatan Teluk Betung Utara, Kecamatan Teluk Betung Selatan, dan Kecamatan Tanjung Karang Pusat.

2

1.3.2. Ruang Lingkup Materi Model

kota

Bandar

Lampung

hingga

saat

ini

belum

dapat

diidentifikasi secara pasti, karena peruntukan lahan di Bandar Lampung (yang sesuai dengan RTRW terakhir) masih belum tertata dengan baik.

1.4.

Sistematika Laporan Bab I Pendahuluan Pada bagian pendahuluan, penulis menguraikan latar belakang yang berisi penjelasan rasional mengenai kota Bandar Lampung serta model kota yang dianggap relevan dengan kondisi saat ini. Selain itu, terdapat beberapa sub-bab yang juga dijelaskan pada Bab I, antara lain tujuan dan sasaran dilakukannya observasi, ruang lingkup wilayah dan materi observasi, dan sistematika penulisan laporan observasi. Bab II Tinjauan Pustaka Pada bab ini, penulis memaparkan teori mengenai model-model kota di dunia, Asia Tenggara, dan Indonesia, yang memiliki keterkaitan dengan asumsi yang telah dikemukakan pada sub-bab sebelumnya. Bab III Model Kota Bandar Lampung Pada bab ini, penulis menampilkan layout peta guna lahan kota Bandar Lampung yang telah disesuai dengan Perda terakhir, yang akan digunakan sebagai salah satu dasar analisis. Penulis juga menampilkan hasil observasi yang relevan untuk membuktikan asumsi yang telah dikemukakan pada sub-bab sebelumnya. Bab IV Kesimpulan dan Rekomendasi Pada bab ini, penulis membuat kesimpulan dari tujuan dilakukannya observasi berdasarkan analisis yang telah dibuat. Selain itu, penulis juga memberikan rekomendasi terkait materi ataupun observasi yang telah dilakukan.

3

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Globalisasi dan Global City Globalisasi merupakan proses ekspansi dan memperdalam pasar global dalam bidang barang dan komoditas, jasa, dan keuangan, yang dipacu oleh perkembangan komunikasi dan transportasi teknologi; serta liberalisasi perdagangan. Hal ini telah mendorong terjadinya penggabungan berbagai macam sektor di dunia ke dalam suatu sistem keuangan global dan ekonomi global (Dicken, 1992). Proses ini memilki pengaruh yang sangat kuat, sehingga tidak ada kota besar yang tidak terpengaruh, dan pada akhirnya kota-kota ini akan menjadi “global cities”. Global cities (kota global) merupakan istilah yang baru-baru ini digunakan untuk menggambarkan perkembangan

kota-kota

besar

di

dunia

dalam

kaitannya

dengan

restrukturisasi ekonomi global. Restrukturasi ekonomi global merupakan sebuah proses perubahan yang terjadi di divisi tenaga kerja internasional, sistem produksi, serta lembaga regulasi sosial (Cho, 1997).

Global cities berfungsi sebagai kantor pusat perusahaan transnasional, pengelolaan

keuangan

internasional,

lembaga/institusi

transnasional,

pengolahan telekomunikasi dan informasi, serta berfungsi sebagai tempat bagi pengusaha untuk memperluas usahanya (Shacar, 1994; Knox, 1994). Keberadaan global cities pada dasarnya mencerminkan dimensi sosio-spasial ekonomi global (Friedmann, 1986; Sassen, 1991, 1994). Berdasarkan tinjauan yang lebih luas mengenai pengembangan perspektif dan studi empiris Friedmann (1986), terdapat 5 ciri yang mengidentifikasi suatu kota adalah global cities, yaitu: (1) Kota sebagai simpul pengorganisasian sistem ekonomi global

4

(2) Kota sebagai tempat „penimbunan‟ modal, namun lebih kecil daripada dunia secara keseluruhan (3) Kota sebagai ruang yang besar untuk interaksi ekonomi dan sosial (4) Kota disusun secara hierarkis sesuai dengan kekuatan ekonomi masingmasing (5) Kota dikuasai oleh pemodal kelas transnasional

Semakin ekonomi menjadi global, semakin tinggi aglomerasi fungsi pokok pada kota secara keseluruhan. Pernyataan ini terbukti dari sistem perkotaan yang global telah nyata ditandai dengan terdapatnya arus modal, informasi, dan tenaga kerja. Seperti pada pendapat Castells (1989) yang menyatakan bahwa sistem perkotaan; yang dalam perspektif tradisional merupakan lokasi yang saling berhubungan, seharusnya diubah menjadi ruang arus.

Istilah “world cities” atau “global cities” sebenarnya bukanlah istilah baru. Hall

(1966)

pada

tahun

1960an

menggunakan

istilah

ini

dalam

mendiskusikan perkembangan kawasan metropolitan yang sangat besar, serta rencana kawasan tersebut untuk ke depannya. Namun, istilah “global cities” pada saat itu bukanlah mengarah pada globalisasi. Sassen (1997) berpendapat bahwa: Pada literatur sebelumnya, kota-kota di dunia lebih diartikan sebagai ibukota

kerajaan/kekaisaran,

dengan

hirarki

kekuasaan

di

kota

„terbaik‟. Dalam literatur terkini mengenai global cities, jaringan kota yang global; ditentukan dari lintas batas nya, berfungsi sebagai lokasi strategis untuk aktivitas ekonomi global. Dan akhirnya, kita perlu membedakan antara literatur global dan world cities saat ini yang mirip, yang secara langsung atau tidak langsung berkontribusi dalam pemahaman kita mengenai kedua jenis kota ini; khususnya bagi pengusaha.

5

[1] sebuah konurbasi[2] di barat laut Belanda yang membentang membentuk tapal kuda dari Dordrecht dan Rotterdam ke sekitar Utrecht dan Amersfoort melalui Den Haag, Leiden, Haarlem, dan Amsterdam. Mayoritas penduduk Belanda tinggal di daerah ini. [2] urban area atau aglomerasi yang terdiri dari beberapa kota besar, kota kecil, dan daerah urban yang mana terjadi pertumbuhan penduduk dan pembagunan fisik secara besar-besaran.

Terlepas dari meningkatnya minat penelitian terhadap fenomena global cities, studi empiris sejauh ini berfokus pada kota-kota maju; seperti London, New York,dan Tokyo (Rimmer, 1986; Sassen, 1991, 1994) dan Ranstad Holland[1] (Shacar, 1994). Oleh karena itu, tidak mengherankan bila sangat sedikit yang mengetahui mengenai proses ini di kota pada negara berkembang, yang juga disebut sebagai “kota sekunder dunia” (Knox, 1994). Dalam hal ini, kota di negara berkembang di Asia juga termasuk, terlepas dari kenyataan bahwa proses serupa juga terjadi disana. Seperti pendapat yang diungkapkan oleh Lin (1994), bahwa modal transnasional telah

sangat

memengaruhi

pola

tata

ruang

dalam

urbanisasi

dan

restrukturasi perkotaan di Asia.

2.2.

Kota-Kota di Dunia 2.2.1. Kota-Kota di Amerika Latin Griffin dan Ford (1980) mengemukakan sebuah model kota Amerika Latin, yang kemudian diperbarui oleh Ford (1996). Model ini berusaha untuk menggabungkan elemen tradisional yang terdapat pada

struktur

perkotaannya

dengan

pengaruh

dari

proses

modernisasi. Model ini digambarkan dengan area pusat kota, tulang punggung perdagangan dan jasa & sektor perumahan elit yang terkait, dan serangkaian zona konsentris di mana kualitas hunian menurun terhadap jarak dari pusat kota.

6

Gambar 2.1 Model Kota di Amerika Latin



Downtown and inner city (area pusat kota): kawasan pusat kota terbagi menjadi CBD (Central Business District) yang „modern‟ dan kawasan pasar yang „tradisional‟. Perbedaan terlihat sangat jelas antara bisnis berbasis pinggir jalan dan bisnis mandiri



dalam gedung besar. Commercial spine and elite residental sector (area pusat komersial dan perumahan elit): kawasan ini berisi fasilitas kota yang paling penting; termasuk rumah sakit swasta, hotel, museum,

bioskop,

dan

sebagian

besar

rumah

kelas

atas/menengah atas. Kontrol penggunaan dan zonasi lahan 

diberlakukan secara ketat untuk menjaga kualitas kawasan. Industry (industri): sektor industri seringkali diikuti dengan jalur kereta api atau jalan raya, berujung pada kawasan industri pinggiran kota yang menyediakan tempat yang luas untuk pabrik



dan gudang. Periférico: kawasan industri dan mal yang dihubungkan oleh jalan lingkar.

7



Other residential zones (zona hunian lain): terletak jauh dari pusat komersial elit. Zona ini

berbeda dengan model yang

dikemukakan oleh Burgess untuk kota Amerika Utara; struktur perkotaan terdiri dari serangkaian zona di mana status sosial ekonomi dan kualitas perumahan menurun dengan meningkatnya jarak dari pusat kota. Adapun zona-zona yang dimaksud adalah:

 Zone of maturity: merupakan area tempat tinggal yang lebih baik, terdiri dari eks rumah elit yang telah diseleksi dan perumahan mandiri yang telah ditingkatkan dari waktu ke waktu. Daerah ini tetap dilayani sepenuhnya dengan jalanan yang di aspal, penerangan, saluran air limbah, sekolah, dan transportasi umum.

 Zone of in situ accretion (zona pertumbuhan in situ): merupakan zona dengan perubahan yang konstan. Zona ini ditandai dengan berbagai tipe rumah dari ukuran dan kualitas, serta banyak loteng yang belum selesai dibangun. Tingkat penyediaan layanannya juga bervariasi; penyediaan air dengan pengiriman truk air, gas butana untuk pemanas dan memasak biasa.

 Middle-class

residential

tracts

(perumahan

kelas

menengah): biasanya berlokasi dekat dengan sektor elit dan periférico untuk menjamin akses, status, dan perlindungan. Walau tidak digambarkan pada model, perumahan pada zona ini dapat ditempatkan di zona in situ (dekat dengan kawasan industri pinggir kota).

 Zone of peripheral squatter settlements (zona area kumuh menyeluruh): zona ini mengakomodasi imigran miskin ke kota; merupakan bagian terburuk kota dalam hal kualitas perumahan dan penyediaan layanan publik.

8

2.2.2. Kota-Kota di Afrika Afrika adalah benua dengan urbanisasi yang paling sedikit, tetapi menunjukkan keragaman terbesar dalam perkotaan. Keanekaragaman suku di Afrika berasal dari tradisi yang khas; terutama di Afrika Utara dan Barat, serta berasal dari rekam jejak penjajahan. PBB (1973) mengemukakan model kota Afrika berdasarkan keberadaan intisari asli, dan persebaran kelompok etnis berdasarkan gradien kepadatan penduduk. Kritikan terhadap model yang ada berfokus pada kegagalan model untuk mengenali transformasi pasca kolonial di kota Afrika, yang ditandai dengan kekacauan yang lebih besar dalam ekonomi dan penggunaan lahan perumahan. Dalam analisis yang lebih luas, O‟Connor (1983) mengidentifikasi 7 tipe kota di Afrika, yaitu: 

 



The indigenous city (kota adat, terletak di barat daya Nigeria, Addis Ababa) The

Islamic

city

(kota

dengan

dominasi

penduduk

beragama Islam) The colonial city (kota bekas penjajahan) The European city (kota dengan mayoritas penduduk orang Eropa; terletak di selatan dan timur Afrika, seperti

 

Nairobi, Lusaka, dan Johannesburg) The dual city (perpaduan dari 2 tipe/lebih tipe-tipe kota di atas. Contoh: Kano) The hybrid city (kota yang terdiri dari elemen asli dan asing dalam proporsi yang sama, namun bagian-bagiannya



terintegrasi. Contoh: Accra, Kumasi, dan Lagos) The apartheid city (kota dengan sistem perkotaan yang berbeda dengan sistem nasional)

9

2.2.3. Kota di Asia Selatan Bentuk kota di Asia Selat...


Similar Free PDFs