Pengawasan pembangunan.pdf PDF

Title Pengawasan pembangunan.pdf
Author Hardiantila 050
Pages 13
File Size 243.7 KB
File Type PDF
Total Downloads 238
Total Views 525

Summary

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang pembangunan maka kita tidak terlepas dari adanya bagaimana,dan siapa yang akan menggerakan pembangunan tersebut kearah yang lebih baik atau menuju ke arah yang positif. Pembangunan biasanya adalah rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan peruba...


Description

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang pembangunan maka kita tidak terlepas dari adanya bagaimana,dan siapa yang akan menggerakan pembangunan tersebut kearah yang lebih baik atau menuju ke arah yang positif. Pembangunan biasanya adalah rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang di tempuh oleh suatu negara dan bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.(Sondang P. Siagian). Makna pembangunan nasional bangsa indonesia seperti yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara adalah sebagai suatu proses yang mengutamakan atau memprioritaskan seluruh lapisan sasial masyarakat agar tampil dan berperan secara demokratis menjadi pelaku pembangunan. Dalam rangka pembangunan nasional pemerintah dalam hal ini lembaga inspektorat kabupaten pulau morotai tidak hanya melakukan tugas umum saja,tetapi juga sekali gus melaksanakan tugas pembangunan,dan pelaksanaan pengawasan untuk mengerakan pembangunan sesuai dengan tujuan negara. Tujuan pembangunan nasional bangsa indonesia yaitu yang tercantum dalam undang-undang dasar 1945 pada alinea ke-4 yang berbunyi “mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur” material dan spiritual berdasarkan pancasila dan Undang-undang dasar 1945,melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia untuk memajukan kesejahtraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunian yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintah Daerah merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengelolaan daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan pengawasan juga merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pembangunan yang dimaksud yakni realisasi program dan anggaran di semua sektor pembangunan kehidupan masyarakat.

Dalam rangka merealisasikan program dan anggaran pembangunan daerah, sangat penting adanya proses pengawasan. Tujuannya yaitu agar anggaran tersebut dikelola dengan efektif dan efisien. Selain itu juga untuk memastikan dan menjamin agar program-program yang diselenggarakan Pemerintah Daerah akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan perundangundangan yang berlaku, sehingga diharapkan tidak ada penyelewengan dalam pengelolaan anggaran daerah. Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah pasal 209 ayat (2), dinyatakan bahwa perangkat daerah/kota terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas, Badan dan Kecamatan. Salah satu dari perangkat daerah tersebut berfungsi sebagai lembaga pengawasan internal dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah agar terbebas dari segala bentuk penyelewengan. Perangkat daerah tersebut yaitu inspektorat daerah.

B. Rumusan masalah 1. Pengertian pengawasan dan tujuan pengawasan pembangunan 2. Jenis-jenis pengawasasn 3. Prinsip-prinsip pengawasan 4. Hambatan pengawasan pembangunan

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian pengawasan dan tujuan pengawasan daerah. a. Pengertian pengawasan. Djamaluddin Tanjung dan Supardan mengemukakanPengertian Pengawasan yaitu salah satu fungsi manajemen untuk menjamin agar pelaksanaan kerja berjalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Dengan pengawasan dapat diketahui sampai dimana penyimpangan, penyalahgunaan, kebocoran, pemborosan, penyelewengan, dan lain-lain kendala di masa yang akan datang. Jadi keseluruhan dari pengawasan adalah kegiatan membandingkan apa yang sedang atau sudah dikerjakan dengan apa yang direncanakan sebelumnya, karena itu perlu kriteria, norma, standar dan ukuran tentang hasil yang ingin dicapai. Dari pengertian pengawasan diatas, terdapat hubungan yang erat antara pengawasan dan perencanaan, karena pengawasan dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan dan hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Dalam hubungan ini, Harold Koontz dan Cyriel P. Donel berpendapat bahwa perencanaan dan pengawasan merupakan dua sisi mata uang yang sama. Dengan demikian jelas bahwa tanpa rencana, maka pengawasan tidak mungkin dapat dilaksanakan, karena tidak ada pedoman atau petunjuk untuk melakukan pengawasan itu. Rencana tanpa pengawasan akan

cenderung

memberi

peluang

timbulnya

penyimpangan-penyimpangan,

penyelewengan dan kebocoran tanpa ada alat untuk mencegah, oleh karena itu diperlukan adanya pengawasan. Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting, sehingga berbagai ahli manajemen dalam memberikan pendapatnya tentang fungsi manajemen selalu menempatkan unsur pengawasan sebagai fungsi yang penting. Kasus-kasus yang terjadi dalam banyak organisasi adalah tidak diselesaikannya suatu penugasan, tidak ditepatinya waktu dalam penyelesaian suatu anggaran yang berlebihan dan kegiatan-kegiatan lain yang menyimpang dari rencana.

Begitu pentingnya pengawasan dalam suatu organisasi sehingga keberhasilan atau kinerja suatu organisasi menjadi ukuran, sampai dimana pelaksanaan pengawasan terhadap organisasi tersebut. Bahkan dalam praktek manajemen modern pengawasan tidak dapat lagi dipisahkan dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Tata cara pengendalian dan pengawasan pelaksanaan rencana pembangunan yang dilakukan oleh pimpinan kementerian/lembaga/skpd, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lembaga pemerintah yang menangani bidang pengawasan adalah BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Adapun pengertian dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, atau yang disingkat BPKP,

adalah Lembaga

pemerintah

nonkementerian Indonesia yang

bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan. BPKP telah mengalami serangkaian metamorfosa yang dimulai pada tahun 1936 berdasarkan besluit Nomor 44 tanggal 31 Oktober 1936 berbentuk Djawatan Akuntan Negara/DAN (Regering Accountantsdienst) dan berada di Bawah Departemen Keuangan yang bertugas melakukan penelitian terhadap pembukuan dari berbagai perusahaan negara dan jawatan tertentu. Kemudian pada tahun 1959-1966 DAN menjadi Unit Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan dengan nama Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan Negara atau yang lebih dikenal sebagai DJPKN. Perubahan struktur dan penataan kelembagaan tersebut terus berjalan pada tahun 1968-1971 hingga akhirnya pada tahun 1983 dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983 maka DJPKN ditransformasikan menjadi Badan Pengawasan Keuangan

dan

Pembangunan

(BPKP),

sebuah Lembaga

Pemerintah

Non

Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dengan Keppres tersebut maka BPKP secara resmi didaulat untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lebih dari 30 tahun, Indonesia telah menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai indikator keberhasilan dalam pembangunan. Dengan paradigma pembangunan yang dianut, pertumbuhan ekonomi, paling tidak sebelum terjadi krisis ekonomi, melaju dengan tingkat pertumbuhan hampir mencapai 8% per-tahun. Namun demikian,

sangat disayangkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi tersebut harus ditebus dengan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan. Kerusakan lingkungan (atau faktor yang mempunyai potensi menimbulkan kerusakan lingkungan) tidak menurun bahkan cenderung meningkat yang terlihat pada beberapa sektor strategis di dalam pembangunan Indonesia seperti sektor kehutanan, pertanian dan perikanan maupun pertambangan. Hal ini sebagai akibat pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang cenderung mengarah pada pola pengelolaan yang berorientasi jangka pendek. Untuk mengantisipasi keadaan yang lebih buruk, arah pembangunan kedepan harus ditegaskan bahwa pendayaan sumber daya alam dan lingkungan harus dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan mengutamakan kemakmuran rakyat serta memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan. Dalam menentukan strategi pembangunan, aspek lingkungan harus dijadikan pertimbangan utama. Konsep ini pada dasarnya mengandung aspek daya dukung lingkungan dan solidaritas antar generasi. Permasalahan degradasi kualitas lingkungan dan sumber daya alam juga disebabkan karena tidak terselenggaranya good governance atau kepemerintahan yang baik. Hal ini terlihat dari tidak efisiennya lembaga perwakilan, banyaknya kasus korupsi, dan belum berdayanya masyarakat. Hal ini karena belum terciptanya mekanisme yang dapat menjembatani kepentingan masyarakat, sektor bisnis, dan pemerintah, terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mencapai kesejahteraan dan kesetaraan, serta meningkatkan kualitas hidup sangat diperlukan. Selain itu, belum ada kesadaran responsive dari berbagai pihak dalam menangani isu-isu pembangunan yang kritis. Walaupun Indonesia secara sadar telah mengakui konsep pembangunan berkelanjutan dan bahkan telah meratifikasi beberapa konvensi internasional yang berkenaan dengan pembangunan dan isu-isu lingkungan, namun implementasi konvensi-konvensi tersebut masih belum berjalan mulus. Beberapa konvensi meskipun telah diturunkan ke dalam Undang Undang, pengawasan pelaksanaannya dan penegakan hukumnya masih sangat lemah.

b. Tujuan pengawasan pembangunan. 1. Menjamin ketetapan pelaksanaan tugas sesuai dengan rencana tersebut, kebijaksanaan dan perintah. 2. Melaksanakan koordinasi kegiatan-kegiatan. 3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan. 4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang dan jasa yang dihasilkan. 5. Membina

kepercayaan

masyarakat

terhadap

kepemimpinan

organisasi

(pemerintah). B. Jenis-jenis pengawasan. 1. Pengawasan Intern dan Ekstern Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.” Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin. Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. 2. Pengawasan Preventif dan Represif Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.

Di sisi lain, pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan. 3. Pengawasan Aktif dan Pasif Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.

C. Prinsip-prinsip pengawasan pembangunan. a) Bundles of rights (hak atas lahan) Kewenangan untuk mengatur hak atas lahan, hubungan hukum antara orang/badan dengan lahan, dan perbuatan hukum mengenai lahan. b) Police power (pengaturan) Kewenangan menerapkan peraturan hukum (pengaturan, pengawasan, dan pengendalian pembangunan di atas lahan maupun kegiatan manusia yang menghuninya) untuk menjamin kesehatan umum, keselamatan, moral, dan kesejahteraan. Seringkali dianggap sebagai ‘limitation of private property/individual rights’.

c) Eminent domain (pencabutan hak atas lahan) Yaitu kewenangan tindakan mengambil alih atau mencabut hak atas lahan di dalam batas kewenangannya dengan kompensasi seperlunya dengan alasan untuk kepentingan umum. d) Taxation Yaitu kewenangan mengenakan beban atau pungutan yang dilandasi kewajiban hukum terhadap perorangan/kelompok atau pemilik lahan untuk tujuan kepentingan umum. e) Spending power (Government Expenditure) Yaitu kewenangan membelanjakan dana publik untuk kepentingan umum (melalui APBN dan atau APBD). Pemerintah berkewajiban untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan sektor-sektor industri, jasa, dan properti. Hal ini akan meningkatkan kebutuhan akan ruang. Namun di lain pihak, pemerintah juga harus menjaga agar pertumbuhan

pembangunan

tidak

“over”

agar

tidak

terjadi

hal

yang

buruk. Tentunya harus diupayakan jalan tengah yang terbaik agar pengendalian pembangunan dalam hal pemanfaatan ruang terus dilakukan oleh pemerintah.

D. Hambatan-hambatan pengawasan. 1. Kurang informasi mengenai data produktivitas terutama melakukan perbaikan; dan acap kali terdapat kekurangan kemampuan untuk merincikan hasil yang dicapai oleh manajemen; 2. Bidang tanggung jawab kurang cukup jelas dirumuskan, sehingga tidak jelas pula bentuk dan lingkungan pelimpahan tugas itu; 3. Penyampaian petunjuk kerja secara jelas sering tidak terjadi dan hal ini memperlihatkan adanya komunikasi yang tidak wajar; 4. Meningkatkan lingkup dan kegiatan usaha masing-masing; 5. Jabatan-jabatan dalam manajemen makin memerlukan spesialisasi dan tentunya memerlukan koordinasi;

6. Berkembangnya manajemen partisipatifsehingga menghendaki adanya tukar menukar informasi antara pimpinan dan unsur-unsur manajemen formal dan informal untuk dapat memelihara industrial peace dan antar perusahaan; 7. Pertumbuhan jaminan komunikasi memerlukan koordinasi secara intern dan antar perusahaan; 8. Cepatnya terjadi perubahan sehingga menghendaki kecepatan adaptasi bagi tenaga baru Kemampuan adaptasi ini bergantung dari sistem komunikasi manajemen

BAB III PENUTUP Kesimpulan Pemantauan dan pengawasan pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan yang memiliki obyek yang sama, yakni mengikuti perkembangan pelaksanaan pembangunan agar senantiasa sesuai dengan rencana. Dalam banyak literatur, kedua kegiatan itu tidak dipisahkan. Tapi dalam pembahasan ini dilakukan pemisahanuntuk menunjukkan adanya \ dua kegiatan yang serupa tetapi tidak harus selalu sama, atau masing-masing dilakukan oleh lembaga atau unit organisasi yang berbeda. Menurut Steiss (1982), salah satu fungsi pengawasan adalah meningkatkan

kebertanggungjawaban (accountability) dan

keterbukaan(transparancy) sektor

publik. Pengawasan pada dasarnya berfungsi menekankan langkah-langkah pembenahan atau koreksi (correctiveactions) jika dalam suatu kegiatan terjadi kesalahan atau perbedaan dari tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan (Fayol, 1949; Jerome, 1961; Koonts dan O’Donnell, 1968). Langkah-langkah pembenahan dari fungsi pengawasan sering kali lebih dititik beratkan pada penanganan sumber-sumber dana (financial resources) agar sesuai dengan peraturan yang berlaku dan untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan secara menyeluruh (Anthony, 1965).Mockler (1972) menyatakan bahwa langkah-langkahpengawasan seyogyanya lebih ditekankan pada hal-hal yang positif dan bersifat pencegahan. Untuk itu pengawasan memerlukan suatu standar kinerja atau indikator yang dapat digunakan sebagai pembanding atau referensi dari kinerja aktualnya. Penentuan standar kinerja bagi pengawasan ini membutuhkan masukan dan peran serta para pelaksana di lapangan sehingga dapat dihasilkan suatu standar yang realistik dan akurat. Dengan dasar argumen yang sama, Literer (1973) juga menyarankanpenggunaan standar kinerja sebagai kerangka acuan (frame of reference) kegiatan. Pengawasan pelaksanaan pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan untuk mengikuti perkembangan pelaksanaan pembangunan dan menindaklanjuti agar kegiatan pembangunan senantiasa sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Dalam pengertian ini pengawasan termasuk pula mengarahkan dan mengkoordinasikan antar kegiatan dalam pelaksanaan proyek-proyek agar pemborosan dan penyelewengan dapat dicegah. Dengan demikian, kegiatan pengawasan harus bersifat obyektif, serta dapat mengungkapkan fakta-fakta

tentang pelaksanaan suatu pekerjaan. Sifat obyektif ini meliputi unsur teknis dan administratif. Obyektif secara teknis misalnya, apakah pekerjaan bangunan beton telah mengikuti spesifikasi teknis dan prosedur pekerjaan yang telah ditentukan; sedangkan obyektif secara administrative misalnya, apakah suatu pekerjaan telah mengikuti prosedur administratif yang baik dan benar sesuai peraturan yang berlaku.

Daftar Pustaka Lahengking, frengki. 2013. “ pelaksanaan fungsi pengawasan inspektorat dalam pembangunan”. Studi kasus. Manullang ,M. 2004. “Dasar-Dasar Managemen”.Yogyakarta:gaja Mada....


Similar Free PDFs