PERAN DESAIN 'ARSITEKTUR' DALAM PEMBENTUKAN KAWASAN KOTA YANG AMAN, NYAMAN DAN ESTETIS. (Studi Kasus : Kawasan Pusat Kota Sekitar Alun-Alun Kota Bandung PDF

Title PERAN DESAIN 'ARSITEKTUR' DALAM PEMBENTUKAN KAWASAN KOTA YANG AMAN, NYAMAN DAN ESTETIS. (Studi Kasus : Kawasan Pusat Kota Sekitar Alun-Alun Kota Bandung
Author Udjianto Pawitro
Pages 12
File Size 516.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 113
Total Views 380

Summary

PERAN DESAIN ‘ARSITEKTUR’ DALAM PEMBENTUKAN KAWASAN KOTA YANG AMAN, NYAMAN DAN ESTETIS. (Studi Kasus : Kawasan Pusat Kota Sekitar Alun-Alun Kota Bandung) Ir. Udjianto Pawitro, MSP., IAP., IAI. Jurusan Teknik Arsitektur FTSP – Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung Gedung 17 Lantai 1 – Jalan PH...


Description

PERAN DESAIN ‘ARSITEKTUR’ DALAM PEMBENTUKAN KAWASAN KOTA YANG AMAN, NYAMAN DAN ESTETIS. (Studi Kasus : Kawasan Pusat Kota Sekitar Alun-Alun Kota Bandung) Ir. Udjianto Pawitro, MSP., IAP., IAI. Jurusan Teknik Arsitektur FTSP – Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung Gedung 17 Lantai 1 – Jalan PH Hasan Mustopha 23 Bandung 40124 E-mail : [email protected]

ABSTRAK Arsitek dalam mengerjakan proyek pada skala lebih luas (misalnya: kawasan perumahan, bangunan multifungsi, dsb.) wawasan dan cara pandangnya haruslah lebih luas dari sekedar batas-batas tapak yang menjadi batasan fisik perencanaan bangunan yang dikerjakan. Arsitek dimaksud perlu untuk mengenal dan memahami dua sub-bidang penting lain, yaitu : (a) ‘Arsitektur Kota’ (Architecture of City) dan (b) ‘Perancangan Kota’ (Urban Design). Dalam kedua bidang tersebut diatas pemahaman terhadap latar-belakang, kontekstual dan aspek desain arsitektural menjadi hal penting untuk dimiliki. Proses pembentukan kawasan kota pada dasarnya dapat terbentuk dari susunan atau tatanan massa bangunan yang dirancang baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersamaan oleh desain arsitektur. Pembentukan kawasan kota setidaknya ditujukan pada tiga tujuan utama yaitu: (a) keamanan, (b) kenyamanan dan (c) keindahan (estetika). Untuk mencapai rasa aman, kawasan kota hendaknya memenuhi tuntutan akan keamanan dan pengamanan pada skala kawasan, sehingga para penghuni dan pemakainya dapat terlindungi oleh kegiatan-kegiatan yang bersifat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Aspek kenyamanan cdalam kawasan kota – secara langsung berhubungan dengan kinerja penggunaan ruang atau kawasan, sehingga para pengguna dan penghuninya merasa cocok / sesuai dengan kebiasaan dan perilakunya. Hal tersebut dapat dicapai manakala kawasan telah menjaalankan fungsi kegiatannya seperti yang telah ditetapkan dalam land-used planning. Yang terakhir pembentukan kawasan kota bertujuan untuk mencapai aspek keindahan (estetika) bagi para penghuni maupun pemakainya. Dalam penelitian ini digunakan metoda analisis ‘konstruksi pemetaan kawasan’ secara visual arsitektur – dimana dalam pengumpulan data-data lapangan dipergunakan: (a) konstruksi kembali-peta kawasan di sekitar kawasan Alun-alun kota Bandung, (b) pengambilan photo-photo (lapangan) dari bangunan-bangunan potensial yang mendukung pembentukan kawasan kota. Sedangkan metoda analisis yang digunakan dengan menekankan pada aspek ‘deskriptif secara topical’ dan ‘deskriptif analisis secara visual-arsitektural’ yang didasarkan pada data-data lapangan yang diperoleh. Sedangkan studi kasus yang diangkat dalam penelitian ini adalah kawasan pusat kota sekitar Alun-alun kota Bandung – dimana pada kawasan tersebut memiliki potensi bangunan-bangunan lama dengan nilai sejarah. Kata kunci : desain arsitektur, kawasan kota, aman, nyaman dan estetis.

ABSTRACT An architect will be working on a project on a broader scale (example: residential area, multi-functional buildings, etc.) it must be broader than the boundaries of the site, which became the physical planning and the building was undertaken. Architects will need to know and understand two important fields, namely: (a) 'Urban Architecture’ and (b) 'Urban Design’. In both fields the above understanding of the background, and contextual aspects of 'architectural design' becomes important to have. The process of the formation of the city can basically formed from the arrangement or order of the mass of buildings designed either individually or simultaneously by architectural design. The establishment of the urban district at least aimed at three main objectives, namely: (a) safety, (b) comfort and (c) the aesthetics. To achieve a sense of security, the city should meet the demands of safety and security at the regional level, so that the occupants and users can be protected by activities that are disturbing public order and security. Aspect of comfort of the urban district - is directly related to the performance or the use of space, so that users and occupants feel suit the habits and behavior. This can be achieved when the function has run its activities as set in land-use-planning. The latter forming the city's aim to achieve aspects of beauty (aesthetics) to the occupants and users .

(*) Makalah diterbitkan dalam Majalah Ilmiah TRI-DHARMA Kopertis Wilayah IV Jabar & Banten, Nomor : 11/Tahun XXV/ Juni 2013.

This study used a method of analysis 'construction mapping of areas' and ‘visual architecture’ - where in the collection of field data used: (a) re-construction map of the area around the downtown of Bandung, (b) the taking of field photos of potential buildings that support the establishment of the urban district. While the method of analysis used by the emphasis on 'descriptive topically' and 'descriptive visual-architectural’' which is based on field data obtained. While the case studies in this research is the area surrounding the downtown of Bandung - where the region has the potential of old buildings with historical value. Keywords: architectural design, urban district, safe, comfortibility, aesthetical.

LATAR-BELAKANG Arsitektur, perencanaan arsitektur dan perancangan arsitektur pada dasarnya punya fokus, penekanan dan cakupan serta ruang-lingkup yang tertentu. Jika kita perhatikan secara tersendiri, bidang arsitektur beserta kegiatan perancangan arsitektur – mempunyai focus dan penekanan pada hal-hal yang berkaitan dengan : rencana, rancangan dan pendirian tentang bangungan. Atau daslam istilah Inggris-nya : Architecture is the activities related with planning, designing and build about the buildings. Dari pengertian tersebut diatas, kita dapat lihat bahwa fokus dan penekanan utama dari Arsitektur adalah kegiatan perencanaan, perancangan dan pembangunan/pendirian dari bangun-bangunan. ‘Bangunan’ atau ‘the buildings’ dalam bidang arsitektur pada dasarnya merupakan objek bahasan utama dan sekaligus objek kajian yang dilihat selalu menarik dan menantang untuk dikerjakan terutama oleh para ‘arsitek’ atau ‘the building-designer’. Mengapa hal demikian dapat terjadi? ‘Bangunan’ adalah ‘ruang’ dimana manusia beraktifitas didalamnya dan sekaligus mengekspresikan ‘bentuk’ atau ‘wujud’ tertentu seiring dengan ‘fungsi’ yang dimilikinya. ‘Bangunan’ akan menjadi menarik dan sekaligus menantang untuk diciptakan dan dibangun, manakala bangunan dimaksud berubah menjadi suatu ‘karya arsitektur’. Bangunan yang berubah menjadi suatu ‘karya arsitektur’ akan memenuhi tiga tujuan utama, yaitu: (a) kegunaan/fungsionalitas, (b) kekuatan/kekokohan, dan (c) keindahan atau estetika. Dari skala atau besaran yang ditangani – dalam Arsitektur terdapat beberapa tingkatan penting yang menyangkut besaran dari objek garapan yaitu ‘bangunan’yang kita sebut sebagai ‘skala’ ruang / bangunan. Skala tingkatan mikro dalam arsitektur, dapat berupa: (a) skala bagian dari ruangan, (b) skala satu ruangan (utuh), dan (c) skala bagian dari bangunan. Sedangkan tingkatan skala meso dalam arsitektur, dapat berupa: (d) skala bangunan (utuh), dan (e) skala multi (banyak) bangunan dalam suatu site/tapak. Dan tingkatan skala makro dalam arsitektur, dapat berupa: (f) skala lingkungan kawasan (district) hingga (g) skala kawasan kota (urban areas). Dari tingkatan skala yang dipilih untuk digarap/dilakukan, maka bidang Arsitektur pada dasarnya mempunyai ‘range’ (cakupan) yang cukup luas. (lihat pula Snyder-Catanese – 1979). Untuk lebih jelasnya dibawah ini diberikan gambaran atau ilustrasi yang berhubungan dengan skala ruang yang dipilih oleh seorang ‘arsitek’ dalam menggarap / melaksanakan ‘proyek’ yang dihadapinya. (1) pada tingkatan skala mikro – seorang arsitek dalam pengerjaan besaran ruangnya – akan lebih banyak terlibat pada penanganan ‘ruang dalam’ (interior spaces)

secara lebih intens. (2) pada

tingkatan skala meso – seorang arsitek akan menjaga skala / besaran ruang pada tingkatan ‘bangunan utuh’ dimana dibantu dengan gambar ‘perspektif eksterior dari bangunan’ yang dirancangnya. (3) pada tingkatan skala makro – seorang arsitek bukan saja terlibat dalam perancangan bangunan secara utuh – tetapi juga akan berhubungan dengan kegiatan ‘site-design’ bahkan ‘district-design’. Ada keterkaitan antara bidang Arsitektur yang focus utamanya pada perencanaan dan perancangan dari bangunan yang dibatasi oleh site / tapak dimana bangunan tersebut berada – dengan skala ruang yang lebih besar atau lebih luas. Misalnya jika seorang arsitek akan mengerjakan ‘proyek’

pada skala lebih luas – misalnya: kawasan perumahan (residential district), bangunan multi-fungsi pada kawasan perkotaan (the multi-function buildings in urban-areas), dsb. Maka wawasan dan cara pandang ari ‘arsitek’ dimaksud haruslah lebih luas dari hanya sekedar batas-batas tapak

(site) yang menjadi

batasan fisik perencanaan bangunan yang dikerjakan. Arsitek dimaksud perlu untuk mengenal dan memahami apa itu bidang ‘Arsitektur Kota’ (Urban Architecture) dan ‘Perancangan Kota’ (Urban Design).

Dalam bidang Arsitektur khususnya sub-bidang Perancangan Arsitektur dalam kenyataannya dapat memberi pengaruh terhadap pembentukan kawasan kota (urban areas) yang ada di kota-kota besar. Kaitan antara kegiatan perancangan bangunan atau perancangan arsitektur dengan lingkungan kawasan perkotaan, pada pokoknya dibahas atau dikaji dalam dua bidang utama, yaitu: (a) Arsitektur Kota (Urban Architecture) dan (b) Perancangan Kota (Urban Design). Di dalam kedua bidang tersebut diatas, dibahas dan dikaji hal-hal yang berhubungan dengan: (1) apa peran dari kegiatan perancangan arsitektur dalam skala kawasan kota, (2) bagaimana proses terbentuknya / terwujudnya suatu kawasan kota – dilihat dari peran arsitekturnya, (3) pembentukan kawasan kota yang ditujukan untuk kondisi lingkungan yang aman, nyaman dan estetis, serta (4) peran dari potensi arsitektur kota dalam peningkatan kualitas lingkungan kawasan kota sehingga kota dapat lebih menarik.

PERMASALAHAN. Untuk kota besar di negara-negara sedang berkembang seperti juga kota-kota besar di Indonesia, peran desain arsitektur makin diperlukan guna membentuk kawasan perkotaan yang aman, nyaman dan estetis (indah). Khusus untuk kawasan pusat kota Bandung, salah satunya yang dikenal dengan kawasan ‘Alun-alun’ pada kenyataannya mempunyai potensi yang cukup besar. Dengan peran desain arsitektur kota, kawasan pusat kota diharapkan dapat menjadi kawasan yang aman untuk dipergunakan, nyaman untuk dipakai oleh sebagai besar warga masyarakat dan yang terakhir kawasan dimaksud dapat menjadi kawasan yang indah atau estetis secara visual arsitektural.

MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN. Adapun maksud dan tujuan penelitian ini adalah dua hal penting yang berkaitan dengan : (a) melihat peran

‘rancang arsitektur’ dalam pembentukan lingkungan kawasan kota, (b) kaitan antara

‘rancang arsitektur’ dan proses pembentukan kawasan kota, dan (c) bagaimana pembentukan / pewujudan dari lingkungan kawasan kota yang aman, nyaman, estetik dan menarik. Sebagai studi kasus dalam penelitian ini diambil: kawasan pusat kota di kota Bandung khususnya kawasan kota di sekitar Alun-alun kota Bandung. Adapun alasan dan pertimbangan, studi kasus tersebut diangkat adalah sbb. : (a) karena kawasan pusat kota khususnya sekitar Alun-alun kota Bandung – memiliki potensi arsitektur kota yang banyak atau beragam, dan (b) karena kawasan pusat kota di sekitar Alun-alun kota Bandung – memiliki nilai sejarah (historical values) yang cukup panjang. Dari kedua alasan / pertimbangan tersebut maka kawasan pusat kota sekitar Alun-alun Bandung – mempunyai daya tarik tersendiri untuk diamati dan dibahas.

METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam kegiatan pengkajian yang dilakukan adalah: metode analisis ‘konstruksi pemetaan kawasan’ secara visual arsitektur – dimana dalam pengumpulan data-data lapangan dipergunakan: (a) konstruksi kembali-peta kawasan di sekitar kawasan Alun-alun kota Bandung, (b) pengambilan photo-photo (lapangan) dari bangunan-bangunan potensial yang mendukung

pembentukan Arsitektur Kota. Sedangkan metoda analisis yang digunakan dengan menekankan pada aspek ‘deskriptif secara topical’ dan ‘deskriptif analisis secara visual-arsitektural’ yang didasarkan pada data-data lapangan yang diperoleh. Hasil akhir kegiatan penelitian ini diharapkan terdapat masukan-masukan dan gambaran kondisi – bagaimana seharusnya lingkungan kawasan kota dapat terbentuk atau terwujud sehingga aman, nyaman dan estetis. Berikut dibawah ini diagram alir metode penelitian yang dilakukan :

JUDUL / TOPIK PENELITIAN

METODE PENELITIAN

KAJIAN TEORITIK : (1) Peran Desain Arst. (2) Pembentukan Kawasan Kota. (3) Kawasan Yang Aman, Nyaman & Indah/ Estetis

PEMBAHASAN : (1) Peran Desain Arsitektur DATA-DATA LAPANGAN

(2) Elemen Pembentuk Kawasan Kota

KESIMPULAN

(3) Kawasan Kota Yang Aman, Nyaman & Estetis

TINJAUAN / KAJIAN TEORITIK: a) DESAIN ARSITEKTUR: PENEKANAN, RUANG-LINGKUP DAN PERAN YANG DIBERIKAN. Kegiatan perancangan (desain) arsitektur adalah kegiatan yang merupakan salah satu dari tiga tugas utama seorang arsitek. Disamping melakukan kegiatan perancangan atau desain arsitektur, dalam profesi arsitek juga dilakukan kegiatan perencanaan arsitektur dan sekaligus kegiatan pendirian/pewujudan dari karya arsitektur yang berupa bangunan (buildings). Fokus utama dalam kegiatan perancangan atau desain arsitektur adalah pada perancangan utuh dan menyeluruh dari ‘satu atau beberapa’ bangunan dalam suatu tapak atau site. Profesi arsitek sering pula disebut sebagai ‘perancang bangunan’ atau ‘the buildings designer’ – karena fokus utamanya pada kegiatan perancangan skala bangunan. Sedangkan yang mencakup ‘ruang-lingkup’ dalam kegiatan perancangan arsitektur ini adalah: semua aspek yang terkait erat dengan tiga tujuan utama Arsitektur seperti yang dikemukakan oleh Marcus Vitrovius Follio. Dalam aspek kegunaan atau fungsionalitas – perancangan arsitektur menyangkut antara lain: pemahaman fungsi/kegunaan dalam ruang atau bangunan, penentuan dimensi / kapasitas / besaran ruang dalam bangunan, hingga penentuan bentuk ruang yang sesuai dengan pola perilaku atau kebiasaan dalam berkegiatan (aktifitas) dari pengguna ruang. Dalam aspek kekuatan atau kekokohan – perancangan arsitektur menyangkut antara lain: jenis struktur yang sesuai / cocok sehingga ruang atau bangunan kuat dan kokoh berdiri, penentuan bahan bangunan serta cara atau system konstruksi – dimana bangunan agar mudah dan cepat untuk dibangun atau didirikan, serta penentuan system dan jaringan utilitas guna mendukung kinerja bangunan. Dalam aspek keindahan atau estetika, sebagai aspek terakhir yang tidak dapat dihindari – kegiatan perancangan arsitektur mencakup pula hal-hal seperti: pemilihan alternative bentuk bangunan, penentuan bahan dan warna yang mencerminkan ekspresi dari bangunan, hingga penerapan prinsip-prinsip estetika

perancangan – agar bangunan yang dirancang dapat terkesan ‘indah’ atau ‘estetis’. Tujuan utama dalam pencapaian aspek keindahan (estetis) adalah agar pengguna

bangunan dan orang yang melihat

‘bangunan’ dapat merasa puas atau bahagia secara visual. Hasil rancang arsitektur yang baik selain memberi kepuasan kepada penggunanya, juga sekaligus dapat memberikan ‘rasa bahagia’ bagi orang yang melihatnya. (lihat pula – Sumintardja – 1978). Dalam skala yang lebih luas, kegiatan perancangan (desain) arsitektur dapat memberi peranan yang cukup berarti terutama dalam lingkungan skala ruang yang lebih luas – seperti: kawasan perumahan, kawasan pariwisata, kawasan pusat kota,dsb. Sub-bidang yang menekuni kajian atau bahasan yang terkait dengan perencanaan dan perancangan skala kawasan perkotaan, dikenal : (a) Arsitektur Kota (Urban Architecture) dan (b) Perancangan Kota (Urban Design). Dalam kedua sub-bidang tersebut diatas – latarbelakang, kontekstual dan pemahaman yang memadai dari aspek ‘desain arsitektural’ menjadi hal penting untuk diketahui. Proses pembentukan kawasan kota pada dasarnya dapat terbentuk dari susunan atau tatanan massa bangunan yang dirancang baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersamaan (lihat Shirvani – 1976).

b) PEMBENTUKAN KAWASAN KOTA (URBAN AREAS) DI KOTA-KOTA BESAR. Kawasan kota atau kawasan perkotaan dalam istilah inggrisnya disebut ‘urban district’ adalah suatu kawasan yang terletak biasanya di sekitar pusat dari sutu kota, dimana mssyarakat yang menghuninya mempunyai mata pencaharian ‘urban’. Ciri dari mata pencaharian ‘urban’ adalah jenis pekerjaan atau mata pencaharian yang lebih banyak didominasi oleh kegiatan non-pertanian, seperti: perdagangan dan jasa (services). Karena jenis pekerjaan dari sebagian besar masyarakat kawasan kota yang bersifat non-pertanian (non-agraris), salah satu cirri utamanya yaitu tingginya intensitas penggunaan tanah dan tingginya nilai jual tanah akibat memiliki nilai-ekonomis yang tinggi. Pembentukan kawasan kota terutama yang terjadi di kota-kota besar, pada pokoknya terjadi seiring dengan berjalannya waktu atau masa (sejarah) pembentukan kota yang bersangkutan. Untuk kotakota besar dengan usia yang lebih dari 200 tahun, kondisi kawasan kota-nya memiliki corak atau warna yang beragam. Biasanya kawasan kota yang berada di sekitar pusat-pusat kota, cenderung didominasi oleh banyaknya bangunan-bangunan dengan fungsi komersial. Kawasan kota di sekitar pusat-pusat kota, selain dibentuk oleh fungsi perumahan, namun tata-kota-nya menetapkan land-use dengan fungsi komersial. Karena itu bangunan-bangunan yang banyak didapati adalah bangunan-bangunan, seperti: kantor-kantor sewa, hotel-hotel, toko-toko bahkan pusat perbelanjaan, bangunan bank dan sejenisnya. (lihat J-Nas – 1972). Kawasan kota atau ‘urban district’ pada dasarnya mempunyai fungsi tertentu yang sesuai dengan penetapan ‘land-use’ dominan pada kawasan dimaksud. Pemerintah Kota, dalam hal ini yang dijalankan oleh Dinas Tata Kota dan Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan) – melalui RTRK atau RDTRK menentukan fungsi utama kawasan. Dalam aturan penetapan ‘land-use planning’ sebuah kawasan di suatu kota biasanya dibagi menjadi: (a) kawasan pusat kota atau yang sering disebut CBD (Central Bussines District), (b) kawasan sub pusat kota atau yang sering disebut pusat sekunder, dan (c) kawasan ‘pengisi’ kota yang keberadaannya di luar kawasan CBD maupun kawasan pusat-pusat sekunder. (lihat pula – Djohara, 1979). Khusus untuk kawasan pusat kota atau kawasan CBD, pemerintah kota biasanya menetapkan land-use pada kawasan tersebut adalah untuk fungsi: pusat bisnis / kegiatan perdagangan & jasa, pusat-

pusat pemerintahan, serta fungsi-fungsi komersial lainnya yang dianggap relevan guna mendukung kegiatan ekonomi kota. Kawasan pusat kota pada umumnya juga dijadikan icon atau gambaran atau tanda-tanda yang dapat ‘mewakili’ kondisi kota secara keseluruhan. Ikon atau gambaran atau tanda-tanda pada kawasan pusat kota ada kaitannya dengan memori masa lalu kota atau perjalanan sejarah kota yang bersangkutan. Karena itu dalam mengkaji kawasan pusat kota – potensi dari arsitektur kota akan banyak berpengaruh terhadap kondisi kualitas lingkungan kawasan kota. (lihat Speiregen - 1965).

c) KAWASAN KOTA YANG AMAN, NYAMAN DAN ESTETIS. Sama halnya dengan skala dan tujuan dalam Arsitektur / Rancang Bangunan – tujuan utama terbentuknya kawasan kota (urban district) adalah mencapai tiga tujuan utama, yaitu: (1) tujuan kegunaan atau fungsionalitas, (2) tujuan kekuatan/ kekokohan/ keawetan, dan (3) tujuan akan keindahan atau estetika. Dalam pandangan paul Speiregen….!!!, pembentukan kawasan kota juga mempunyai tujuan atau diarahkan guna mencapai tiga tujuan utama tersebut diatas. Kawasan kota yang ‘berhasil’ atau dinilai ‘berfungsi dengan baik’ adalah kawasan kota yang didalamnya : pertama - kawasan kota yang dapat memenuhi kegunaan / fungsi yang ditentukan bagi aktifitas pemakainya, kedua - kawasan kota tersebut memiliki pola dan struktur serta kekokohan dalam jangka waktu lama untuk dipergunakan, serta ketiga – kawasan kota dimaksud memiliki nilai estetik (keindahan) serta memberikan memori ‘tertentu yang khas / unik / spesifik’ bagi masyarakat yang singgah atau t...


Similar Free PDFs