Title | Peningkatan Kualitas Pelet Tandan Kosong Kelapa Sawit melalui Torefaksi Menggunakan Reaktor Counter-Flow Multi Baffle (COMB) |
---|---|
Author | D. M.t. |
Pages | 13 |
File Size | 237.9 KB |
File Type | |
Total Downloads | 3 |
Total Views | 292 |
JURNAL REKAYASA PROSES Research article / Vol. 14, No. 2, 2020, hlm. 169-181 Journal homepage: http://journal.ugm.ac.id/jrekpros Peningkatan Kualitas Pelet Tandan Kosong Kelapa Sawit melalui Torefaksi Menggunakan Reaktor Counter-Flow Multi Baffle (COMB) Wahyu Hidayat1, Irma Thya Rani1, Tri Yulianto1...
JURNAL REKAYASA PROSES Research article / Vol. 14, No. 2, 2020, hlm. 169-181 Journal homepage: http://journal.ugm.ac.id/jrekpros
Peningkatan Kualitas Pelet Tandan Kosong Kelapa Sawit melalui Torefaksi Menggunakan Reaktor Counter-Flow Multi Baffle (COMB) Wahyu Hidayat1, Irma Thya Rani1, Tri Yulianto1, Indra Gumay Febryano1, Dewi Agustina Iryani2, Udin Hasanudin1, Sihyun Lee3, Sangdo Kim3, Jiho Yoo3, dan Agus Haryanto1* 1 Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Sumantri Brojonegoro 1, Bandar Lampung, 35145 2 Fakultas Teknik, Universitas Lampung Jl. Sumantri Brojonegoro 1, Bandar Lampung, 35145 3 Climate Change Research Division, Korean Institute of Energy Research Daejon, 34129, Republic of Korea *Alamat korespondensi: [email protected] (Submisi: 11 Juni 2020; Revisi: 23 Agustus 2020; Penerimaan: 30 Agustus 2020)
ABSTRACT Oil palm (Elaeis guineensis) empty fruit bunches (EFB) have not been utilized optimally. Currently, it is considered as a resource with low economic value. This biomass can be converted into bioenergy through a torrefaction process. Torrefaction is a mild pyrolysis at temperatures ranging between 200 and 300 °C, and it is generally performed under an inert atmosphere. The objective of this study was to evaluate the effects of torrefaction using Counter-Flow Multi Baffle (COMB) on the properties of oil palm EFB pellets. Torrefaction was conducted at 280 °C temperature with a residence time of 4 minutes. The results showed a decrease in the equilibrium moisture content and an increase in hydrophobicity after torrefaction using the COMB reactor. The change in the hygroscopic property could make the oil palm EFB pellet more stable against chemical oxidation and microbial degradation, hence self-heating and auto-ignition during storage could be prevented. The heating value of biomass increased after torrefaction. Torrefaction with the COMB reactor resulted in a heating value of 17.90 MJ/kg, which is comparable with the results of oxidative torrefaction (with longer residence time) of 18.28 MJ/kg. The results suggested that torrefaction using the COMB reactor could provide a great improvement in the quality of the bioenergetic properties of oil palm EFB pellets. However, the high ash content of the EFB pellets implied that the EFB pellets suitable for a small-scale application, but not yet for cofiring in power plants or as a feedstock for gasification. Keywords: Counter-Flow Multi Baffle; oil palm empty fruit bunches; renewable; torrefaction
DOI: 10.22146/jrekpros.59172 Copyright © 2020 THE AUTHOR(S). This article is distributed under a Creative Commons Distribution-ShareAlike 4.0 International license.
Published online : 31 Desember 2020 e-ISSN 2549-1490 p-ISSN 1978-287X
Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 14, No. 2, 2020, hlm. 169-181
170
ABSTRAK Tandan kosong kelapa sawit (Elaeis guineensis) belum dimanfaatkan secara optimal. Saat ini bahan tersebut masih dianggap sebagai sumber daya bernilai ekonomi rendah. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dapat dikonversi menjadi bioenergi melalui proses torefaksi. Torefaksi merupakan proses pirolisis ringan pada suhu berkisar antara 200 dan 300 °C dan umumnya dilakukan di bawah kondisi inert. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh torefaksi dengan reaktor Counter-Flow Multi Baffle (COMB) terhadap sifat-sifat pelet TKKS. Torefaksi dilakukan pada suhu 280 °C dengan waktu tinggal 4 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa torefaksi menyebabkan penurunan kadar air kesetimbangan dan menjadi hidrofobik setelah torefaksi dengan reaktor COMB. Perbaikan sifat higroskopis dapat membuat pelet TKKS lebih stabil terhadap oksidasi kimia dan degradasi mikroba, sehingga pemanasan sendiri dan pembakaran spontan selama penyimpanan dapat dicegah. Nilai kalor biomassa meningkat setelah torefaksi. Torefaksi dengan reaktor COMB menghasilkan nilai kalor 17,90 MJ/kg, yang sebanding dengan hasil torefaksi oksidatif dengan waktu tinggal lebih lama, sebesar 18,28 MJ/kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa torefaksi dengan reaktor COMB dapat meningkatkan kualitas energi pelet TKKS. Tetapi pelet TKKS masih memiliki kadar abu yang tinggi sehingga biomassa hasil torefaksi belum sesuai untuk cofiring di pembangkit listrik atau sebagai bahan baku untuk gasifikasi. Kata kunci: Counter-Flow Multi Baffle; tandan kosong kelapa sawit; terbarukan; torefaksi
diperkirakan mencapai 67,75 juta barel setara
1. Pendahuluan
minyak (barrel of oil equivalent/BOE) atau Biomassa memainkan peranan penting dalam pemenuhan energi terbarukan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan Peraturan
7,24% dari konsumsi energi keseluruhan sebesar 936,33 juta BOE. Salah satu biomassa yang melimpah di
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79
Indonesia
tahun
Energi
guineensis). Luas perkebunan kelapa sawit
Nasional yang menargetkan 23% bauran
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada
energi Indonesia pada tahun 2025 berasal
tahun 2018, luas perkebunan kelapa sawit di
dari sumber-sumber terbarukan termasuk
Indonesia meningkat menjadi 14,33 juta ha
dari biomassa. Biomassa dapat dianggap
dibandingkan tahun 2012 seluas 10,13 juta ha
sebagai solusi yang menarik dan komponen
(BPS,
penting dalam diversifikasi sumber energi,
sebagai penghasil minyak sawit mentah atau
karena relatif murah (terutama bila berasal
crude palm oil (CPO) terbesar di dunia
dari limbah pertanian atau kayu) dan tersedia
(Mellyanawaty dkk., 2019). Peningkatan luas
secara luas (Szwaja dkk., 2019). Pemenuhan
perkebunan kelapa sawit diiringi dengan
energi
Indonesia
bertambahnya pabrik kelapa sawit (PKS) dari
menunjukkan jumlah yang cukup signifikan.
604 PKS pada tahun 2014 (Hambali dan Rivai,
Kementerian
Daya
2017) menjadi 742 pada tahun (Irvan dkk.,
(2019)
2017), sehingga potensi limbah biomassa dari
Mineral
2014
dari
tentang
Kebijakan
biomassa Energi
Republik
di
dan
Sumber
Indonesia
adalah
2019)
dan
kelapa
sawit
menjadikan
(Elaeis
Indonesia
melaporkan bahwa konsumsi energi yang
PKS
berasal
biomassa dari PKS terdiri dari Tandan Kosong
dari
biomassa
di
tahun
2018
juga
semakin
meningkat.
Limbah
Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 14, No. 2, 2020, hlm. 169-181
171
Kelapa Sawit (TKKS), serat, dan cangkang
peningkatan
sawit. Limbah TKKS mencapai 22% dari berat
(grindability) yang lebih baik dibandingkan
tandan buah segar (TBS) dan merupakan
dengan biomassa yang tidak melalui proses
limbah padat dengan persentase terbesar
torefaksi (Nunes dkk., 2014).
karakteristik
penggilingan
(Hasanudin dkk., 2015). Selain dikembalikan
Penelitian ini mengkaji torefaksi pelet
ke lahan sebagai mulsa, TKKS masih belum
tandan kosong kelapa sawit dengan reaktor
banyak dimanfaatkan. Limbah TKKS memiliki
Counter-Flow Multi Baffle (COMB). Reaktor
banyak potensi pemanfaatan, di antaranya
COMB memiliki kolom reaktor dengan plat
sebagai bahan pupuk kompos (Haryanto dkk.,
pengarah aliran panas yang sederhana dan
2019; Sentana dkk., 2013), bahan media
fleksibel, serta perbedaan suhu yang konstan
budidaya jamur merang (Triyono dkk., 2019),
di sepanjang kolom (Rubiyanti dkk., 2019).
hingga sumber asam laktat (Sitompul dkk.,
Kelebihan utama dari reaktor COMB adalah
2019).
dapat melakukan torefaksi biomassa dengan
Komponen kimia TKKS terdiri dari selulosa
waktu tinggal singkat, sekitar 3-5 menit (Iryani
(23,70–65,00%), hemiselulosa (20,58–33,52%),
dkk., 2019; Rani dkk., 2020; Sulistio dkk.,
lignin (14,10–30,45%), dan ekstraktif (3,21–
2020).
3,70%) sehingga memiliki potensi sebagai
mengetahui karakteristik pelet TKKS yang
sumber energi yang cukup besar (Chang,
diproduksi melalui proses torefaksi dengan
2014). Namun, pemanfaatan limbah biomassa
reaktor COMB.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
sebagai sumber energi menghadapi kendala karena biomassa dalam kondisi mentah (tanpa perlakuan) pada umumnya memiliki kepadatan energi yang lebih rendah, serta kadar air dan kadar zat terbang yang tinggi
2. Bahan dan Metode 2.1 Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam
bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil
penelitian
ini
adalah
pelet
TKKS
yang
seperti batubara (Azhar dan Rustamaji, 2012;
diperoleh dari PT. Toba Hijau Sinergi, Medan,
Mamvura dan Danha, 2020). Oleh karena itu,
Sumatera Utara.
biomassa membutuhkan perlakuan untuk meningkatkan sifat-sifatnya sebelum dapat digunakan bersama atau sebagai pengganti batubara.
Di
antara
berbagai
metode
2.2 Metode Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2019 hingga Maret 2020. Persiapan bahan
perlakuan, torefaksi adalah teknik yang
dan
menjanjikan untuk meningkatkan kualitas
Laboratorium
biomassa
2019).
Pertanian, Universitas Lampung. Pengukuran
Torefaksi merupakan proses termokimia yang
nilai kalor dan analisis proksimat dilakukan di
melibatkan pemanasan biomassa pada suhu
Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian,
200–300 °C dalam kondisi sedikit atau tanpa
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
oksigen (Mamvura dan Danha, 2020). Ketika
Analisis
dikombinasikan dengan peletisasi, torefaksi
Laboratorium Biofuel Fakultas Teknik dan
menghasilkan pelet dengan nilai kalor tinggi
analisis FTIR dilakukan di Laboratorium
dan sifat-sifat lain seperti sifat hidrofobik dan
Inovasi,
padat
(Barskov
dkk.,
proses
torefaksi Lapang
komposisi
Fakultas
dilakukan
Terpadu,
kimia
di
Fakultas
dilakukan
Matematika
dan
di
Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 14, No. 2, 2020, hlm. 169-181
172
Bahan
baku
TKKS
diayak
halus yang masih menempel pada pelet TKKS
kawat
untuk
masuk ke bagian penyaring partikel halus
memisahkan serbuk dan debu halus. Pelet
(fine dust collector) melalui cyclone dengan
kemudian
ukuran
panjang pipa 2,90 m. Gas panas dari
panjangnya. Pelet TKKS yang digunakan
pembakar (burner) dialirkan oleh induction
memiliki diameter rata-rata 8,71 mm, panjang
drag fan (ID fan) dari bagian bawah ke bagian
pelet berkisar 10-20 mm, kerapatan 0,58
atas kolom reaktor dengan kecepatan aliran
menggunakan
pelet saringan
disortir
berdasarkan
g/cm , dan kadar air 11,54%. Sebelum
4,76 m3/menit. Suhu selama proses pada
dilakukan torefaksi, sampel pelet kemudian
kolom reaktor bagian atas (column-top)
disimpan dalam kontainer plastik untuk
sekitar 280 °C dan pada kolom bagian bawah
menjaga kadar airnya.
(column-in) sekitar 230 °C. Waktu tinggal
3
Torefaksi pelet TKKS dilakukan dengan
(residence time) sekitar 5 menit. Reaktor
menggunakan reaktor Counter-Flow Multi
COMB juga memiliki bagian pendinginan gas
Baffle (COMB) dengan kapasitas proses 20
(heat exchanger) untuk mencegah suhu
kg/jam (Gambar 1). Pelet TKKS dimasukan ke
proses yang terlalu tinggi dengan panjang
dalam pengumpan biomassa (feeder) dengan
pipa 3,00 m.
frekuensi putaran 17,60 Hz. Pelet kemudian
Pelet TKKS sebelum dan setelah torefaksi
menuju ke kolom reaktor (column) tempat
diuji karakteristiknya meliputi kadar air,
biomassa mengalami proses torefaksi. Pelet
analisis komposisi kimia, karakterisasi gugus
kemudian turun ke kolom reaktor sepanjang
fungsional, nilai kalor, dan analisis proksimat.
3,85 m yang terdiri dari pelat metal ( baffle) dengan
kemiringan
45°.
Partikel-partikel
Gambar 1. Skema reaktor Counter-Flow Multi Baffle (COMB) (Sulistio dkk., 2020)
Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 14, No. 2, 2020, hlm. 169-181
173
Pengujian kadar air dilakukan berdasarkan
Kadar karbon terikat dihitung menggunakan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 8675:2018
rumus berikut:
(BSN, 2018). Kadar air sampel sebelum dan
Kadar karbon terikat (%) = 100% - (Kadar air (%) + Kadar zat terbang (%) + Kadar abu (%))
setelah torefaksi dilakukan dengan mengukur berat kering udara dan berat kering oven. Komposisi
kimia
lignoselulosik
dianalisis
menggunakan modifikasi metode Chesson (Datta, 1981). Karakterisasi gugus fungsional dilakukan
dengan
menggunakan
spektrometer
Fourier-Transform
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Kadar Air
Infrared
Kadar air pelet TKKS sebelum perlakuan
(FTIR) (Scimitar 2000 FT-IR, Varian Inc., USA).
(11,54%) menurun setelah proses torefaksi
Sampel pelet TKKS sebanyak 2 g (kering oven)
dengan reaktor COMB (7,86%). Penelitian
bersama padatan KBr digerus dalam mortar
sebelumnya (Yulianto dkk., 2020) melakukan
kecil, lalu dicetak dengan cara dipres dalam
torefaksi
cetakan
rata.
oksidatif menggunakan electric furnace pada
Sampel kemudian dimasukan ke dalam
suhu 280 °C dengan waktu tinggal (residence
spektrometer FTIR untuk kemudian dianalisis.
time) 20 menit dan melaporkan kadar air
Semua spektrum dicatat pada suhu kamar.
pelet setelah torefaksi yang lebih rendah
Pengukuran
dilakukan
(6,66%). Hal sejalan dengan pernyataan
menggunakan 5 g sampel kering oven dari
Álvarez dkk., (2017) bahwa penurunan kadar
pelet yang dihancurkan menjadi serbuk.
air
Pengukuran nilai kalor dilakukan dengan
dipengaruhi
menggunakan bomb calorimeter (PARR 1341
ketersediaan oksigen (torefaksi oksidatif dan
Calorimeter,
non-oksidatif).
berbentuk
cincin
nilai
Parr
dengan
kalor
Instrument,
USA)
pelet
biomassa
TKKS
dalam
setelah oleh
lingkungan
proses
waktu
Parameter
torefaksi
tinggal proses
dan yang
memengaruhi hasil torefaksi lainnya meliputi
berdasarkan SNI 8675:2018 (BSN, 2018). dengan
suhu reaksi, waktu tinggal, laju pemanasan,
mengukur kadar air, kadar abu, kadar zat
tekanan atmosfer, serta kelembaban dan
terbang,
terikat
ukuran bahan baku (Mamvura dan Danha,
berdasarkan SNI 8675:2018 (BSN, 2018).
2020; Nunes dkk., 2014; Tumuluru dkk., 2011).
Sebelum dilakukan pengujian, sampel pelet
Secara keseluruhan, kadar air pelet TKKS hasil
TKKS dijadikan serbuk dengan cara digerus di
torefaksi
dalam
abu
memenuhi nilai yang disyaratkan standar SNI
menggunakan 2 g sampel. Sampel tersebut
8675:2018 (BSN, 2018) sebesar 10% untuk
kemudian dimasukkan ke dalam cawan
penggunaan rumah tangga dan 12% untuk
porselen dan diabukan dalam tanur listrik
penggunaan industri.
Analisis
proksimat dan
mortar.
kadar
dilakukan karbon
Pengujian
kadar
dengan
reaktor
COMB
masih
pada suhu 550 ºC selama 2 jam. Pengujian
Pelet TKKS hasil torefaksi dengan reaktor
kadar zat terbang (volatile matter) dilakukan
COMB lebih tahan terhadap air (hidrofobik)
dengan memasukkan cawan porselen berisi 2
dibandingkan dengan pelet kontrol yang
g sampel ke dalam dalam tanur listrik dan
bersifat
dipirolisis pada suhu 950 ºC selama 7 menit.
menunjukkan bahwa pelet TKKS kontrol mulai
hidrofilik.
Hasil
uji
rendam
pecah setelah perendaman selama 5 menit
Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 14, No. 2, 2020, hlm. 169-181
174
dan
mengalami
bertambahnya
disintegrasi waktu
seiring
batubara dan biomassa yang ditumpuk
perendaman,
(disimpan) dalam volume dan durasi tertentu
sedangkan pelet hasil torefaksi dengan
bisa
reaktor COMB tidak menunjukkan perubahan
pembakaran
bentuk
setelah
combustion) yang dipicu oleh panas yang
perendaman selama 12 jam (Gambar 2).
dihasilkan dari reaksi kondensasi dan oksidasi
Penyerapan uap air setelah torefaksi sangat
biokimia (Ashman dkk., 2018; Ünal, 1995).
terbatas
Peristiwa
yang
dan
berarti,
ini
bahkan
menyiratkan
bahwa
mengalami
kebakaran
(spontaneous
spontan
kebakaran
akibat
biomassa
dalam
degradasi biologis tidak terjadi lagi (Nunes
penyimpanan yang terjadi pada periode
dkk., 2014). Deng dkk. (2009) menyatakan
2000-2018 telah dilaporkan oleh Krigstin dkk.
bahwa torefaksi menyebabkan biomassa
(2018) yang mencatat 69 kasus di benua
menjadi benar-benar kering dan merubah
Amerika
sifat