PENGENDALIAN CEMARAN MIKROBA PADA BAHAN PANGAN ASAL TERNAK (DAGING DAN SUSU) MULAI DARI PETERNAKAN SAMPAl DIHIDANGKAN PDF

Title PENGENDALIAN CEMARAN MIKROBA PADA BAHAN PANGAN ASAL TERNAK (DAGING DAN SUSU) MULAI DARI PETERNAKAN SAMPAl DIHIDANGKAN
Author Marina Suciati
Pages 6
File Size 567.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 633
Total Views 683

Summary

PENGENDALIAN CEMARAN MIKROBA PADA BAHAN PANGAN ASAL TERNAK (DAGING DAN SUSU) MULAI DARI PETERNAKAN SAMPAl DIHIDANGKAN Erni Gustiani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, Jalan Kayuambon No. 80, Kotak Pos 8495 Lembang 40391 Telp. (022) 2786238, Faks. (022) 2789846, E-mail: bptp-jabar@litba...


Description

Accelerat ing t he world's research.

PENGENDALIAN CEMARAN MIKROBA PADA BAHAN PANGAN ASAL TERNAK (DAGING DAN SUSU) MULAI DARI PETERNAKAN SAMPAl DIHIDA... Marina Suciati

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

PEMBANGUNAN RUMAH POT ONG HEWAN.pdf Drs H M Solihin

CEMARAN MIKROBA PADA PRODUK PERTANIAN, PENYAKIT YANG DIT IMBULKAN DAN PENCEGAHANNYA Marina Suciat i PEDOMAN MEMPEROLEH DAGING SEGAR drh KUNTA

PENGENDALIAN CEMARAN MIKROBA PADA BAHAN PANGAN ASAL TERNAK (DAGING DAN SUSU) MULAI DARI PETERNAKAN SAMPAl DIHIDANGKAN Erni Gustiani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, Jalan Kayuambon No. 80, Kotak Pos 8495 Lembang 40391 Telp. (022) 2786238, Faks. (022) 2789846, E-mail: [email protected], [email protected] Diajukan: 17 April 2009; Diterima: 28 Juli 2009

ABSTRAK Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia. Beberapa kasus keracunan atau penyakit karena mengonsumsi makanan yang tercemar mikroba telah banyak terjadi di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa keamanan pangan masih perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Penyakit yang disebabkan oleh mikroba yang sering menimbulkan masalah antara lain adalah antraks, foodborne disease, dan waterborne disease, sedangkan mikroba yang biasa mencemari bahan pangan asal ternak di antaranya adalah Salmonella sp., Escherichia coli, Coliform, Staphylococcus sp., dan Pseudomonas. Hal ini disebabkan bahan pangan asal ternak merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme patogen. Tulisan ini bertujuan untuk mengulas cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak khususnya daging dan susu, penyakit yang ditimbulkan, dan strategi pengendaliannya. Informasi yang disajikan diharapkan dapat memberikan pemahaman dan membangkitkan kesadaran tentang pentingnya menghasilkan produk ternak yang bermutu, bergizi, halal, dan aman dikonsumsi melalui penerapan sistem keamanan pangan dalam setiap proses produksi, mulai dari tahap budi daya (good farming practices), pascapanen (good handling practices), dan pengolahan (good manufacture practices) hingga makanan siap disajikan di meja. Kata kunci: Bahan pangan asal hewan, cemaran mikroba, keamanan pangan

ABSTRACT Controlling microbial contamination on livestock products (meat and milk) from farm to table Food is a basic need for human living. Some poisoned cases or diseases caused by microbial contaminated livestock product have been reported in Indonesia. It showed that food safety has to obtain serious attention. Some diseases caused by microbial contamination are anthrax, foodborne diseases, and waterborne diseases. Microorganisms that contaminate livestock products are Salmonella sp., Escherichia coli, Coliform, Staphylococcus sp., and Pseudomonas. The livestock products are good media for microorganism patogen living. This articles reviewed the existence of microbial contamination on animal products especially meat and milk, diseases caused by microbial contamination on animal products, and strategy to control the diseases. The information is hopefully useful in giving understanding and awareness to all of us about the importance of producing high quality product, halalness, nutritious and safely to be consumed through the implementation of food security system in each process of production from the farm (good farming practices), postharvest (good handling practices), and processing (good manufacture practices) until to table. Keywords: Animal products, microbial contamination, food safety

P

angan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia, sehingga ketersediaan pangan perlu mendapat perhatian yang serius baik kuantitas maupun kualitasnya. Perhatian pemerintah terhadap ketersediaan pangan diimplementasikan melalui program ketahanan pangan, agar masyarakat memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, aman, bergizi, sehat, dan halal untuk

96

dikonsumsi (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 2004). Bahan pangan dapat berasal dari tanaman maupun ternak. Produk ternak merupakan sumber gizi utama untuk pertumbuhan dan kehidupan manusia. Namun, produk ternak akan menjadi tidak berguna dan membahayakan kesehatan apabila tidak aman dikonsumsi. Oleh karena itu, keamanan pangan asal ternak

merupakan persyaratan mutlak yang tidak dapat ditawar lagi (Bahri 2008). Sebagai komoditas dagang, produk ternak juga dituntut keamanannya agar mempunyai daya saing yang tinggi, yang pada gilirannya dapat memberikan sumbangan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional (Murdiati 2006). Perdagangan global memberikan dampak terhadap produk pertanian dengan Jurnal Litbang Pertanian, 28(3), 2009

munculnya isu keamanan pangan. Isu tersebut sering diberitakan di media massa sehingga mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kesadaran dan perhatian masyarakat. Kepanikan masyarakat akibat kasus penyakit sapi gila (mad cow) di Inggris dan beberapa negara Eropa, serta kasus penyakit antraks pada domba dan kambing di Bogor pada tahun 2001, menggambarkan pentingnya keamanan pangan asal ternak karena tidak hanya berdampak terhadap kesehatan manusia, tetapi juga pada perdagangan domestik dan global serta perekonomian negara yang terlibat dalam perdagangan tersebut (Darminto dan Bahri 1996; Sitepu 2000). Bahan pangan asal ternak (daging, telur, susu) serta olahannya mudah rusak dan merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba. Cemaran mikroba pada pangan asal ternak yang dapat membahayakan kesehatan manusia adalah Coliform, Escherichia coli, Enterococci, Staphylococcus aureus, Clostridium sp., Salmonella sp., Champhylobacter sp., dan Listeria sp. (Syukur 2006). Beberapa cemaran mikroba yang berbahaya pada produk segar antara lain adalah Salmonella sp., Shigella sp., dan E. coli. (Pusat Standarisasi dan Akreditasi 2004). Jumlah dan jenis mikroba berbahaya pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional cukup mengkhawatirkan, terlebih lagi bila pemotongan ayam dilakukan di pasar tradisional (Budinuryanto et al. 2000). Cemaran mikroba dapat terjadi saat ternak masih hidup dan selanjutnya mikroba masuk dalam rantai pangan. Titik awal rantai penyediaan pangan asal ternak adalah kandang. Tata laksana peternakan sangat menentukan kualitas produk ternak. Cemaran pestisida pada air, tanah, dan tanaman pakan yang diberikan kepada ternak dapat masuk ke dalam tubuh ternak dan residunya akan ditemukan dalam produk ternak (Soejitno dalam Murdiati 2006). Selain residu pestisida, residu obat hewan terutama antibiotik dapat terjadi pada produk ternak akibat pemberian antibiotik tanpa memperhatikan anjuran pemakaian. Oleh karena itu, menjaga kesehatan ternak sangat penting untuk mengurangi pemberian obat-obatan kepada ternak. Pengolahan bahan pangan asal ternak dapat menekan atau menghambat pertumbuhan bakteri dalam produk pangan tersebut. Namun, pengolahan tidak selalu dapat menghilangkan bakteri yang Jurnal Litbang Pertanian, 28(3), 2009

mencemari produk ternak saat berada di peternakan atau pada saat panen (Murdiati 2006). Tulisan ini bertujuan untuk mengulas cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak khususnya daging dan susu, penyakit yang ditimbulkan, dan upaya pengendaliannya. Informasi yang disajikan diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang pentingnya menghasilkan produk ternak yang bermutu, bergizi, halal, dan aman dikonsumsi.

CEMARAN MIKROBA PADA SUSU Susu adalah bahan pangan yang berasal dari sekresi kelenjar ambing pada hewan mamalia (sapi, kambing, kerbau, dan kuda) serta mengandung protein, lemak, laktosa, mineral, dan vitamin (Lampert 1980). Susu memiliki kandungan gizi yang tinggi dan merupakan bahan makanan sempurna, karena mengandung hampir semua zat gizi yang diperlukan tubuh manusia dalam jumlah yang cukup dan seimbang, yaitu 1 bagian karbohidrat, 17 asam lemak, 11 asam amino, 16 vitamin, dan 21 mineral (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 2003). Oleh karena itu, susu dapat dijadikan pilihan pertama untuk dikonsumsi bagi penderita gizi buruk. Ketersediaan susu perlu diperhatikan untuk memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Susu merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri dan dapat menjadi sarana bagi penyebaran bakteri yang membahayakan kesehatan manusia. Karena itu, susu akan mudah tercemar mikroorganisme bila penanganannya tidak memperhatikan aspek kebersihan (Balia et al. 2008). Karena itu, upaya memenuhi ketersediaan susu harus disertai dengan peningkatan kualitas dan keamanan produk susu, karena seberapa pun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan akan menjadi tidak berarti bila bahan pangan tersebut berbahaya bagi kesehatan (Murdiati et al. 2004). Pada umumnya, bakteri merupakan penyebab utama penyakit yang ditularkan dari ternak ke manusia melalui pangan. Bakteri yang menyerang ternak saat di kandang dapat menular ke manusia karena pemeliharaan dan proses panen yang tidak higienis. Pemerahan susu yang tidak sesuai anjuran dapat menyebabkan susu tercemar mikroorganisme dari lingkungan sekitar sehingga kualitas susu menurun.

Proses pencemaran mikroba pada susu dimulai ketika susu diperah karena adanya bakteri yang tumbuh di sekitar ambing, sehingga saat pemerahan bakteri tersebut terbawa dengan susu. Menurut Rombaut (2005), pencemaran pada susu terjadi sejak proses pemerahan, dari berbagai sumber seperti kulit sapi, ambing, air, tanah, debu, manusia, peralatan, dan udara. Bakteri yang dapat mencemari susu terdiri atas dua golongan, yaitu bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Kedua golongan bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit yang ditimbulkan oleh susu (milkborne disease), seperti tuberkulosis, bruselosis, dan demam tipoid. Mikroorganisme lain yang terdapat di dalam susu yang dapat menyebabkan penyakit adalah Salmonella, Shigella, Bacillus cereus, dan S. aureus (Buckle et al. 1987). Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam susu melalui udara, debu, alat pemerah, dan manusia. Mikroorganisme yang berkembang dalam susu dapat menurunkan kualitas susu dan mempengaruhi keamanan produk tersebut bila dikonsumsi oleh manusia. Beberapa kerusakan pada susu yang disebabkan oleh cemaran mikroorganisme adalah: 1) Pengasaman dan penggumpalan, yang disebabkan oleh fermentasi laktosa menjadi asam laktat sehingga pH susu menurun dan kasein menggumpal. 2) Susu berlendir seperti tali karena terjadinya pengentalan dan pembentukan lendir akibat pengeluaran bahan seperti kapsul dan bergetah oleh beberapa jenis bakteri. 3) Penggumpalan susu tanpa penurunan pH yang disebabkan oleh bakteri B. cereus. Sebelum mengonsumsi susu perlu diperhatikan terlebih dahulu kondisi susu tersebut. Susu segar yang baik adalah yang memenuhi kriteria aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH), yaitu: 1) tidak mengandung atau tidak bersentuhan dengan barang atau zat yang diharamkan, 2) tidak mengandung agens penyebab penyakit, misalnya mikroba penyebab penyakit hewan menular (bakteri tipus, TBC) dan residu bahan berbahaya (antibiotik, logam berat, pestisida, hormon), 3) tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apa pun, dan 4) mengandung zat gizi dalam jumlah yang cukup dan seimbang. 97

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Susu Segar Nomor 01-31411998, syarat susu segar antara lain adalah: 1) tanda-tanda organoleptik tidak berubah atau tidak menyingkir, berwarna putih kekuningan, bau dan rasa khas susu serta konsistensi normal, 2) kandungan protein minimal 2,70% dan lemak minimal 3%, dan 3) cemaran mikroba maksimum 1 juta cfu/ ml. Susu segar yang ASUH dapat dihasilkan dari ml sapi perah yang sehat serta pemerahannya baik dan benar. Pengolahan susu melalui sterilisasi atau pasteurisasi dapat menekan jumlah mikroba yang terdapat dalam susu segar. Menurut Thahir et al. (2005), bahan dasar susu pasteurisasi pada beberapa produsen susu di Jawa Barat mengandung mikroba total 104−106 CFU/g susu. Namun, proses pasteurisasi dapat menurunkan kandungan mikroba hingga 0−103 CFU/g susu. Berdasarkan SNI 01-6366-2000, ambang batas cemaran mikroba yang diperbolehkan dalam susu adalah 3 x 104 CFU/g sehingga susu pasteurisasi yang dihasilkan produsen susu di Jawa Barat aman untuk dikonsumsi.

CEMARAN MIKROBA PADA DAGING Daging adalah bagian dari hewan yang dipotong dan lazim dikonsumsi manusia, termasuk otak serta isi rongga dada dan rongga perut. Hewan potong yang dimaksud adalah ternak ruminansia (sapi, kerbau, domba, kambing), kuda, dan unggas (ayam, itik, entok, burung dara, kalkun, angsa, burung puyuh, dan belibis). Pencemaran daging oleh mikroba dapat terjadi sebelum dan setelah hewan dipotong. Sesaat setelah dipotong, darah masih bersirkulasi ke seluruh anggota tubuh hewan sehingga penggunaan pisau yang tidak bersih dapat menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam darah. Pencemaran daging dapat dicegah jika proses pemotongan dilakukan secara higienis. Pencemaran mikroba terjadi sejak di peternakan sampai ke meja makan. Sumber pencemaran tersebut antara lain adalah: 1) hewan (kulit, kuku, isi jeroan), 2) pekerja/manusia yang mencemari produk ternak melalui pakaian, rambut, hidung, mulut, tangan, jari, kuku, alas kaki, 3) peralatan (pisau, alat potong/talenan, pisau, boks), 4) bangunan (lantai), 5) lingkungan (udara, air, tanah), dan 6) kemasan. 98

Daging merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba karena: 1) memiliki kadar air yang tinggi (68,75%), 2) kaya akan zat yang mengandung nitrogen, 3) kaya akan mineral untuk pertumbuhan mikroba, dan 4) mengandung mikroba yang menguntungkan bagi mikroba lain (Betty dan Yendri 2007). Perlakuan ternak sebelum pemotongan akan berpengaruh terhadap jumlah mikroba yang terdapat dalam daging. Ternak yang baru diangkut dari tempat lain hendaknya tidak dipotong sebelum cukup istirahat, karena akan meningkatkan jumlah bakteri dalam daging dibandingkan dengan ternak yang masa istirahatnya cukup. Daging yang tercemar mikroba melebihi ambang batas akan menjadi berlendir, berjamur, daya simpannya menurun, berbau busuk, rasa tidak enak, dan menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi (Djaafar dan Rahayu 2007). Mikroba yang dapat mencemari daging antara lain adalah Salmonella sp., E. coli, Coliform, Staphylococcus sp., dan Pseudomonas. Kontaminasi mikroba pada daging dapat pula terjadi melalui permukaan daging pada saat pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pemotongan, pembuatan produk daging olahan, pengawetan, pengepakan, penyimpanan, dan pemasaran. Berdasarkan SNI 01-3932-1995, yang dimaksud dengan karkas sapi adalah: 1) tubuh sapi sehat yang telah disembelih dan dikuliti, 2) tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin (pada sapi jantan) atau ambing (pada sapi betina), 3) dengan/atau tanpa ekor, 4) isi perut dan rongga dada dikeluarkan, dan 5) utuh atau dibelah membujur sepanjang tulang belakangnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas daging, terutama pada saat penyimpanan, adalah: 1) Karkas segar: karkas yang baru selesai diproses selama tidak lebih dari 6 jam dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut. 2) Karkas dingin segar: karkas segar yang segera didinginkan setelah selesai diproses sehingga suhu daging menjadi 4−5°C. Jika disimpan pada suhu 0°C, karkas masih layak dikonsumsi dalam beberapa minggu. 3) Karkas beku: karkas yang telah mengalami proses pembekuan cepat atau lambat dengan suhu penyimpanan 12− 18°C. Jika disimpan pada suhu -6,60

sampai -17,70°C maka karkas beku tahan selama 3−12 bulan.

PENYAKIT AKIBAT CEMARAN MIKROBA DALAM BAHAN PANGAN Sebagian besar penyakit pada manusia disebabkan oleh makanan yang tercemar bakteri patogen, seperti penyakit tipus, disentri, botulisme, dan hepatitis A (Winarno 1997). Penyakit lain yang disebabkan oleh bakteri dan sering menimbulkan masalah serta memiliki dampak yang cukup berbahaya terhadap kesehatan manusia antara lain adalah antraks, salmonellosis, brucellosis, tuberkulosis, klostridiosis, E. coli, kolibasilosis, dan S. aureus (Supar 2005). Foodborne disease adalah suatu penyakit yang merupakan hasil dari pencernaan dan penyerapan makanan yang mengandung mikroba oleh tubuh manusia. Mikroba yang menimbulkan penyakit dapat berasal dari makanan produk ternak yang terinfeksi atau tanaman yang terkontaminasi (Bahri 2001). Makanan yang terkontaminasi selama pengolahan dapat menjadi media penularan penyakit. Penularan penyakit ini bersifat infeksi, yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroba yang hidup dan berkembang biak pada tempat terjadinya peradangan. Mikroba masuk ke dalam saluran pencernaan manusia melalui makanan, yang kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh. Dalam kondisi yang sesuai, mikroba patogen akan berkembang biak di dalam saluran pencernaan sehingga menyebabkan gejala penyakit. Foodborne disease yang disebabkan oleh salmonella dapat menyebabkan kematian pada manusia, media pencemarannya dapat berasal dari air pencuci yang telah terkontaminasi. Mikroorganisme lainnya yang dapat menyebabkan foodborne disease antara lain Compylobacter, E. coli, dan Listeria (Tabel 1). Gejala umum foodborne disease adalah perut mual diikuti muntah-muntah, diare, demam, kejang-kejang, dan gejala lainnya. Memperbaiki sanitasi terutama lingkungan, merupakan salah satu solusi terbaik dalam mengantisipasi cemaran mikroba. Sanitasi yang buruk yang menyebabkan air tercemar tinja yang mengandung kuman penyakit, menyebabkan terjadinya waterborne disease. Angka kejadian waterborne disease dan foodJurnal Litbang Pertanian, 28(3), 2009

ternak, misalnya, pisau yang disediakan untuk memotong ternak minimal 2 buah dan digunakan secara bergantian untuk menghindari kontaminasi silang dari ternak yang dipotong. Selanjutnya, pada tahap pengolahan perlu diterapkan good manufacture practices (GMP), sehingga produk yang dihasilkan aman dan sehat dikonsumsi. Pada tahap ini perlu diperhatikan penggunaan zat-zat yang aman dan efektif untuk pengolah makanan. Sistem keamanan pangan yang sudah diakui dan diterapkan secara internasional adalah Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Sistem ini menekankan pada pengendalian berbagai faktor yang mempengaruhi bahan, produk, dan proses. Pendekatan HACCP meliputi tujuh prinsip yaitu: 1) Analisis potensi bahaya, bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi bahaya yang diperkirakan dapat terjadi pada setiap langkah produksi makanan. 2) Penentuan titik kendali kritis, merupakan langkah tindak lanjut dari analisis potensi bahaya. Potensi bahaya yang telah teridentifikasi harus diikuti dengan satu atau lebih critical control point (CCP). 3) Penetapan batas kritis. Batas kritis mencerminkan batasan yang digunakan untuk menjamin proses yang berlangsung dapat menghasilkan produk yang aman.

Tabel 1. Beberapa gejala penyakit dan media pencemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak. Agens

Media/sumber pencemaran

Gejala

Salmonella Campylobacter

Air pencuci terkontaminasi Kontak dengan permukaan karkas unggas yang terinfeksi, atau mengonsumsi daging ayam yang masih mentah Makanan/minuman yang tercemar oleh feses

Demam, diare, kram perut Diare, demam, kram perut

Escherichia coli

Listeria

Makanan mentah, susu yang dipasteurisasi, keju lunak

Diare berdarah dan kesakitan karena kram perut tanpa disertai demam Infeksi di selaput otak, infeksi meluas ke dalam saluran darah

Sumber: Andriani (2005).

borne disease di Indonesia tergolong tinggi, yaitu sekitar 300−1.000 penduduk menderita diare dan dua pertiga penduduk terinfeksi cacingan (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2008). Diare yang diakibatkan oleh adanya bibit penyakit dalam makanan merupakan penyebab utama malnutrisi. Setiap anak berusia 5 tahun ke bawah (balita) rata-rata menderita diare 2−3 kali per tahun, sedangkan 15 dari 1.000 anak-anak meningal karena diare. Di negara berkembang, 70% penyakit diare dewasa ini dianggap disebabkan oleh makanan yang mengandung penyakit (Winarno 2004).

Untuk memperoleh jaminan keamanan pangan perlu diterapkan sistem keamanan pangan dalam setiap proses produksi (Gambar 1). Tahap awal dimulai dari budi daya, yaitu perlu diterapkan praktek beternak yang baik (good farming practices, GFP), meliputi sanitasi kandang dan lingkungan s...


Similar Free PDFs