" Biofarmasetika Sediaan yang diberikan melalui Nasal dan Paru-Paru " PDF

Title " Biofarmasetika Sediaan yang diberikan melalui Nasal dan Paru-Paru "
Pages 35
File Size 516.7 KB
File Type PDF
Total Downloads 809
Total Views 960

Summary

TUGAS KELOMPOK “Sistem Penghantaran Obat” Pengampu: Anita Sukmawati, Ph.D., Apt. MAKALAH “Biofarmasetika Sediaan yang diberikan melalui Nasal dan Paru-Paru” Disusun Oleh: Kelompok II Anggota Kelompok: Mustakim Masnur Kathleen Apriana Kristiningrum Jahamou Magister Farmasi Sains Fakultas Farmasi Prog...


Description

Accelerat ing t he world's research.

" Biofarmasetika Sediaan yang diberikan melalui Nasal dan ParuParu " Mur Shid Datoo

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Pulmonary Nur Fauziah Safit ri CUMLAUDE SERIES BBSYan Sinaga MAKALAH BIOFARMASET IKA PRODUK OBAT "FENTANIL PACT H" maria ulfa

TUGAS KELOMPOK “Sistem Penghantaran Obat” Pengampu: Anita Sukmawati, Ph.D., Apt.

MAKALAH

“Biofarmasetika Sediaan yang diberikan melalui Nasal dan Paru-Paru”

Disusun Oleh: Kelompok II

Anggota Kelompok: Mustakim Masnur Kathleen Apriana Kristiningrum Jahamou

Magister Farmasi Sains Fakultas Farmasi Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dewasa ini, berbagai macam turunan obat telah dibuat untuk meningkatkan efektifitas obat. Selain memodifiksi senyawa obat, upaya yang banyak dilakukan adalah memodifikasi bentuk sediaan dan sistem penghantaran obat. Upaya ini tidak terlepas dari peran farmasi yang memanfaatkan ilmu sains dan tehnologi untuk mengatasi ragam penyakit yang muncul. Bermacam sistem mucosal dalam tubuh manusia (nasal, pulmonal, rectal dan vaginal) dapat dimanfaatkan untuk titik masuk sistem penghantaran obat. Dengan sendirinya pada sistem mucosal tersebut terdapat perbedaan dan persamaan dalam hal penghantaran obat. Pengobtan Ayurvedi di India dan oleh orang Indian di AmerikaSelatan, melalui cara penghisapan (snuff) obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh merupakan salah satu bukti bahwa sistem penghantaran obat nasal telah berlangsung sejak lama. Kemampuan untuk mencegah eliminasi lintas pertama hepatic dan kenyamanan dalam penggunaan pada pasien merupakan keunggulan dari tehnik pemberian obat secara intranasal yang dapat digunakan sebagai alternatif ideal untuk menggantikan sistem penghantaran obat sistematik parenteral. Berdasarkan atas latar belakang di atas, maka disusunlah makalah ini untuk mengetahui tentang biofarmasetika sistem penghantaran obat intranasal dan hal-hal yang berkaitan dengan penghantaran sediaan tersebut serta berbagai faktor yang mempengaruhi proses farmakokinetik dan biofarmasetik mulai dari penetrasi hingga menghasilkan efek pada tubuh.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat beberapa hal yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut: a. Bagaimana Anatomi dan fisiologi nasal dan paru-paru? b. Bagaimana Proses absorpsi obat dari nasal dan paru-paru? c. Apa saja yang menjadi faktor fisiologi, faktor fisikokimia, dan faktor formulasi yang mempengaruhi absorpsi obat dari nasal dan paru-paru? C. Tujuan Penulisan Makalah Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah: a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi nasal dan paru-paru b. Untuk mengetahui proses absorpsi obat dari nasal dan paru-paru c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat dari nasal dan paru-paru d. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian pemberian obat intranasal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Hidung 1. Anatomi Hidung Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx, trachea, bronkus, dan bronkiolus. a. Hidung Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah: conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa. Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius. Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi (Paulsen, Waschke. 2012).

Gambar 1: Anatomi hidung

Sumber: Paulsen, Waschke. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi-23. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

b. Faring Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus dan larynx. Faring dibagi menjadi 3 bagian yaitu nasofarinx (faring yang mengarah ke cavum nasalis), orofarinx (faring yang mengarah ke cavum oralis) dan laryngofarinx (faring yang mengarah larynx) Gambar 2: Anatomi faring

Sumber: Paulsen, Waschke. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi-23. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

c. Laring Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecil, dan di depan laringofaring dan bagian atas esopagus. Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan arytenoidea. Terdapat juga membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum,

membrana mukosa, plika

vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis.

Gambar 3: Anatomi laring

Sumber: Paulsen, Waschke. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi-23. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

d. Trachea Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kirakira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh

jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot. e. Bronchus Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya.

Gambar 4: Anatomi trakea dan bronkus

Sumber: Paulsen, Waschke. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi-23. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

2. Fisiologi Hidung Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah : 1) fungsi respirasi untuk

mengatur

kondisi

udara

(air

conditioning),

penyaring

udara,

humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal ; 2) fungsi penghidu, karena terdapatnya mukosa olfaktorius (penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu ; 3) fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang ; 4) fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas; 5) refleks nasal. (Soetjipto D & Wardani RS,2007).

B. Konsep Dasar Penghantaran Obat Ketika obat digunakan oleh pasien akan menghasilkan efek tertentu yang disebut efek biologis. Efek biologis ini merupakan hasil interaksi obat dengan reseptor tertentu dari obat. Meskipun demikian obat yang dihantarkan ke tempat kerja diatas pada kecepatan dan konsentrasi tertentu dimana efek samping minimal dan efek terapeutik maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat:

1. Kelarutan Obat Agar dapat diabsorpsi obat harus dalam bentuk larutan. Obat yang diberikan dalam bentuk larutan akan mudah diabsorpsi dibandingkan obat yang harus larut dahulu dalam cairanbadan sebelum diabsorpsi. 2. Kemampuan Obat Difusi melintasi membrane selobat yang berdifusi melintasi pori-pori membrane lipid kebanyakan obat diabsorpsidengan pasif. 3.

Kadar Obat Semakin tinggi kadar obat dalam larutan semakin cepat obat diabsorpsi..

4. Sirkulasi Darah Pada tempat absorpsisemakin cepat sirkulasi darah maka obat yang diabsorpsi akan semakin besar. 5. Luas Permukaan Kontak Obat Untuk mempercepat absorpsi dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel obat. 6. Bentuk Sediaan Obat Untuk memperlambat absorpsi obat dapat dilakukan dengan penggunaan obat bentuk kerja panjang. 7. Rute Penggunaan Obat Rute pemakaian obat dapat mempengaruhi kecepatan absorpsi obat. Perkembangan obat akhir-akhir ini diarahkan pada bentuk sediaan obat alternatif dari parenteral dimana obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik melalui rute bukal, sublingual, nasal, pulmunory dan vaginal. Rute ini juga digunakan untuk pengobatan lokal dimana dosis obat dapat dikurangi dan juga mengurangi efek samping sistemik. Untuk memahami teknologi penghantar obat terdapat beberapa hal yang harus dimengerti, antara lain : -

Konsep Bioavaibilitas

-

Proses Absorpsi obat

-

Proses Farmakokinetik

-

Waktu untuk terapi yang optimal

-

Penghantaran obat yang cocok untuk “ New Biotherapeutis “

-

Keterbatasan dari terapi konvensional

C. Mekanisme Absorpsi Obat Nasal Beberapa mekanisme telah diusulkan tetapi ada 2 mekanisme penyerapan obat yang digunakan: 1) Mekanisme pertama Melibatkan rute berair transportasi, yang juga dikenal sebagai rute paracellular. Rute ini lambat dan pasif. Ada korelasi log-log terbalik antara intranasal penyerapan dan berat molekul senyawa larut dalam air. Kurang bioavailabilitas diamati untuk obat dengan berat molekul lebih besar dari 1000 Dalton. 2) Mekanisme kedua Melibatkan transportasi melalui rute lipoidal juga dikenal sebagai proses transelular dan bertanggung jawab untuk pengangkutan lipofilik obat yang menunjukkan tingkat ketergantungan pada lipofilisitas mereka. Obat juga lintas membran sel dengan rute transpor aktif melalui carrier-dimediasi berarti atau transportasi melalui pembukaan persimpangan ketat. Sebagai contoh, kitosan, suatu biopolimer alami dari kerang, membuka sambungan yang erat antara epitel sel untuk memfasilitasi transportasi obat. Adapun perjalanan sistem penghantaran obat ( DDS ) intranasal dalam tubuh, adalah sebagai berikut : a) Bentuk sediaan obat nasal dengan zat aktif Sediaan nasal diformulasikan atau dirancang dengan sedemikian rupa untuk penggunaan efek lokal. b) Fase biofarmasetik Obat dihisap melalui rongga hidung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Fase ini meliputi waktu mulai penggunaan sediaan obat melalui hidung hingga pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan tubuh.

c) Ketersediaan farmasi Obat siap untuk diabsorbi obat dalam bentuk zat aktif terlarut siap untuk diabsorpsi yang selanjutnya zat aktif akan di distribusikan keseluruh tubuh (sistemik). d) Fase farmakokinetik Tidak terjadi ADME fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan setelah obat dilepas dari bentuk sediaan. e) Ketersediaan hayati Obat untuk memberi efek pada tahap ini obat mulai memberikan efek pada pasien dengan cara berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh. f) Fase farmakodimanik Interaksi dengan reseptor ditempat kerjabila obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor biasanya protein membrane akan menimbulkan respon biologik. Tujuan utama pada fase ini adalah optimisasi dari efek biologik. g) Efek terapi Obat pada akhirnya memberikan efek terapi atau pengobatan pada pasien.Yang diharapkan dapat memberikan kesembuhan pada pasien.

D.

Pelepasan dan Perjalanan Obat Intranasal 1.

Bentuk Sediaan Obat Dan Pembawa Bentuk sediaan obat yang ideal diantaranya harus meliputi hal-hal

berikut ini: kenyamanan pasien, reproducibility, mudah di absorpsi, biokompabilitas dan tidak ada reaksi tambahan, luas efektif area kontak, dan waktu kontak yang di perpanjang. Klasifikasi rute sistem penghantaran obat diantaranya: system saluran cerna, parenteral, transmukosa, transnasal, pelepasan obat lewat paru-paru, pelepasan obat melalui kulit, dan pelepasan obat transvagina. Hal-hal yang mempengaruhi masuknya obat kedalam sirkulasi sistemik :

a) Besarnya luas permukaan; contoh villi dan microcilli pada usus kecil memperluas permukaan sehingga memudahkan absorpsi obat. b) Aktivitas metabolik yang rendah, enzim dapat mendealtifas obat yang akan diabsorpsi, bioavaibilitas rendah dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang tinggi. c) Waktu kontak; waktu kontak dengan jaringan pengabsorpsi akan mempengaruhi jumlah obat yang melalui mukosa. d) Suplai darah, darah yang cukup akan memindahkan obat dari tempat kerja ke tempat absorpsinya. e) Aksebilitas, variasi rute penghantaran obat menunjukan berbagai daerah tertentu yang membutuhkan bahan tambahan atau kondisi tertentu untuk membantu obat mencapai tempat kerja. f) Variabilitas yang rendah. g) Permeabilitas, semakin permiabel suatu epitel maka daya absorpsinyapun semakin tinggi. Sistem penghantaran obat dan penargetan obat yang ideal, diantaranya : a) Obat mempunyai target yang spesifik b) Menjaga obat pada jaringan yang bukan target c) Meminimalisasi pengurangan kadar obat ketika mencapai target d) Melindungi obat dari metabolisme e) Melindungi obat dari klirens dini f) Menahan obat pada tempat kerja selama waktu yang dikehendaki g) Memfasilitasi transport obat kedalam sel h) Menghantarkan obat ke target intraseluler i) Harus biokompatibel, biodegradable dan non antigenic 2. Proses Penggunaan Intranasal Proses penggunaan DDS Intranasal dapat melalui penghantaran dua arah dengan laju nafas, sebagai berikut :

 Ketika nafas dikeluarkan ke dalam alat, langit-langit lunak secara otomatis menutup rapat rongga hidung.

 Nafas memasuki satu lubang hidung lewat mulut pipa yang menyegel.

 Dan memicu pengeluaran partikel ke dalam aliran, memajukan partikel melewati klep hidung untuk menuju tempat sasaran.

 Aliran udara melewati communication posterior ke sekat hidung dan keluar melalui bagian hidung yang lain di jurusan berlawanan. Sehingga proses tersebut akan menghasilkan :

 90 % dosis obat didepositkan melalui katup nasal.

 > 70 % dosis didepositkan di bawah posterior 2/3 rongga nasal.  Reproducibility tinggi dari pendepositan melalui katup nasal.  Tidak ada endapan pada paru - paru.

E. Kelebihan dan Kekurangan DDS Intranasal Seperti halnya obat yang diberikan secara intranasal adalah untuk efek lokal seperti obat tetes hidung atau dalam bentuk spray yang biasa digunakan penderita untuk menghentikan serangan sebagai tindakan pencegahan dengan cara pemberian obat secara langsung kedalam saluran nafas melalui penghisapan yang memungkinkan obat langsung mencapai sistemik sehingga memberikan efek lebih cepat untuk mengatasi serangan. Selain itu dosis yang diperlukan lebih rendah untuk mendapatkan efek yang sama efek samping obat minimal karena konsentrasi obat di dalam rendah. Lain halnya jika pemberian obat secara parenteral atau oral sering menimbulkan efek samping seperti gangguan gastrointestinal atau efek samping lainnya. Melihat mekanisme kerja obat seperti uraian diatas tersebut, maka kelebihan dan kekurangan penghantaran untuk lokal pada pemberian obat intranasal, adalah sebagai berikut: Kelebihan: 

Dosis yang diperlukan untuk efek farmakologinya dapat dikurangi



Konsentrasi rendah dalam sirkulasi sistemik dapat mengurangi efek



samping sistemik



Onset of action yang cepat



reaksi saluran cerna metabolisme hati





Area permukaan untuk absorpsi luas ( 160 cm3 )

Aktivitas metabolisme yang rendah dibandingkan peroral, menghindari

Bentuk sediaan alternative, jika tidak dapat digunakan obat saluran cerna Mudah diakses untuk penghantaran obat

Kekurangan : 



Difusi obat terhalang oleh mucus dan ikatan mucus



Iritasi lokal dan sensitivisasi obat harus diperhatikan



hidung



hidung



Mukosa nasal dan sekresinya dapat mendegradasi obat

Mucociliary clearance mengurangi waktu retensi obat dalam rongga

Kurang reproduksibilitas pada penyakit yang berhubungan dengan rongga Hanya untuk obat yang poten (dosis kecil) dengan ukuran partikel 5 – 10 µm Biasanya penbawa obat intranasal berupa spray dengan menggunakan motered dosis

spraymisalnya berupa aerosol yaitu system koloid bahan padat atau cair dalam gas, sedangkan drop menggunakan penetes. F. Faktor yang Mempengaruhi DDS Intranasal Ada berbagai faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas sistemik dari obat yang diberikan melalui rute hidung. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi terhadap sifat physiochemical dari obat, sifat anatomi dan fisiologis dari rongga hidung dan jenis dan karakteristik dari sistem pengiriman obat yang dipilih hidung. Faktor-faktor ini memainkan peran kunci untuk sebagian besar obat untuk mencapai tingkat darah terapi efektif setelah pemberian hidung. Faktor yang

mempengaruhi

penyerapan

obat

hidung

dijelaskan

sebagai

berikut

(Krishnamoorthy R et al, 1998;.. Kisan R et al, 2007). 1. Sifat fisiko kimia obat a. Keseimbangan Lipofilik-hidrofilik Sifat HLB dari obat mempengaruhi proses penyerapan. Dengan meningkatkan lipofilisitas, permeasi senyawa biasanya meningkat melalui mukosa hidung. Meskipun mukosa hidung ditemukan memiliki beberapa karakter hidrofilik, tampak bahwa mukosa ini terutama lipofilik di alam dan domain lipid memainkan peran penting dalam fungsi penghalang membran ini. Obat lipofilik seperti nalokson, buprenorfin, testosteron dan etinilestradiol hampir sepenuhnya diserap bila diberikan rute intranasal. b. Degradasi enzimatik dalam rongga hidung Obat seperti peptida dan protein memilikibioavailabilitas yang rendah di rongga hidung, sehingga obat ini mungkin memiliki kemungkinan untuk mengalami deg...


Similar Free PDFs