Sistem Pengolahan Limbah Padat Industri Gula PT Industri Gula Glenmore- Laporan PKL PDF

Title Sistem Pengolahan Limbah Padat Industri Gula PT Industri Gula Glenmore- Laporan PKL
Author Ham 17
Pages 51
File Size 3.9 MB
File Type PDF
Total Downloads 861
Total Views 945

Summary

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH PADAT INDUSTRI GULA PT INDUSTRI GULA GLENMORE (IGG) KARANGHARJO, GLENMORE, BANYUWANGI NURUL HAMIDAH PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2019 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaka...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Sistem Pengolahan Limbah Padat Industri Gula PT Industri Gula Glenmore- Laporan PKL Ham 17

Related papers pengelolaan limbah padat andriyani subekt i Laporan KP FIX Depart emen Akesma pabrik gula Kosmas Daga Kosmas

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH PADAT INDUSTRI GULA PT INDUSTRI GULA GLENMORE (IGG) KARANGHARJO, GLENMORE, BANYUWANGI

NURUL HAMIDAH

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2019

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditas penting karena bermanfaat sebagai sumber kalori bagi masyarakat (Sugiyanto, 2007). Nilai kalori pada Gula mencapai 3,94 kkal/gram (Cahyadi, 2006). Nilai kalori yang tinggi menjadikannya sebagai salah satu bahan makanan pokok selain beras, jagung dan umbi-umbian. Kebutuhan gula menjadi lebih penting di banyak negara karena sebagai bahan pemanis utama pada industri makanan dan minuman. Sampai saat ini, peranan gula belum tergantikan

disebabkan oleh belum tersedianya bahan pemanis buatan yang

mampu menggantikannya (Sugiyanto, 2007). Indonesia sebagai Negara beriklim tropis, memiliki kondisi cuaca yang mendukung pertumbuhan tanaman tebu. Akibatnya, industri gula berbahan dasar tebu menjadi salah satu industri hasil pertanian yang berkembang di Indonesia. Hal tersebut menjadikannya sebagai negara yang berpotensi sebagai produsen gula terbesar di dunia (Meireni, 2006). Salah satu industri penghasil gula terbesar di Indonesia adalah PT Industri Gula Glenmore (PT IGG) yang berlokasi di Kabupaten Banyuwangi. Area perkebunan tebu penyuplai bahan baku gula yang dimiliki PT IGG luasnya mencapai 11.250 ha. Luasnya lahan tebu tersebut menjadikan PT IGG memiliki kapasitas produksi mencapai 6.000-9.000 ton tebu per hari (PTPN, 2016). Proses pengolahan tebu menjadi gula menimbulkan hasil samping di antaranya berupa limbah padat (Purwadi dkk., 2007). Limbah padat merupakan

1

2

sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat (Pemerintah Republik Indonesia, 2008). PT IGG juga menghasilkan limbah padat, di antaranya berupa ampas tebu sebanyak 270.000 ton, blotong sebanyak 45.000 ton, dan abu ketel 9.000-18.000 ton per masa gilingnya. Limbah padat tersebut, diolah dengan beberapa teknologi terpilih agar tidak mencemari lingkungan dan bahkan mampu mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Pengolahan limbah yang dilakukan PT Industri Gula Glenmore, yaitu menggunakan ampas tebu sebagai bahan bakar mesin boiler dan blotong sebagai pupuk organik. Ampas tebu merupakan hasil samping dari proses ekstraksi cairan tebu yang strukturnya terdiri dari serat dengan panjang 1,7-2 mm (Vitaloka dkk., 2016). Ampas tebu juga memiliki nilai kalor yang relatif tinggi, yaitu 3.283,797 kal/kg yang menjadikannya mudah terbakar (Tjahjono dkk., 2016). Pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan bakar boiler mampu menghemat anggaran dan pupuk hasil pengolahan blotong digunakan sebagai zat hara bagi tanaman tebu serta sebagian dijual sehingga mampu mendatangkan profit bagi perusahaan. Hasil samping dari pembakaran ampas tebu di mesin boiler berupa abu ketel yang hingga kini belum dikelola dengan baik sehingga mengalami penumpukan. Pengolahan blotong menjadi pupuk dan pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan bakar yang dilakukan PT Industri Gula Glenmore merupakan bagian dari upaya recycle untuk pengurangan sampah. Selain sebagai bentuk aksi peduli lingkungan, tetapi juga memberikan profit bagi perusahaan. Hal tersebut menjadi latar belakang untuk mempelajari sistem pengolahan limbah padat industri gula

3

dengan melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT Industri Gula Glenmore (IGG) Banyuwangi, Jawa Timur. Pelaksanaan PKL bagi mahasiswa, memberikan pengalaman dan wawasan yang baru khususnya di bidang pengolahan limbah padat industri gula. Selain itu, meningkatkan hubungan kerjasama yang baik antara Universitas Airlangga dengan PT Industri Gula Glenmore (IGG). Keberhasilan PT IGG dalam mengolah blotong menunjukkan bahwa potensi Indonesia sebagai produsen pupuk sangat besar melalui industri gula yang ada.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam kajian ini adalah: 1.

Apa saja jenis limbah padat industri yang dihasilkan industri gula PT Industri Gula Glenmore (IGG)?

2.

Apa saja tahap pengolahan limbah padat industri yang dihasilkan industri gula PT Industri Gula Glenmore (IGG)?

3.

Berapa kuantitas pupuk yang dihasilkan dari pengolahan limbah padat industri gula PT Industri Gula Glenmore?

1.3 Tujuan Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui: 1.

Jenis limbah padat industri yang dihasilkan industri gula PT Industri Gula Glenmore (IGG).

4

2.

Tahap-tahap pengolahan limbah padat industri yang dihasilkan industri gula PT Industri Gula Glenmore (IGG).

3.

Kuantitas pupuk yang dihasilkan dari pengolahan limbah padat industri gula PT Industri Gula Glenmore (IGG).

1.4 Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari kajian ini adalah menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai praktik langsung pengelolaan limbah padat industri di PT Industri Gula Glemore (IGG).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum PT Industri Gula Glenmore (IGG) mulai dibangun sejak Tahun 2012 dan menempati lahan seluas 102 ha. PT Industri Gula Glenmore (IGG) merupakan konsorsium PT Perkebunan Nusantara XII dan XI yang berlokasi di Jalan Lintas Selatan Km. 4, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Melalui power plant dan kota satelitnya, PT IGG memiliki target 54 ribu ton/tahun dengan nilai investasi mencapai 1,5 triliun rupiah dan menjadikannya sebagai industri gula termodern di Indonesia (PTPN, 2013). Visi dari PT Industri Gula Glenmore (IGG) adalah “Menjadi Perusahaan Industri Gula Modern Terpadu”. Sedangkan misi dari PT Industri Gula Glenmore (IGG) sebagai berikut: 1. memproduksi gula dan produk turunannya dengan mutu tinggi; 2. membangun perusahaan yang tumbuh dan kuat sehingga lebih bermakna dan mampu memberikan nilai tambah bagi shareholder dan stakeholder; 3. berkomitmen

menjalankan

bisnis

dengan

mengutamakan

kelestarian

lingkungan; 4. menumbuhkembangkan budaya usaha tani tebu yang berkualitas di kawasan Kabupaten Banyuwangi.

5

6

2.2 Limbah Padat 2.1.1

Pengertian Limbah Padat Limbah padat merupakan bahan buangan dari kegiatan rumah tangga,

komersial, industri atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia lainnya. Sampah juga merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah tidak terpakai (Purwendro dan Nurhidayat, 2006). Limbah padat adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Limbah padat ada yang mudah membusuk terdiri atas zat-zat organik seperti sayuran, sisa daging, daun dan lain sebagainya, dan ada pula yang tidak mudah membusuk berupa plastik, kertas, karet, logam, abu sisa pembakaran dan lain sebagainya (Soemirat, 2004). 2.2.2

Jenis Limbah Padat Limbah padat dibedakan atas sifat biologisnya sehingga memperoleh

pengelolaan yakni: 1.

Limbah padat yang dapat membusuk, seperti (sisa makan, daun, sampah kebun, pertanian, dan lainnya).

2.

Limbah padat yang berupa debu.

3.

Limbah padat yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah yang berasal dari industri yang mengandung zat-zat kimia maupun zat fisik berbahaya (Soemirat, 2009). Limbah padat berdasarkan komponennya dibagi menjadi 3 bagian yakni:

7 1.

Limbah padat Organik Limbah padat Organik merupakan barang yang dianggap sudah tidak

terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih dapat dipakai, dikelola, dan dimanfaatkan dengan prosedur yang benar. Limbah padat ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Limbah padat organik merupakan sampah yang mudah membusuk seperti, sisa daging, sisa sayuran, daun-daun, sampah kebun dan lainnya (Amos, 2008). 2.

Limbah padat Non Organik Limbah padat non organik dihasilkan dari bahan-bahan non hayati, baik

berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Limbah padat ini tidak mudah menbusuk seperti, kertas, plastik, logam, karet, abu gelas, bahan bangunan bekas dan lainnya (Amos, 2008). Limbah padat jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng (Gelbert, 1996). 3.

Limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) Sampah berbahaya atau bahan beracun (B3), sampah ini terjadi dari zat

kimia organik dan non organik serta logam-logam berat, yang umumnya berasal dari buangan industri. Pengelolaan limbah B3 tidak dapat dicampurkan dengan limbah padat organik dan non organik (Amos, 2008). 2.2.3

Limbah Padat Industri Gula Limbah padat industri gula antara lain:

8 a. Blotong Blotong atau disebut filter cake atau filter press mud adalah limbah industri yang dihasilkan oleh pabrik gula dari proses klarifikasi nira tebu. Penumpukan bahan tersebut dalam jumlah besar akan menjadi salah satu sumber pencemaran lingkungan. Blotong mengandung bahan koloid organik yang terdispersi dalam nira tebu dan bercampur dengan anion-anion organik dan anorganik. Blotong sebagian besar terdiri atas serat-serat tebu dan merupakan sumber unsur organik yang sangat penting untuk pembentukan humus tanah (Prasad, 1976). Bentuk blotong dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Blotong (Sumber: www.google.com, 2018)

Blotong merupakan limbah padat produk stasiun pemurnian nira. Komposisi blotong terdiri atas sabut, wax, fat kasar, protein kasar, gula, dan total abu. Komposisi ini berbeda persentasenya dari satu pabrik gula dengan pabrik gula lainnya, bergantung pada pola produksi dan asal tebu (Rifa’i, 2009). Blotong berpotensi untuk dijadikan pupuk organik karena memiliki sumber hara berupa SiO2, CaO, P2O5 dan MgO sehingga dapat membantu memperbaiki sifat-sifat

9

fisik, kimia, dan biologi tanah. Blotong bersifat porous, yaitu memiliki pori-pori dalam jumlah banyak sehingga memiliki kemampuan menyerap air cukup tinggi dan memperbesar jumlah air yang tersedia di dalam tanah (Rajiman, 2008). b. Ampas Tebu (Bagas) Ampas tebu merupakan limbah padat produksi gula yang melimpah yang dihasilkan dari proses penggilingan dan pemerahan tebu di stasiun penggilingan pabrik gula. Pemanfaatan ampas tebu di pabrik gula secara umum dilakukan dengan cara langsung dikirm ke stasiun boiler untuk digunakan sebagai bahan bakar. Penanganan ampas tebu di beberapa pabrik gula masih belum teralokasikan secara optimal, masih banyak ampas tebu yang melimpah tersisa setiap kali produksi (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), dari 63 pabrik gula di Indonesia rata-rata ampas tebu yang dihasilkan tiap pabrik gula sebesar 10% dari total tebu yang digiling dan yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar mesin boiler sebesar 50% dari total ampas tebu sedangkan sisanya tidak dimanfaatkan (Hidayati dkk., 2016). Bentuk ampas tebu dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Ampas tebu (Sumber: P3GI, 2016)

10

Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Panjang seratnya antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 µm, sehingga ampas tebu ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-papan buatan. Bagas mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagas tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri atas selulosa, pentosan dan lignin (Husin, 2007). c. Abu Ketel Abu ketel merupakan residu bagas yang digunakan sebagai bahan bakar boiler. Warna abu-abu kemerahan menunjukkan bahwa abu ketel memiliki silika dalam jumlah besar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti semen dalam pembuatan beton (concrete). Abu ketel mengandung beberapa unsur hara diantaranya, kalium, kalsium, dan magnesium dalam jumlah relatif tinggi sehingga digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki tanah (amelioran) di perkebunan tebu (Hussein dkk., 2014).

2.3 Pengelolaan Limbah Padat Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Pengelolaan Limbah Padat adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan limbah padat. Pengelolaan limbah padat di suatu daerah akan berdampak pada masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri. Banyak masalah yang ditimbulkan oleh limbah padat, diantaranya pencemaran udara karena baunya yang tidak sedap dan mengganggu kenyamanan, pencemaran air apabila membuang sampah sembarangan, seperti di sungai yang

11

menyebabkan aliran air dapat terhalang sampah dan berpotensi menyebabkan banjir saat musim hujan (Budiman, 2006). 2.3.1. Metode Pengelolaan Limbah Padat Beberapa metode dalam pengelolaan limbah padat antara lain: 1.

Reduce (mengurangi sampah) Reduce (mengurangi sampah) berarti mengurangi segala sesuatu yang

mengakibatkan sampah. Reduksi atau disebut juga mengurangi sampah merupakan langkah pertama untuk mencegah penimbulan sampah di TPA. Menghancurkan sampah menjadi jumlah yang lebih kecil dan hasilnya diolah, hanya saja biayanya sangat mahal tidak sebanding dengan hasilnya, misalnya pencacahan plastik menjadi bentuk yang lebih kecil yang selanjutnya diolah menjadi biji plastik (Azwar, 2002). Reduksi (mengurangi sampah) dapat dilakukan melalui beberapa proses: a. Reduksi volume sampah secara mekanik. Contohnya, dilakukan pemadatan pada dump truck yang dilengkapi alat pemadat sehingga volume sampah jauh berkurang dan volume yang diangkut menjadi lebih banyak. b. Reduksi volume sampah secara pembakaran. Proses ini dapat dilakukan oleh sekelompok masyarakat dengan catatan memilki ruang atau area terbuka cukup luas. Pembakaran dilakukan dengan menggunakan suatu unit instalasi incinerator sederhana. Syaratnya sampah harus dipisah antara yang dapat terbakar dan tidak dapat dibakar. Plastik tidak diikutkan dalam proses pembakaran karena zat yang dihasilkan akan membahayakan kesehatan.

12

c. Reduksi sampah secara kimiawi. Contohnya pyrolysis, yaitu pemanasan tanpa oksigen pada suatu reaktor. Umumnya zat organik tidak tahan terhadap panas sehingga dengan pemanasan tanpa oksigen ini akan memecah struktur zat organik tersebut (kondensasi) menjadi gas, cair dan padat (Suryono dan Budiman, 2010). 2. Reuse (menggunakan kembali) Reuse (menggunakan kembali), yaitu pemanfaatan kembali limbah padat secara langsung tanpa melalui proses daur ulang. Contohnya seperti kertas-kertas berwarna-warni dari majalah bekas dapat dimanfaatkan untuk bungkus kado yang menarik, pemanfaatan botol bekas untuk dijadikan wadah cairan misalnya spirtus, dan minyak cat. Menggunakan kembali barang bekas adalah wujud cinta lingkungan (Suryono dan Budiman, 2010). 2

Recycling (mendaur ulang) Recycling (mendaur ulang) adalah pemanfaatan bahan buangan untuk di

proses kembali menjadi barang yang sama atau menjadi bentuk lain. Mendaur ulang diartikan mengubah limbah padat menjadi produk baru, khususnya untuk barang-barang yang tidak dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama (Suryono dan Budiman, 2010). Recycling ialah pemanfaatan kembali limbah padat yang masih dapat diolah. Pengelolaan limbah padat dengan cara recycling (daur ulang) akan menghasilkan barang-barang dengan: a. Bentuk dan fungsinya tetap b. Bentuk berubah tetapi fungsi tetap. c. Bentuk berubah dan fungsi pun berubah (Purwendro dan Nurhidayat, 2006).

13

2.4 Pupuk Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Pupuk organik dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang Pupuk Organik dan Pembenah

Tanah, adalah pupuk yang sebagian besar atau

seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan menyuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya; nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Apabila C-organik rendah dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik, maka diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik. Limbah industri yang menggunakan bahan pertanian merupakan limbah berasal dari limbah pabrik gula, limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya (Suriadikarta dkk., 2006).

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Praktik Kerja Lapangan Praktik Kerja Lapangan ini dilaksanakan mulai Tanggal 25 Juni-20 Juli Tahun 2018 di PT Industri Gula Glenmore, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi.

3.2 Cara Kerja Kerangka kerja dari Praktik Kerja Lapangan dijelaskan pada Gambar 3.1.

Ide Praktik Kerja Lapangan: Sistem Pengolahan Limbah Padat di PT Industri Gula Glenmore (IGG) Karangharjo, Glenmore, Banyuwangi

Studi Kepustakaan yang terkait: Gambaran Umum PT Industri Gula Glenmore (IGG), Limbah Padat, dan Pengolahan Limbah Padat Industri Gula

Perizinan

A

14

15

A

Pengumpulan Data Primer dan Sekunder

1. 2. 3.

4.

5.

Data Primer Tahapan pembuatan gula Jenis limbah padat industri gula PT IGG Tahapan pengolahan limbah padat industri gula PT IGG Kuantitas limbah padat industri yang dihasilkan PT IGG Kuantitas pupuk hasil olahan blotong yang dihasilkan PT IGG

Data Sekunder 1. Gambaran umum PT IGG

Analisis dan Pengolahan Data Meliputi Tingkat Reduksitas Limbah Padat Berdasarkan Kuantitas Pupuk Penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan Gambar 3.1 Kerangka Operasional Praktik Kerja Lapangan

3. 3 Pengumpulan Data Data primer yang dikumpulkan meliputi tahapan pembuatan gula kristal, jenis limbah padat industri gula PT IGG, kuantitas limbah padat yang dihasilkan, tahapan pengolahan limbah padat industri PT IGG dan kuantitas pupuk yang dihasilkan dari pengolahan blotong.

16

a.

Tahapan Pembuatan Gula Kristal Data tahapan pembuatan gula kristal diperoleh dengan cara mengamati secara

langsung proses pembuatannya di pabrik. Pengamatan dilakukan di stasiun penggilingan tebu, stasiun pemasakan nira, gudang pengemasan dan penyimpanan gula. Di masing-masing lokasi dilakukan wawancara terhadap penanggung jawab stasiun untuk diperoleh informasi terkait proses pembuatan gula mulai dari penggilingan tebu sampai pengemasan gula yang siap didistribusikan ke konsumen. b.

Jenis limbah padat industri Informasi jenis limbah padat yang dihasilkan PT IGG diketahui berdasarkan

pengamatan langsung di pabrik gula. Berdasarkan pengamatan di stasiun pemasakan, limbah padat yang dihasilkan berupa blotong. Pengamatan juga dilakukan di stasiun penggilingan. Proses penggilingan tebu menghasilkan limbah berupa ampas tebu. Stasiun boiler yang merupakan sumber energi listrik bagi pabrik juga menghasilkan limbah berupa abu ketel yang merupakan hasil pembakaran ampas tebu. c. Kuantitas limbah padat yang dihasilkan Data kuantitas limbah padat diperoleh berdasarkan wawancara terhadap seorang staf Responsibility Centre (RC) Utility tentang kuantitas blotong, seorang staf dari rumah bagas tentang kuantitas ampas tebu, dan seorang staf Responsibility Centre (RC) Boiler tentang kuantitas abu ketel yang dihasilkan di PT IGG.

17

d. Tahapan Pengolahan Limbah Pada...


Similar Free PDFs