TEORI-TEORI ANALISIS SASTRA LISAN: MADZAB FINLANDIA DAN TEORI PARRY-LORD 1 PDF

Title TEORI-TEORI ANALISIS SASTRA LISAN: MADZAB FINLANDIA DAN TEORI PARRY-LORD 1
Author T. Yapi
Pages 35
File Size 1.8 MB
File Type PDF
Total Downloads 282
Total Views 543

Summary

55 TEORI-TEORI ANALISIS SASTRA LISAN: MADZAB FINLANDIA DAN TEORI PARRY-LORD1 Oleh Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum Fakultas Sastra – Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta 1. Pengantar Minat dan perhatian berbagai kalangan dalam berbagai disiplin ilmu untuk meneliti sastra rakyat berkembang sesuai dengan ...


Description

Accelerat ing t he world's research.

TEORI-TEORI ANALISIS SASTRA LISAN: MADZAB FINLANDIA DAN TEORI PARRY-LORD 1 Taum Y O S E P H Yapi

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

07 KAJIAN POET IKA SAST RA LISAN ACADEMIA.pdf Taum Y O S E P H Yapi KAJIAN POET IKA DAN RET ORIKA DALAM ST UDI SAST RA LISAN Taum Y O S E P H Yapi T EORI-T EORI ANALISIS SAST RA LISAN: ST RUKT URALISME LEVI-ST RAUSS Taum Y O S E P H Yapi

55

TEORI-TEORI ANALISIS SASTRA LISAN: MADZAB FINLANDIA DAN TEORI PARRY-LORD1 Oleh Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum Fakultas Sastra – Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

1. Pengantar Minat dan perhatian berbagai kalangan dalam berbagai disiplin ilmu untuk meneliti sastra rakyat berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu-ilmu humaniora seperti ilmu sejarah dan ilmu sastra. Seperti dikatakan Teeuw, sebuah teks merupakan mozaik kutipan-kutipan dari pusat kebudayaan. Hanya pembaca yang dapat menciptakan mozaik atau jalinan teks tersebut. Dari luas bacaannya, dia menciptakan keseluruhan makna yang tentu saja hanya berlaku baginya; karena setiap pembaca memiliki medan bacanya sendiri, dan medan ini tidak ada batasnya (Teeuw, 1990: 220).2 Pada awal perkembangannya, studi sastra lisan sangat berorientasi historiskomparatif, yang terutama tampak dalam kajian Madzab Finlandia. Studi sastra lisan kemudian bergeser dari orientasi historis-komparatif ke orientasi strukturalis (Vladimir Propp) dan orientasi puitika (Parry dan Lord). Oleh karena kajian-kajian

tersebut

memiliki sifat dan ciri kesastraan, dalam bab ini akan diulas pendekatan-pendekatan tersebut, disertai dengan tinjauan mengenai kekuatan dan kelemahan serta kemungkinan penerapannya dalam kajian sastra lisan di Indonesia. Pendekatan-pendekatan ini tentu saja dapat dimanfaatkan oleh berbagai disiplin ilmu, termasuk kajian ilmu sastra, untuk kepentingan kajiannya.

1

Tulisan ini merupakan Bab Iv dalam buku Studi Sastra Lisan: Sejarah, Teori, Metode dan Pendekatan, Disertai dengan Contoh Penerapannya. (Penerbit Lamalera: Yogyakarta, 2011: 55-86). 2 Kutipan selengkapnya, ‘A text is a tissue of quotations drawn from innumerable centres of culture’ (Rolland Barthes). Only the reader can create that tissue or texture of the text. From his own wide reading he creates a

56

2. Madzab Finlandia: Historis Komparatif 2.1 Latar Belakang Madzab Finlandia adalah sebuah aliran kajian sastra lisan yang berkembang di Finlandia dan berpusat di ibu kota negaranya, Helsinki. Aliran ini mengembangkan metode dan teori historis-komparatif yang bersifat sistematik. Perlu diketahui bahwa pada awal abad ke-19, minat utama ilmu pengetahuan lebih terarah pada penciptaan, asal-usul cerita rakyat, sesuai dengan pendekatan sejarah yang umum berlaku dalam ilmu sastra. Sastra rakyat di Eropa Barat dibandingkan dengan sastra rakyat di bagian dunia lain seperti Eropa Selatan dan Eropa Timur. Studi bandingan mereka bertujuan untuk a) memperlihatkan hubungan antara berbagai sampel sastra rakyat; b) mengungkapkan pola penyebaran atau migrasi sastra rakyat itu; c) melacak dan menjelaskan tempat asal sebuah cerita rakyat; dan d) sedapat mungkin mengetahui bentuk asli sebuah cerita rakyat yang telah mengalami berbagai transformasi. Krohn dan Aarne adalah pelopor studi historis-komparatif itu. Mereka memulai kajiannya dengan melakukan studi terhadap epos nasional Finlandia yang berjudul Kalevala, yang sesungguhnya merupakan ciptaan abad ke-19 berdasarkan berbagai macam cerita epos rakyat klasik. Mereka mengupayakan dilakukannya sebuah usaha raksasa untuk mengumpulkan, mengklasifikasikan, dan membandingkan cerita rakyat selengkap mungkin dan seluas mungkin, bahkan mereka memiliki cita-cita untuk menjangkau cerita rakyat di seluruh dunia (Teeuw, 1984: 288-229).

2.2 Cara Kerja Penelitian Bagaimana cara kerja Madzab Finlandia ini? Puluhan ribu cerita rakyat dari seluruh dunia dikumpulkan, diklasifikasikan dan disusun sedemikian rupa sehingga perbandingan dan penelusuran sejarah setiap cerita rakyat dimungkinkan. Untuk penggolongan cerita rakyat, madzab ini menggunakan dua kriteria dasar yaitu type dan motif. Type berarti cerita tersebut digolongkan berdasarkan tipe atau jenisnya. Berdasarkan tipe-tipenya, Aarne-Thompson membuat sistem klasifikasi dongeng yang menggolongkannya ke dalam tujuh jenis sebagai berikut. meaningful whole which in this form only exists for him; for every reader has his own field of reading, and there is no end to the weaving by readers (Teeuw, 1990: 220).

57

1) Animal Tales (dongeng binatang), meliputi: binatang buas (serigala yang pintar dan binatang buas lainnya), binatang buas dan binatang peliharaan, binatang buas dan manusia, binatang peliharaan, dan bintang dan objek-objek lainnya. Legenda terjadinya Gunung Kelud di Kediri termasuk animal tales karena melibatkan sosok manusia berkepala kerbau bernama Lembu Sura. 2) Tales of Magic (dongeng tentang hal-hal magis), meliputi: tantangan supranatural, istri atau suami atau kerabat supranatural, tugas-tugas supranatural, penolong supranatural, barang-barang magis, kekuatan atau pengetahuan supranatural, dan dongeng-dongeng lainnya tentang supranatural. Legenda terjadinya Gunung Kelud di Kediri dan Legenda Candi Loro Jongrang di Yogyakarta termasuk pula jenis tales of magic karena berkaitan dengan kekuatan-kekuatan supra natural yang dimiliki tokoh Lembu Sura (Gunung Kelud) dan Bandung Bondowoso (Candi Loro Jongrang). 3) Religious Tales (dongeng keagamaan), meliputi: imbalan hadiah atau hukuman dewa, kebenaran yang terwujud, surge, hantu, dan dongeng-dongeng keagamaan lainnya. 4) Realistic Tales atau Novelle (dongeng realistik), meliputi: seorang pemuda biasa menikahi putri raja, seorang wanita biasa menikah dengan sang pangeran, bukti kesetiaan dan kemurnian, istri yang keras kepala belajar menjadi setia, prinsip-prinsip hidup yang baik, tindakan dan kata-kata yang cerdas, dongeng tentang nasib, perampok dan pembunuh, dan dongeng-dongeng realistic lainnya. 5) Tales of the Stupid Orgre/Giant/Devil (dongeng tentang raksasa atau hantu yang Bodoh), meliputi: kontrak kerja, hubungan antara manusia dan raksasa, persaingan antara manusia dan raksasa, manusia membunuh atau melukai raksasa, raksasa ditakut-takuti oleh manuasia, manusia menaklukkan raksasa, jiwa diselamatkan dari gangguan setan. 6) Anecdotes and Jokes (anekdot dan lelucon)3 meliputi: cerita-cerita tentang si pandir, cerita tentang pasangan yang sudah menikah (istri yang bodoh dan suaminya, suami yang bodoh dan istrinya, dan pasangan yang bodoh), cerita tentang seorang wanita 3

Istilah anekdot dan joke kadang-kadang disamakan begitu saja. Anekdot adalah kisah fiktif lucu mengenai pribadi seorang/beberapa orang tokoh. Tokoh tersebut sering diambil dari tokoh terkenal yang benar-benar ada. Joke/lelucon adalah kisah fiktif mengenai anggota suatu kolektif seperti suku bangsa, golongan, ras. Berdasarkan sasrannya, lelucon dapat dibedakan lagi: lelucon dan humor. Sasaran lelucon adalah orang lain/kolektif lain sehingga pembawa lelucon sering dimusuhi. Sasaran humor adalah diri sendiri, bersifat menghibur dan sering mendapat simpati. 58

(mencari istri, lelucon tentang seorang nyonya tua), cerita tentang seorang laki-laki (pria yang cerdas, keberuntungan, lelaki bodoh), lelucon tentang tokoh-tokoh agama (tokoh agama ditipu, tokoh agama dan perihal seks), lelucon tentang kelompok masyarakat lain. 7) Formula Tales (dongeng yang memiliki formula),4 meliputi: dongeng-dongeng kumulatif (yang didasarkan pada jumlah, objek, binatang, atau nama; yang selalu dikaitkan dengan kematian; makan, atau kejadian-kejadian lainnya), dongeng tentang jebakan, dan dongeng-dongeng formula lainnya. Motif didefinisikan sebagai anasir terkecil dalam sebuah cerita yang mempunyai daya tahan dalam tradisi. Berdasarkan kriteria tersebut, mereka menyusun index atau katalogus tipe-tipe dan motif-motif yang dapat diterapkan secara universal pada ceritacerita rakyat. Secara lebih lengkap, yang dimaksudkan dengan “motif” adalah unsurunsur suatu cerita (narratives elements). Motif teks suatu cerita rakyat adalah unsur dari cerita tersebut yang menonjol dan tidak biasa sifatnya (Danandjaja, 1984: 53). Ada berbagai motif yang dapat ditemukan dalam berbagai cerita rakyat. Beberapa motif yang biasa dijumpai dalam cerita-cerita rakyat adalah sebagai berikut. 1) Motif berupa benda, misalnya: tongkat wasiat, sapu ajaib, lampu ajaib, bunga mawar, tanah liat, benda-benda angkasa. Cerita asal-usul manusia, misalnya, terdapat berbagai motif. Ada yang mengatakan manusia dibuat dari tanah liat, manusia berasal dari telur burung garuda, manusia berasal dari sejenis pohon tertentu, dll. Hal ini akan berkaitan dengan keyakinan religious ataupun fauna dan flora totem. 2) Motif berupa hewan yang luar biasa, misalnya kuda yang bisa terbang, buaya siluman, singa berkepala manusia, raksasa, hewan yang bisa berbicara, burung phoenix, ular naga, ayam jantan. Dalam dongeng Ande Ande Lumut, dikisahkan tentang seekor kepiting raksasa bernama Yuyu Kangkang dan seekor burung bangau raksasa yang bisa berbicara. 3) Motif yang berupa suatu konsep, misalnya larangan atau tabu. Misalnya konsep yang menjelaskan mengapa wanita hamil tak boleh makan pisang kembar. Mengapa setelah sunat tradisional (sifon) seorang lelaki harus melalui hubungan seks. Mengapa 4 Yang dimaksud dengan dongeng-dongeng formula adalah dongeng yang terikat pada rumusan tertentu, seperti jumlah, nama, binatang, dll yang disiapkan oleh tradisi. 59

wong sukerto atau orang yang dianggap sial harus diruwat atau harus menjalankan ritual. Mengapa seorang anak gadis tidak boleh makan di ambang pintu. Mengapa perlu dilakukan ritual bersih desa. Mengapa pohon-pohon tertentu di hutan tidak boleh ditebang atau diambil kayunya. Mengapa perlu dilakukan ritual sedekah laut oleh masyarakat nelayan. Motif yang berupa konsep-konsep larangan ataupun anjuran seperti ini banyak dijumpai dalam cerita-cerita rakyat di Indonesia. Motif tentang larangan menghina ibu kandung, misalnya, dapat dijumpai dalam Legenda Malin Kundang (Minangkabau)

dan Legenda Batu Menangis (Kalimantan Barat). Jika

dikaji secara lebih mendalam, akan dijumpai berbagai kearifan lokal kelompokkelompok etnis melalui motif ini. Misalnya mengapa manusia perlu menjaga kelestarian hutan, flora dan fauna, mengapa manusia perlu hidup dalam keseimbangan kosmos. 4) Motif berupa suatu perbuatan (ujian ketangkasan, minum alkohol, bertemu di gunung, turun dari gunung, menyamar sebagai fakir miskin, menghambakan diri, melakukan tindakan laku tapa, moksa, melewati alam gaib, bertarung dengan raksasa, dll). Dalam dongeng Ande Ande Lumut 5dari Kediri, Jawa Timur, misalnya, terdapat motif perbuatan ini, yakni menyamar (Pangeran Asmara Bangun menyamar sebagai Ande Ande Lumut dan Dewi Sekar Taji sebagai Kleting Kuning), menghambakan diri (Dewi Sekar Taji menjadi pembantu Nyai Intan). Dongeng Jaka Budug dan Putri Kemuning dari daerah Ngawi, Jawa Timur, bermotifkan sayembara uji ketangkasan mendapatkan daun sirna ganda. Jaka Budug (budug artinya kudis) berhasil mendapatkan daun sirna ganda setelah membunuh ular naga yang menjaga daun tersebut. Jaka Budug pun menikah dengan putri raja Prabu Aryo Seto bernama Putri Kemuning. 5) Motif tentang penipuan terhadap suatu tokoh (raksasa, hewan). Di Indonesia banyak dijumpai motif hewan-hewan yang luar biasa, seperti cerita tentang kancil, raksasa

5

Dongeng Ande Ande Lumut termasuk salah satu jenis cerita Panji. Cerita Panji adalah cerita kepahlawanan dan cinta yang berpusat pada tokoh dua orang tokoh utamanya, yaitu Raden Inu Kertapati (atau Panji Asmara Bangun) dan Dewi Sekartaji (atau Galuh Candra Kirana). Cerita ini mempunyai banyak versi, dan telah menyebar di beberapa tempat di Nusantara (Jawa, Bali, Kalimantan) dan juga di negaranegara lain di Asia Tenggara (Malaysia, Thailand, Kamboja, Myanmar, Filipina). Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Cerita_Panji" 60

yang bisa menelan manusia yang mudah ditipu, dll. Legenda Gunung Kelud dan Legenda Candi Loro Jongrang memiliki motif penipuan. Dalam Legenda Gunung Kelud, Lembu Sura yang telah berhasil memenangkan sayembara merentang busur sakti Kyai Garudayeksa dan mengangkat gong Kyai Sekardelima, ditipu oleh sang putri Dyah Ayu Pusparani dengan menyuruhnya menggali sumur di puncak gunung Kelud. Ketika galian sumur itu hampir mendapatkan air, Sang Putri dan Prabu Brawijaya menyuruh orang untuk menutup sumur itu dengan tanah dan batu-batuan yang besar. Dalam legenda Candi Roro Jongrang, Bandung Bondowoso yang hampir sukses mendirikan seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu semalam, sengaja digagalkan oleh Roro Jongrang. Merasa telah dibohongi oleh Roro Jongrang, Bandung Bondowoso pun mengutuk Roro Jongrang menjadi salah satu candi. 6) Motif yang menggambarkan tipe orang tertentu, misalnya yang sangat pandai seperti Abu Nawas, tokoh yang selalu seperti si Pandir, dan si Kabayan, tokoh yang sangat bijaksana, tokoh pemberani, tokoh pelaut ulung. Dalam kajian Madzab Finlandia, jika ditemukan dua motif yang sama pada dua kelompok etnis yang berbeda, maka mereka mengajukan dua pandangan teoretis yang berbeda. 1) Teori Monogenesis, yakni: teori yang mengatakan bahwa motif tertentu pasti berasal dari satu daerah. Baru kemudian terjadi proses penyebaran atau difusi (diffusion). Penganut dan pelopor teori ini antara lain: Jacob dan Wilhelm Grimmm, teori mitologi matahari Max Muller, dan teori Indianist Theodore Benfey. 2) Teori Poligenesis, yakni: teori yang berpandangan bahwa motif-motif tersebut merupakan penemuan-penemuan tersendiri yang tidak ada kaitannya (independent invention) atau sejajar (parallel invention). Penganut teori ini antara lain ‘teori survival’ dari anggota English Antropologist, antropolog Ingris yang mendasarkan teorinya pada teori evolusi kebudayaan (berdasarkan pandangan Charles Darwin). Menurut mereka, kebudayaan, seperti halnya tanaman dan hewan, berkembang menurut tingkatan-tingkatan, yakni dari tingkat rendah (primitif, savage) sampai ke tingkat tinggi (modern, canggih). Bandingkan pula teori poligenesis ini dengan pandangan Carl Gustav Jung tentang arketipe. 61

Dengan metode perbandingan yang cukup sulit dan memakan waktu yang lama, Stith Thompson (1885-1976)6 berhasil menyusun sebuah buku yang memuat berbagai motif dan index cerita-cerita rakyat di seluruh dunia dalam sebuah buku berjudul MotifIndex of Folk Literature: A Classification of Narrative Elements in Folktales, Ballads, Myths, Fables, Mediaeval Romances, Exampla, Fabliaux, Jest-Books, and Local Legends (1966) yang terdiri dari enam jilid. Dalam buku itu dapat diketahui apakah cerita rakyat yang kita pelajari itu unik atau hanya merupakan salah satu versi atau varian dari cerita rakyat yang ada di dunia. Buku itu memuat katalogus tipe-tipe dan motif-motif yang dapat diterapkan secara universal pada cerita rakyat. Berdasarkan penggolongan ini sejarah hidup (life history) sebuah cerita rakyat kemudian ditelusuri oleh peneliti dengan membandingkan sebanyak mungkin varian-varian cerita yang tipe dan motifnya sama. Mazhab Finlandia yang berpusat di Helsinki ini kemudian dikenal sebagai pusat organisasi peneliti dari seluruh dunia yang disebut Historico-Geographico School. Prinsip pendekatan dan hasilnya yang terpenting dituangkan dalam buku Thompson (1977) berjudul The Folktale. 2.3 Analisis Historis-Komparatif Kisah Wato Wele – Lia Nurat7 Berikut ini dikemukakan sebuah contoh sebagai ilustrasi analisis historiskomparatif dengan Kisah Wato Wele – Lia Nurat, sebuah mitos genealogis masyarakat Baipito yang tinggal di seputar Gunung Ile Mandiri.

Pada mulanya Ema Wato Sem Bapa Madu Ma yang tinggal di Sina Jawa menyuruh orangtuanya yakni burung garuda untuk terbang menuju ke puncak gunung Ile Mandiri. Di puncak gunung itu, sang garuda meletakkan telurnya. Dari sebutir telur itu, lahirlah dua orang anak kembar, yang kemudian dinamakan Wato Wele (seorang wanita) dan Lia Nurat (seorang laki-laki).

6

Stith Thompson adalah seorang pakar folklore Amerika yang memiliki perhatian khusus pada balada dan dongeng tradisional. Karya yang dipandang memiliki reputasi internasional adalah enam jilid buku Motif-Index of Folk-Literature (1932–37). Dia mengajar di Universitas Indiana, Bloomington (Lihat Wikipedia “Stith Thompson” diunduh tanggal 17 Januari 2010). 7 Kisah Wato Wele –Lia Nurat ini diambil dari hasil penelitian Taum (1995) yang dilakukan di Flores Timur. Versi yang dikemukakan di sini adalah teks yang dikemukakan oleh penutur Markus Ratu Badin. Perlu diketahui bahwa selain versi ini, masih terdapat tujuh versi yang lain mengenai kisah ini. 62

Wato Wele dan Lia Nurat dipelihara dan dibesarkan oleh hantu gunung hingga menjadi dewasa. Lia Nurat mengantar adiknya Wato Wele untuk menempati bagian selatan Ile Mandiri sedangkan Lia Nurat sendiri menempati bagian utaranya. Pada suatu malam, Lia Nurat membuat api unggun di puncak Ile Mandiri. Cahaya api itu sampai ke perkampungan Paji. Sinar api itu menimpa seorang gadis Paji bernama Hadung Boleng Teniban Duli. Suku Suban Lewa Hama, saudara Hadung Boleng itu disuruh pergi ke puncak Ile Mandiri mencari asal api unggun itu. Di sana dia bertemu dengan Lia Nurat. Lia Nurat berjanji akan turun ke perkampungan Paji. Lia Nurat pun turunlah ke perkampungan Paji dan menikah dengan Hadung Boleng. Dari pernikahan itu, lahirlah tujuh orang anak yang kelak menurunkan suku-suku Ile Jadi di Baipito. Mereka hidup berkecukupan. Kemakmuran mereka diketahui oleh orang-orang suku Soge (Maumere). Raja suku Soge pun mengantarkan anaknya yang bernama Uto Watak untuk diperistri Lia Nurat. Hadung Boleng tidak senang dengan kehadiran Uto Watak. Dia pun mengusir Uto Watak. Raja Suku Soge sangat marah. Mereka datang menyerbu dan membunuh Lia Nurat. Setelah Lia Nurat meninggal, kehidupan Hadung Boleng dan ketujuh anaknya sangat menderita. Suatu ketika Hadung Boleng bermimpi melihat pusat gunung. Dengan mimpi itu, kehidupan mereka kembali menjadi makmur. Terjadi perang di Adonara. Kelima putra Lia Nurat ikut berperang membela adik perempuan mereka. Dalam perang tersebut, putra sulung Lia Nurat, yakni Blawa Burak Sina Puri tewas terbunuh. Keempat putra Lia Nurat yang masih hidup kembali ke Ile Mandiri dan membagi tanah warisan di antara mereka.

Menghadapi cerita mitologis semacam ini, pendekatan penelitian historiskomparatif pertama-tama akan melakukan klasifikasi berdasarkan type dan motif. Berdasarkan klasifikasi tersebut, kajian selanjutnya akan difokuskan pada perbandingan dengan teks-teks lainnya untuk meneliti asal-usul dan pola persebarannya. Berdasarkan tipe-nya, Cerita Wato Wele – Lia Nurat dapat digolongkan ke dalam Tales of Magic (dongeng tentang hal-hal magis). Kedua tokoh kembar ini adalah tokoh mitologis, tokoh yang tidak dilahirkan dari rahim seorang wanita biasa, melainkan dari sebutir telur burung garuda. Unsur-unsur supranatural lainnya dari kedua tokoh ini adalah orang yang mengasuh dan membesarkan mereka bukanlah manusia biasa melainkan ‘hantu gunung’. Kedua tokoh mitologis (mythical figure) ini pun dikenal sebagai manusia pertama yang menurunkan suku-suku asli yang disebut Suku Baipito di seputar gunung Ile Mandiri. Klasifikasi dan kajian berdasarkan motif cerita terhadap cerita Wato Wele-Lia Nurat akan menghasilkan dua temuan yang menarik. 63

1) Motif hewan yang luar biasa. Dalam cerita ini, tokoh Wato Wele dan Lia Nurat diceritakan berasal dari sebutir telur burung garuda. Hal ini menunjukkan asalusul kedua tokoh ini yang sangat mistis. Kadar mitologis kedua tokoh ini diperkuat dengan cerita bahwa nenek-moyang mereka sesungguhnya berasal dari sebuah negeri yang sangat jauh (Sina Jawa adalah ungkapan khas masyarakat Lamaholot Flores Timur untuk menyebutkan sebuah tempat yang sangat jauh, yang tidak bisa diidentifikasi). Nenek moyang mereka adalah Ema Wato Sem Bapa Madu Ma, yaitu nama ritual untuk menyebutkan tokoh Sem. Sem adalah putra sulung Nabi Nuh yang dipercaya menurunkan semua penduduk Sina Jawa. Perhatikan bahwa kisah ini telah mengalami interteks dengan Kitab Suci Perjanjian Lama (Kej. 6: 9-22). Dikisah...


Similar Free PDFs