Samuel Hakh, "Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok Teologisnya" (2010) PDF

Title Samuel Hakh, "Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok Teologisnya" (2010)
Author D. Nggadas
Pages 2
File Size 753.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 171
Total Views 219

Summary

Tinjauan Buku Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi, 2010. 432 hlm. Deky Hidnas Yan Nggadas, M.Th. Dosen Hermeneutik dan Biblika Perjanjian Baru STT Huperetes Agustus 2017 Saya membaca buku ini dengan antusiasme yang san...


Description

Tinjauan Buku Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar, dan Pokok-pokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi, 2010. 432 hlm.

Deky Hidnas Yan Nggadas, M.Th. Dosen Hermeneutik dan Biblika Perjanjian Baru STT Huperetes Agustus 2017

Saya membaca buku ini dengan antusiasme yang sangat besar karena alasan akademis sekaligus alasan pribadi. Secara akademis, bidang kekhususan dan minat Dr. Hakh dalam bidang studi PB telah cukup lama saya dengar, walau saya belum pernah mendengarkannya mengajar secara langsung. Itulah sebabnya, buku ini langsung saya baca dengan antusias tidak lama setelah membelinya di toko buku. Secara pribadi, pertama kali saya berjumpa beliau di Makassar (Mei 2017) dengan kesan bersahaja serta gaya penuturan yang sederhana meski tak dangkal. Kesan ini pun terlihat dalam keseluruhan buku ini. Selain itu, karena sama-sama berasal dari “Nusa Tuanasu” (Pulau Rote), antusiasme itu telah berbaur dengan rasa bangga! Dr. Hakh menulis buku ini secara deskriptif (walau ada bagian-bagian tertentu dimana beliau menyatakan posisi teologisnya secara jelas!) dengan pendekatan diakronis. Diawali dengan ulasan latar belakang PB (keadaan politik pada periode Intertestamental; budaya, ekonomi, sosial, dan keagamaan), mengalir runtut kepada kilas sejarah kehidupan Yesus, kemudian jemaat perdana serta Paulus dan perjalanan-perjalanan misinya, lalu diakhri dengan tulisan-tulisan suci yang hari ini kita kenal dengan kitab-kitab PB. Ulasannya mengenai kitab-kitab PB pun mengikuti urutan diakronisnya, yaitu dimulai dengan Surat-surat Paulus, Kitab-kitab Injil, Surat-surat Am, dan Kitab Wahyu. Setiap kitab ini diberikan ulasan latar belakang, gambaran isi, dan penekanan teologisnya. Dr. Hakh mengakhiri buku ini dengan sebuah uraian ringkas mengenai kanonisasi PB. Saya mendapati bahwa materi buku ini secara keseluruhan berharga, sebagaimana klaim Dr. Hakh sendiri, bagi para peminat studi PB maupun para pelayan Tuhan bahkan para jemaat awam. Untuk sasaran pembaca yang cukup luas ini, Dr. Hakh bisa dikatakan cukup berhasil menguntai materi bukunya dengan baik sehingga tidak dangkal bagi para akademisi, tetapi juga tidak terlalu dalam bagi para pembaca awam. Meski demikian, sebagai sebuah buku pengantar yang mencakup seluruh PB dengan ukuran ini, Anda hanya bisa mengharapkan keringkasan ketimbang sebuah interaksi yang mendalam. Termasuk Anda harus menahan diri Anda untuk tidak mencari yang “tidak ada” dalam buku ini. Itulah sebabnya, saat Anda membaca buku ini, di benak Anda mesti tersemat ungkapan bijak ini: “You can’t have it all.” Pada tataran isinya, saya gembira mendapati Dr. Hakh mengalokasikan satu bagian khusus untuk membahas tentang perdebatan-perdebatan para pakar PB mengenai kebangkitan Yesus. Selain memang kebangkitan Yesus adalah tonggak penting iman Kristen, namun saya menduga (sekali lagi: menduga!), tema ini sangat dekat di hati Dr. Hakh mengingat salah satu koleganya di STT Jakarta (Dr. Ioanes Rakhmat), beberapa tahun lalu memaklumatkan teori kebangkitan metafora. Dr. Hakh menolak teori ini dan menyatakan posisinya secara jelas: Yesus bangkit secara fisik!1

1

Hlm. 64-75.

1

Ketika tiba pada uraiannya mengenai surat-surat Paulus, saya langsung ingin memberikan dua catatan penting bagi para jemaat awam yang membaca buku ini (para sarjana PB tentu sangat familiar dengan kedua hal ini). Pertama, Dr. Hakh menerima pembedaan antara epistola (Ing. epistle; surat-surat yang ditujukan kepada publik untuk mempengaruhi pandangan publik) dan littera (Ing. letter; surat-surat pribadi).2 Pembedaan ini diawali dari Adolf Deismann namun tidak cukup meyakinkan bagi para pakar tertentu dan bahkan memiliki implikasi yang tidak kecil. Jika kita menerima pembagian ini, maka implikasinya adalah surat-surat Paulus tidak memiliki signifikansi bagi kita sekarang! Lebih tajam lagi, pembedaan epistola dan littera (dimana surat-surat Paulus digolongkan sebagai littera) mengimplikasikan bahwa surat-surat ini bukan firman Allah bagi kita (menurut definisi epistola dan littera dalam tulisan Dr. Hakh). Saya tidak mengindikasikan bahwa secara pribadi Dr. Hakh percaya akan implikasi ini; mungkin beliau sekadar menerima pembedaan tersebut tanpa menegaskan implikasinya. Tetapi, secara logis, implikasi tersebut menyusul secara natural dari pembedaan seperti itu. Kita harus mengingat bahwa Paulus menulis sebagai seorang rasul dan bahkan surat-suratnya dibacakan secara publik (1Kor. 14:37; 1Tes. 5:27; 2Tes. 3:14). Ketika menulis kepada jemaat di Kolose, Paulus menyuruh mereka untuk membacakan surat itu juga kepada jemaat di Laodikia dan sebaliknya (Kol. 4:16). Paulus bahkan secara jelas menyatakan bahwa tulisan-tulisannya adalah firman Allah (1Kor. 14:37-38; Gal. 1:8; 1Tes. 2:13).3 Dan kedua, Dr. Hakh menerima teori deutero Pauline letters, yaitu teori bahwa surat-surat tertentu yang selama ini dianggap berasal dari Paulus, ternyata bukan berasal dari Paulus sendiri melainkan berasal dari para pengikut Paulus (Kolose, Efesus, 2 Tesalonika, 1 Timotius, 2 Timotius, dan Titus).4 Mungkin surat-surat tersebut ditulis sesudah kematian Paulus. Secara pribadi saya tidak melihat bahwa pandangan seperti ini menentukan label teologis seseorang. Meski demikian, saya sendiri tidak diyakinkan dengan teori ini karena argumen-argumen yang mendukung teori ini, menurut saya, bisa dijawab dari perspektif lain yang sangat valid bukti-buktinya, yaitu penggunaan sekretaris (amanuensis).5 Saya tidak hendak melanjutkan memberikan catatan kritis untuk ulasan Dr. Hakh mengenai kitab-kitab PB yang lain. Mungkin pada kesempatan lain. Hanya satu catatan kecil saja, sebagai tambahan, bahwa dalam uraiannya mengenai “penulis, tempat, dan waktu penulisan” Injil Yohanes, Dr. Hakh hanya membahas tentang penulisnya, namun tidak menyertakan informasi mengenai tempat dan waktu penulisannya.6 Terlepas dari interaksi kritis di atas, saya tetap yakin bahwa buku ini layak dijadikan sebagai referensi pengantar untuk memahami PB. Harapan saya, tulisan Dr. Hakh segaligus menjadi stimulus bagi para sarjana lainnya untuk memberikan kontribusi pengembangan studi PB di Indonesia melalui publikasipublikasi berikutnya. Dan kepada Dr. Hakh, “Tou lima.”

2

Hlm. 119. Argumen-argumen di atas berasal dari: Thomas R. Schreiner, Interpreting the Pauline Epistles (Grand Rapids, Michigan: Baker, 2000), 23-25. 4 Dr. Hakh menyebutnya surat-surat dari “para penerus Paulus” dan bahkan mengikutsertakan Surat Ibrani ke dalam golongan ini. 5 Lih. studi penting dari: E. Randolph Richards, Paul and First-Century Letter Writing: Secretaries, Composition and Collection (Downers Grove, Illinois: IVP, 2004); David B. Capes, Rodney Reeves, and E. Randolph Richards, Rediscovering Paul: An Introduction to His World, Letters and Theology (Downers Grove, Illinois/Notingham: IVP Academic/Apolos, 2007), 54-83 khususnya 68-73. 6 Hlm. 302-303. 3

2...


Similar Free PDFs