15- Makalah Kelompok 4 Akuntansi Ijarah DAN AKAD-AKAD Lainnya PDF

Title 15- Makalah Kelompok 4 Akuntansi Ijarah DAN AKAD-AKAD Lainnya
Author Adelia Diva Andini
Course Advanced Accounting
Institution Universitas Pelita Bangsa
Pages 29
File Size 696.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 427
Total Views 581

Summary

AKUNTANSI IJARAH DAN AKAD – AKADLAINNYADosen Pengampu : Dr. Inten Meutia, S., M, AkDisusun Oleh:M. Rivaldi Derry Ardhan (01031282025052)Jessika Arwani (01031182025022)Alifah Edmatiara Mashabi (01031282025064)Nabila Azzahra (01031182025040)JURUSAN AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS SRIWIJAYAiKATA P...


Description

AKUNTANSI IJARAH DAN AKAD – AKAD LAINNYA

Dosen Pengampu : Dr. Inten Meutia, S.E., M.Acc, Ak

Disusun Oleh: M. Rivaldi Derry Ardhan (01031282025052) Jessika Arwani (01031182025022) Alifah Edmatiara Mashabi (01031282025064) Nabila Azzahra (01031182025040)

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2021

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas yang berjudul " Akuntansi Ijarah dan Akad-akad". Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akuntasi Syariah. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Inten selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Akuntasi Syariah. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 26 Agustus 2021

Penulis

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1 1.1

Latar Belakang ........................................................................................................................................ 1

1.2

Rumusan Masalah ................................................................................................................................... 1

1.3

Tujuan Makalah ...................................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................................ 3 2.1

Akuntansi Ijarah ...................................................................................................................................... 3

2.2

Jenis – Jenis Ijarah .................................................................................................................................. 3

2.3

Dasar Hukum Ijarah ................................................................................................................................ 4

2.4

Rukun dan Syarat Ijarah .......................................................................................................................... 6

2.5

Berakhirnya Suatu Akad Ijarah ............................................................................................................... 8

2.6

Perlakuan Akuntansi (PSAK 107 Revisi 2016) ...................................................................................... 9

2.7

Ilustrasi Akuntansi Akad Ijarah ............................................................................................................ 14

2.8

Akad-akad Lainnya ............................................................................................................................... 16

BAB III PENUTUP .............................................................................................................................................. 25 3.1

Kesimpulan ........................................................................................................................................... 25

3.2

Saran ..................................................................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................... 26

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-'iwadhu (ganti). Dalam pengertian istilah, yang dimaksud dengan ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (kepemilikan atau milkiyyah) atas barang itu sendiri. Dalam konteks perbankan syariah, ijarah adalah kontrak sewa di mana suatu bank atau lembaga keuangan menyewa peralatan (peralatan) untuk salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang ditentukan secara pasti sebelumnya (biaya tetap). Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat atau sewa. Transaksi ini dapat menjadi transaksi leasing sebagai pilihan kepada penyewa/nasabah untuk membeli aset tersebut pada akhir masa penyewaan, meskipun hal ini tidak selalu dibutuhkan. Dalam perbankan syariah transaksi ini dikenal dengan ijarah muntahhiyah bittamlik

(sewa

yang

diikuti

dengan

berpindahnya

kepemilikan).

Bank

mendapatkan

ketidakseimbangan atas jasa sewa tersebut. Harga sewa dan harga jual pada akhir masa sewa disepakati pada awal perjanjian.

Menurut Muhammad Syafi‟i Antonio, Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri. Dalam perbankan syariah sebenarnya terdapat dua akad ijarah yang melibatkan tiga pihak. Ijarah pertama dilakukan secara tunai antara bank (sebagai penyewa) dengan yang menyewakan jasa. Ijarah yang kedua dilakukan secara cicilan antara bank (sebagai yang menyewakan) dengan nasabah bank. Lazimnya bisnis, tentu bank mengambil keuntungan dari transaksi ijarah ini. Rukun ijarah pertama terpenuhi (ada penyewa, dan ada yang menyewakan, ada jasa yang disewakan, ada ijab kabul), demikian pula ijarah yang kedua. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kedua akad ijarah ini sah hukumnya.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan ijarah ? 2. Ada berapakah jenis ijarah ? 3. Apa dasar hukum akad ijarah ? 4. Apa rukun dan ketentuan akad ijarah ? 1

5. Bagaimana berakhirnya akad ijarah? 6. Apakah perlakuan akuntansi (PSAK 107) ? 7. Bagaimana ilustrasi perhitungan akad ijarah? 8. Apa akad- akad lainnya?

1.3 Tujuan Makalah 1. Untuk mengetahui pengertian ijarah 2. Untuk mengetahui Jenis ijarah 3. Untuk mengetahui Dasar hukum akad ijarah 4. Untuk mengetahui rukun dan ketentuan akad ijarah 5. Untuk mengetahui berakhirnya akad ijarah 6. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi (PSAK 107) 7. Untuk mengetahui ilustrasi perhitungan akad ijarah 8. Untuk mengetahui akad- akad lainnya

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Akuntansi Ijarah Ijarah atau Al–ijarah berasal dari kata al-ajru sedangkan menurut bahasanya adalah Al- „iwadh, dalam bahasa Indonesia yang berarti ganti dan upah. Pengertian ijarah menurut fatwa DSN-MUI No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah, menyebutkan bahwa ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan pada penyewa. Pengertian ijarah menurut ulama fiqih antara lain: Menurut ulama Hanafiyah, bahwa ijarah adalah akad atau suatu kemanfaatan dengan pengganti. Menurut ulama Syafi'iyah, bahwa ijarah adalah akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu. Adapun menurut ulama Malikiyyah dan Hanabilah menyatakan bahwa ijarah adalah menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti (Syafi‟i, 2001).

2.2 Jenis – Jenis Ijarah Menurut Antonio (2001), terdapat dua macam ijarah, yaitu Ijarah 'ala al-manafi' dan ijarah 'ala'amaal. 1. Ijarah atas manfaat (Ijarah 'ala al-manafi') Ijarah 'ala al-manafi' yaitu ijarah yang obyek akadnya adalah manfaat, seperti menyewakan rumah sebagai tempat tinggal , membeli peralatan masak untuk memasak, dan membeli kendaraan untuk berpegian. Dalam ijarah tidak diperbolehkan menjadikan objeknya sebagai tempat yang dimanfaatkan untuk kepentingan yang dilarang oleh undang – undang ,hukun atau syariat islam. Akad ijarah memiliki sasaran manfaat dari benda yang disewakan, maka pada dasanya penyewa berhak untuk memanfaatkan barang itu sesuai dengan keperluannya, bahkan dapat meminjamkan atau menyewakan kepada pihak lain sepanjang tidak mengganggu dan merusak barang yang disewakan. 2. Ijarah atas pekerjaan (Ijarah 'ala-'amaal) Ijarah 'ala-'amaal adalah ijarah yang objek akadnya jasa atau pekerjaan, seperti membangun 3

rumah, Supir angkot, dan penjahit baju. Akad ijarah ini sangat terkait dengan Ujrah (upah ). Karena itu pembahasannya lebih dititikberatkan kepada pekerjaan atau buruh (ajir). Ajir dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu ajir khass dan ajir musytarak. Ajir khass adalah pekerja atau buruh yang melakukan suatu pekerjaan secara individual dalam waktu yang telah ditetapkan, seperti pembantu rumah tangga dan sopir. Sedangkan ajir musytarak adalah seseorang yang bekerja dengan profesinya dan tidak terikat oleh orang tertentu. Dia mendapatkan upah karena profesinya, misalnya pengacara dan konsultan. Pembagian ajir mempunyai akibat terhadap tanggung jawab masing-masing.

Berdasarkan PSAK 107, ijarah dapat dibagi menjadi 4 yaitu: 1. Ijarah merupakan sewa menyewa objek ijarah tanpa perpindahan risiko dan manfaat atas kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa'd untuk memindahkan kepemilikan dari pemilik (mu'jir) kepada penyewa (musta'jir) pada saat tertentu. 2. Ijarah muttahiya bin tamlik (IMBT) adalah ijarah dengan wa'd perpindahan kepemilikan aset yang diijarahkan pada saat tertentu. 3. Jual- dan- ijarah adalah transaksi menjual aset ijarah kepada pihak lain, dan kemudian menyewa kembali ast ijarah yang telah dijual tersebut. 4. Ijarah-lanjut menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset yang sebelumnya disewa dari pemilik/pemberi sewa.

2.3 Dasar Hukum Ijarah Dasar – dasar hukum ijarah terdapat dalam Al – Qur‟an, Al – hadist dan Ijma Ulama, antara lain yaitu sebagai berikut : 1. Al – Qur‟an Penjelasan Ijarah atau pembayaran upah terdapat dalam Al-Quran surat Al-Qashash ayat 26, yaitu:

Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "ya bapakku ambillah ia sebagai orang 4

yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya, orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".(Q.S. Al-Qashash:26)

Penjelasan lain terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 233, yaitu: Artinya: "Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan".(Q.S. Al-Baqarah:233) 2. Al – Hadist Ketentuan mengenai ijarah juga terdapat dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Umar, yaitu:

Artinya: "Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering". (H.R. Ibnu Majah) Penjelasan lain dari Hadist riwayat 'Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id alKhudri, yaitu:

Artinya: "Barang siapa memperkerjakan pekerja, Beritahukanlah upahnya". (H.R.'Abd arRazzaq) 3. Ijma Ulama ( Kesepakatan para Ulama ) Umat Islam pada masa sahabat telah berijma' bahwa Ijarah dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia. Selain bermanfaat bagi sesama manusia sebagian masyarakat sangat membutuhkan akad ini, karena termasuk salah satu akad tolong-menolong. Pakar-pakar keilmuan dan cendekiawan sepanjang sejarah di seluruh negeri telah sepakat akan legitimasi ijarah. Dari beberapa nash yang ada, kiranya dapat dipahami bahwa ijarah itu disyari'atkan dalam Islam, karena pada dasarnya manusia senantiasa terbentur pada 5

keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, manusia antara yang satu dengan yang lain selalu terikat dan saling membutuhkan.

2.4 Rukun dan Syarat Ijarah Menurut Hanafiyah, rukun dan syarat ijarah hanya ada satu, yaitu ijab dan qabul. Sedangkan menurut Jumhur ulama, rukun dan syarat ijarah ada empat, yaitu Aqid ( orang yang berakad ), sighat, Ujrah (upah), dan manfaat. •

Rukun Ijarah :

1. Aqid (Orang yang berakad) Mu’jir dan mustajir, yaitu orang yang melakukan akad sewa menyewa atau upah mengupah. Mu;jir adalah orang yang menerima upah dan yang menyewakan, sedangkan mustajir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu, disyaratkan pada mu;jir dan musta’jir adalah baligh, berakal dan cakap dalam mengendalikan harta dan saling meridhai. 2. Sighat Akad Yaitu suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan qabul adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad ijarah. Dalam hukum perikatan islam, ijab diartikan dengan suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesutau. Sedangkan qobul adalah suatu pernyataan yang diucapkan dari pihak yang berakad pula untuk penerimaan kehendak dari pihak pertama yaitu setelah adanya ijab. Syarat-syaratnya sama dengan syarat ijab-qabul pada jual beli, hanya saja ijab dan qabul dalam ijarah harus menyebutkan masa atau waktu yang ditentukan. 3. Ujroh (upah) Ujroh yaitu sesutau yang diberikan kepada musta’jir atas jasa yang telah diberikan atau diambil manfaatnya oleh mu’jir. Dengan syarat hendaknya : a) Sudah jelas/sudah diketahui jumlahnya. Karena ijarah akad timbal balik, karena itu ijarah tidak sah dengan upah yang belum diketahui. b) Pegawai khusus seperti hakim tidak boleh mengambil uang dari pekerjaannya, karena sudah mendapatkan gaji dari pekerjaannya, apabila dia mengambil gaji dari pekerjaannya berarti dia mendapat gaji dua kali dengan hanya mengerjakan satu pekerjaan saja. 6

c) Uang yang harus diserahkan bersamaan dengan penerimaan barang yang disewa. Jika lengkap manfaat yang disewa, maka uang sewanya harus lengkap.

4. Manfaat Semua harta benda boeh diakadkan ijarah diatasnya, kecuali yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) Manfaat dari objek sewa-penyewa harus diketahui secara jelas. Misalnya dengan memeriksa atau pemilik memberikan informasi secara transparan tentang kualitas manfaat barang. b) Objek ijarah dapat diserahterimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya. c) Objek ijarah dan manfaatnya tidak bertentangan dengan hukum Syara‟. Misalnya menyewakan rumah untuk maksiat tidak sah. d) Objek yang disewakan manfaat langsung dari sebuah benda. Misalnya sewa rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai dan lain-lain. e) Harta benda menjadi objek ijarah haruslah harta benda yang bersifat isty’mali. Yakni harta benda yang dapat dimanfaatkan berulangkali tanpa mengakibatkan kerusakan zat dan pengurusan sifatnya. Sedangkan yang bersifat istihlaki adalah harta benda yang rusak atau berkurang sifatnya karna pemakaian. Seperti makanan, buku tulis.



Syarat Ijarah : Syarat ijarah terdiri empat macam, sebagaimana syarat dalam jual beli, yaitu syarat al-inqad

(terjadinya akad), syarat an-nafadz (syarat pelaksanaan akad), syarat sah, dan syarat lazim. 1. Syarat terjadinya akad Syarat al-inqad (terjadinya aqad) berkaitan dengan aqid, zat akad, dan tempat aqad. Sebagaimana telah dijelaskan jual beli menurut ulama Hanafiyah, aqid (orang yang melakukan akad) disyaratkan harus berakal dan mumayyiz (minimal 7 tahun), serta tidak disyaratkan harus baligh.Akan tetapi, jika bukan barang miliknya sendiri, akad ijarah anak mumayyiz, dipandang sah bila telah diizinkan walinya. 2. Syarat pelaksanaan (an-nafadz) Agar ijarah terlaksana, barang harus dimiliki oleh aqid atau ia memiliki kekuasaan penuh untuk 7

akad (ahliah). Dengan demikian, ijarah al-fudhul (ijarah yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan atau tidak diizinkan oleh pemiliknya) tidak dapat menjadikan adanya ijarah. 3. Syarat sah Ijarah Keabsahan ijarah sangat berkaitan dengan aqid (orang yang akad), ma‟qudalaih (barang yang menjadi objek akad), ujrah (upah), dan zat akad (nafs al-aqad), yaitu: a. Adanya keridaan dari kedua pihak yang aqad Ma‟qud Alaih bermanfaat dengan jelas Adanya kejelasan pada ma‟qud alaih (barang) menghilangkan pertentangan di antara „aqid. Di antara cara untuk mengetahui ma‟qud alaih (barang) adalah dengan menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang. 4. Syarat kelaziman Ma‟qud,alaih (barang sewaan) terhindar dari cacat Jika terdapat cacat pada ma‟qud „alaih (barang sewaan), penyewa boleh memilih antara meneruskan dengan membayar penuh atau membatalkannya. Tidak ada uzur yang dapat membatalkan Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa ijarah batal karena adanya uzur sebab kebutuhan atau manfaat akan hilang apabila ada uzur. Uzur yang dimaksudkan adalah sesuatu yang baru yang menyebabkan kemadaratan bagi yang akad. Menurut jumhur ulama, ijarah adalah akad lazim, seperti jual beli.Oleh karena M. Quraish Shihab, Al-Qur‟an dan Maknanya, tidak bisa batal tanpa ada sebab yang membatalkannya. Menurut ulama Syafi‟iyah, jika tidak ada uzur, tetapi masih memungkinkan untuk diganti dengan barang yang lain, ijarah tidak batal, tetapi diganti dengan yang lain. Ijarah dapat dikatakan batal jika kemanfaatannya betul-betul hilang, seperti hancurnya rumah yang disewakan.

2.5 Berakhirnya Suatu Akad Ijarah Menurut Haroen (2001), akad ijarah dapat berakhir apabila telah terpenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut : 1. Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang di jahitkan hilang. 2. Tenggang waktu yang di sepakati dalam akad al-ijarah telah berakhir. Apabila yang disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada pemiliknya, dan apabila yang 8

disewa itu adalah jasa seseorang maka ia berhak menerima upahnya. Kedua hal ini disepakati oleh seluruh ulama fiqh. 3. Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya salah seorang yang berakad. Karena akad al-ijarah menurut mereka tidak boleh diwariskan. Sedangkan menurut jumhur ulama, akad al- ijarah tidak batal dengan wafatnya salah seorang yang berakad. Karena manfaat, menurut mereka boleh diwariskan dan al-ijarah sama dengan jual beli, yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad. 4. Menurut ulama Hanafiyah, apabila uzur dari salah satu pihak. Seperti rumah yang disewakan disita Negara karena terkait utang yang banyak, maka al-ijarah batal. Uzur- uzur yang dapat membatalkan akad al-ijarah itu, menurut ulama Hanafiyah adalah salah satu pihak muflis, dan berpindah tempat penyewa. Misalnya, seseorang digaji untuk menggali sumur di suatu desa, sebelum sumur itu selesai penduduk desa itu pindah ke desa lain. Akan tetapi menurut jumhur ulama, uzur yang boleh membatalkan akad al- ijarah itu hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atas manfaat yang dituju dalam akal itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.

2.6 Perlakuan Akuntansi (PSAK 107 Revisi 2016) •

Akuntansi untuk Pemberi Sewa (Mu'jir)

1. Biaya Perolehan, untuk objek ijarah, baik aset berwujud maupun tak berwujud, diakui saat objek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. Aset tersebut harus memenuhi syarat, yaitu: a. Kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut, dan b. Biaya perolehannya dapat diukur secara andal. Aset Ijarah

xxx

Kas/Utang

xxx

2. Setiap penerimaan pendapatan sewa pada awal bulan ...


Similar Free PDFs