Week 1 Grhasia LP Amalia PDF

Title Week 1 Grhasia LP Amalia
Author Amalia Latifa Azizatina
Course Mental health
Institution Universitas Gadjah Mada
Pages 11
File Size 334.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 124
Total Views 172

Summary

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HALUSINASIDI RUANG ARIMBI RSJ GRHASIA YOGYAKARTATugas Mandiri Stase Praktek Keperawatan JiwaDisusun oleh: Amalia Latifa Azizatina 20/469759/KU/PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS GADJAH...


Description

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HALUSINASI DI RUANG ARIMBI RSJ GRHASIA YOGYAKARTA

Tugas Mandiri Stase Praktek Keperawatan Jiwa

Disusun oleh: Amalia Latifa Azizatina 20/469759/KU/22697

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2020

I. KONSEP HALUSINASI A. PENGERTIAN HALUSINASI Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal. Menurut Maramis (2005) dikutip dalam Prabowo (2014), halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005) B. JENIS-JENIS HALUSINASI 1. Pendengaran Halusinasi pendengaran dapat berupa mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. 2. Penglihatan Halusinasi penglihatan dapat berupa stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster. 3. Penghidung Halusinasi penghidu dapat berupa membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia. 4. Pengecapan Halusinasi pengecapan dapat berupa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. 5. Perabaan Halusinasi perabaan dapat berupa mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

6. Cenesthetic Halusinasi cenesthetic dapat berupa merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine 7. Kinisthetic Halusinasi kinisthetic dapat berupa merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak. C. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi Stuart (2007) yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi. i). Faktor predisposisi Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari •

Faktor Biologis: Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).



Faktor Psikologis: Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban, pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang disekitar atau overprotektif.



Sosiobudaya dan lingkungan: Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta pernahmmengalami kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.

ii). Faktor presipitasi Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Sedangkan menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: •

Biologis: Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.



Stress lingkungan: Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.



Sumber koping: Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

D. MANIFESTASI KLINIK 1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan strss. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri. 2. Fase Kedua / comdemming Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas. 3. Fase Ketiga / controlling Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah. 4. Fase Keempat / conquering/ panic Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang

menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi. Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang. Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya ( apa yangdilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999): a. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan Gejala klinis : •

Menyeringai/ tertawa tidak sesuai



Menggerakkan bibir tanpa bicara



Gerakan mata cepat



Bicara lambat



Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan

b. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan Gejala klinis : •

Cemas



Konsentrasi menurun



Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata

c. Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan Gejala klinis : •

Cenderung mengikuti halusinasi



Kesulitan berhubungan dengan orang lain



Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah



Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)

d. Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan Gejala klinis : •

Pasien mengikuti halusinasi



Tidak mampu mengendalikan diri



Tidak mampu mengikuti perintah nyata



Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

E. AKIBAT YANG DITIMBULKAN Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan. Tanda dan Gejala : 1. Memperlihatkan permusuhan 2. Mendekati orang lain dengan ancaman 3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai 4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan 5. Mempunyai rencana untuk melukai Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, dimana klien mengalami panic dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan. Tanda dan gejalanya adalah muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang F. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara : 1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya

hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan. 2. Melaksanakan program terapi dokter Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan. 3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien. 4. Memberi aktivitas pada klien Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai. 5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan. Farmako: Anti psikotik: Chlorpromazine (Promactile, Largactile), Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer), Stelazine, Clozapine (Clozaril), Risperidone (Risperdal) Anti parkinson: Trihexyphenidile dan Arthan G. Diagnosis Keperawatan yang Mungkin Muncul •

Konfusi kronik b.d demensia



Hambatan interaksi sosial b.d gangguan konsep diri



Risiko perilaku kekerasan pada orang lain b/d gangguan psikosis

No. Diagnosa 1. Konfusi kronik b/d demensia

NOC Orientasi Kognitif Setelah dilakukan interaksi dengan 3x24 jam, kesadaran klien terhadap identitas personal, waktu, dan tempat meningkat/baik dengan kriteria hasil : a. Klien mampu mengenal identitas dirinya dengan baik b. Klien mengenal identitas orang di sekitarnya dengan tepat/baik c. Klien mampu mengidentifikasi tempat dengan benar. d. Klien mampu mengidentifikasi waktu (jam, hari, bulan, tahun) dengan benar. Kontrol Diri terhadap Distorsi Pikiran Setelah dilakukan interaksi selama 3 x 24 jam, klien mampu mengendalikan halusinasi dengan indikator/kriteria hasil : a. Klien mampu mengenal terjadinya halusinasi. b. Klien mampu mengungkapkan isi halusinasi. c. Kemampuan mengungkapkan frekuensi halusinasi d. Klien mampu mengungkapkan perasaan terkait dengan halusinasi

NIC 2. Orientasi Realita (Reality Orientation) a. Monitor orientasi klien terhadap realita. b. Sapa klien dengan namanya pada saat interaksi. c. Berikan informasi kepada klien terhadap orang, tempat, waktu, sesuai kebutuhan. d. Tanyakan satu pertanyaan pada satu waktu. e. Berikan satu perintah pada satu waktu. f. Hindari stimulasi yang berlebihan yang dapat meningkatkan disorientasi. g. Fasilitas kunjungan keluarga dan orang-orang yang familiar dengan klien. i. Libatkan klien dalam TAK Orientasi Realita. 3. Manajemen Halusinasi (Halusination Management) a. Observasi tingkah laku yang berhubungan dengan halusinasi. b. Bina hubungan saling percaya c. Bantu klien mengenal halusinasi : 1) Jika hasil observasi ditemukan klien tampak halusinasi, tanyakan pada klien. 2) Jika jawaban klien ada, tanyakan apa yang didengar, dilihat, atau dirasakan. 3) Katakan bahwa perawat percaya apa yang dialami klien tetapi perawat sendiri tidak mendengar/ melihat/merasakan. 4) Katakan klien lain juga ada yang mengalami hal yang sama. 5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien. 6) Diskusikan dengan klien waktu, isi, frekuensi, dan situasi pencetus munculnya halusinasi. 7) Diskusikan apa yang dirasakan jika halusinasi muncul. 8) Beri klien kesempatan mengungkapkan perasaannya. 9) Identifikasi dan diskusikan dengan klien perilaku yang dilakukan saat halusinasi muncul.

2.

Hambatan interaksi sosial b/d gangguan konsep diri

3.

Risiko perilaku kekerasan pada orang lain b/d gangguan psikosis

Keterlibatan sosial 1. Tingkatkan sosialisasi (socialization enhancement) Setelah dilakukan interaksi selama 3 X 24 jam, klien a. BHSP (komunikasi teraputik, sikap konsisten, terbuka, tepati janji, dan dapat memulai hindari kesan negative). hubungan/interaksi dengan orang lain, dengan b. Observasi perilaku menarik diri klien. c. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku indikator/kriteria hasil: a. Klien mengisolasikan dirinya. mampu d. Diskusikan dengan klien hal-hal yang menyebabkan klien mengisolasikan diri. memperkenalkan dirinya dengan orang e. Berikan kesempatan kepada klien untuk menceritakan perasaannya lain, berjabat tangan, terkait dengan isolasi dirinya. memjawab salam, ada f. Dorong klien untuk membagi kontak mata, dan masalah yang dihadapi/dimilikinya. meluangkan waktu g. Dukung klien untuk jujur dan untuk duduk menunjukan identitas dirinya dengan berdampingan dengan orang lain. orang lain /perawat. 2. Tingkatkan Sosialisasi (Socialization b. Klien mau Enhancement) menyebutkan alas an a. Bantu klien mengidentifikasi kelebihan, menarik/mengisolasi hambatan, dan kesulitan dalam diri. berkomunikasi dengan orang lain. c. Klien mau b. Tingkatkan kesadaran klien mengutarakan terhadap kelebihan dan masalahnya. keterbatasan dalam berkomunikasi tersebut. c. Dukung klien mengembangkan interaksi yang terbina. d. Dukung dalam aktivitas di ruang perawatan. e. Beri reinforcement atas kemampuan dan keberhasilan klien. f. Libatkan klien dalam TAKS. 1. Bantuan Kontrol Marah (anger control Menahan diri dari kemarahan Setelah assistance) a. Bina hubungan saling percaya dilakukan interaksi dengan b. Observasi tanda-tanda perilaku 3x24 jam, klien dapat : kekerasan pada klien. a. Mengidentifikasi c. Bantu klien mengidentifikasi kapan (merasa) marah tanda-tanda perilaku kekerasan : b. Strategi mengendalikan - Emosi : jengkel, marah, amarah persaan ingin merusak/memukul Membagikan perasaan marah dengan orang lain - Fisik : mengepalkan tangan, secara baik muka marah, mata melotot, pandangan tajam, rahang tertutup,dsb. - Sosial : kasar pada orang lain - Intelektual : mendominasi - Spiritual : lupa dengan Tuhan d. Jelaskan pada klien rentang respons

marah e. Dukung dan fasilitasi klien untuk mencari bantuan saat muncul marah 2. Latihan Mengontrol Rangsang (Impulse Control Training) a. Jelaskan pada klien manfaat penyaluran energi marah b. Bantu klien memilih sendiri cara marah yang adaptif c. Bantu klien mengambil keputusan untuk mengeluarkan energi marah/perilaku kekerasan yang adaptif d. Beri kesempatan pada klien untuk mendiskusikan cara yang dipilihnya e. Anjurkan klian mempraktikkan cara yang dipilihnya f. Beri kesempatan pada klien untuk mendiskusikan cara yang telah dipraktikan g. Evaluasi perasaan klien tentang cara yang dipilih dan telah dipraktikkan

Daftar Pustaka Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC . Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika. Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama....


Similar Free PDFs