Sistem Bagi Hasil Rumah Makan Padang.pdf PDF

Title Sistem Bagi Hasil Rumah Makan Padang.pdf
Author Patria Nagara
Pages 11
File Size 187.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 73
Total Views 239

Summary

Sistem Bagi Hasil Rumah Makan Padang dan Kaitannya dengan Perbankan Syariah (oleh : Patria Nagara) Abstract : (“profit – lost sharing system is the one of shariah banking system. In this case that system was used by minangkabau society in their economic activity long long time ago”) I. Pendahuluan S...


Description

Sistem Bagi Hasil Rumah Makan Padang dan Kaitannya dengan Perbankan Syariah (oleh : Patria Nagara) Abstract : (“profit – lost sharing system is the one of shariah banking system. In this case that system was used by minangkabau society in their economic activity long long time ago”)

I. Pendahuluan Saat ini dunia perbankan nasional tak bisa dilepaskan dari perkembangan bank-bank syari’ah di Indonesia. Malah bank yang didasarkan pada sistem ekonomi Islam ini belakangan kian meningkat pesat. Sejumlah pendatang baru baik yang berskala nasional maupun internasional telah bermunculan. Selain Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai pelopor, lembaga perbankan lainnya seperti : Bank Mandiri, BNI, Bank IFI dan lainnya yang masing-masingnya telah membuka cabang syari’ah dan tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Di Sumatera Barat, pembukaan bank syari’ah merupakan suatu peluang yang besar. Jumlah penduduk Sumatera Barat yang mayoritas Islam dengan falsafah penduduknya Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah akan memudahkan sosialisasi terhadap konsep dan prinsip perbankan syari’ah itu sendiri. Dua kata kunci bagi operasional sebuah bank syari’ah adalah bagi hasil (profit sharing) dan pembiayaan (financing). Bagi hasil merupakan salah satu sistem yang paling banyak dipakai. Hal yang paling menarik untuk disimak dan yang akan dituangkan dalam tulisan ini adalah bahwa di dalam aktivitas perekonomian masyarakat Minangkabau atau Sumatera Barat, sistem bagi hasil telah dipakai sejak dulunya yaitu digunakan dalam gotong royong, julo-julo, sapaduoan, Rumah Makan dan lainnya. II. Sistem Bagi Hasil Perbankan Syari’ah Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syari’ah dapat dilakukan dalam empat akad utama yaitu musyarakah, mudharabah, muzaraah dan musaqat. Walaupun Patria Nagara

1

demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah musyarakah dan mudharabah, sedangkan muzaraah dan musaqat dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam. Berikut ini akan diuraikan mengenai pengertian dan jenis-jenis musyarakah dan mudharabah. 1. Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation) Musyarakah berarti suatu perjanjian (akad) kerjasama antara 2 pihak untuk melakukan atau melibatkan diri di dalam kegiatan perdagangan atau proyek tertentu dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Pembatalan kepada perjanjian ini mungkin berdasarkan waktu ataupun setelah segala syarat yang ditetapkan ketika perjanjian itu dipenuhi. Jenis-jenis Musyarakah : a. Musyarakah Pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua rang atau lebih berbagi dalam sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset tersebut. b. Musyarakah Akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi : alinan, al mufawadhah, al-a’maal dan al-mudharabah. Apakah ia termasuk kategori al-musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat sebuah akad (kontrak) musyarakah. Adapun ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai al-musyarakah. 2. Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment) Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (Shahibul Maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Jenis-jenis Mudharabah :

Patria Nagara

2

a. Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara Shahibul Maal dan Mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. b. Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari Mudharabah Muthlaqah. Si Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecendrungan umum si Shahibul Maal dalam memasuki jenis dunia usaha. III. Sistem Bagi Hasil Dalam Aktivitas Perekonomian Masyarakat Minangkabau A. Sejarah Minangkabau Sejarah Minangkabau bersumber dari tambo, barih balabeh, tutua paparan, kaba klasik, peninggalan lama dan bahan-bahan tertulis nusantara dan asing. Semua sumber tersebut mempunyai versi masing-masing, namun semuanya itu dapat memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sejarah dan asal usul Minangkabau. Dari berbagai sumber yang ada, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : Banyak Pakar Sejarah berpendapat bahwa dari Abad Pertama sampai Abad ke Tujuh adalah periode awal Sejarah Minangkabau. Menurut Tambo Alam Minangkabau (Tambo : hikayat, riwayat, sejarah atau babad) menyebutkan, bahwa kerajaan pertama Minangkabau bernama “Kerajaan Pasumayan Koto Batu” yang telah ada jauh sebelum kerajaan di Bukit Batu Patah (Pagaruyung). Sedangkan menurut teori Prof. Dr. Bahder Djohan yang dikemukakan pada Seminar Sejarah dan Kebudayaan Minangkabau di Batusangkar pada tahun 1970 yang lalu dengan judul : “Manusia Minang sebagai Suatu Fenomena Sosio-biologik”, ia mengatakan bahwa sejak 4000 tahun yang mulailah perpindahan nenek moyang orang Minang dari daratan Asia dan menetap di pulau Andalas yang kemudian memulai kehidupannya. B. Adat Minangkabau Daerah Sumatera Barat atau Minangkabau adalah daerah yang penduduknya relatif homogen dibanding dengan daerah lainnya. Homogennya adalah dalam hal

Patria Nagara

3

penduduknya yang relatif didominasi oleh suku Minangkabau dengan adatnya yang spesifik. Kebudayaan Minangkabau, secara sederhana dapat digambarkan dengan merujuk pada mamang adat : adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah). Artinya, kebudayaan Minangkabau terjalin suatu hubungan sintesis antara dua unsur, yaitu antara adat Minangkabau dan Agama Islam, sehingga unsur satu topang-menopang, tukuk-menukuk dan bilaimembilai dengan unsur lainnya secara harmonis. Adat dalam arti umum adalah norma dan budaya. Norma adalah aturan-aturan da budaya adalah kebiasaan. Dalam arti hukum, adat adalah pedoman atau patokan dalam bertingkah laku, bersikap, berbicara, bergaul, berpakaian, bermasyarakat, dan lain-lain. Jadi, adat Minangkabau adalah pedoman atau patokan orang Minang dalam kesehari-hariannya baik itu bersikap, berbicara, bertindak tanduk, bermasyarakat dan lain-lain. Adat Minangkabau, sebelum Islam masuk menjadikan alam sebagai guru, tempat belajar tentang kehidupan. Terdapat fatwa adat yang menegaskan alam jadi guru bagi orang Minangkabau, yaitu : “Panakiak pisau sirauit, ambiak galah batang lintabuang, salodang ambiak ka nyiru, nan satitiak jadikan lauik, nan sakapa jadikan gunuang, alam takambang jadikan guru”. (Panakik pisau seraut, Ambil galah batang lintabuang, Selodang jadikan nyiru, Yang setitik jadikan laut, Yang sekepal jadikan gunung, Alam terkembang jadikan guru). Oleh karena alam dijadikan guru oleh orang Minangkabau, maka banyak fenomena alam dijadikan tuntunan dalam masyarakat Minangkabau. Tuntunan tersebut dihimpun dalam berbagai fatwa adat yang disajikan dalam bentuk pepatah-petitih, gurindam, pantun dan sebagainya. Tuntunan tersebut mencakup hampir segala aspek kehidupan seperti sosial, budaya, politik, ekonomi dan ekologi/lingkungan. Berikut disajikan beberapa contoh aspek kehidupan. Aspek Sosial “Ka lurah samo manurun, ka bukik samo mandaki” (Ke lembah sama menurun, ke bukit sama mendaki)

Patria Nagara

4

Pepatah ini menuntun orang Minangkabau akan pentingnya kerjasama dalam kehidupan. Aspek Budaya “Pucuak pauah sadang tajelo, panjuluak bungo linggundi, nak jauah silang sangketo, pahaluih baso jo basi”. (Pucuk pauh sedang terjela, penjuluk bungo linggundi, agar jauh silang sengketa, perhalus budi pekerti) Fatwa adat ini mengingatkan orang Minangkabau untuk memperhatikan budi pekerti agar tidak terjadi perselisihan atau konflik. Aspek Politik “Bakati samo barek, maukua samo panjang, tibo di mato indak dipiciangkan, tibo diparuik indak dikampihkan, tibo didado indak dibusuangkan”. (Menimbang sama berat, mengukur sama panjang, tiba di mata tidak dipejamkan, tiba di perut tidak tidak dikempiskan, tiba di dada tidak dibusungkan) Berlaku adil merupakan prinsip yang harus dipakai orang Minangkabau dalam hidup ini. Aspek Ekonomi “Indak tukang nan mambuang kayu, nan bungkuak ka singka bajak, nan luruih ka tangkai sapu, satampok ka papan tuai, nan ketek kapasak suntiang”. (Tidak tukang yang membuang kayu, jika bungkuk untuk bingkai bajak, yang lurus untuk tangkai sapu, yang sebesar telapak tangan untuk papan tuai, yang kecil untuk pasak sunting) Pepatah adat ini menegaskan bahwa tidak ada yang terbuang dan tidak berguna dalam hidup ini, sehingga tingkat efisiensi dan efektifitas yang optimal bisa dicapai. Perekonomian sangat dipentingkan oleh adat Minangkabau. Hal ini dapat dipahami, sebab atas dasar ekonomi yang sehatlah masyarakat akan menjadi makmur dan kebudayaan akan dapat dikembangkan serta pembangunan dapat dilaksanakan. Pepatah adat memfatwakan : “Dek ameh sagalo ameh, dek padi sagalo jadi, elok lenggang di nan data, rancak rapak di hari paneh, manjilih di tapi aie, mardeso di paruik kanyang”. Patria Nagara

5

(Karena ada emas segala jadi, karena ada padi segala beres, elok lenggang pada yang datar, baik barisan di hari panas, kebersihan di tepi air, memilih di perut kenyang) Jika ditinjau lebih mendalam, dasar dan ikatan ekonomi ternyata turut menjadikan adat Minangkabau itu kuat dan kokoh, sanggup bertahan dari zaman ke zaman, karena adat itu mempunyai nilai utama tentang ekonomi. Dan nilai ekonomi bukanlah berdasarkan enak seseorang, tetapi “lamak dek awak, lamak dek urang, elok dek awak katuju dek urang”, yaitu elok dan enak dalam dan dengan bersama. Aspek Ekologi/Lingkungan “Gabak di hulu tando ka hujan, cewang di langik tando ka paneh”. (Mendung di hulu tanda akan hujan, terang di langit tanda akan hari akan panas) Mamangan adat ini menunjukkan kearifan ekologis masyarakat Minangkabau terhadap cuaca. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa adat Minangkabau merupakan nilai, norma, simbol dan tuntunan hidup yang dikontruksi dari realitas alam. Sementara alam itu sendiri, menurut Islam, bertebaran banyak ayat-ayat Tuhan, bagi siapa yang bisa membacanya. Belajar kepada alam telah memberikan rasionalitas dan kearifan dalam hubungan horizontal antara sesama manusia, makhluk dan lingkungan di muka bumi ini. C. Prinsip Dasar Ekonomi Dalam Falsafah Adat Minangkabau Falsafat ekonomi adat Minangkabau adalah keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (justice), kedua prinsip ini juga tercakup dalam prinsip dasar ekonomi Islam. Prinsip keseimbangan terdiri dari kesederhanaan (moderation), berhemat (parsimony) dan menjauhi pemborosan (extravagance). Dalam falsafah adat Minangkabau, nilai kesederhanaan ditunjukkan oleh : “balabiah ancak-ancak, bakurang sio-sio, diagak mangko diagiah, dibaliak mangko dibalah, bayang-bayang sapanjang badan” (Berlebihan berarti ria, kalau kurang sia-sia, dihitung dulu baru dibagi, dibalik dulu baru dibelah, baying-bayang sepanjang badan)

Patria Nagara

6

Arti filosofi hidup sederhana dalam mamangan adat ini adalah kesederhanaan ditempatkan dalam tataran proporsional dengan memperhartikan beban jangan melebihi dari kemampuan. Nilai berhemat diakui dalam falsafah adat Minangkabau yang dikutip dalam pepatahpetitih adat berikut : “bahimat sabalun habih, sadiokan payuang sabalun hujan” (berhemat sebelum habis, sediakan payung sebelum hujan) Maknanya adalah sikap hidup hemat dilakukan untuk menghindari ketiadaan atau kemelaratan di masa tua/depan. Sedangkan nilai menjauhi pemborosan, juga dikenal dalam falsafah adat Minangkabau berikut ini : “wakatu ado jan dimakan, lah abih baru dimakan” (ketika ada jangan dimakan, sudah habis baru dimakan) Maksud fatwa ini adalah ketika tenaga masih kuat dan usia masih muda bekerjalah sekuat tenaga dan kumpulkan harta sebanyak mungkin, sedangkan pada waktu tua menikmati apa yang diperoleh ketika muda. Prinsip keadilan terdiri dari nilai keadilan sosial, keadilan ekonomi dan keadilan distribusi pendapatan. Nilai keadilan sosial dikandung dalam fatwa adat berikut ini : “gadang jan malendo, panjang jan manindih, cadiak jan manjua kawan, nan tuo dihormati, nan ketek disayangi, samo gadang baok bakawan” (Besar jangan melindas, panjang jangan menindas, cerdik jangan menjual kawan, yang tua dihormati, yang kecil disayangi, sama besar bawa berkawan) Ini dimaksudkan agar kita saling menghormati dan saling tenggang rasa. Nilai keadilan ekonomi dikenal dalam falsafah adat Minangkabau. Nilai tersebut termuat dalam fatwa adat berikut : “mandapek sama balabo, kahilangan samo marugi, maukua samo panjang, mambilai samo laweh, baragiah samo banyak, manimbang samo barek”. (Mendapat sama berlaba, kehilangan sama merugi, mengukur sama panjang, menyambung sama lebar, berbagi sama banyak, menimbang sama berat) Prinsip profit and lost sharing diakui oleh fatwa adat diatas. Bagaimana prinsip tersebut dilaksanakan ? menurut mamang adat dikatakan :

Patria Nagara

7

“gadang kayu gadang bahannyo, ketek kayu ketek bahannyo” (besar kayu besar bahannya, kecil kayu kecil pula bahannya) Maknanya adalah besar atau kecil suatu untung rugi didasarkan atas besarnya sumbangan yang diberikan pada suatu usaha. Nilai keadilan distribusi pendapatan mendapat tempat dalam falsafah adat Minangkabau. Nilai tersebut terkandung dalam fatwa adat berikut : “nan lamah makanan tueh, nan condong makanan tungkek”. (Yang lemah perlu ditunjang, yang miring perlu ditopang) Maknanya adalah orang yang lemah (ekonomi) perlu ditolong. Siapa yang menolong ? Mamangan adat mengingatkan : “adat badunsanak, dunsanak dipatahankan, adat bakampuang, kampuang dipatahankan, adat banagari, nagari dipatahankan, adat babangso, bangso dipatahankan”. (Adat bersaudara, saudara dipertahankan, adat berkampung, kampung dipertahankan, adat bernagari, nagari dipertahankan, adat berbangsa, bangsa dipertahankan) Jadi setiap orang Minangkabau memiliki kewajiban untuk membela saudara, kampung, nagari dan bangsa yang mengalami situasi dan kondisi yang lemah. D. Prinsip Dasar Aktivitas Ekonomi Minangkabau Prinsip dasar keseimbangan dan keadilan, sebenarnya merupakan akar dari nilai tolong menolong dan bagi hasil berdasarkan profit dan lost sharing dalam sistem perbankan syariah. Nilai-nilai tersebut sebenarnya telah melekat dalam berbagai aktifitas ekonomi Minangkabau, seperti : Julo-julo Julo-julo (arisan) merupakan suatu bentuk kerjasama resiprositas antara beberapa orang yang bersepakat pada suatu komunitas atau kelompok dalam berbagai bidang yang disepakati. Adapun bidang yang lazim diarisankan adalah pekerjaan sawah, pekerjaan lading/perkebunan, uang, bahan dan pembuatan bangunan (biasanya rumah). Bentuk kerjasama resiproritas ini bergulir di antara para anggota komunitas atau kelompok berdasarkan nomor urut yang disepakati bersama. Patria Nagara

8

Gotong Royong Gotong royong adalah suatu bentuk kerjasama bagi kepentingan atau kemaslahatan umum dalam suatu komunitas. Bidang kegiatan yang lazim disepakati untuk digotongroyongkan adalah irigasi persawahan, jalan umum, lapangan atau tempat permainan, fasilitas nagari seperti balai adat, kantor wali, rumah ibadah dan pasar. Sapuduoan Sapuduoan merupakan bentuk kerjasama bisnis, biasanya antara lain dua orang terhadap suatu objek yang disepakati. Umumnya objek sapaduoan adalah sawah, lading dan ternak. Komposisi bagi hasil dari sapaduan dalam jumlah berapa dan kondisi bagaimana (kualitas dari apa). Pembagian tidak harus seperdua antara pemilik dan penggarap, tetapi bisa menjadi sepertiga, seperenam, sepersepuluh dan seterusnya tergantung dari kesepakatan.

Rangkiang Rumah gadang tradisional Minangkabau, idealnya memiliki beberapa rangkiang (lumbung) di depan atau di sampingnya. Rangkiang memiliki beragam bentuk dan fungsi, antara lain : a. Sitinjau Lauik, adalah tempat penyimpanan padi untuk digunakan bagi keperluan tegaknya adat seperti mengangkat penghulu, kematian dan lainnya. b. Sibayau-bayau, digunakan untuk membantu orang yang sedang dalam kesempitan termasuk pendatang. c. Gadang Bapantang Luak, berfungsi untuk keperluan dan kebutuhan harian dan anggota rumah gadang. Pada masa sekarang, rangkiang mengalami perubahan fungsi dari ragam menjadi tunggal. Sebelumnya ada fungsi social seperti rangkiang sibayau-bayau, sekarang tidak ditemukan lagi. Rangkiang sekedar tempat menyimpan padi bagi keperluan hidup anggota rumah gadang.

Patria Nagara

9

Rumah Makan Rumah makan merupakan salah satu mata pencaharian orang Minang baik di kampung maupun di rantau. Pada rumah makan terkandung bagi hasil yang dikenal dengan istilah “mato” atau persentase (%). Dalam pendirian dan aktivitas di rumah makan, tercantum suatu kesepakatan antara pemilik dan para karyawan seperti : tukang masak, tukang sanduak, kasir, pelayan, dan tukang cuci piring. Bagi hasil yang digunakan adalah dengan menggunakan mato, misalnya pemilik memperoleh 45 mato, 15 mato untuk tukang masak, 10 mato untuk kasir dan seterusnya. Nilai mato yang ditetapkan tergantung kesepakatan. Sebagian dari keuntungan diserahkan untuk zakat. Dari beberapa aktivitas ekonomi diatas terlihat bahwa sistem bagi hasil telah diterapkan oleh masyarakat Minangkabau sejak dulunya. Namun pada saat sekarang hanya julo-julo, gotong-royong, sapaduoan dan rumah makan yang masih merujuk pada sistem bagi hasil. Pada rumah makanpun tidak semuanya yang menerapkan bagi hasil dalam usahanya. V. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Adat Minangkabau yang telah ada sejak dulunya telah memberikan pedoman dan patokan bagi Orang Minangkabau dalam bersikap, bertindak tanduk, bermasyarakat, berbicara dan lainnya. Falsafah Adat Minangkabau dari segi aspek ekonomi yaitu Prinsip Keseimbangan dan Keadilan yang merupakan akar dari nilai tolong menolong dan bagi hasil berdasarkan profit dan lost sharing. Falsafah tersebutlah yang mendasari Orang Minangkabau menerapkan bagi hasil dalam kegiatan usahanya, seperti Julo-julo, Gotong Royong, Sapaduoan, Si Tinjau Lauik, dan usaha rumah makan. 2. Berkaitan dengan Sistem Bagi Hasil Perbankan Syariah, dari survey dapat diuraikan bahwa sistem bagi hasil yang diterapkan dalam aktivitas ekonomi

masyarakat

Minangkabau adalah termasuk kepada Al-Mudaharabah dan Al-Musyarakkah, dengan alasan bahwa adanya kesepakatan antara 2 orang atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Patria Nagara

1 0

3. Sistem Bagi Hasil ternyata telah dipakai oleh Orang Minangkabau sejak dulu (sebelum Islam masuk) dalam melakukan kegiatan usahanya. Hal ini memberikan suatu indikasi bahwa perbankan syariah dapat berkembang dengan cepat di Minangkabau, apalagi dalam perkembangan sejarah kebudayaannya falsafah Orang Minangkabau adalah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah,

sehingga akan memudahkan sosialisasi terhadap

konsep dan prinsip perbankan syari’ah itu sendiri.

REFERENSI

Hakimy, Idrus Dt. Rajo Penghulu. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak Minangkabau, PT. Remaja Resda Karya, Bandung, 1994. Haron, Sudin. Prinsip dan Operasi Perbankan Islam, Berita Publishing, SDN. BHD, Kuala Lumpur, 1996. Hasil Penelitian, Potensi, Preferensi dan Prilaku Masyarakat Terhadap Bank Syariah di Sumatera Barat, BI Padang – Unand, Padang, 2001. Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1975. Materi Pelatihan, Adat Basandi Syarak – Syarak Basandi Kitabullah, LKAAM Sumatera Barat, 2002. Nasroen, M. Dasar Falsafah Adat Minangkabau, Penerbit B...


Similar Free PDFs