Title | Perancangan dan Perencanaan Kota |
---|---|
Pages | 48 |
File Size | 712.6 KB |
File Type | |
Total Downloads | 56 |
Total Views | 977 |
I PENDAHULUAN Topik-topik bahasan: (1) Perancangan Kota sebagai perluasan bidang Arsitektur (2) Perancangan Kota sebagai implementasi Rencana Kota (3) Nilai-nilai, Kriteria Desain, Proses, dan Metode-Teknik dalam Perancangan Kota (4) Daftar Materi kuliah. 1. Perancangan Kota sebagai perluasan bidang...
I
PENDAHULUAN
Topik-topik bahasan: (1) Perancangan Kota sebagai perluasan bidang Arsitektur (2) Perancangan Kota sebagai implementasi Rencana Kota (3) Nilai-nilai, Kriteria Desain, Proses, dan Metode-Teknik dalam Perancangan Kota (4) Daftar Materi kuliah.
1.
Perancangan Kota sebagai perluasan bidang Arsitektur Karena kita sudah berada di bidang Arsitektur, maka lebih mudah bila kita
lihat “Perancangan kota” dari kacamata arsitektur. Perancangan kota dapat dilihat sebagai perluasan bidang arsitektur. Mengapa demikian? Dari satu sisi skala atau cakupan area, Arsitektur merancang bangunan pada satu persil (atau disebut berskala mikro), sedangkan cakupan perancangan kota meluas tidak hanya satu persil tapi suatu kawasan (yang biasanya terdiri dari banyak persil)—dapat disebut juga sebagai berskala mezo (lihat Gambar I-1). Dengan demikian, perancangan kota berkaitan dengan penataan lingkungan fisik yang lebih luas daripada hanya satu persil seperti yang dialami oleh bidang arsitektur. Karena dapat dilihat sebagai ekstensi dari bidang Arsitektur, maka bidang Perancangan Kota (Urban Design) sering pula disebut sebagai “Arsitektur Kota”.
Bahan Kuliah Perancangan Kota I—A. Djunaedi (2000)—
1
Arsitektur
Perancangan Kota
Mikro
Mezo
Gambar I-1: Perancangan Kota sebagai ekstensi Arsitektur
Perluasan cakupan dari mikro ke mezo (kawasan) menimbulkan beberapa implikasi, yaitu antara lain:
a)
Klien dan partisipasi Dalam pekerjaan arsitektural, yang umumnya menangani satu persil, kita
melayani satu klien; sedangkan dalam perancangan kota, yang biasanya mencakup banyak persil, maka perancang kota berhadapan dengan banyak pemilik persil yang berarti
banyak
klien
atau
banyak
pengambil
keputusan.
Dengan
banyaknya
pengambil keputusan maka perancangan kota mau tidak mau perlu melibatkan partisipasi mereka (partisipasi masyarakat atau pihak-pihak terkait).
b)
Masalah lingkungan Dalam penanganan satu persil, masalah lingkungan kurang terasa, tapi bila
cakupan meluas ke kawasan, maka masalah kelestarian lingkungan menjadi lebih nyata. Masalah lingkungan timbul akibat interaksi antar guna lahan dalam kawasan, juga akibat kegiatan sirkulasi lalu lintas, dan sebagainya.
c)
Masalah sosial (hubungan antar manusia) Satu persil berarti satu keluarga, tapi berkaitan dengan satu kawasan, terdapat
masalah hubungan antar keluarga, antar manusia atau disebut sebagai masalah sosial. Masalah ini misalnya terwujud dalam kebutuhan akan fasilitas umum atau fasilitas
2
—Bahan Kuliah Perancangan Kota I—A. Djunaedi (2000)
sosial, prasarana umum, serta juga kegiatan yang khas di masyarakat kita, yaitu perdagangan sektor informal (kakilima).
2.
Perancangan Kota sebagai implementasi Rencana Kota Perencanaan kota (urban planning) menangani lingkungan binaan (built
environment) dalam lingkup kota (makro). Untuk melaksanakan hasil perencanaan kota
diperlukan
program-program
penanganan
kawasan
(mezo),
maka
dapat
diartikan bahwa perancangan kota (urban design)—sebagai penanganan lingkungan binaan berskala mezo—merupakan salah satu langkah implementasi (pelaksanaan) rencana kota (lihat Gambar II-2).
Arsitektur
Mikro
Perancangan Kota Mezo
Perencanaan Kota Makro
Gambar II-2 :Perancangan Kota sebagai ekstensi Arsitektur dan sebagai implementasi Perencanaan Kota
Bahan Kuliah Perancangan Kota I—A. Djunaedi (2000)—
3
Sebagai implementasi rencana kota, perancangan kota mempunyai implikasi sebagai berikut:
a)
Mengacu pada program atau isi rencana kota Rencana kota yang berimplikasi ke kawasan dapat berupa: pelestarian
kawasan bersejarah, penataan kembali atau revitalisasi pusat kota, pengembangan kota baru, pengembangan kawasan perumahan dan sebagainya. Perancangan kota dapat
mengimplementasikan
program-program
tersebut,
sehingga
dapat
dikembangkan proyek perancangan kota berkaitan dengan pelestarian kawasan bersejarah, dan sebagainya.
b)
Memanfaatkan perangkat implementasi rencana kota Sebagai salah satu kegiatan implementasi rencana kota, maka perancangan
kota dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan perangkat implementasi rencana kota, yaitu antara lain perangkat pengendali pembangunan ruang kota, seperti: perijinan lokasi atau guna lahan, peraturan bangunan, pemberian IMB, dan pada kasus kota-kota di Amerika terdapat perangkat seperti: zoning, subdivison regulation, dan sebagainya.
3.
Nilai-nilai, Kriteria Desain, Proses, dan MetodeTeknik dalam Perancangan Kota Sebagai suatu usaha penataan lingkungan binaan, maka perancangan kota
memiliki nilai-nilai yang dianut. Nilai-nilai tersebut dapat dianut oleh semua orang secara universal (misalnya: keindahan), dan ada pula yang hanya dianut oleh sebagian orang atau kultur tertentu—ini dapat kita sebut sebagai nilai lokal. Usaha penataan dilakukan dengan mengikuti suatu proses dan kriteria desain tertentu; dan proses dan kriteria ini juga ada yang disepakati secara umum dan ada pula yang hanya disepakati oleh masyarakat lokal. Bahkan, pada masa yang berbeda, suatu masyarakat dapat menganut suatu proses perancangan kota yang berbeda pula.
4
—Bahan Kuliah Perancangan Kota I—A. Djunaedi (2000)
Hal ini disebabkan mungkin karena terjadi pergeseran paradigma (cara pandang terhadap kebenaran). Dalam proses perancangan kota, dilakukan langkah-langkah yang dapat didukung oleh metode dan teknik tertentu. Dalam khasanah pengetahuan bidang perancangan kota, telah dikembangkan banyak metode dan teknik untuk mendukung proses perancangan kota.
4.
Daftar Materi kuliah Kumpulan bahan kuliah ini bersifat “pengantar” (introductory) dan lebih
menitikberatkan
pada
“perancangan
kota
sebagai
implementasi
rencana
kota”
daripada “perancangan kota sebagai ekstensi Arsitektur”. Berkaitan dengan itu dan bahasan di atas, maka dengan tujuan untuk memahami perancangan kota, disiapkan materi kuliah sebagai berikut: a) definisi dan pengertian perancangan kota (Bab II); b) pemahaman rencana kota dan pengaruhnya terhadap perancangan kota (Bab III); c) menukik ke kawasan, pada bab berikutnya (Bab IV) dibahas unsur-unsur bentuk fisik kota (kawasan); unsur-unsur ini dibahas dalam hal permasalahan pada umumnya dan konsep-konsep perancangannya; d) semua di atas dirangkai dalam suatu proses perancangan kota (Bab V) yang disusun dari paradigma tertentu dan menghasilkan produk berupa: kebijakan, rencana/rancangan, pedoman dan program; e) untuk mengimplementasikan produk perancangan kota, dipakai metode-metode pengendalian
pemanfaatan
ruang
kota
(kawasan)
dengan
memanfaatkan
perangkat pengendalian yang ada di Indonesia pada umumnya dan hasil belajar dari pengalaman Amerika Serikat (Bab VI). Selain materi di atas, sebenarnya masih banyak materi-materi nilai-nilai (values), kriteria, metode-teknik, dan materi tematik (tergantung tema yang dipilih atau dihadapi), seperti antara lain: a)
pelestarian kawasan bersejarah;
b)
revitalisasi kawasan perkotaan (pusat kota); Bahan Kuliah Perancangan Kota I—A. Djunaedi (2000)—
5
c)
pelestarian lingkungan (ekologis) perkotaan;
d)
penanganan kakilima.
Untuk materi-materi tersebut, dalam buku ini, hanya ditunjukkan daftar acuannya (Bab VII). Mahasiswa dapat membaca sendiri sebagai insan yang mampu belajar secara mandiri. Beberapa tema atau topik yang mengandung pelajaran tentang nilai, kriteria, dan metode-teknik tertentu dapat saja menjadi bahan kuliah yang “temporer” (berbeda-beda dari masa ke masa) pada semester ini atau dijelaskan dengan gambaran kasus atau proyek tertentu pada semester berikutnya, yaitu dalam mata kuliah “Perancangan Kota II”. Selain daftar acuan atau bacaan yang dianjurkan, pada akhir buku ini diberikan pula daftar websites (Lampiran) yang memuat materi-materi yang terkait dengan perancangan kota. Secara umum, terdapat dua macam website, yaitu: (1) pusat kajian atau pendidikan perancangan kota, dan (2) “proyek” atau kegiatan empiri perancangan kota yang dilaporkan oleh pelakunya.
6
—Bahan Kuliah Perancangan Kota I—A. Djunaedi (2000)
II
DEFINISI & PENGERTIAN PERANCANGAN KOTA
Topik-topik yang dibahas: (1) Definisi & pengertian Perancangan Kota (2) Perbedaan perancangan kota dengan perencanaan kota dan perancangan arsitektur (3) Gambaran proyek-proyek perancangan kota (dalam rangka memperjelas pengertian perancangan kota)
1.
Definisi & Pengertian Perancangan Kota Saat ini, istilah perancangan kota (urban design) mempunyai arti yang
berbeda-beda di negara yang satu dengan di negara yang lain, bahkan juga berbedabeda antar pribadi. Minaret Branch (1995: 201) mengatakan bahwa:
“Di dalam perencanaan kota komprehensif, perancangan kota memiliki suatu makna yang khusus, yang membedakannya dari berbagai aspek proses perencanaan kota. Perancangan kota berkaitan dengan tanggapan inderawi manusia terhadap lingkungan fisik kota: penampilan visual, kualitas estetika, dan karakter spasial”.
Harry Anthony (dalam buku Antoniades, 1986: 326) memberi pengertian bahwa perancangan kota merupakan
pengaturan unsur-unsur fisik lingkungan kota
sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi baik, ekonomis untuk dibangun, dan memberi kenyamanan untuk dilihat dan untuk hidup di dalamnya. Frederick Gutheim (dalam Antoniades, 1986: 326) menyatakan bahwa perancangan kota (urban design) merupakan bagian dari perencanaan kota (urban planning) yang menangani aspek estetika dan yang menetapkan tatanan (order) dan bentuk (form) kota. Selanjutnya,
Bahan Kuliah Perancangan Kota I—A. Djunaedi (2000)—
7
Antoniades (1986: 326) juga mendukung pendapat di atas bahwa perancangan kota menangani permasalahan keindahan kota yang tercermin dari fisik kota yang dirancang oleh perancang kota. Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik beberapa “kata kunci” tentang perancangan kota, yaitu: 1)
Pengaturan unsur fisik lingkungan kota.
2)
Berkaitan
dengan
tanggapan
inderawi,
yaitu
aspek
estetika/keindahan,
penampilan visual. 3)
Merupakan bagian dari perencanaan kota.
Sebagai catatan: kunci ketiga di atas masih menjadi perdebatan antara para perencana kota dan para arsitek, seperti dibahas di bagian berikut.
2.
Perbedaan Perancangan Kota dengan Perencanaan Kota dan Perancangan Arsitektur Pittas dan Ferebee (1982: 10) menjelaskan bahwa perancangan kota
merupakan bidang ilmu yang unsur-unsurnya meminjam dari—antara lain—bidangbidang ilmu arsitektur, lansekap, administrasi publik, hukum, sosiologi, dan geografi perkotaan. Sebagai sebuah bidang ilmu, perancangan kota mempunyai perbedaan dengan perencanaan kota maupun dengan arsitektur. Perencanaan
kota
memandang
perancangan
kota
sebagai
salah
satu
implementasi rencana kota, sedangkan para arsitek melihat perancangan kota tidak selalu harus demikian, tetapi dapat timbul sebagai usaha untuk mengatasi problema perkotaan secara praktis lewat pengaturan bentuk-bentuk fisik (Antoniades, 1986: 326-327). Perencanaan kota (urban planning), meskipun berkaitan dengan tata ruang dan juga, antara lain, ekonomi, sosial, budaya; tapi biasanya tidak berkaitan dengan kualitas visual lingkungan. Perancangan arsitektural, di lain pihak, berfokus pada bangunan secara individual (tunggal).
8
—Bahan Kuliah Perancangan Kota I—A. Djunaedi (2000)
Melanjutkan perbedaan dengan perencanaan kota dan arsitektur di atas, Pittas dan Ferebee (1982: 12-13) mendeskripsikan tentang karakteristik perancangan kota, yaitu: 1)
Perancangan kota mempunyai dimensi publik (masyarakat luas); dan hal ini tidak tergantung pada tempat pelaksanaannya: di tanah milik umum ataupun di tanah milik pribadi.
2)
Jangka waktu pelaksanaan hasil perancangan kota mempunyai jangka waktu yang lebih lama daripada hasil perancangan arsitektur atau arsitektur lansekap.
3)
Perancangan kota lebih bersifat memungkinkan perubahan lingkungan buatan daripada melaksanakan perubahan tersebut.
4)
Perancangan kota seringkali perlu dilakukan secara anonim, berbeda dengan perancangan arsitektur yang nama arsiteknya ditonjolkan.
5)
Perancangan kota berorientasi ke proses nilai di samping juga berorientasi produk.
6)
Perhatian
perancangan
kota
lebih
tertuju
kepada
komposisi
bangunan-
bangunan dalam lingkungan visual publik serta hubungannya dengan ruang terbuka publik daripada ke bangunan tunggal. 7)
Perancangan kota menyadari adanya klien yang pluralistis (berkaitan dengan berbagai
institusi
pemerintah
dan
swasta),
dan
perancangan
kota
mengembangkan metode pembelajaran untuk tipe klien seperti itu. 8)
Hasil perancangan kota bersifat lebih relativistis dibanding produk arsitektur, tapi lebih pasti dibanding hasil perencanaan kota.
9)
Tidak seperti pendidikan perencanaan kota, perancangan kota menyadari batasbatas spasial maupun dimensional dalam melihat dunia (dengan pandangan keruangan tiga dimensi).
10)
Tidak seperti pendidikan arsitektur, perancangan kota memberi nilai yang lebih pada program (proses) daripada terhadap artefak (produk berupa fisik).
11)
Dalam sejarah, rancangan kota yang baik tidak selalu
dihasilkan oleh
perancang kota yang hebat. 12)
Pendidikan perancangan kota menuntut pemberian materi tentang ilmu-ilmu sosial, hukum, ekonomi dan administrasi perusahaan.
Bahan Kuliah Perancangan Kota I—A. Djunaedi (2000)—
9
Kemampuan dalam mengolah bentuk dan hubungan tiga dimensi diperlukan. Pendidikan ini juga memerlukan kolaborasi dan kemampuan untuk bekerja dalam kerangka institusional.
Dari bahasan tentang perbedaan di atas, dapat ditarik ringkasan tentang perbedaan perancangan kota dibanding perencanaan kota dan arsitektur, seperti gambar berikut:
Perancangan kota berada "di antara" arsitektur dan Perencanaan Kota PERENCANAAN KOTA
ARSITEKTUR PERANCANGAN KOTA
bangunan di persil tunggal
Ruang umum & bangunan-bangunan dari aspek publik
Kebijaksanaan publik
Gambar II-1: Perbedaan Perancangan Kota, Perencanaan Kota, dan Arsitektur
3.
Gambaran Proyek-Proyek Perancangan Kota Untuk
disampaikan
memperjelas beberapa
pengertian
gambaran
tentang
tentang
perancangan
kegiatan
dan
kota,
berikut
ini
proyek-proyek tentang
kegiatan dan proyek-proyek perancangan kota. Sebagai catatan, perancangan kota dapat mempunyai skala wawasan atau skala yanglebih luas lagi, yaitu skala kota. Pada skala kawasan, menurut Branch (1995: 201-202), obyek perancangan kota dapat mencakup antara lain: lingkungan suatu bangunan atau sekumpulan bangunan, suatu taman atau plaza, boulevard atau jalur pejalan kaki, tiang lampu atau pemberhentian bis. Pada skala kota, menurut Lynch (196)), perancangan kota berkaitan
dengan
elemen
visual
utama
yang
meliputi:
tengaran
(landmark),
pemusatan (nodes), kawasan (district), jejalur (paths), dan tepian (edges). Lebih jelas
10
—Bahan Kuliah Perancangan Kota I—A. Djunaedi (2000)
lagi, Dannenbrink (dalam Branch, 1995: 200) mendeskripsikan perancangan kota sebagai berikut: “Perancangan kota adalah proses dan hasil pengorganisasian dan pengintegrasian seluruh komponen lingkungan (buatan dan alam), sedemikian rupa sehingga akan meningkatkan citra setempat dan perasaan berada di suatu tempat (sense of place), dan kesetaraan fungsional, serta kebanggaan warga dan diinginkannya suatu tempat menjadi tempat tinggal. Hal tersebut dapat diterapkan pada berbagai seting dan kepadatan fisik, mulai dari daerah perkotaan, pinggiran kota, hingga pedesaan ….. mulai dari skala lingkungan permukiman hingga keseluruhan daerah, dan dapat terpusatkan pada permasalahan kota secara keseluruhan atau komponen khusus, misalnya lingkungan permukiman, pusat bisnis, sistem ruang terbuka, atau karakter jalan utama”.
Sebagai
gambaran
proyek
perancangan
kota
adalah
Pengembangan
Kawasan
Malioboro, Yogyakarta, yang mengatur antara lain fasade dan ketinggian bangunanbangunan di sepanjang jalan Malioboro tersebut. Contoh lain: perancangan kampus UGM, dan perancangan kawasan sekitar Monumen Yogya Kembali (Yogyakarta). Di bawah ini beberapa gambaran “proyek” perancangan kota yang diangkat dari beberapa pustaka:
Gambar II-2: Usulan Pembangunan kembali pinggiran Wilmington City Center, Delaware—Hasil kerja mahasiswa Studio semester III, sebuah sekolah Urban Design di AS (sumber: Pittas & Ferebee, 1982: 79, Fig. 3)
Bahan Kuliah Perancangan Kota I—A. Djunaedi (2000)—
11
Gambar II-3: Rancangan jalan dengan pepohonan di tepinya yang telah terwujud (sumber: Urban Redevelopment Authority, 1996: 17)
Acuan Antoniades, Anthony C., 1986, Architecture and Allied Design: An Environmental Design Perspective, Second Edition, Kendall/Hunt Publishing Company, Dubuque, Iowa. Branch, Melville C., 1995, Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar & Penjelasan, Terjemahan: B. H. Wibisono & A. Djunaedi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Lynch, Kevin, 1960, The Image of the City, MIT Press, Cambridge, MA. Pittas, M., dan Ferebee, A. (editors), 1982, Education for Urban Design, Institute for Urban Design, Purchase, New York. Urban Redevelopment Authority, (August) 1996, New Down Town: Ideas for the City of Tomorrow, Urban Redevelopment Authority, Singapore.
12
—Bahan Kuliah Perancangan Kota I—A. Djunaedi (2000)
Daftar Bacaan yang Dianjurkan Shirvani, Hamid, 1985, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, New York, hal. 6-8 (“The Domain of Urban Design”). Steger, Charles W., 1997, “Urban Design”, dalam John M. Levy, Contemporary Urban Planning, Fourth Edition, Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ., hal. 141-168. Beckley, Robert M., 1979, “Urban Design”, dalam Anthony J. Catanese dan James C. Snyder, Introduction to Urban Planning, McGraw-Hill Book, New York, hal. 62-103.
Bahan Kuliah Perancangan Kota I—A. Djunaedi (2000)—
13
III
RENCANA KOTA DAN PENGARUHNYA KE PERANCANGAN KOTA
Topik-topik yang d...