4444180035 DINA Riziani Laprak ENG 5 PDF

Title 4444180035 DINA Riziani Laprak ENG 5
Author DINA RIZIANI
Course Teknologi Pangan
Institution Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Pages 12
File Size 325.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 45
Total Views 267

Summary

Laporan Praktikum Evaluasi Nilai Gizi Rabu, 19 Mei 2021NPR PROTEIN RANSUM DAN PENGARUH PROTEINRANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN TIKUS DAN BERATORGANDina Riziani 4444180035Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Corresponding author : dinarzn17@gmail Abstrak Pro...


Description

Laporan Praktikum Evaluasi Nilai Gizi Rabu, 19 Mei 2021

NPR PROTEIN RANSUM DAN PENGARUH PROTEIN RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN TIKUS DAN BERAT ORGAN Dina Riziani 4444180035

Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa *Corresponding author : [email protected]

Abstrak Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Isolat Protein Kedelai (Soy Protein Isolate) adalah protein kedelai yang dimurnikan hingga kandungan proteinnya 90% Analisis untuk mengetahui pengaruh protein ransum adalah melalui penentuan nilai NPR (Net Protein Ratio), PER (Protein Efficiency Ratio). Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode in vivo dengan menggunakan tikus percobaan. Tikus percobaan yang digunakan adalah tikus puti. Ransum yang diberikan berbeda untuk masing-masing kelompok tikus, yaitu ransum standar yang mengandung kasein, ransum non-protein, dan ransum sampel yang mengandung isolat protein kedelai. Hasil praktikum menunjukkan bahwa NPR dan PER kelompok tikus SOY bernilai lebih tinggi dari kelompok tikus CAS. Total ransum yang dikonsumsi oleh kelompok tikus SOY selama 10 hari rata-rata adalah 83.3711 gram/tikus, sedangkankelompok CAS adalah 97.7922 gram/tikus. Kata Kunci : NPR, PER, Ransum, ISP, CAS,

Pendahuluan Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen,

1

oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus (Muchtadi, 1993). Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838. Protein yang terkandung dalam bahan pangan setelah dikonsumsi akan mengalami pencernaan (pemecahan/ hidrolisis) oleh enzim-enzim protease menjadi unit-unit penyusunnya (Muchtadi, 1993). Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat). Struktur primer protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida (amida). Sementara itu, struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen (Muchtadi, 1993). Kekurangan Protein dapat menyebabkan penyakit kwasiorkor. Kekurangan yang terus-menerus akan menyebabkan marasmus dan berakibat kematian. Beberapa makanan sumber protein, yaitu : daging, ikan, telur, susu, tumbuhan berbji,suku polong-polongan, dan lain-lain. Metode yang dapat digunakan dalam teknik evaluasi nilai gizi protein terdiri dari metode in vitro dan metode in vivo. Metode in vitro dilakukan di luar tubuh, berupa simulasi pencernaan dalam wadah menggunakan buffer enzim pencernaan yaitu pepsin secara tunggal atau diikuti dengan tripsin. Metode in vivo dilakukan di dalam tubuh makhluk hidup, berupa hewan percobaan atau manusia (Palupi dan Prangdimurti, 2008). Metode in vivo merupakan metode evaluasi nilai biologis pangan yang sensitif dan dapat memberikan informasi yang akurat mengenai manfaat dan keamanan pangan karena dilakukan dengan menggunakan organisme hidup secara utuh. Prinsip dari metode ini adalah melakukan pemberian makan pada hewan atau manusia untuk melihat manfaat suatu bahan pangan terhadap tubuh (Zakaria dkk, 2007). Penggunaan hewan percobaan dilaksanakan secara sangat hati-hati dan tanpa penyiksaan. Di Amerika, laboratorium yang menggunakan hewan percobaan senantiasa diperiksa petatutannya dalam memanfaatkan hewan oleh federal

2

government melalui peraturan the Animal Welfare Act and its amendments, yang dikeluarkan semenjak tahun 1966 (Zakaria dkk, 2007). Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode in vivo dengan menggunakan tikus percobaan. Tikus percobaan yang digunakan adalah tikus puti. Ransum yang diberikan berbeda untuk masing-masing kelompok tikus, yaitu ransum standar yang mengandung kasein, ransum non-protein, dan ransum sampel yang mengandung isolat protein kedelai. Kasein termasuk sumber protein hewani, sedangkan isolat protein kedelai termasuk sumber protein nabati. Kedelai merupakan komoditi yang sangat penting karena mengandung protein dan lemak yang tinggi (Liang, 1999). Isolat Protein Kedelai (Soy Protein Isolate) adalah protein kedelai yang dimurnikan hingga kandungan proteinnya 90% Analisis untuk mengetahui pengaruh protein ransum adalah melalui penentuan nilai NPR (Net Protein Ratio), PER (Protein Efficiency Ratio), Biological Value (BV), Net Protein Utilization (NPU), Protein Retention Efficiency (PRE), Relative Protein Value (RPV), Chemical score, dan Protein score. Dalam praktikum ini, digunakan penentuan NPR dan PER untuk mengetahui pengaruh protein ransum terhadap pertumbuhan tikus dan berat organnya (Bender dan Doell, 1957). PER (Protein Efficiency Ratio) adalah suatu pengujian 28 hari untuk mengetahui pertambahan berat badan per satu gram protein yang dikonsumsi (Muchtadi, 1993). FDA menggunakan PER sebagai dasar untuk persentase USRDA (US recommended daily allowance (USRDA) untuk protein yang tampak pada label. NPR (Net Protein Ratio) adalah suatu pengujian selama 10 hari untuk mengetahui jumlah protein yang digunakan untuk pemeliharaan tubuh, jadi digunakan hewan percobaan yang diberi ransum non-protein. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa jenis ransum terhadap nilai gizi protein dengan perhitungan nilai PER (Protein Efficiency Ratio), NPR (Net Protein Ratio), dan berat organ tikus percobaan.

Metode Waktu dan Tempat

3

Praktikum dilaksanakan pada Rabu, 19 Mei 2021 pukul 07.00-09.30 WIB secara virtual melalui zoom meeting.

Alat dan Bahan Dalam praktikum ini digunakan tikus percoban dari galur Wistar sebanyak 26 ekor. Bahan-bahan yang digunakan sebagai ransum tikus meliputi selulosa, minyak, tepung kasein, tepung kedelai, isolat protein kedelai, vitamin, garam, dan air. Bahan kimia yang digunakan antara lain : eter dan alkohol. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah : kandang pemeliharaan, toples berisi kloroform, alat bedah (pisau, gunting, pinset), alas/media bedah, kertas saring, aluminium foil, dan neraca analitik.

Prosedur Kerja A. Perhitungan jumlah ransum yang harus ditimbang Tabel 1. Komposisi Proksimat RansumTikus Parameter

Kasein (%)

ISP (%)

Kadar Protein

78,80

76,80

Kadar Lemak

0,47

3,46

Kadar Air

11,19

9,83

Kadar Serat Kasar

0,32

0,61

Kadar Abu

3,47

5,76

Kadar Karbohidrat

5,75

3,54

Tabel 2. Komposisi Ransum Tikus (%) Komposisi Ransum (gr)

Kasein (g)

ISP (g)

Non Protein (g)

126,9

110,7

0

Lemak (Minyak)

79,4

64,2

64

Mineral Mix

45,6

36,1

40

Air

35,8

31,6

40

Serat

9,6

7,8

8

Vitamin

10

8,5

8

Protein

4

Pati

692,7

591,1

640

Basis

1000

850

800

B. Pemberian ransum Jumlah total tikus yang digunakan dalam percobaan ini adalah 15 ekor yang dibagi dalam 3 kelompok, yaitu : 1. Kelompok CAS (6 ekor) yang diberi ransum standar protein (kasein) dan air putih 2. Kelompok SOY (5 ekor) yang diberi ransum isolat protein kedelai dan air putih 3. Kelompok NON (5 ekor) yang diberi ransum yang tidak mengandung protein dan air putih 4. Setiap kelompok tikus ditimbang berat badan dan sisa ransum setiap hari selama 10 hari

Analisis Data Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode in vivo dengan menggunakan tikus percobaan. Tikus percobaan yang digunakan adalah tikus putih. Ransum yang diberikan berbeda untuk masing-masing kelompok tikus, yaitu ransum standar yang mengandung kasein, ransum non-protein, dan ransum sampel yang mengandung isolat protein kedelai. Kasein termasuk sumber protein hewani, sedangkan isolat protein kedelai termasuk sumber protein nabati. Kelompok tikus (CAS, SOY, NON)

Pemberian ransum

Ditimbang berat badan dan sisa ransum setiap hari selama 10 hari

5

Hasil dan Pembahasan Hasil Tabel 1. Rekapitulasi Pertambahan Berat Badan, Konsumsi Ransum, Konsumsi Protein dan Perhitungan NPR dan PER (10 hari) Berat Perlakuan Ulangan

Kasein

Badan (g)

Konsumsi

Konsumsi

Ransum

Protein

Total (g)

Total (g)

Protein

PER

1

15

87.5251

8.7525

2.9477

1.7138

2

37

134.8223

13.4822

3.5454

2.7444

3

15

94.4554

9.4455

2.7315

1.5881

4

20

89.5422

8.9542

3.4397

2.2336

5

0

90.6556

9.0656

1.1913

0.0000

6

18

77.3805

7.7380

3.7219

2.3262

2.9296

1.7677

Rata-rata

Non

NPR

1

-11

52.3027

5.2303

2

-17

55.0214

5.5021

3

-7

63.3367

6.3337

4

-9

47.0519

4.7052

5

-10

49.0746

4.9075

x = -10,8

ISP

Rata-rata

1

27

90.6953

9.0695

4.1678

2.9770

2

12

79.7416

7.9741

2.8592

1.5049

3

27,5

100.5503

10.0550

3.8091

2.7350

4

12

61.1519

6.1152

3.7284

1.9623

5

14

72.7162

7.2716

3.4105

1.9253

3.5950

2.2209

Tabel 2. Rekapitulasi Berat dan Berat Relatif Organ Ginjal, Hati dan Limfa

6

Ginjal Berat Perlakuan Ulangan

Berat

Badan

Berat

Akhir

Ginjal

Relatif Ginjal

Kasein

Limfa

Berat Berat Hati

Relatif

Berat Berat Limfa

Hati

Relatif Limfa

1

88

0.9583

0.0109

5.2276 0.0594 0.3303 0.0038

2

102

0.8470

0.0083

3.9281 0.0385 0.1145 0.0011

3

83

0.8470

0.0102

3.9281 0.0473 0.1145 0.0014

4

81

0.7841

0.0097

2.8481 0.0352 0.4012 0.0050

5

56

0.7721

0.0138

3.2837 0.0586 0.3713 0.0066

6

90

0.9583

0.0106

5.2276 0.0581 0.3303 0.0037

0.8611

0.0106

4.0739 0.0495 0.2770 0.0036

57

0.5842

0.0102

2.8509 0.0500 0.1760 0.0031

2

50

0.6153

0.0123

2.9277 0.0586 0.0737 0.0015

3

63

0.6953

0.0110

3.5584 0.0565 0.6953 0.0110

4

55

0.5458

0.0099

2.9458 0.0536 0.2871 0.0052

5

47

0.5154

0.0110

2.0814 0.0443 0.1832 0.0039

0.5912

0.0109

2.8728 0.0526 0.2831 0.0049

Rata-rata

Non

Hati

1

Protein

Rata-rata

ISP

Rata-rata

1

88

0.3023

0.0034

4.0234 0.0457 0.2502 0.0028

2

78

0.7281

0.0093

3.1762 0.0407 0.2304 0.0030

3

96

0.8633

0.0090

4.5058 0.0469 0.1707 0.0018

4

65

0.6942

0.0107

3.4179 0.0526 0.2216 0.0034

0.6470

0.0081

3.7808 0.0465 0.2182 0.0028

Protein memegang peranan yang sangat penting dalam semua sel hidup untuk menjalankan berbagai fungsi dan mengatur sebagian besar aktivitas fisik dan kimia yang penting bagi tubuh (MacGregor, 2000). Dalam tubuh, protein digunakan sebagai zat pembangun, menjaga dan memperbaiki jaringan. Jika karbohidrat tidak mencukupi sebagai sumber energi, maka protein dapat diubah menjadi karbohidrat melalui glukoneogenesis.

7

Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat). Struktur primer menyangkut urutan asam amino yang menyusun protein dalam ikatan tulang punggung peptida. Urutan asam amino yang menyusun protein berpengaruh dalam bentuk tiga dimensi dan sekaligus fungsi protein. Struktur sekunder menyangkut pelipatan ikatan peptida, sebagai akibat ikatan hidrogen antara O gugus karboksil dengan H dari NH pada ikatan peptida (Umland dan Belama, 1999). Struktur sekunder yang terbentuk, dapat berupa : 1. alpha helix (α-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-asam amino berbentuk seperti spiral; 2. beta-sheet (β-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran lebar yang tersusun dari sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatanhidrogen atau ikatan tiol (S-H); 3. beta-turn, (β-turn, "lekukan-beta"); dan 4. gamma-turn, (γ-turn, "lekukan- gamma"). Struktur alpha helix terjadi karena pelipatan dalam satu rantai polipeptida akibat ikatan hidrogen (intramolekuler), sedangkan struktur beta-sheet terjadi ikatan hidrogen atau interaksi antara dua rantai polipeptida atau lebih (Yudkin dan Offord, 2000) Gabungan dari aneka ragam dari struktur sekunder akan menghasilkan struktur tiga dimensi yang dinamakan struktur tersier. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur kuartener. Contoh struktur kuartener yang terkenal adalah enzim Rubisco dan insulin. Metode pengukuran kualitas protein dapat menggunkan 2 cara, yaitu: 1. Biological assays 2. Analisis kimia Sejak tahun 1919 hingga saat ini, PER telah banyak digunakan untuk mengevaluasi kualitas dari protein dalam pangan. PER (Protein Efficiency Ratio) adalah suatu pengujian 28 hari untuk mengetahui pertambahan berat badan per satu gram protein yang dikonsumsi (Muchtadi, 1993). FDA menggunakan PER sebagai

8

dasar untuk persentase USRDA (US recommended daily allowance (USRDA) untuk protein yang tampak pada label. Selain NPR dan PER, dapat juga digunakan Biological Value (BV), Net Protein Utilization (NPU), Protein Retention Efficiency (PRE), Relative Protein Value (RPV), Chemical score, dan Protein score. Isolat protein merupakan bentuk protein yang paling murni. Dibuat dengan proses penghilangan kulit dan komponen non protein. Kandungan proteinnya sebesar 90% atau lebih, dan produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik daripada bentuk protein lainnya (Wolf, 1975). Prinsip yang digunakan untuk mengisolasi protein totaladalah pengendapan seluruh protein kacang pada titik isoelektriknya, yaitu pH dimana seluruh protein menggumpal (Suwarno, 2003).

Grafik Perbandingan Nilai NPR dan PER 40.000 35.000 30.000

Nilai

25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 CAS

SOY

Kelompok NPR

PER

Gambar 1. Grafik Perbandingan Nilai NPR dan PER Berdasarkan hasil perhitungan NPR, dapat diketahui bahwa NPR kelompok tikus SOY(=3.5950) bernilai lebih tinggi dari kelompok tikus CAS (=2.9296). Begitu pun hasil perhitungan nilai PER, PER rata-rata untuk kelompok tikus CAS adalah 1.7677. Hal ini berarti bahwa konsumsi protein sebanyak 1 gram dapat menaikkan berat badan tikus percobaan sebesar 1.7677 gram. Nilai PER kelompok tikus SOY adalah (2.2209). Dari Perbandingan nilai PER dan NPR antarmasing9

masing kelompok dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Seharusnya nilai PER dan NPR kelompok CAS lebih besar dari kelompok SOY. Isolat protein kedelai memiliki skor asam amino 108, sedangkan kasein 136 (Anonimc, 2009). Artinya, penggunaan asam amino untuk sintesis protein tubuh dari kasein lebih baik daripada dari isolat protein kedelai. Hal lain yang mendukung lebih tingginya kualitas protein kasein, karena kasein berasal dari hewan. Protein hewani lebih mudah dicerna daripada protein nabati, sehingga bioavailabilitasnya lebih tinggi. Penyebab tidak sesuainya hasil dengan literatur adalah karena adanya satu tikus dalam kelompok CAS yang sakit, sehingga tidak mengalami pertumbuhan dan berpengaruh terhadap rataan. Jika tikus yang sakit tersebut tidak diikutsertakan dalam perhitungan, maka nilai PER dan NPR kelompok CAS akan lebih tinggi dari kelompok SOY.

Berat Organ (g)

Grafik Perbandingan Berat Organ 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 CAS

NON

SOY

Kelompok Ginjal

Hati

Limfa

Gambar 2. Grafik Perbandingan Berat Organ (g)

Berdasarkan grafik perbandingan berat organ antarkelompok, rataan berat organ ginjal dan hati untuk kelompok NON paling kecil diantara dua kelompok lainnya,sedangkan organ limfa memiliki berat organ yang cenderung sama. Berat relatif organ, diperoleh dari perbandingan berat organ dengan berat badan tikus. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan bias karena berat badan (ukuran tubuh) tikus yang beragam. 10

Grafik Perbandingan Berat Relatif Organ (g) Berat Relatif Organ (g)

600 500 400 300 200 100 0 CAS

NON

SOY

Kelompok Ginjal

Hati

Limfa

Gambar 3. Grafik Perbandingan Berat Relatif Organ (g) Berdasarkan grafik perbandingan berat relatif organ, dapat diketahui bahwa kelompok NON memiliki nilai berat organ relatif tertinggi dibandingkan dua kelompok lainnya. Hal ini disebabkan karena berat badan tikus kelompok NON tidak mengalami kenaikan berat badan, sebaliknya berat badannya menyusut karena tidak ada asupan protein. Oleh karena itu, perbandingan berat organ : berat badan menjadi lebih tinggi karena nilai berat badannya lebih kecil dari kelompok lainnya.

Kesimpulan Hasil praktikum menunjukkan bahwa NPR dan PER kelompok tikus SOY bernilai lebih tinggi dari kelompok tikus CAS. Hasil tersebut tidak tidak sesuai dengan literatur. Seharusnya nilai PER dan NPR kelompok CAS lebih besar dari kelompok SOY karena kualitas protein kasein yang berasal dari hewan lebih tinggi. Selain it...


Similar Free PDFs