10. D4 [ Dietary History] PDF

Title 10. D4 [ Dietary History]
Author andhini siti
Course Penilaian Asupan Gizi
Institution Universitas Diponegoro
Pages 20
File Size 427.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 497
Total Views 759

Summary

LAPORAN PRAKTIKUM PENILAIAN ASUPAN GIZI PRAKTIKUM SURVEI MAKANAN: DIETARY HISTORY Dosen Pengampu : Hartanti Sandi Wijayanti, S, M Choirun Nissa, S, M Deny Yudi FItranti, S, M Disusun oleh: Kelompok 4 Kloter D Kelas Ganjil 1. Ainan Viha Tusamma S 22030117130075 2. Cindy Desy Ariyani 22030117120041 3....


Description

LAPORAN PRAKTIKUM PENILAIAN ASUPAN GIZI PRAKTIKUM SURVEI MAKANAN: DIETARY HISTORY Dosen Pengampu : Hartanti Sandi Wijayanti, S.Gz, M.Gizi Choirun Nissa, S.Gz, M.Gizi Deny Yudi FItranti, S.Gz, M.SI

Disusun oleh: Kelompok 4 Kloter D Kelas Ganjil 1. Ainan Viha Tusamma S

22030117130075

2. Cindy Desy Ariyani

22030117120041

3. Maulida Nur Firdausya

22030117130057

4. Siti Andhini Mattarahmawati

22030117130091

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2018

BAB I PENDAHULUAN 1. Deskripsi Pada praktikum yang dilaksanakan hari Senin, 12 November 2018 dilakukan praktikum mengenai survei makanan menggunakan dietary history. Fungsi dari mensurvei pangan menggunakan metode ini adalah dapat memberikan informasi kebiasaan konsumsi individu dalam waktu yang panjang. Umumnya metode ini memberikan data kualitatif dan kuantitatif 2. Tujuan Percobaan 1. Mahasiswa mampu melakukan survei konsumsi makanan tingkat individu dengan metode dietary history dengan benar. 3. Tinjauan Pustaka 1. Survei Konsumsi Pangan Pengertian survei konsumsi pangan adalah serangkaian kegiatan pengukuran konsumsi makanan pada individu, keluarga dan kelompok masyarakat dengan menggunakan metode pengukuran yang sistematis, menilai asupan zat gizi dan mengevaluasi asupan zat gizi sebagai cara penilaian status gizi secara tidak langsung. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Pola Konsumsi adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari, yang umum dikonsumsi masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Jenis bahan pangan dibedakan menurut berbagai cara. Salah satu cara membedakan bahan pangan adalah berdasarkan sumbernya. Berdasarkan sumbernya bahan pangan dibedakan menjadi bahan pangan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah- buahan. Jenis bahan makanan yang dikonsumsi idealnya memenuhi syarat kualitas maupun kuantitas. Secara kualitas pangan yang dikonsumsi harus mampu memenuhi seluruh kebutuhan zat gizi. Bahan pangan yang dikonsumsi apabila telah mampu menyediakan semua jenis

zat gizi yang dibutuhkan maka ia disebut berkualitas. Fakta yang adalah bahwa tidak ada satu bahan makanan yang mampu memenuhi seluruh zat gizi. Atas alasan inilah maka perlu dilakukan penganekaragaman konsumsi pangan dan harus berbasis makanan lokal. Banyak pertimbangan logis sederhana yang harus dipahami pada kebijakan pemerintah terkait penganekaragaman dan konsumsi makanan lokal. Pemerintah telah menetapkan peraturan terkait dengan gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal melalui peraturan

menteri

pertanian

nomor

43/Permentan.OT.140/10/2009.

Penganekaragaman konsumsi pangan adalah ditujukan untuk memenuhi konsumsi gizi seimbang. Gizi seimbang adalah syarat untuk dapat bekerja secara aktif dan produktif. Alasan pemerintah menetapkan konsep penganekaragaman pangan adalah dominasi beras sebagai sumber makanan pokok bagi seluruh penduduk Indonesia. Dominasi beras yang sangat besar menyebabkan ketergantungan pada komoditas padi juga tinggi. Konsumsi beras yang tinggi tidak disertai dengan produksi yang cukup. Kesenjangan antara kebutuhan beras dan produksi padi dalam negeri menjadi tidak seimbang. Pemerintah mengantisipasinya dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah aneka ragam konsumsi pangan termasuk pangan non beras. Makanan pokok selain beras, secara historis di Indonesia adalah cukup potensial. Berbagai sentra produksi sagu, singkong dan jagung sudah dikenal sejak lama. Daerah seperti kawasan timur Indonesia dikenal sebagai sentra produksi sagu dan nusa tenggara dikenal sebagai sentra produksi jagung. Kekhususan setiap daerah dengan makanan pokoknya dapat dikembalikan sebagaimana kondisi geografis dan sosial masyarakat setempat. Adanya pergeseran konsumsi non beras menjadi beras di sentra produksi sagu, singkong dan jagung saat ini dikembalikan ke konsep makanan non beras. Hal ini bertujuan agar ketahanan pangan penduduk Indonesia tetap terpenuhi dengan baik. Dinamika konsumsi pangan yang berubah secara terus menerus sesuai dengan perkembangan berbagai sektor termasuk sektor pendapatan adalah harus dipantau setiap periode waktu tertentu, Pemantauan ini dijelaskan sebagai salah cara untuk mendeteksi secara dini kemampuan sektor produksi untuk menjamin pasokan guna mengatasi gejolak harga yang dapat memicu inflasi. Makanan

adalah pemicu inflasi yang paling potensial. Jika inflasi naik karena kenaikan harga makanan pokok maka ini dapat memicu lahirnya masalah gizi dan kesehatan. Perubahan itu layaknya dapat dimonitor melalui survei konsumsi pangan penduduk secara berkala.1 2. Dietary History Metode dietary history merupakan metode pengukuran yang bersifat kualitatif yang memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama ( dapat selama 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun). Burke, 1974 dalam Supariasa, 2001 menyatakan bahwa metode ini terdiri dari tiga komponen, yaitu: komponen pertama adalah wawancara (recall 24 jam); komponen kedua adalah frekuensi penggunaan dari sejumlah bahan makanan dengan memberikan daftar, untuk mengecek kebenaran recall 24 jam tadi; komponen ketiga adalah pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sejak dicek ulang.2 Metode dietary history bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama, menyatakan bahwa metode ini sendiri terdiri dari tiga komponen yaitu : a.

Komponen pertama adalah wawancara (termasuk recall 24 jam), yang mengumpulkan data tentang apa saja yang dimakan responden selama 24 jam terakhir.

b.

Komponen kedua adalah tentang frekuensi penggunaan dari sejumlah bahan makanan dengan memberikan daftar (check list) yang sudah disiapkan untuk mengecek kebenaran dari recall 24 jam tadi.

c.

Komponen ketiga adalah pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang.3

3. Prinsip Penggunaan Dietary History Prinsip umum dalam DH adalah pencatatan riwayat makan dari aspek keteraturan waktu, komposisi gizi, kecukupan asupan gizi. Kepatuhan diet, dan makanan pantangan. Riwayat ditelusuri dengan dua pendekatan yaitu frekuensi konsumsi makanan dan porsi makan setiap hari selama beberapa hari. Berdasarkan pertimbangan ini maka beberapa prinsip DH adalah sebagai berikut: a.

Waktu Makan Metode DH mencantumkan waktu makan sebagai bagian dari pola makan. Waktu makan yang dimaksud adalah waktu makan utama dan makanan selingan pada subjek. Berdasarkan cara ini maka di Indoensia

dikenal waktu makan pada pagi, siang dan malam hari. Tiga waktu makan ini masih diselingi dengan makanan selingan pada pagi menjelang siang dan sore hari. Makan selingan ini tidak selalu ada pada setiap kelompok masyarakat. Ini disesuaikan dengan kondisi masing masing wilayah dan satuan sosial tertentu. Deskripsi waktu makan penting dalam kajian dietetik subjek. Salah satu pertimbangannya adalah hormon leptin yang mengatur rasa lapar dan rasa kenyang dipengaruhi oleh keteraturan waktu makan. Selain itu waktu makan juga dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk kesibukan dan pola penyediaan hidangan. Hal ini berarti bahwa kebiasaan makan menurut kajian metode DH adalah mengkaji berbagai determinan faktor konsumsi. Faktor konsumsi pangan dari sisi kandungan gizi tetapi juga dari aspek penyediaan dan sistem sosial lain yang memengaruhinya. b.

Nama Hidangan Nama hidangan hendaknya ditulis lengkap, dan mengikuti nama yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagaimana ia disebut dalam kehidupan sehari hari. Tujuan penamaan yang sifatnya dikenal oleh masyarakt umum adalah dalam rangka edukasi gizi dimasa yang akan datang. Memudahkan kita berkomunikasi dan menyampaikan pesan pesan gizi yang terkait dengan kontent hidangan tersebut sesuai hasil kajian DH. Nama hidangan ini kemungkinan berbeda untuk hidangan yang sama ditempat atau etnis lain. Menghidari salah persepsi atas nama hidangan pada kasus seperti diatas, maka akan dapat dihindari, karena pada setiap nama hidangan selalu diikuti dengan rincian nama bahan atau komponen penyusunnya.

c.

Bahan hidangan Bahan hidangan adalah seluruh bahan yang digunakan untuk membuat hidangan. Bahan hidangan terdiri dari dari dua yaitu bahan pokok dan bahan tambahan. Hidangan dari waktu ke waktu mengalami modifikasi dengan cara memodifikasi dari resep aslinya. Pada konteks ini seringkali satu jenis makanan atau minuman dimodifikasi dengan memberikan bahan tambahan lain dengan tujuan memperbaiki rasa atau penampilan. Pada metode DH semua bahan yang digunakan untuk membuatnya adalah ditulis secara lengkap. Komponen yang sedikit

pemakaiannya adalah ditulis secara lengkap, kandungan yang sedikit belum tentu pengaruhnya kecil pada komposisi gizi seimbang. Contohnya adalah penggunaan garam, pada setiap makanan olahan adalah sangat sedikit, akan tetapi pengaruhnya secara fisiologi sangat besar jika kekerapan konsumsinya sering. d.

Porsi Acuan Porsi

acuan

adalah

porsi

yang

dijadikan

acuan

untuk

membandingkan porsi pada hari hari pengamatan selama DH dilakukan. Jadi dengan demikian tujuan porsi acuan adalah untuk mengetahui porsi yang paling sering digunakan oleh subjek dan mengetahui konsistensi subjek pada porsi acuan dari hari kehari. Porsi acuan ini jumlahnya sama dengan porsi rerata atau porsi yang paling sering muncul atau sering digunakan oleh subjek jika mengonsumsi satu jenis makanan. Porsi acuan berbeda untuk setiap jenis makanan. Misalnya porsi makan sayuran berbeda dengan porsi makan buah. Porsi makan lauk hewani berbeda dengan porsi makan lauk nabati. Porsi acuan ini diperoleh dari beberapa cara yaitu wawancara langsung dengan subjek atau penimbangan langsung oleh subjek. Cara lain adalah menentukan sesuai dengan porsi pada pesan gizi seimbang (PGS). Biasanya di Indonesia digunakan porsi acuan pada buku PGS. e.

Porsi Konsumsi Porsi konsumsi adalah porsi yang dikonsumsi oleh subjek. Porsi konsumsi dapat sama atau berbeda dengan porsi acuan. Perbedaan ini diberikan simbol K=kecil, S=Sedang dan B=besar. Jika subjek mengonsumsi lebih kecil dari porsi acuan maka diberi symbol K, Jika subjek mengonsumsi sama dengan porsi acuan maka diberi simbol S, dan jika subjek mengonsumsi lebih besar dari porsi acuan maka diberi simbol B. Bobot ukuran besar, sedang dan kecil dapat diketahui dengan cara penimbangan saat wawancara berlangsung. Studi Diet Total (SDT) di Indonesia tahun 1994 pernah menggunakan metode penimbangan makanan saat wawancara recall konsumsi 24 jam. Cara penimbangannya adalah subjek diminta untuk menentukan jumlah makanan atau minuman yang biasa dikonsumsi melalui bentuk (pangan) aslinya. Setelah subjek sudah menentukan takaran makanan, lalu ditimbang oleh enumerator dan

dicatat hasilnya sebagai porsi konsumsi. Cara ini dipandang sebagai cara untuk mengetahui porsi konsumsi aktual setiap subjek. f.

Catatan Diet Catatan diet adalah tanda yang diberikan pada setiap hari, untuk kepatuhan subjek menjalankan diet yang digunakannya. Jika subjek sedang menerapkan diet tertentu maka tanda ceklist dibubuhkan pada kolom hari pengamatan, Jika subjek tidak menerapkan diet pada hari pengamatan maka, kolom ini dikosongkan atau diberi tanda silang, Tujuan catatan diet ini juga berguna untuk menilai kepatuhan subjek pada diet. Diet dalam konteks ini adalah diet yang beredar di masyarakat.

g.

Pantangan Makanan pantangan adalah makanan yang pada umumnya orang konsumsi tetapi untuk subjek tertentu tidak dikonsumsi dengan alasan subjektif diluar penilaian organoleptik. Makanan pantangan ditolak untuk dikonsumsi karena alasan subjektif. Alasan subjektif karena persepsi yang menyimpang dari kaidah ilmu pengetahuan gizi dan makanan. Alasan seringkali berhubungan dengan mitos atau legenda secara turun temurun. Jika subjek memiliki makanan pantangan maka kolom ini diberi tanda ceklist. Tujuan kolom ini adalah untuk memberikan deskripsi secara lengkap bahwa subjek memiliki makanan pantangan. Pada wawancara mendalam dapat ditelusuri tentang alasan memantangkan makanan tertentu dan bagaimana efeknya pada keragaman konsumsi subjek.

h.

Deskripsi DH Deskripsi DH adalah penjelasan narasi yang mudah dipahami atas fakta fakta riwayat makan subjek. Deskripsi DH adalah dirinci terkait konsistensi waktu makan, sumber makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, kelompok sayuran, dan kelompok buah buahan, serta makanan bersama atau even sosial lainnya. Makanan pantangan juga dijelaskan jika ada atau tidak ada. Deskripsi ini adalah ringkasan tentang riwayat makan subjek.

i.

Interpretasi DH Interpretasi DH adalah simpulan atas riwayat makan subjek. Simpulan ini diuraikan menurut dimensi keragaman konsumsi sesuai dengan pilar gizi seimbang dan dilengkapi dengan asupan rerata harian selama DH. Asupan terhadap gizi makro dan mikro. Jika dilakukan penyederhanaan maka, disesuaikan dengan tujuan DH. Jika tujuan DH adalah untuk menelusuri efek riwayat makan dengan munculnya kasus malnutrisi gizi makro maka di interpretasi relasinya dengan gizi makro saja. Pada metode DH tidak diperlukan studi pendahuluan yang sistematis seperti pada metode FFQ maupun semi FFQ. Studi tidak diperlukan karena formulir DH adalah formulir dengan pertanyaan terbuka. Dilakukan identifikasi bahan makanan sudah dikonsumsi setiap hari. Hal ini berbeda dengan metode FFQ dan Semi FFQ dimana daftar mahanan sudah ditentukan sebelumnya dari hasil studi pendahuluan.1

4. Kelebihan Metode Dietary History (DH) Salah satu pertimbangan dalam memilih metode survei konsumsi pangan adalah memertimbangkan kelebihannya. Kelebihan metode DH sesuai dengan tujuannya adalah untuk mengidentifikasi riwayat makan pada subjek. Status gizi tidak lain adalah luaran dari riwayat makan subjek. Malnutrisi adalah disebabkan asupan makanan berlebihan atau kekurangan makanan dalam jangka panjang. Aspek durasi waktu yang panjang berkorelasi dengan kekhususan dalam assosiasi hubungan sebab akibat yang signifikan. Hal ini berarti bahwa kekerapan konsumsi signifikan berefek pada kondisi fisiologis subjek. Kondisi fisiologis akan menyesuaikan diri dengan fakta asupan zat gizi dimasa yang telah berlalu.1 Kelebihan metode DH dari aspek sasaran adalah dapat digunakan pada kelompok literasi rendah sama halnya dengan metode FFQ. Kemudahan ini disebabkan pada proses pengumpulan datanya adalah menggunakan metode wawancara langsung (direct interview), bukan wawancara tidak langsung (indirect interview). Wawancara tidak langsung contohnya adalah wawancara menggunakan telepon (telephone interview). Sasaran dengan kemampuan baca tulis dan pemahaman yang rendah dapat diinvestigasi konsumsi pangannya dengan baik. Salah satu syaratnya adalah dilakukan oleh interviewer yang terlatih.

Kelebihan metode DH adalah ketepatan dalam membuat daftar bahan makanan atau minuman pada formulir DH dan akurasi porsi. Metode ini sangat sistematis karena semua bahan makanan dan minuman adalah yang nyata dikonsumsi sesuai bukti catatan harian. Bentuk pertanyaan terbuka dan terus bertambah setiap ada item makanan atau hidangan baru untuk setiap subjek. Cara ini dapat mengurangi over plat syndrome atau menaksir konsumsi terlalu tinggi dari fakta yang sesungguhnya. Daftar ini berbeda dengan daftar pada FFQ, karena pada FFQ daftar dapat saja tidak ada yang memilihnya saat sudah dilakukan survei, tetapi DH adalah selalu ada yang memilih item setiap makan, karena ia dibuat berdasarkan daftar makanan aktual subjek.1 Kelebihan metode DH dibanding dengan metode SKP yang lain adalah mewakili riwayat makan aktual subjek sedangkan metode yang lain seperti pada metode recall konsumsi 24 jam (Food Recall 24 Jam), penimbangan makanan (Food Weighing), adalah mendeskripsikan asupan aktual sehari. Jika metode SKP tingkat individu yang lain akan digunakan untuk menderskripsikan konsumsi mingguan atau bulanan dan bermaksud melihat variasi antar hari maka pengumpulannya harus berulang.1 Metode ini memiliki konsisten instrumen yang sangat baik, karena pertanyaannya adalah pertanyaan tertutup. Pencacatan hanya dapat dilakukan oleh subjek yang diukur dan tidak dapat dilakukan oleh orang lain, karena alasan tidak efisien.1 Metode DH juga dapat dilakukan pada subjek yang tidak menetap ditempat tinggal sedangkan pada metode pencatatan makanan tidak dapat dilakukan pada subjek yang tidak memiliki tempat tinggal menetap dalam periode waktu tertentu. Alasannya adalah karena informasi makanan dan minuman yang dikonsumsi harus dapat dicatat dalam periode waktu. Kondisi sakit pada subjek jika masih mampu berkomunikasi maka metode FFQ dapat dilakukan sedangkan pada metode pencatatan makanan ini tidak dapat dilakukan pada subjek sakit.1 5. Kelemahan Metode Dietary History (DH) Kelamahan metode DH dibanding dengan banyak metode survei konsumsi pangan yang lain adalah:1 1. Pelaksanaan memerlukan waktu lama 2. Memerlukan enumerator yang banyak, jika survei pada populasi 3. Memerlukan tenaga pengumpul data yang sangat terlatih

BAB II METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan 1. Alat a) Formulir Dietary History b) Laptop c) Buku foto makanan ( e book) d) Pedoman konversi berat matang mentah e) Pedoman konversi penyerapan minyak 2. Bahan -

(tidak ada)

B. Cara Kerja 1. Sesi 1 Pengambilan Data a.

Setiap kelompok membagi anggota kelompoknya menjadi 2 kelompok kecil sebagai berikut : • Kelompok X, beranggotakan 2 mahasiswa yaitu mahasiswa X1 dan X2 X bertugas sebagai pewawancara (petugas gizi) • Kelompok Y, beranggotakan 2 mahasiswa yaitu mahasiswa Y1 dan Y2 Y bertugas sebagai responden / subjek

b. Mahasiswa berpasangan (bermain peran untuk melakukan praktek survei konsumsi tingkat individu dengan metode dietary history. Pasangan 1 adalah X1 dan Y1, dan pasangan 2 adalah X2 dan Y2. c. Mahasiswa bertukar posisi untuk melakukan praktek survei konsumsi tingkat individu dengan metode dietary history. Mahasiswa yang sebelumnya bertugas sebagai pewawancara , sekarang bertindak sebagai responden /subjek 2. Sesi 2 : Perhitungan Penyerapan Minyak, Berat matang bersih dan Konversi Berat Matang bersih ke Mentah 3. Pengambilan Data di luar jam praktik a.

Lakukan pengecekan ulang asupan makan dengan melakukan estimated food record selama 2 hari (weekend dan weekday)

b.

Bandingkan hasil dietary history dan estimated food record

c.

Diskusikan

BAB III HASIL PENGAMATAN 1. Form Dietary History (terlampir)

BAB IV PEMBAHASAN

1. Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan a. Kebiasaan konsumsi Kebiasaan akan berhubungan dengan usia seseorang, dimana kebiasaan pada remaja cenderung tidak teratur, tidak makan di rumah dan lebih memilih untuk makan bersama teman sebayanya di luar rumah. 4 b. Pola konsumsi Pola konsumsi akan dibentuk oleh kebiasaan konsumsi seseorang. Kebiasaan ini akan berdampak pada pola makan seseorang yang juga dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal seperti teman sebaya, dan faktor internal seperti keadaan emosional, pelaksanaan diet, dan alergi terhadap sesuatu. 4 c. Usia Semakin berusia maka seseorang akan mempunyai pilihannya sendiri terhadap makanan yang ia senangi.4 d. Jenis kelamin Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi, sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi.4 e. Pengetahuan gizi Pengetahuan gizi berpengaruh positif terhadap pemilihan dan makan seseorang. Pengetahuan gizi diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadao ada tidaknya masalah gizi pada dirinya se...


Similar Free PDFs