PERBANDINGAN HUKUM PDF

Title PERBANDINGAN HUKUM
Author Andi Fikri
Pages 13
File Size 459.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 80
Total Views 151

Summary

PERTEMUAN KE 5 Indonesia sampai sekarang mewarisi KUHP yang berasal dari masa penjajahan Belanda, walaupun memang di sana-sini banyak yang sudah ditambah, diubah, dan diganti. Namun bagaimanapun juga, KUHP tersebut dahulu disusun sesuai dengan ideologi penjajah dan sudah pasti sebagian ketentuannya ...


Description

Accelerat ing t he world's research.

PERBANDINGAN HUKUM Andi Fikri

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Tugas Perbandingan Hukum bang anggi.docx adi syahput ra sirait

PERGESERAN HUKUM INDONESIA DIHUBUNGAN DENGAN SIST EM HUKUM EROPA KONT INENTAL 1 t ot o rerat T UGAS PROF SAID salinan Dest i Novit a

PERTEMUAN KE 5 Indonesia sampai sekarang mewarisi KUHP yang berasal dari masa penjajahan Belanda, walaupun memang di sana-sini banyak yang sudah ditambah, diubah, dan diganti. Namun bagaimanapun juga, KUHP tersebut dahulu disusun sesuai dengan ideologi penjajah dan sudah pasti sebagian ketentuannya telah ketinggalan zaman (out to date). Oleh karena itulah kita sambut baik usaha pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehakiman, yang sedang berusaha mempersiapkan Rancangan KUH Pidana Nasional yang baru, yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia saat ini dan saat yang akan datang. Dalam usaha untuk membentuk KUHP Nasional yang baru dan bermutu itulah kita suka atau tidak suka membutuhkan pengetahuan tentang berbagai sistem hukum pidana asing maupun juga dalam konteks ini Hukum Pidana Adat. Hal ini dikarenakan kita dapat mengambil bahan-bahan yang berguna bagi kita di Indonesia. Apalagi hukum pidana suatu negara modern harus mencerminkan “several world view”. Termasuk juga, sebagaimana disebutkan di atas, mempelajari hukum pidana adat Indonesia oleh karena KUHP yang baru nanti sudah tentu harus mencerminkan keperibadian Indonesia. Dengan demikian para perencana undang-undang dan pembuat undang-undang pidana baik DPR maupun pihak pemerintahan dapat menarik manfaat dari studi perbandingan hukum pidana. Ada beberapa ketentuan dalam KUHP Indonesia sekarang yang harus didekriminalisasi dan ada pula hal-hal yang terjadi dalam masyarakat yang perlu didekriminalisasi dengan segera untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Masalah yang berhubungan dengan Keluarga Berencana, penjualan alat-alat untuk menegah kehamilan yang dilarang dalam KUHP perlu ditinjau kembali. Selanjutnya hal-hal seperti kejahatan yang dilakukan oleh korporasio atau badan hukum, kejahgatan dalam kegiatan bursa saham perlu mendapat perhatian pula untuk dimasukkan ke dalam ketentuan undang-undang pidana. KUHP Nasional yang baru harus mempunyai jangkauan puluhan tahun ke depan agar tidak berubah-ubah tiap sebentar. Untuk itulah hukum pidana negara lain yang telah puluhan tahun lebih maju kehidupannya perlu dipelajari. Selanjutnya, studi perbandingan hukum pidana adalah untuk memenuhi perintah Pasal 32 UUD 1945 dan penjelasannya yang berbunyi: Pasal 32 UUD 1945: Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Penjelasan Pasal 32 UUD 1945: Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia. Kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Sebagai contoh oleh Prof. Oemar Seno Adji, S.H. dikemukakan bahwa dalam rancangan KUHP yang baru di buku I dicantumkan adanya suatu sanksi adat pidana sebagai memenuhi kewajiban adat dan pembayaran ganti kerugian khususnya kepada korban pelanggaran. Dalam peraturan-peraturan modern mengenai kompensasi ataupun restitusi kepada “victim” tersebut ketentuan adat dapat berkembang ke dalamnya. Dalam hal ganti rugi kepada victim ini dapat mengambil pengalaman dari penerapan Bab V KUHP Philipina tentang pertanggung jawaban Perdata yang antara lain menyatakan: “ menyatakan setiap orang yang dipertanggungjawabkan pidana karena suatu kejahatan juga dipertanggungjawabkan karena kejahatan tersebut".

Dengan demikian dapatlah kita melihat bahwa perbandingan hukum pidana sangat perlu terutama dalam menyusun KUHP nasional yang baru, bermutu, dan up to date, serta dapat mengantisipasi permasalahan-permasalahan hukum yang timbul dimasa sekarang dan yang akan datang. · Perbandingan Kelembagaan dan Fungsional Ketidaksamaan terhadap sifat dan lingkup dari perbandingan hukum sangatlah serius sehingga lebih banyak klasifikasi yang dapat ditambahkan dalam studinya. Mempertimbangkan aktifitas dari perbandingan hukum dan bidang studinya, di terkait dengan lingkup perbandingan, maka dapat dilakukan melalui dua bentuk. Pertama, mempelajari dan membandingkan pelembagaan hukum dari dua atau lebih sistem hukum, yang dikenal dengan isitlah perbandingan kelembagaan; dan kedua yaitu perbandingan fungsional mengenai perbandingan peraturan hukum secara lebih terperinci, misalnya fungsifungsi dari hukum dan lembaga terkaitnya. Perbandingan kelembagaan, dikenal juga dengan perbandingan struktur, adalah perbandingan terhadap lembaga yang mempunyai hubungan dengan hukum. Dalam metode ini terkait dengan fenomena dari sistem peradilan, konstitusi, pengangkatan dan pemindahan para hakim, pengacara, struktur dan sumber-seumber hukum, dan lain sebaginya. Metode perbandingan ini mencoba untuk mengklarifikasi dan membuktikan baik itu persamaan maupun perbedaan dari pelembagaan hukum tersebut, di mana hukum yang dibuat telah dijalankan di negara-negara berdasarkan hasil studi. Setelah mengadopsi perbandingan dari jenis tersebut, jika salah satunya dikembangkan lebih lanjut dan kemudian mencoba untuk mencari karakteristik khusus dari lembaga-lembaga itu, maka ia meletakan dirinya dalam bidang perbandingan fungsional. Perbandingan fungsional yaitu studi dari proses dan kandungan hukum serta pelaksanaan riil dari berbagai fungsi yang ditawarkan oleh bermacam sistem hukum. Di sini, peraturan hukum beserta penyebab dan akibatnya akan dipelajari. Dengan demikian, jika seseorang memeriksa suatu masalah khusus dari hukum pidana Indonesia dengan negara lainnya, perbandingan tersebut dinamakan perbandingan fungsional. - Nilai, Tujuan dari Perbandingan Hukum Secara garis besar kegunaan, beberapa nilai dan tujuan dari perbandingan hukum adalah sebagai berikut: 1. Pemahaman akan hukum yang lebih baik (pengetahuan); 2. Membantu dalam hal pembuatan peraturan perundang-undangan dan badan reformasi hukum lainnya; 3. Membantu sarana hukum dalam sistem peradilan; 4. Membantu para pengacara untuk berpraktik; 5. Mengisi kekosongan hukum 6. Memahami hukum asing 7. Pembaharuan hokum Perbandingan hukum mempunyai sejarahnya sendiri yang mana dalam sejarahnya Sudah di kenal sejak zaman:  

Plato (430-470 SM) dilakukan kegiatan memperbandingkan hukum. Dalam karyanya Politeia (Negara) Plato memperbandingkan beberapa bentuk Negara Aristoteles (384-322 SM) dalam Politiknya memperbandingkan peraturanperaturan dari berbagai negara.



Theoprastos (372-287 SM) memperbandingkan hukum yang berkaitan dengan jual beli di pelbagai negara.  Collatio (Mosaicarium et Romanium Legum Collatio), suatu karya yang penulisnya tidak dikenal, diperbandingkan antar undang-undang Mozes (Pelateuch) dengan ketentuan-ketentuan yang mirip dari hukum Romawi (Rene de Groot,1988:24).  Studi perbandingan antara organisasi negara dari Inggris dengan Perancis dilakukan oleh Fortescue kira-kira pada tahun 1930.  Montesquie (1687-1755) dalam L’esprit delois (1748) memperbandingkan oganisasi negara dari Inggris dan Perancis.  Leibniz (1646-1716) menulis suatu uraian tentang semua sistem hukum seluruh dunia. Ia yakin dengan cara itu dapat menemukan dasar semua hukum. Jadi sudah sejak lama kegiatan perbandingkan hukum dikenal, serta dapatlah ditarik kesimpulan bahwa kegiatan perbandingkan hukum diwaktu yang lampau hanya terbatas pada hukum public saja, sehingga Perbandingan hukum perdata di waku yang lampau jarang dilakukan. PERTEMUAN KE 6 Metode perbandingan hukum menurut Konrad Zweigert dan Kurt Siehr sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief dalam bukunya yang berjudul “Perbandingan Hukum Pidana, yaitu: 

Kritis, karena para comparatis (sarjana perbandingan hukum) sekarang tidak mementingkan perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan dari berbagai tata hukum (legal orders) semata-mata sebagai fakta, tetapi yang dipentingkan ialah “apakah penyelesaian secara hukum atas sesuatu masalah itu cocok, dapat dipraktikkan, adil dan mengapa penyelesaiannya itu demikian;  Realistis, karena perbandingan hukum bukan saja meneliti perundangundangan, keputusan peradilan dan doktrin, tetapi juga semua motif yang nyata yang menguasai dunia, yaitu yang bersifat etis, psikologis, ekonomis, dan motif-motif dari kebijakan legislatif; dan  Tidak dogmatis, karena perbandingan hukum tidak hendak terkekang dalam kekakuan dogma seperti sering terjadi pada tiap tata hukum. Di dalam bukunya “Perbandingan Hukum Perdata” Prof.. H,R.Sardjono,SH mengatakan bahwa para ahli perbandingan hokum tidak terdapat kata sepakat mengenai obyek perabandingan hokum bahkan pada saat sekarang kebanyakan orang beranggapan bahwa perbandingan hokum tidak mempunyai obyek tersendiri tetapi mempelajari hubunganhubungan social yang telah menjadi obyek studi dari cabang-cabang ilmu hokum yang telah ada. Menurut hemat penulis ungkapan tersebut mungkin didasarkan pada pengertian dan posisi perbandingan hokum sebagai metode penelitian. Sebagai metode peneletian perbandingan hokum dapat dipergunakan disemua cabang ilmu hokum, seperti hokum perdata, hokum pidana, hokum tata Negara dan sebagainya, atas dasar pengertian ini maka obyek perbandingan hokum memang tidak tersendiri artinya masih mempelajari daripada obyek studi dari cabang-cabang ilm hukum yang ada Dalam buku Pengantar Ilmu Hukum, Soeroso menyebutkan bahwa Perbandingan hokum dapat mengarah kebidang sejarah hokum, sosiologi hokum, dan dapat juga mengarah ke filsafat hokum yaitu : a) Mengarah ke bidang sejarah hokum apabila yang dibandingkan adalah hokum yang sifat dan coraknya sama pada masa lampau dengan hukum pada masa sekarang, misalnya lembaga hokum “milik” dari hokum inggris pada masa sekarang

dibandingkan dengan lembaga hokum milik pada masa pertengahan dan pada zaman kuno. b) Perbandingan Hukum dapat menjurus ke arah filsafat hokum apabila persamaanpersamaan, daripada lembaga-lembaga hokum yang dibandingkan merupakan inter dan hakikat daripada lembaga hokum yang dibandingkan. Misalnya hakikat lembaga hokum perkawinan menurut BW dibandingkan dengan hakikat lembaga hokum perkawinan menurut hokum adat. c) Perbandingan Hukum dapat menjurus ke arah sosiologi hokum apabila dua atau lebih system hokum disuatu Negara dibandingkan dengan system hokum di Negara lain, misalnya system hokum di Afrika dibandingkan dengan system hokum di Indonesia ternyata system hokum di Afrika berlainan dengan system hokum di Indonesia, kebudayaan dan pola politik. Jadi perbedaan kebudayaan dan cara hidup bangsa mengakibatkan system hokum yang berbeda. Dari beberapa keterangan diatas penulis memang sepakat bahwa obyek kajian perbandingan hokum masih mencakup objek studi pada cabang-cabang ilmu hokum yang telah ada. PERTEMUAN KE 7 Klasifikasi Hukum 1. Klasifikasi Hukum Berdasarkan Bentuk Hukum berdasarkan bentuk terbagi atas hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Hukum tertulis biasanya terdapat pada negara-negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental, contonhya Indonesia. Sedangkan hukum tidak tertulis terdapat pada negaranegara yang menganut sistem hukum common low (Anglo-Saxon), contohnya Inggris. Hukum tertulis adalah hukum yang telah dikodifikasikan dalam peraturan perundang-undangan. Contoh hukum tertulis adalah KUHP, KUH Perdata, dan sebagainya. Hukum tidak tertulis merupakan hukum yang didasarkan pada kebiasaan masyarakat. Hukum tidak tertulis biasanya disebut dengan hukum adat karena didasarkan pada hukum adat, yang berisikan kebiasaan-kebiasaan yang dianggap baik dan harus dpatuhi oleh masyrakat. 2.

Klasifikasi Menurut Daerah Kekuasaan (Teritorial) Klasifikasi menurut teritorial terbagi atas hukum nasional, hukum internasional, dan hukum asing. Hukum nasional adalah hukum yang hanya berlaku didalam wilayah negara tertentu. Hukum ini bersumber dari yurisprudensi, doktrin, dan sebagainya. Hukum internasional merupakan hukum yang berlaku untuk seluruh wilayah. Hukum ini terjadi karena adanya perjanjian-perjanjian antarnegara demi terpenuhinya hak dan kewajiban serta rasa adil bagi setiap negara. Adapun hukum asing hanya berlaku diwilayah negara lain. 3.

Klasifikasi Hukum Menurut Waktu Berlakunya Klasifikasi ini terbagi atas ius constitutum, ius constituendum, dan hukum alam. Ius Constitutum atau sering disebut dengan hukum positif adalah hukum yang berlaku saat ini (sekarang) bagi masyarakat. Ius Constitendum merupakan hukum yang diharapkan berlaku untuk masa yang akan datang. Sedangkan hukum alam adalah hukum yang berlaku dimanamana, kapan saja, dan untuk siapa saja. PERTEMUAN KE 8 SEJARAH CIVIL LAW SYSTEM Civil law system merupakan sistem hukum yang berkembang di dataran Eropa. Kekhasan sistem civil law terletak pada tekanannya dalam pengguna aturan-aturan hukum yang sifatnya tertulis dalam sistematika hukumnya. Awal perkembangannya di daratan Eropa Timur

sehingga dikenal sebagai sistem Eropa Kontinental. Sistem ini kemudian disebarkan negaranegara Eropa Daratan kepada daerah-daerah jajahannya. Civil law dikenal juga sebagai Romano-Germanic Legal System atau sistem hukum RomawiJerman. Hal ini karena sejarah kelahiran sistem civil law yang sangat dipengaruhi sistem hukum Kerajaan Romawi dan Negara Jerman kala itu. Sebagai sistem hukum yang mendapat pengaruh kerajan Romawi, Civil law merupakan sistem hukum tertua sekaligus paling berpengaruh di dunia. Berawal sekitar abad 450 SM, Kerajaan Romawi membuat kumpulan peraturan tertulis pertama yang disebut sebagai “Twelve Tables of Rome”. Sistem hukum Romawi ini menyebar ke berbagai belahan dunia seiring meluasnya Kerajaan Romawi. Sepuluh abad kemudian, atau pada akhir abad V M oleh kaisar Romawi Justinianus kumpulan-kumpulan peraturan ini dikodifikasikan sebagai Corpus Juries Civilize (hukum yang terkodifikasi), yang penulisannya selesai pada tahun 534 M. Ada empat hal yang dimuat dalam Corpus Juries Civilize, yaitu: 1. Caudex, yakni aturan-aturan dan putusan-putusan yang dibuat oleh para kaisar sebelum Justinianus, 2. Novellae, yakni aturan-aturan hukum yang diundangkan pada masa kekaisaran Justinianus sendiri, 3. Institutie, yakni suatu buku ajar kecil yang dimaksudkan sebagai pengantar bagi mereka yang baru belajar hukum, 4. Digesta, yakni sekumpulan besar pendapat para yuris romawi ketika itu mengenai ribuan proposisi hukum yang berkaitan dengan semua hukum yang mengatur warga Negara Romawi. Menurut sistem ini, hukum haruslah dikodifikasi sebagai dasar berlakunya hukum dalam suatu negara. Ketika Eropa memiliki pemerintahan sendiri, hukum Romawi digunakan sebagai dasar dari hukum nasional masing-masing negara. Penemuan Justinianus semakin mendapat tempat pada masa pencerahan dan rasionalisme (abad XV-XVII M). Pandangan-pandangan para filsuf masa itu, seperti Huge de Groot alias Grotius (1583-1645) yang menekankan pendekatan rasional dalam struktur hukum dan perlunya penyusunan materi hukum secara sistematis, atau Christoper Wolff (1679-1754) yang berkebangsaan Jerman dengan usahanya. membangun sebuah sistem hukum yang menyeluruh dan rasional berdasarkan metode ilmiah, menyadarkan dan memunculkan semangat kodifikasi di berbagai negara Eropa. Luasnya kekuasaan Romawi hingga ke Eropa Timur yang berpusat di Konstantinopel, menjadikan pengaruh sistem hukum romawi tidak terkikis kendati Kerajaan Romawi telah runtuh, bahkan menjadi sumber kodifikasi hukum Eropa Kontinental. Semangat rasionalisme yang menyebabkan revolusi Perancis, membawa negara tersebut sejak 21 Maret 1804 menjadi peletak tata hukum baru melalui diterbitkannya Code Civil yang merupakan bagian dari Codex Napoleon, yakni kaidah-kaidah hukum Napoleon Bonaparte yang terkodifikasi dalam 3 buku; code penal, code civil, dan code de commerce. Setengah abad kemudian di Jerman juga terbentuk code civil pada tahun 1896. Dalam sistem Hukum Eropa Kontinental, kodifikasi hukum merupakan sesuatu yang sangat penting untuk terwujudnya kepastian hukum. Sebagai bekas wilayah jajahan Perancis, oleh Belanda code civil Perancis diadopsi menjadi KUHPerdata pada tahun 1838. Begitupun Code de Commerce Perancis dijadikan sebagai KUHDagang Belanda. Berdasarkan asas konkordansi keduanya dijadikan sebagai undang-undang keperdataan dan perdagangan di negara-negara jajahan Belanda, termasuk di Indonesia sejak tahun 1848 dan berlaku hingga sekarang. Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental adalah, bahwa hukum memperoleh kekuatan mengikat karena diwujudkan. Model sistem seperti ini dipelopori oleh

diantaranya Immanuel Kant dan Frederich Julius Stahl. Menurut Stahl konsep sistem hukum ditandai oleh empat unsur pokok: 1. 2. 3. 4.

Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, Adanya pembagian kekuasaan dalam negara yang didasarkan pada teori trias politika, Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan undang-undang (wetmatig bestuur), dan Adanya peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus perbuatan melanggar hukum oleh penerintah.

Prinsip hukum melalui keempat unsur tersebut diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang tersusun sistematis di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu. Tidak ada hukum selain undang-undang, yang tujuannya untuk menciptakan kepastian hukum itu sendiri. Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan jika pergaulan atau hubungan dalam masyarakat diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis. Dalam sistem Eropa Kontinental hakim tidak memiliki keleluasaan untuk menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat masyarakat, dan hanya boleh menafsirkan peraturan-peraturan yang telah ada berdasarkan wewenang yang melekat. Putusan hakim dalam suatu perkara hanyalah mengikat pihak yang berperkara saja (Doktrins Res Ajudicata). Mengingat sifatnya yang berorientasi pada unsur kedaulatan (sovereignty), termasuk dalam menetapkan hukum, maka yang menjadi sumber hukum dalam sistem Eropa Kontinental, meliputi: 1. Peraturan perundang-undangan, sebagai sumber hukum formal utama yang dibentuk oleh pemegang kekuasaan legislatif (Statutes), dan terbagi menjadi: a. Peraturan (regel), yakni keputusan pemerintah yang isinya berlaku dan mengikat secara umum, bukan hanya ditujukan pada orang-orang tertentu. b. Penetapan atau ketetapan (beschikking), yakni keputusan pemerintah yang hanya berlaku bagi orang atau peruntukan tertentu saja. c. Vonis, yakni keputusan badan peradilan (hakim) yang menetapkan hukum atas kasus konkret tertentu sebagai penyelesaian. 2. Kebiasaan-kebiasaan yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang. Kebiasaan atau tradisi merupakan sumber hukum tertua, yang digali sebagian dari hukum di luar Undang-Undang. Kebiasaan adalah pengulangan perilaku yang sama di dalam masyarakat setiap kali terjadi situasi kemasyarakatan yang sama. Kebiasaan menjadi suatu hukum apabila kebiasaan itu diyakini oleh masyarakat sebagai suatu kewajiban hukum karena dirasakan sesuai dengan tuntutan keadilan. Di samping itu, suatu kebiasaan juga dapat menjadi hukum kebiasaan karena dikonstatir oleh hakim dalam putusannya. Persyaratan untuk dapat menjadi hukum kebiasaan, adalah: b. Syarat materiil berupa adanya kebiasaan atau tingkah laku yang tetap atau diulang, yaitu harus dapat ditunjukkan adanya suatu rangkaian perbuatan yang sama dan berlangsung selama jangka waktu yang lama Syarat

intelektual, yaitu kebiasaan itu harus menimbulkan keyakinan umum (necessitatis) bahwa suatu perbuatan merupakan kewajiban hukum. Keyakinan ini harus didukung bukan hanya dengan keberlangsungan terus menerus, juga adanya keyakinan bahwa memang seharusnya demikian. c. Adanya akibat hukum apabila hukum kebiasaan itu di langgar. 3. Traktat, yaitu perjanjian antarnegara. Traktat dibedakan antara perjanjian antarnegara yang sifatnya penting (treaty) dan perjanjian antarnegara yang bersifat biasa atau tidak begitu penting (agreement). Berdasarkan jenisnya traktat dibedakan pula antara perjanjian bilateral (dilakukan hanya oleh dua negara) dan perjanjian multilateral (dilakukan oleh lebih dari dua negara). Per...


Similar Free PDFs