Task 6 - Perjanjian Internasional PDF

Title Task 6 - Perjanjian Internasional
Course Pengantar Hubungan Internasional
Institution Universitas Padjadjaran
Pages 9
File Size 200.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 49
Total Views 151

Summary

Hukum Perjanjian InternasionalNama : Josep Irvan Gilang HKelas : BNPM : 110110180116Dosen : Dr. Diajeng Wulan Christianti, S., LL.Rachminawati, S., M.Task 6: Successive Treaty & Perubahan ( Amendment ) Perjanjian Internasional Bagaimana pengaturan successive treaties berdasarkan VCLT 1969? Perso...


Description

Hukum Perjanjian Internasional Nama

: Josep Irvan Gilang H

Kelas

:B

NPM

: 110110180116

Dosen

: Dr. Diajeng Wulan Christianti, S.H., LL.M. Rachminawati, S.H., M.A.

Task 6: Successive Treaty & Perubahan (Amendment) Perjanjian Internasional 1. Bagaimana pengaturan successive treaties berdasarkan VCLT 1969? Persoalan lain dalam suatu Perjanjian Internasional yang tak kalah penting adalah sehubungan dengan penerapan terhadap perjanjian penyusul (successive treties) yang mengatur masalah yang sama. Secara umum successive treties termasuk salah satu bahasan dari penerapan Perjanjian Internasional, disamping dapat berlaku surut (retroaktif) serta berlaku bagi seluruh wilayah negara peserta ( teritorial scope). Perjanjian Intemasional penyusul (successive treaty), dapat diartikan sebagai Perjanjian Internasional yang menggantikan hal-hal yang sama terhadap Perjanjian Internasional terdahulu. Dibuatnya perjanjian yang baru ini karena perjanjian sebelumnya tidak sesuai lagi dengan keadaan atau masa dari suatu perjanjian. Permasalahan ini diatur dalam Pasal 30 VCLT 1969 yang menentukan sebagai berikut:1 Penerapan perjanjian penyusul (successive treties) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sama 1) Berdasarkan Pasal 103 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, hak-hak dan kewajiban Negara Pihak untuk membuat perjanjian penyusul yang berkaitan dengan subjek materi yang sama akan ditentukan sesuai dengan paragraf berikut. 2) Bila suatu perjanjian secara spesifik menentukan bahwa hal itu tunduk pada atau tidak dianggap bertentangan dengan perjanjian yang lebih dahulu atau perjanjian yang selanjutnya, maka ketentuan-ketentuan dari perjanjian tadi tetap berlaku. Apabila ada dua atau lebih perjanjian di mana para pihaknya adalah sama, dalam perjanjian itu biasanya terdapat klausul yang menentukan hubungan antara perjanjian-perjanjian tersebut, mana yang didahulukan diantara perjanjian tersebut. 3) Jika terdapat dua perjanjian di mana semua pihak pada perjanjian yang terdahulu menjadi pihak juga pada perjanjian yang selanjutnya, di mana 1 Pasal 30 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969.

perjanjian yang terdahulu tidak berakhir atau ditunda pelaksanaannya sesuai dengan Pasal 59, maka perjanjian yang terdahulu tersebut hanya dapat diterapkan dalam hal bila ketentuan-ketentuan itu adalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada pada perjanjian yang selanjutnya. 4) Jika para pihak dalam perjanjian yang selanjutnya tidak memasukkan semua pihak pada perjanjian terdahulu, maka: a. Antara para pihak dari kedua perjanjian tersebut maka aturan yang sama akan diterapkan sebagaimana diatur dalam ayat (3). b. Antara para pihak pada kedua perjanjian tersebut dan pihak pada salah satu perjanjian, maka perjanjian yang berlaku adalah perjanjian yang pihaknya saling mengatur mengenai hak dan kewajibannya. 5) Tanpa mengindahkan Pasal 41 atau terhadap setiap masalah pengakhiran dan penundaan bekerjanya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 60 atau terhadap setiap masalah mengenai tanggungjawab yang dapat timbul bagi suatu negara dalam rangka pembuatan atau penerapan perjanjian yang ketentuan-ketentuannya adalah tidak sesuai dengan kewajiban-kewajiban terhadap negara lain menurut perjanjian yang lain. 2. Perjanjian pertukaran jalur penerbangan internasional mana yang berlaku berdasarkan VCLT 1969 antara Accordo dan Tenebrae? Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kasus disebutkan bahwasanya perjanjian yang dibuat Accordo pada masa pemerintahan sebelumnya dengan perjanjian yang dibuat Accordo pada masa pemerintahan baru yang dipimpin oleh presiden terpilih Ardyn Caelum, masih sama-sama membahas mengenai ketentuan maskapai yang diperbolehkan beroperasi di rute transportasi udara yang dipertukarkan. Dalam perjanjian sebelumnya yaitu International Air Transport Agreement terdapat klausul: "Each Party shall only allow a fair and equal opportunity for the designated airlines of both Parties to compete in providing the international air transportation governed by this Agreement", yang dapat diartikan setiap pihak akan memberikan kesempatan yang adil dan setara bagi maskapai penerbangan yang ditunjuk dari kedua pihak untuk bersaing dalam menyediakan transportasi udara internasional yang diatur oleh perjanjian ini. Sedangkan, pada perjanjian selanjutnya yaitu yang dibuat pada masa pemerintahan Ardyn Caelum di tahun 2021, terdapat kalusul: "Neither Party shall not unilaterally allow airlines from other states to operate in the exchanged air transportation route", yang dapat diartikan tidak ada pihak yang secara sepihak tidak mengizinkan maskapai penerbangan negara lain untuk beroperasi di rute transportasi udara yang dipertukarkan. Sehingga, dengan adanya perubahan ketentuan dimana Accordo dalam klausul perjanjian selanjutnya mengambil substansi negara lain dan tidak memperbolehkan adanya pihak yang secara sepihak tidak mengizinkan maskapai negara lain.

Apabila dikaitkan dengan kasus yang terjadi, maka berdasarkan Pasal 30 ayat (3) VCLT 1969 yang menyatakan: "When all the parties to the earlier treaty are parties also to the later treaty but the earlier treaty is not terminated or suspended in operation under article 59, the earlier treaty applies only to the extent that its provisions are compatible with those of the later treaty."2 Dalam Pasal 30 ayat (3) VCLT 1969, mengatur bahwa apabila terdapat dua perjanjian dimana semua pihak dalam perjanjian sebelumnya adalah pihak yang sama dalam perjanjian selanjutnya, tetapi perjanjian sebelumnya tidak diakhiri atau ditangguhkan dalam operasi sesuai dengan Pasal 59 VCLT 1969, maka perjanjian sebelumnya hanya berlaku apabila ketentuan pada perjanjian tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada di perjanjian selanjutnya. Lebih lanjut dalam Pasal 59 VCLT 1969 menyatakan:3 1) A treaty shall be considered as terminated if all the parties to it conclude a later treaty relating to the same subject matter and: a. it appears from the later treaty or is otherwise established that the parties intended that the matter should be governed by that treaty; or b. the provisions of the later treaty are so far incompatible with those of the earlier one that the two treaties are not capable of being applied at the same time. 2) The earlier treaty shall be considered as only suspended in operation if it appears from the later treaty or is otherwise established that such was the intention of the parties. Pasal 59 VCLT 1969 tersebut mengatur bahwa suatu perjanjian akan dianggap dihentikan pelaksanaanya jika semua pihak menyimpulkan perjanjian selanjutnya yang berkaitan dengan materi yang sama dan perjanjian itu muncul dari perjanjian berikutnya, atau jika tidak diterapkan, para pihak menghendaki bahwa permasalahan harus diatur oleh perjanjian tersebut atau ketentuan-ketentuan dalam perjanjian yang berikutnya, sejauh itu tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam perjanjian sebelumnya maka dua perjanjian tidak mampu untuk diterapkan dalam waktu yang sama. Dengan demikian, dengan mendasari pada ketentuan Pasal 30 ayat (3) serta Pasal 59 VCLT 1969, perjanjian pertukaran jalur penerbangan internasional yang berlaku antara Accordo dan Tenebrae yaitu perjanjian pada masa pemerintahan baru Ardyn Caelum di tahun 2021. 3. Bagaimana prosedur perubahan Perjanjian Internasional (amandement) yang harus diikuti Acordo dengan Tenebrae atau Acordo dengan Niflheim? Layaknya sebuah Undang-Undang pada umumnya, apabila setelah masa berlakunya ternyata masyarakat menghendaki materi yang diatur dalam Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan yang zaman serta sudah tidak mampu lagi menjawab persoalan yang terjadi. Maka perlu dilakukan perubahan terhadap 2 Pasal 30 ayat (3) Vienna Convention on the Law of Treaties 1969. 3 Pasal 59 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969.

beberapa ketentuan dalam pasal Undang-Undang tersebut agar selaras dengan tuntutan zaman. Hal demikian juga berlaku dalam Perjanjian Internasional setelah perjanjian berlaku dalam perkembangannya, maka terdapat ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tersebut yang memerlukan perubahan untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman. Mengutip pendapat I.M. Siclair, “Amendement was said to denote a formal amendement of a treaty intended to alter its provisions where respect to all the parties, while modification was used in connection with an in inter se agreement concluded between certain of the parties only and intended to vary provisions to the treaty between themself alone.”4 Peryataan Sinclair tersebut dapat dipahami bahwasanya amandemen tidak sama dengan modifikasi. Dimana amandemen merupakan suatu amandemen formal dari suatu perjanjian yang dimaksudkan untuk mengubah ketentuan-ketentuan yang menyangkut semua pihak dalam perjanjian. Sedangkan yang dimaksud dengan modifikasi umumnya digunakan untuk perubahan sehubungan dengan persetujuan inter agreement antara pihak-pihak tertentu dalam perjanjian dan dimaksudkan untuk perubahan ketentuan-ketentuan tertentu dan hanya berlaku untuk pihak tertentu itu saja. Dasar hukum untuk melakukan amandemen terhadap suatu Perjanjian Internasional terdapat dalam Pasal 39 VCLT 1969 yang menyatakan: General rule regarding the amendment of treaties “A treaty may be amended by agreement between the parties. The rules laid down in Part II apply to such an agreement except in so far as the treaty may otherwise provide.” Pasal 39 ini memberikan dasar bahwa perjanjian dapat di amandemen dengan didasari persetujuan dari para pihak. Aturan yang ditetapkan dalam Bagian II berlaku untuk perjanjian kecuali sejauh perjanjian tidak menyediakannya. Untuk prosedur melakukan amandemen, dapat dilakukan dengan melihat terlebih dahulu perjanjian yang dibuat apakah termasuk perjanjian bilateral atau perjanjian multilateral. Apabila perjanjian tersebut termasuk dalam kategori perjanjian bilateral, maka proses amandemen pertamakali dilakukan dengan adanya persetujuan antara para pihak untuk melakukan amandemen, pengungkapan untuk melakukan amandemen umumnya tercermin dalam klausula perjanjian tersebut atau jika tidak terdapat dalam klausula, maka dilakukan melalui exchange of notes. Untuk lebih memahaminya, berikut adalah contoh dari klausul dalam UK-US air services agreement yang menunjukkan apabila ingin melakukan amandemen dapat dilakukan melalui pertukaran nota: “Any amendments or modifications of this Agreement agreed by the Contracting Parties shall come into effect when confirmed by an Exchange of notes.” Ketentuan seperti contoh tersebut lazim ditemukan dalam banyak perjanjian mengenai layanan udara. Para pihak dalam perjanjian pada contoh diatas menyatakan bahwa prosedur untuk amandemen akan ditentukan oleh para pihak berdasarkan konsensus. Kesepakatan untuk mengubah, berlaku ketika telah terjadi saling balas nota pertukaran. Amandemen akan dicatat untuk pertama kalinya dalam sebuah MOU. Pertukaran catatan ini merupakan langkah yang 4 L.M. Sinclair, The Vienna Convention on The Law of Treaties, Manchester University Press: USA Oceana Publications Inc., 1973, Hlm. 80.

baik untuk diterapkan dalam proses amandemen perjanjian bilateral, karena merupakan cara yang bijaksana dalam memastikan bahwa keinginan pihak untuk mengamandemen dapat terakomodir dan tersampaikan dengan jelas serta mengikat secara hukum.5 Sedangkan pada perjanjian multilateral pada umumnya prosedur dalam melakukan amandemen terhadap Perjanjian Internasional baik yang bersifat fomal (non Konstitusi) maupun berupa instrumen pembentuk Organisasi Internasional (konstitusi), lazimnya diatur secara tersendiri dalam perjanjian yang bersangkutan. Aturan-aturan tersebut ditempatkan bersama bagian penentuan berlakunya (entry into force), keikutsertaan (accession), dan sebagainya, dalam ketentuan penutup ( final clause) perjanjian tersebut. Prosedur amandemen diawali dengan pengajuan proposal dari satu pihak dalam perjanjian. Pihak-pihak tersebut dapat terdiri dari negara peserta perjanjian atau organ dari suatu Organisasi Internasional. Hak negara peserta perjanjian untuk mengajukan proposal amandemen adalah berkaitan dengan kepentingan negaranya (hak dan kewajibannya) dalam perjanjian tersebut. VCLT 1969 pada Pasal 40 ayat (3) menyatakan bahwa: "Every State entitled to become a party to the treaty shall also be entitled to become a party to the treaty as amanded." 6 Artinya bahwa setiap negara berhak untuk menjadi pihak dalam perjanjian juga harus berhak untuk menjadi pihak dalam perjanjian yang telah diamandemen. Selanjutnya terhadap proposal diajukan oleh pihak-pihak diatas, proposal tersebut dialamatkan kepada despository untuk diteruskan kepada seluruh pihak dalam perjanjian. Keterlibatan despository dalam hal ini adalah dalam rangka menjalankan fungsi sebagai pemelihara teks asli perjanjian (keeping custody of the original text of the treaty).7 Jika berkaca dari beberapa perjanjian multilateral yang ada saat ini, proses amandemen dapat dikategorikan kedalam dua bentuk yakni prosedur normal dan prosedur sederhana.  Prosedur Normal Apabila amandemen dilakukan melalui prosedur normal, maka prosesnya berlangsung melalui dua tahap sebagai berikut: - Pengajuan proposal amandemen. Pada tahapan ini, proposal amandemen diajukan/disampaikan kepada seluruh pihak peserta perjanjian melalui despository perjanjian untuk dimohonkan tanggapannya. Apabila proposal tersebut mendapat dukungan dari sejumlah suara di luar forum resmi yang ditentukan, maka kemudian despository mengundang para pihak untuk mengadakan konferensi untuk membahas proposal yang diajukan tersebut. - Pembahasan proposal amandemen. Setelah proposal diterima (tahap pertama), maka tahap berikutnya adalah pembahasan proposal tersebut dalam suatu konferensi internasional mengenai kemungkinan diterima atau berlakunya arnandemen yang diusulkan tersebut. 5 Anthony Aust, Modern Treaty Law and Practice, New York: Cambridge University Press, 2007, Page. 265. 6 Pasal 40 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969. 7 Muhammad Ashri, Beberapa Catatan Tentang Prosedur Amandemen Terhadap Perjanjian Multilateral, Hukum Dan Pembangunan, Agustus 1988, Hlm. 373.

Setelah melalui proses pembahasan, maka terhadap amandemen tersebut dilakukan pengambilan keputusan dengan melakukan pemungutan suara atau melalui musyawarah. 

Prosedur Sederhana Berbeda dengan prosedur normal, prosedur sederhana dilakukan tanpa mengadakan tahapan konferensi internasional oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Sehingga tidak ada pemungutan suara atau konsensus untuk memutuskan apakah suatu proposal arnandemen yang diajukan oleh salah satu pihak dapat diterima untuk selanjutnya diberlakukan atau justru tidak dapat diberlakukan. Oleh karena itu, prosedur ini disebut sebagai "amandemen dengan prosedur yang disederhanakan" (arnandement by simplified procedure). Pada prosedur sederhana, peserta atau pihak-pihak dalam perjanjian yang telah menerima proposal arnandemen yang berasal dari depositary, akan diberikan tenggang waktu tertentu untuk menyatakan tanggapannya terhadap proposal tersebut. Apabila dalam kurun waktu tertentu tersebut, tidak satupun pihak dalam perjanjian yang menyatakan keberatan atau adanya respon penolakan, maka amandemen yang diusulkan harus dianggap diterima. Sebaliknya, jika terdapat pihak yang menyatakan keberatan atau penolakannya terhadap amandemen yang diajukan ini, dalam kurun waktu tersebut maka proposal amandemen dianggap ditolak. Sikap menerima amandemen dalam prosedur sederhana ini dikenal juga dengan istilah persetujuan secara diam-diam.

Jadi dalam kasus yang terjadi antara Acordo dengan Tenebrae dan Acordo dengan Niflheim, karena keduanya termasuk dalam bentuk perjanjian bilateral maka dapat diselesaikan melalui pertukaran nota antar negara. Accordo yang sudah terdesak, harus segera menetukan sikap terhadap perjanjiannya dengan Tenebrae dan perjanjiannya dengan Niflheim, dengan melakukan pertukaran nota bersama dengan Tenebrae yang isinya menginformasikan bahwa Accordo juga telah membuat perjanjian dengan materi serupa dengan Niflheim, tujuannya agar pihak-pihak dalam perjanjian dapat mengemukakan keinginannnya yang kemudian dapat diakomodir dalam MOU. 4. Dalam kasus peledakan pesawat, kewajiban internasional mana yang lebih diutamakan? Resolusi Dewan Keamanan PBB atau Montreal Convention 1971? Sebelum mengetahui kewajiban internasional manakah yang seharusnya diterapkan dalam kasus meledaknya pesawat Accordo Airlines dengan nomor penerbangan AA-340 yang jatuh di wilayah Accordo karena ledakan kargo yang disinyalir berasal dari kargo milik Nicholas Aradea, ada baiknya untuk memahami terlebih dahulu ketentuan yang menjadi dasar Niflheim untuk mengadili Nicholas dan enggan menyerahkan proses tersebut kepada Acoordo. Niflheim mendasari kewenangannya untuk mengadili Nicholas pada ketentuan Pasal 7 montreal convention

menyatakan bahwa “The Contracting State in the territory of which the alleged offender is found shall, if it does not extradite him, be obliged, without exception whatsoever and whether or not the offence was committed in its territory, to submit the case to its competent authorities for the purpose of prosecution. Those authorities shall take their decision in the same manner as in the case of any ordinary offence of a serious nature under the law of that State.”8 Dapat dipahami bahwasanya negara peserta perjanjian dimana pada wilayahnya ditemukan tersangka, jika tidak melakukan ekstradisi wajib tanpa pengecualian apapun serta apakah pelanggaran tersebut dilakukan di wilayahnya atau tidak, agar dapat menyerahkan kasus tersebut kepada pihak yang berwenang dengan tujuan untuk dituntut. Pihak berwenang tersebut, akan mengambil keputusan dengan cara yang sama seperti dalam kasus pelanggaran biasa yang bersifat serius berdasarkan hukum negara tersebut. Sedangkan berdasakan kecurigaan Dewan Keamanan PBB yang curiga bahwa Nilfheim dengan sengaja telah memerintahkan pelaku yang juga agen rahasianya untuk melakukan peledakan, mengeluarkan amanat bahwa pelaku harus diadili serta diserahkan kepada Accordo. Sejatinya apabila Niflheim dihadapkan pada situasi ini, sebagai negara yang juga merupakan anggota PBB, Niflheim wajib tunduk dan melaksanakan Resolusi dari Dewan Keamanan PBB yakni harus menyerahkan Nicholas yang merupakan pelaku dari ledakan kargo di pesawat Accordo untuk diadili oleh Accordo. Hal ini terjadi karena Resolusi Dewan Keamanan PBB memiliki kekuatan mengikat berdasarkan pada Pasal 25 Piagam PBB yang menyatakan “The Members of the United Nations agree to accept carry out the decisions of the Security Council in accordance with present Charter.“9 Dimana disebutkan bahwa seluruh negara anggota PBB telah sepakat untuk menerima dan melaksanakan keputusan-keputusan Dewan Keamanan PBB serta pada pasal itu juga, Dewan Keamanan mempunyai kewenangan untuk memutuskan keputusan yang mempunyai kekuatan mengikat, termasuk keputusan tersebut adalah resolusi Dewan Keamanan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa disadari atau tidak, apapun keputusan yang dikeluarkan Dewan Keamanan PBB sehubungan dengan fungsinya dalam menyelesaikan sengketa, para pihak yakni negara-negara yang terkait berkewajiban untuk melaksanakannya.10 Selain itu, dalam hal terjadi adanya pertentangan kewajiban antara harus tunduk pada Montreal Convention 1971 ataukah tunduk kepada Resolusi Dewan Keamanan PBB. Permasalahan demikian kiranya jelas dinyatakan dalam Pasal 103 Piagam PBB yang dengan tegas menyatakan “Apabila terdapat pertentangan antara kewajiban dari pada anggota-anggota PBB menurut piagam ini dan kewajiban-kewajiban mereka menurut sesuatu persetujuan internasional lainnya, maka yang berlaku ialah kewajibankewajiban mereka menurut piagam ini.”11 Kewajiban yang dimaksud adalah kewajiban 8 Pasal 7 The Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Civil Aviation 1971. 9 Pasal 25 Piagam Perserrikatan Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional. 10 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, Hlm. 99. 11 Pasal 103 Piagam Perserrikatan Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional.

untuk taat pada keputuan yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB. Jadi meskipun Niflheim dan Accordo merupakan pihak dalam Montreal Convention 1971 yang juga ...


Similar Free PDFs