Peran Hutan Alam dan Hutan Tanaman dalam Siklus Karbon PDF

Title Peran Hutan Alam dan Hutan Tanaman dalam Siklus Karbon
Author Fahrul Sembiring
Pages 14
File Size 179.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 302
Total Views 784

Summary

PERAN HUTAN ALAM DAN HUTAN TANAMAN DALAM SIKLUS KARBON Fahrul Rozi Sembiring1 E151180121 ABSTRAK Karbon merupakan salah satu unsur di alam yang sangat penting keberadaannya di bumi. Karbon dibutuhkan oleh semua kehidupan di atas muka bumi untuk tumbuh dan bertahan hidup yaitu manusia, hewan dan tumb...


Description

PERAN HUTAN ALAM DAN HUTAN TANAMAN DALAM SIKLUS KARBON Fahrul Rozi Sembiring1 E151180121

ABSTRAK Karbon merupakan salah satu unsur di alam yang sangat penting keberadaannya di bumi. Karbon dibutuhkan oleh semua kehidupan di atas muka bumi untuk tumbuh dan bertahan hidup yaitu manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Karbon dalam bentuk gas karbondioksida (CO2), diserap oleh tumbuhan dan pohon, lalu digunakan sebagai energi dan makanan untuk pertumbuhan. Hutan yang terdiri dari asosiasi tumbuhan memainkan peran ganda dalam siklus karbon dunia. Peran hutan yaitu sebagai sumber (source) emisi serta sebagai penyerap (sink) karbon. Tulisan ini bertujuan untuk melakukan review mengenai siklus karbon di hutan alam dan hutan tanaman berdasarkan peran hutan tersebut. Berdasarkan hasil review diketahui bahwa terdapat perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi siklus karbon di hutan alam dan hutan tanaman dalam perannya sebagai penyimpan karbon. Sementara itu, dalam hal melepas/mengemisi karbon ke udara dipengaruhi oleh gangguan kebakaran hutan, deforestasi di hutan alam, perubahan penggunaan lahan, serta sistem tebang habis. Kata kunci : Hutan Alam, Hutan Tanaman, Siklus Karbon

I. PENDAHULUAN Karbon merupakan salah satu unsur di alam yang sangat penting keberadaannya di bumi. Karbon adalah unsur ke-15 paling berlimpah di kerak bumi dan unsur ke-4 paling berlimpah di alam semesta (Horwath 2015). Karbon dibutuhkan semua kehidupan di atas muka bumi untuk tumbuh dan bertahan hidup baik tumbuh-tumbuhan, manusia, maupun hewan. Di udara, karbon dalam bentuk gas karbondioksida (CO2), diserap oleh tumbuhan dan pohon, lalu digunakan sebagai energi dan makanan untuk pertumbuhan. Sebagian karbon pada tumbuhan membentuk zat hidrat arang atau karbohidrat yang sangat dibutuhkan oleh manusia maupun hewan sebagai konsumen. Karbon juga dapat dilepaskan kembali ke udara sebagai bagian dari

1

Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan Fakultas Kehutanan IPB

karbondioksida melalui pernapasan oleh tumbuhan, pepohonan, hewan-hewan, dan manusia. Saat mahluk hidup mati, karbon yang disimpan dalam tubuh akan kembali ke tanah dan ke udara melalui proses dekomposisi. Proses aliran karbon ini disebut dengan siklus karbon. Proses biologis mahluk hidup, terutama fotosintesis dan pernapasan, dimana energi disimpan dan digunakan oleh organisme memerlukan siklus karbon (Vallero 2014) Siklus karbon adalah pergerakan karbon yang terjadi terus menerus antara organisme hidup yang berbeda di bumi dan antara organisme hidup dan lingkungan, melalui proses alami seperti fotosintesis, respirasi, dan dekomposisi di dalam tanah, dan juga pembakaran bahan bakar fosil (Cambridge Dictionary 2018). Siklus karbon juga dapat diartikan sebagai proses alami karbon yang bergerak atau mengalir di antara berbagai tempat dimana karbon tersebut digunakan dan disimpan (tampungan) (Stone et al. 2010) Hutan sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa memberikan banyak manfaat bagi kehidupan mahluk hidup baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung yang dapat diperoleh yaitu kayu, flora, fauna, hasil non kayu. Sedangkan manfaat yang tidak langsung dapat diperoleh dalam bentuk jasa lingkungan seperti pengatur tata air, fungsi estetika, penyedia oksigen bagi mahluk hidup dan sebagai penyerap karbon. Hutan yang terdiri dari asosiasi tumbuhan memainkan peran ganda dalam siklus karbon dunia. Mitchard (2018) menyatakan bahwa peran hutan yaitu sebagai sumber (source) emisi yang sangat penting sebagai akibat dari penebangan dan kebakaran hutan, serta sebagai penyerap (sink) karbon karena hutan yang tersisa telah menyerap karbon yang ditambahkan ke atmosfer. Berdasarkan peran double hutan sebagai sink dan source dalam siklus karbon dunia, maka penulis melakukan review terhadap siklus karbon hutan berdasarkan peran tersebut. Secara khusus, hutan yang di-review adalah hutan alam dan hutan tanaman.

II. METODOLOGI Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah melakukan review tulisan dari berbagai jurnal mengenai siklus karbon di hutan alam dan hutan tanaman. selanjutnya data sekunder yang didapat, ditulis dan dianalisa secara deskriptif. Data

sekunder mengenai cadangan karbon yang digunakan dalam review ini adalah cadangan karbon di atas permukaan tanah. III. PEMBAHASAN 3.1. Hutan dan Siklus Karbon Hutan memiliki peran penting dalam siklus karbon karena hutan merupakan salah satu carbon pool. Pepohonan di dalam hutan mengalami dua proses alami di dalam tubuhnya yaitu fotosintesis dan respirasi yang sangat berpengaruh terhadap siklus karbon. Kedua proses ini akan membantu siklus karbon berjalan secara terus menerus dan terjadi di hutan alam maupun hutan tanaman.

Gambar 1. Siklus Karbon Dasar dalam Sistem Kehidupan (Rainforest Alliance 2014)

Pepohonan di dalam hutan menggunakan karbon sebagai bahan utama pemenuhan makanan melalui proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses yang sangat vital bagi tanaman. Fotosintesis adalah suatu proses yang terjadi di dalam kloroplas dimana tanaman mengubah CO2 yang diserap dari atmosfer untuk diubah menjadi produk karbon (Waring & Running 2008). Vallero (2014) menyatakan bahwa tanaman menyerap CO2 dan air, mengubahnya dengan bantuan energi matahari menjadi biomassa dan melepaskan O2 sebagai produk sampingan. Jadi, oksigen sebenarnya adalah produk limbah fotosintesis dan berasal dari senyawa karbon.

Respirasi menghasilkan karbondioksida sebagai produk limbah oksidasi yang terjadi pada organisme, sehingga ada keseimbangan antara penyerapan CO2 oleh tanaman hijau dan pelepasan O2 dalam fotosintesis dan penyerapan O2 dan pelepasan CO2 dalam respirasi oleh hewan, mikroba, dan organisme lain (Vallero 2014). Sekitar setengah dari fotosintesis C hilang karena respirasi kembali ke atmosfer oleh fotoautotrof dan heterotroph (Horwath 2015). Dengan adanya proses fotosintesis dan respirasi, maka proses pertumbuhan tanaman di dalam hutan akan terus berlangsung. Proses alami tersebut menjadikan hutan dan karbon sebagai hal yang tidak dapat dipisahkan. Hutan yang terjaga akan terus melakukan penyerapan karbon, sehingga terjadi penurunan emisi gas rumah kaca dan sebaliknya. Kemampuan hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon tidak sama baik, dipengaruhi oleh jenis hutan, jenis pohon, tipe tanah dan topografi, dan lain-lain (Masripatin et al. 2010). Hutan alam dan hutan tanaman adalah dua ekosistem yang sangat berbeda. Hutan alam memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi sedangkan hutan tanaman karena tujuan utamanya untuk memenuhi kebutuhan kayu industry, cenderung monokultur. Ketika tanaman di dalam hutan mati, daun-daun gugur ke lantai hutan maka akan ada proses yang disebut dekomposisi/penguraian. Tumbuhan yang mati atau daun yang gugur akan terurai kembali oleh organisme pengurai dan akan dilepas sebagai CO2 ke alam dan masuk ke udara atau ke air (Vickery 1984 dalam Indriyanto 2008). Proses alami dari fotosintesis, respirasi serta dekomposisi di dalam hutan akan terus terjadi berulang dalam siklus karbon.

3.2. Hutan Alam dan Hutan Tanaman sebagai Penyimpan Karbon (Carbon Sink) di dalam Siklus Karbon a. Hutan Alam Simpanan karbon atau cadangan karbon merupakan istilah umum untuk mengetahui seberapa banyak jumlah karbon yang tersimpan dalam bentuk biomassa di permukaan tanah, sisa tanaman yang sudah mati, maupun di dalam tanah seabgai bahan organik tanah. Waktu penyimpanan karbon bervariasi pada setiap hutannya, zona iklim, dan dipengaruhi oleh gangguan alami dan tidak alami (Percy et al.

2003). Dalam lingkup global, menurut Percy et al.(2003), kandungan karbon pepohonan hutan dan tanah telah diestimasi sebesar 1,146 Gt C.

Tabel 1. Cadangan karbon dan serapan CO2 pada berbagai tipe hutan alam Cadangan Tipe Hutan

karbon di atas permukaan tanah (ton/ha)

Serapan CO2

Sumber

(ton/ha)

Hutan alam primer

264.69

971.41

(Samsoedin,et al. 2009)

Hutan alam bekas

249.1

914.20

(Samsoedin et al. 2009)

Hutan mangrove primer

154.46

566.87

(Restuhadi et al. 2013)

Hutan mangrove sekunder

26.63

97.73

(Mulyadi et al. 2017)

hutan alam gambut bekas

126.01

462.46

(Rochmayanto et al. 2010)

83.49

306.41

(Rochmayanto et al. 2010)

tebangan setelah 30 tahun

tebangan Hutan gambut sekunder

Sumber: data sekunder diambil dari beberapa sumber

Secara umum, cadangan karbon dan serapan CO2 hutan alam cenderung besar dibandingkan dengan hutan tanaman. Dalam beberapa tipe hutan alam seperti yang terlihat dalam Tabel 1, cadangan atau simpanan karbon dapat lebih dari 100 ton C/ha pada hutan-hutan alam primer. Hal ini terjadi karena banyaknya pepohonan di hutan alam primer yang memiliki diameter-diameter besar. Besarnya diameter pada pepohonan yang terdapat pada hutan alam menyebabkan besarnya biomassa pepohonan. Besarnya diameter juga memiliki hubungan dengan umur. Semakin menua suatu pohon maka diameternya juga akan semakin besar. Adinugroho & Sidiyasa (2006) menyatakan bahwa korelasi positif terjadi dalam peningkatan dimensi diameter pohon atau tinggi total pohon terhadap peningkatan biomassa pada setiap bagian pohon-pohon dimana batang memiliki potensi biomassa terbesar karena merupakan tempat penyimpanan cadangan hasil fotosintesis untuk pertumbuhan tanaman. Chanan (2012) menyatakan bahwa setiap penambahan kandungan biomassa akan diikuti oleh penambahan kandungan karbon. Disamping itu, selain adanya pepohonan yang berumur tua dengan diameter besar, di hutan alam juga terdapat tanaman-tanaman muda yang dalam

pertumbuhan. Hutan dengan pohon-pohon yang sedang berada dalam fase pertumbuhan mampu menyerap lebih banyak CO2 (Retnowati 1998 dalam Dharmawan & Siregar 2008). Tingginya keanekaragaman spesies di dalamnya juga menyebabkan jumlah biomassa dan simpanan karbon yang disimpan menjadi besar. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Indriyanto (2008) yang menyatakan bahwa pada ekosistem hutan hujan tropis, keanekaragaman biota (termasuk spesies tumbuhan) sangat tinggi sehingga karbon yang tersimpan dalam biomassa tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan ekosistem lainnya. Keanekaragaman yang tinggi dari spesies tumbuhan penyusun di hutan alam dan stratifikasi yang kompleks menempatkan daun-daun pada setiap strata tajuk, sehingga jumlah energi radiasi matahari yang dapat diubah menjadi energi kimia pada ekosistem hutan alam tersebut lebih banyak. Simpanan karbon di hutan alam akan mencapai klimaks ketika umurnya sudah menua. Penelitian (Dharmawan & Samsoedin 2012)menyatakan bahwa pada hutan alam bekas tebangan, pertumbuhan biomassa dan kandungan karbon akan semakin menurun dimulai pada umur hutan setelah 80 tahun. Implikasinya, proses fisiologis tumbuhan akan semakin melambat saat umur pohon semakin menua (Campbell et al., 2002 dalam Dharmawan & Samsoedin, 2009). (Manoj & Shubhra 1996) mengungkapkan bahwa pohon-pohon dewasa menangkap karbon lebih sedikit daripada pohon yang berada dalam fase pertumbuhan.

b. Hutan Tanaman Hutan tanaman memiliki kemampuan dalam menyimpan karbon lebih kecil dibandingkan dengan hutan alam karena umumnya hutan tanaman didominasi oleh tanaman yang cenderung monokultur dan tanaman berumur muda. Meskipun begitu, cadangan karbon yang dimilikinya akan tetap semakin besar seiring bertambahnya umur tegakan (Masripatin et al. 2010). Hutan tanaman dibangun untuk memaksimalkan produksi kayu, di sisi lain dengan adanya hutan tanaman akan membantu menyerap karbon yang mengemisi ke udara. Pemanfaatan kayu hutan tanaman setelah panen biasanya untuk produk yang tahan lama sehingga tidak menambah kadar karbon di atmosfer (Manoj & Shubhra 1996).

Terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah karbon yang disimpan dalam hutan tanaman yaitu: perbedaan kualitas tempat tumbuh, genetika bahan tanaman, jenis yang ditanam, tindakan silvikultur yang diberikan atau intensitas pemeliharaanya ((Masripatin et al. 2010; Rochmanyanto et al. 2010). Jumlah karbon yang dapat disimpan dalam suatu hutan tanaman akan berbeda-beda sesuai dengan jenis yang ditanam. Untuk jenis-jenis yang cepat umumnya memiliki kandungan karbon yang cenderung lebih besar meskipun daur relatif pendek. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Manoj & Bhatia (1996) bahwa jenis-jenis cepat tumbuh yang ditanam memiliki kemampuan untuk menyerap karbon lebih tinggi daripada lainnya.

Tabel 2. Cadangan Karbon dan Serapan CO2 pada berbagai jenis tanaman di Hutan Tanaman Cadangan Jenis Tanaman

Karbon diatas permukaan tanah (ton/ha)

Serapan CO2

Umur

Sumber

(ton/ha)

Acacia mangium

54.70

200.75

6 tahun

(Hardjana 2010)

Eucaliptus pellita

69.39

254.66

5 tahun

(Rahayu et al. 2013)

Tectona grandis

93.40

342.78

20 tahun

(Agnita 2010)

Pinus merkusii

50.09

183.84

15 tahun

(Saharjo & Wardhana 2011)

Sumber : Data sekunder diambil dari beberapa sumber

Sementara itu, kandungan karbon untuk jenis-jenis yang lambat tumbuh umumnya lebih kecil dibandingkan dengan jenis yang cepat tumbuh. Namun, dengan daur yang lebih lama akan mampu memiliki jumlah kandungan karbon yang besar seperti yang terlihat dalam Tabel 2. Akasia dan eukaliptus yang berumur kurang dari 7 tahun memiliki kandungan karbon lebih besar dibandingkan pinus yang berumur 15 tahun. Tanaman jati memiliki kandungan karbon yang lebih besar dalam Tabel 2, namun hal tersebut membutuhkan 20 tahun, sehingga apabila eukaliptus dan akasia dibiarkan sampai berumur 20 tahun, maka akan memiliki kandungan karbon yang lebih besar dibandingkan dengan jati.

Kondisi tempat tumbuh menjadi salah satu yang mempengaruhi jumlah karbon dalam hutan tanaman. Penelitian Rochmanyanto et al. (2010) pada tegakan Acacia crasicarpa di PT. RAPP yang dibandingkannya dengan penelitian sebelumnya di PT. SBA Wood Industries dengan jenis tanaman yang sama diperoleh kandungan C pada umur 1 tahun sebesar 4,59 ton/ha, meningkat terus sampai 39,51 ton/ha pada tahun kelima. Sementara penelitian yang dibandingkannya pada umur 2 tahun dan 3 tahun mencapai 29,92 ton/ha dan 48,35 ton/ha untuk jenis tanaman yang sama. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa perbedaan kondisi tempat tumbuh menyebabkan perbedaan jumlah karbon yang diserap untuk jenis tanaman yang sama. Tindakan silvikultur yang diberikan akan mempengaruhi juga terhadap jumlah karbon yang dapat disimpan oleh hutan tanaman. Misalnya, jarak tanam yang digunakan dalam pengelolaan hutan tanaman. Menurut Mawazin & Suhaendi (2008), jarak tanam berpengaruh terhadap besarnya intensitas cahaya dan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Semakin lebar jarak tanam, semakin besar intensitas cahaya yang akan diserap untuk proses fotosintesis tanaman dan semakin banyak ketersediaan unsur hara bagi individu tanaman karena jumlah pohonnya lebih sedikit. Pembangunan hutan tanaman sebaiknya dilakukan di area lain yang bukan vegetasi hutan atau areal hutan yang terdegradasi. Dalam penelitian Rochmayanto et al. (2010) dijelaskan bahwa konversi hutan terdegradasi menjadi HTI menunjukkan penambahan kandungan C sebesar 39,51 ton/ha, atau rata-rata 22,47 ton C/ha/th. Berdasarkan penelitian Rochmayanto et al tersebut, maka disarankan untuk melakukan perubahan penggunaan lahan menjadi Hutan tanaman hanya pada lahan yang terdegradasi. Verchot et al. (2010) menyatakan bahwa pembangunan industry untuk kayu pulp pada lahan terdegradasi dapat mencapai 8-12% dari target pengurangan emisi. Sedangan pembangunan industry perkebunan baru untuk tujuan non-kayu pulp dapat berkontribusi 22-23% dari pengurangan emisi yang dibutuhkan. Hutan tanaman untuk jenis-jenis pohon berdaur panjang seperti kemiri, agathis, shorea rasamala dan pinus memiliki kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah relatif sama dengan tegakan yang hidup di hutan alam. Jenis pohon daur pendek di

hutan tanaman yang memiliki prospek menyimpan karbon dalam jumlah besar diantaranya adalah sengon dan Acacia crassicarpa, pohon tersebut termasuk ke dalam jenis pionir dan cepat tumbuh (Masripatin et al, 2010).

3.3. Hutan Alam dan Hutan Tanaman sebagai Sumber Emisi (Carbon Source) di dalam Siklus Karbon Respirasi adalah proses alami tanaman dalam melepas karbon ke udara baik di hutan alam maupun hutan tanaman. Simamora et al. (2013) menjelaskan selain melakukan proses fotosintesis untuk merubah karbondioksida menjadi oksigen, tumbuhan juga melakukan proses respirasi yang melepaskan CO2. Namun proses ini cenderung tidak signifikan karena CO2 yang dilepas masih dapat diserap kembali pada saat proses fotosintesis. Lebih lanjut Simamora et al. (2013) menjelaskan bahwa hutan melepaskan karbon secara bertahap melalui respirasi dan dekomposisi, tidak sebesar bila ada kebakaran yang melepaskan CO2 sekaligus dalam jumlah besar. Vallero (2014) menyatakan bahwa terdapat keseimbangan dalam penyerapan CO2 oleh tanaman hijau dan pelepasan O2 dalam fotosintesis serta penyerapan O2 dan pelepasan CO2 dalam respirasi oleh hewan, mikroba, dan organisme lain. Peningkatan gas rumah kaca di atmosfer saat ini menjadi masalah lingkungan yang paling diamati terutama mengenai konversi hutan alam yang menjadi penyebab pelepasan gas rumah kaca. Percy et al. (2003) menyatakan bahwa kekhawatiran terbesar terhadap hutan adalah ketidakpastian yang terjadi apakah hutan yang ada sekarang akan terus menjadi penyimpan karbon di masa depan. Aktivitas-aktivitas manusia di dalam hutan telah menjadikan hutan sebagai sumber emisi karbon ke atmosfer dengan deforestasi (terutama di daerah tropic) yang berkontribusi sekitar seperlima dari emisi antropogenik tahunan .(Percy et al. 2003). Mitchard (2018) menyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan gambut berhutan pada tahun 1990 sampai dengan 2008 di Asia Tenggara telah mengemisi karbon sebanyak 0,3-0,54 Pg/tahun. Deforestasi hutan khususnya hutan alam menjadi ancaman dalam keseimbangan siklus karbon. Mitchard (2018) menyatakan bahwa deforestasi berdampak pada area yang sangat luas, dimana sekitar 100 Mha terdeforestasi di

daerah tropic dalam kurun waktu 2000-2012, sekitar 50% di Amerika Latin, 30% di Asia Tenggara dan 20% di Afrika. Pemicu utama deforestasi ini berbeda-beda menurut lokasi. Khusus kawasan Asia tenggara terjadi karena perkebunan kelapa sawit, pulp dan paper. Penelitian Rochmayanto et al. (2010) menyatakan bahwa perubahan kandungan karbon pada konversi hutan gambut bekas tebangan menjadi hutan tanaman industry (HTI) pulp menyebabkan penurunan kandungan C sebanyak 121,42 ton pada tahun pertama dan 86,50 ton.ha pada tahun ke-5. Rata-rata emisi tahunan yang timbul akibat konversi menjadi HTI pulp pada setiap petak hutan gambut adalah 103,53 ton C/ha/th. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan hutan gambut bekas tebangan tidak sesuai dengan prinsip addionality untuk mitigasi perubahan iklim sebab meningkatkan karbon yang terlepas ke udara. Kebakaran hutan merupakan gangguan terhadap hutan yang sering terjadi di Indonesia, mengancam bukan hanya hutan alam, tetapi juga hutan tanaman. Salah satu dampak yang terjadi akibat kebakaran hutan adalah emisi karbon karena unsur karbon merupakan senyawa yang dominan dalam kebakaran hutan, hampir 45% materi kering tumbuhan adalah karbon (Hao et al. 1990 dalam Putra 2012). Hutan alam Indonesia yang cenderung basah tidak mudah terbakar, tetapi penebangan yang ekstensif telah mengeringkan dan mendegradasi area hutan yang luas, sehingga meningkatkan kerentanan terhadap kebakaran (Alisjahbana & Busch 2017). Kebakaran yang meningkatkan emisi karbon ke atmosfer adalah kebakaran hutan yang tumbuh pada lahan gambut seperti di Provinsi Riau. Lahan gambut meski tanah dibagian atasnya sudah kering, bagian bawahnya tetap lembab dan bah...


Similar Free PDFs