4444180035 Dina riziani Laprak 4 ENG PDF

Title 4444180035 Dina riziani Laprak 4 ENG
Author DINA RIZIANI
Course Teknologi Pangan
Institution Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Pages 14
File Size 399.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 104
Total Views 622

Summary

Laporan Praktikum Evaluasi Nilai Gizi Rabu, 21 April 2021SIMULASI BEDAH MENCIT DAN PENGAMBILAN BAHANBIOLOGIS/ORGANDina Riziani 4444180035Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Corresponding author : dinarzn17@gmail Abstrak Penggunaan hewan coba dimanfaat...


Description

Laporan Praktikum Evaluasi Nilai Gizi Rabu, 21 April 2021

SIMULASI BEDAH MENCIT DAN PENGAMBILAN BAHAN BIOLOGIS/ORGAN Dina Riziani 4444180035

Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa *Corresponding author : [email protected]

Abstrak Penggunaan hewan coba dimanfaatkan sebagai sample atau permodelan yang membantu dalam pengujian suatu kandungan bahan secara in vivo. Penggunaan hewan coba memiliki keunggulan tersendiri jika dibandingkan dengan pengujian langsung kepada manusia. Meskipun penggunaan eksperimen dilakukan terhadap hewan, cara memperlakukan hewan dan cara pengambilan sampel dalam pengamatan sangat perlu diperhatikan. Penggunaan hewan coba bukan hanya sekedar eksploitasi namun tetap harus memperhatikan hak hewan. Berbagai hewan kecil memiliki karakteristik tertentu yang relatif serupa dengan manusia, sementara hewan lainnya mempunyai kesamaan dengan aspek fisiologis metabolis manusia. Tikus putih sering digunakan dalam menilai mutu protein, toksisitas, karsinogenik, dan kandungan pestisida dari suatu produk bahan pangan hasil pertanian. Tujuan praktikum ini yaitu untuk mengetahui prosedur pembedahan mencit yang baik dan benar sesuai dengan standar etik pembedahan hewan coba.

Kata Kunci : Bedah, Mencit, Organ,

Pendahuluan Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah dan evaluasi kandungan gizi serta pegaruhnya pada tubuh telah berjalan sejak lama. Hal ini di tjukan untuk mengetahui tentang kemampuan suatu produk pangan pada seluruh aspeknya yang berhubungan dengan efek toksiknya maupun efek sampingnya

1

tentunya kita membutuhkan hewan uji atau hewan percobaan. Hewan coba adalah hewan

yang

khusus

diternakan

untuk

keperluan

penelitian

biologis.

Hewan laboratorium tersebut di gunakan sebagai uji praktek untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan yang sering dipakai dalam penelitian maupun praktek yaitu : Kelinci (Oryctolagus cuniculus) Marmut (Cavia parcellus), Mencit (Mus musculus), Tikus (Rattus novergicus) (Festing, 2003). Penggunaan hewan coba dimanfaatkan sebagai sample atau permodelan yang membantu dalam pengujian suatu kandungan bahan secara in vivo. Penggunaan hewan coba memiliki keunggulan tersendiri jika dibandingkan dengan pengujian langsung kepada manusia. Meskipun penggunaan eksperimen dilakukan terhadap hewan, cara memperlakukan hewan dan cara pengambilan sampel dalam pengamatan sangat perlu diperhatikan. Penggunaan hewan coba bukan hanya sekedar eksploitasi namun tetap harus memperhatikan hak hewan (Festing, 2003). Pada percobaan kali ini digunakan tikus putih sebagai media coba. Tikus putih dipulih karena memiliki tingkat produktifitas yang tingg sehingga mudah dikembang biakan. Selain itu tersedia dan mudah untuk didapatkan sebagai hewan coba. Penggunaan tikus sebagai hewan coba sudah banyak digunakan delam berbagai penelitian. Baik untuk penelitian minuman fungsioal maupun dibidang farmasi dan kedokteran maupun pangan (Festing, 2003). Penelitian yang memanfaatkan hewan coba, harus menggunakan hewan percobaan yang sehat dan berkualitas sesuai dengan materi penelitian. Hewan tersebut dikembangbiakkan dan dipelihara secara khusus dalam lingkungan yang diawasi dan dikontrol dengan ketat. Tujuannya adalah untuk mendapatkan defined laboratory animal sehingga sifat genotipe, fenotipe (efek maternal), dan sifat dramatipe (efek lingkungan terhadap fenotipe) menjadi konstan. Hal itu diperlukan agar penelitian bersifat reproducible, yaitu memberikan hasil yang sama apabila diulangi pada waktu lain bahkan oleh peneliti lain (Nomura, 1982). Penggunaan hewan yang berkualitas dapat mencegah pemborosan waktu, kesempatan, dan biaya (Festing, 2003). Berbagai hewan kecil memiliki karakteristik tertentu yang relatif serupa dengan manusia, sementara hewan lainnya mempunyai kesamaan dengan aspek

2

fisiologis metabolis manusia. Tikus putih sering digunakan dalam menilai mutu protein, toksisitas, karsinogenik, dan kandungan pestisida dari suatu produk bahan pangan hasil pertanian (Herlinda, 1986). Tujuan praktikum ini yaitu untuk mengetahui prosedur pembedahan mencit yang baik dan benar sesuai dengan standar etik pembedahan hewan coba.

Metode Waktu dan Tempat Praktikum dilaksanakan pada Rabu, 21 April 2021 pukul 07.00-09.30 WIB secara virtual melalui zoom meeting.

Alat dan Bahan Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain pinset, gunting bedah, alas/ stearofoam, dan jarum pentul. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu kloroform, kapas, toples, mencit, dan wadah.

Prosedur Kerja Pada praktikum ini yang pertama kali dilakukan sebelum membedah mencit yaitu membius mecit menggunakan kloroform dengan cara kapas yang telah di beri kloroform dimasukan ke adalam toples kaca, setelah itu tikus dimasukan ke dalam toples dan ditutup menggunakan penutup karet, kemudian tunggu sampai beberapa menit sampai tikus mati secara perlahan-lahan. Setelah tikus mati, kemudian dikeluarkan. Dilakukan pembedahan. Pembedahan dimulai dari gunting bagian bawang ujung perut tikus sampai bagian atas perut tikus. Setelah itu, bagian yang tergunting di bagia menjadi dua bagian (dibelah tengah). Setelah bagaian kulit perut terbuka diamati bagian dalam organ tikus. Mencit

Kloroform

Pembiusan

3

Analisis Data Praktikum yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana prosedur pembedahan mencit yang baik dan benar sesuai dengan standar etik pembedahan hewan coba serta mengetahui bagian-bagian dari organ pada mencit

Hasil dan Pembahasan Hasil Tabel 1. Organ-organ pada mencit Nama Organ

Gambar

Jantung dan paru-paru

Hati

Limpa

Lambung

4

Ginjal

Usus halus

Gambar 1. Pembiusan

Gambar 2. Persiapan Pembedahan

Gambar 3. Pembedahan

Gambar 4. Pembedahan

Gambar 5. Letak jantung

Gambar 6. Letak Ginjal

Gambar 7. Letak Hati

Gambar 8. Letak Lambung

Gambar 8. Letak Usus

Pengelolaan hewan percobaan diawali dengan pengadaan hewan, meliputi pemilihan dan seleksi jenis hewan yang cocok terhadap materi penelitian. Pengelolaan dilanjutkan dengan perawatan dan pemeliharaanhewan selama penelitian berlangsung, pengumpulan data, sampai akhirnya dilakukan terminasi hewan percobaan dalam penelitian (CIOMS, 1985). Rustiawan (1990), menguraikan beberapa alasan mengapa hewan percobaan tetap diperlukan dalam penelitian khususnya di bidang kesehatan, pangan dan gizi antara lain: (1) keragaman dari subjek penelitian dapat 5

diminimalisasi, (2) variabel penelitian lebih mudah dikontrol, (3) daur hidup relatif pendek sehingga dapat dilakukan penelitian yang bersifat multigenerasi, (4) pemilihan jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan hewan terhadap materi penelitian yang dilakukan, (5) biaya relatif murah, (6) dapat dilakukan pada penelitian yang berisiko tinggi, (7) mendapatkan informasi lebih mendalam dari penelitian yang dilakukan karena kita dapat membuat sediaan biologi dari organ hewan yang digunakan, (8) memperoleh data maksimum untuk keperluan penelitian simulasi, dan (9) dapat digunakan untuk uji keamanan, diagnostik dan toksisitas. Penelitian yang memanfaatkan hewan coba, harus menggunakan hewan percobaan yang sehat dan berkualitas sesuai dengan materi penelitian. Hewan tersebut dikembangbiakkan dan dipelihara secara khusus dalam lingkungan yang diawasi dan dikontrol dengan ketat. Tujuannya adalah untuk mendapatkan defined laboratory animal sehingga sifat genotipe, fenotipe (efek maternal), dan sifat dramatipe (efek lingkungan terhadap fenotipe) menjadi konstan. Hal itu diperlukan agar penelitian bersifat reproducible, yaitu memberikan hasil yang sama apabila diulangi pada waktu lain bahkan oleh peneliti lain (Nomura, 1982). Penggunaan hewan yang berkualitas dapat mencegah pemborosan waktu, kesempatan, dan biaya (Festing, 2003). Cara pembedahan tikus pada praktikum kali ini telah sesui dengan literature (wati,2009) Teknik anastesi yang digunakan adalah teknik anestesi dengan menggunakan ether, awalnya mencit yang dikorbankan dimasukan ke dalam stoples kemudian ditutup rapat, selanjutnya 10-20 ml ether dituang kedalam kapas dan dimasukkan stoples yang telah dihuni mencit tersebut (hewan yang akan dikorbankan). Dua sampai 5 menit kemudian dilakukan pengamatan terhadap napas dan denyut jantung, apabila mencit sudah tidak bernapas, tutup toples dibuka, sebelum dilakukan pembedahan tikus 1. dibunuh dengan dislokasi pada tulang leher untuk memastikan hewan telah benar-benar mati. 2.Posisikan tikus pada papan bedah menggunakan pins 3. Bedah mulai dari bagian perut ataupun uterus menggunakan gunting bengkok. Pengenalan Organ tikus

6

Berdasarkan pengamatan didapatkan data-data sebagai berikut, posisi ginjal kanan lebih tinggi dari ginjal kiri ini, menurut Pack (2003) hal ini diakibatkan karena ginjal kiri terdesak oleh lambung yang berada diatasnya. Organ selanjutnya yaitu hati. Selai hati juga ditemukan 2 lobus paru-paru yang dilindungi oleh diafragma, paru-paru tikus berada dalam rongga torak, serta menutupi jantung/ Organ selanjutnya yang ditemukan yaitu jantung yang berada didalam rongga dada(torak) serta usus halus usus halus dari tikus percobaan pun memiliki 3 bagian yang memilki susunan seperti susunan usus halus pada manusia yaitu duodenum atau usus dua belas jari (Pagarra, 2009), duodenum ini terletak dibawah lambung atau juga merupakan organ yang menyambungkan lambung dengan usus kosong (jejunum), bagian usus halus yang ke dua yaitu jejunum, jejunum ini merupakan bagian kelanjutan dari duodenum (usus 12 jari), bagian yang usus halus yang ketiga yaitu ileum, ileum ini merupakan kelanjutan dari duodenum hingga menyatu dengan usus besar, organ selanjutnya yang ditemukan yaitu usus besar, usus besar pada tikus percobaan memilki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan usus halus serta tidak memiliki lipatan-lipatan, sama halnya seperti usus besar pada manusia (Pearce, 2009). Hasil pengamatan dari pembedahan tikus pada percobaan kali ini pun hanya didapatkan organ-organ yang berada di rongga dada yaitu jantung dan paru-paru, serta organ yang berada Organ sistem kardiovaskular mencit terdiri dari jantungnya. Strukturnya memiliki empat ruang, sepasang atrium dan sepasang ventrikel layaknya hewan mamalia lainnya. Posisi anatomi jantung terletak di bagian anterior tubuh mencit. Fungsi utamanya adalah memompa darah ke seluruh tubuh. Empat ruangan terpisah penting bagi mamalia untuk tetap menjaga tekanan darahnya sehingga suplai nutrisi dapat berlangsung dengan efisien (King et al., 1982). Selanjutnya pada sistem respirasi, terdapat paru-paru yang posisinya lebih dorsal daripada jantung, tetapi terletak di kiri dan kanan jantung. Jumlah lobus tiap sisi berbeda. Secara fungsi, tentu saja untuk terjadinya pertukaran gas oksigen dan karbondioksida (King et al., 1982). Pada sistem pencernaan mencit, mirip dengan mamalia lainnya, yaitu terdapat: esophagus, liver, stomach, small intestine, dan caecum. Pertama, esophagus terletak lebih anterior daripada stomach dan berfungsi sebagai

7

penghubung antara mulut dan stomach. Kedua, liver terletak lebih ventral daripada stomach dan berfungsi untuk menyekresikan cairan empedu yang berperan untuk mempermudah penyerapan lemak (Kotpal, 2009). Ketiga, stomach yang terletak lebih dorsal daripada liver berfungsi untuk pencernaan kimiawi. Keempat, small intestine yang terletak lebih posterior daripada stomach berfungsi untuk penyerapan nutrisi. Kelima, caecum adalah tempat penampungan kotoran sesaat sebelum dikeluarkan. Bagian dari organ pencernaan ini terletak lebih posterior daripada organ-organ pencernaan lainnya. Terakhir pada sistem reproduksi terdapat testes, epididymis, dan preputial glands. Testes letaknya lebih posterior daripada epididymis dan preputial glands. Adapun fungsinya adalah untuk memproduksi sperma, yang nanti akan dimatangkan di epididymis yang terletak lebih dorsal daripada usus, tetapi dekat dengan testes. Lalu juga terdapat preputial glands yang berada di dekat penis. Kelenjar ini merupakan modifikasi dari sebaceous glands yang akan menghasilkan feromon dan menjadi organ ciri khas dari mencit (Knoblaugh & True, 2012).

Kesimpulan Evaluasi suatu produk pangan dapat dilakukan pada hewan coba. Salah satunya adalah tikus. Tikus putih memiliki susunan morflogi yang menyerupai manusia dam mudah dikembang biakan sehingga dapat digunakan sebagai hewan coba.Penelitian terhadap pengaruh suatu produk pangan terhadap tikus coba dapat dilakukan dengan pemberian pangan secara langsung. Salah satunya dengan metode sonde oral. Evaluasi pada tikus dapat dilakukan dengan pengambilan sampel darah, organ, dan jaringan. Daftar Pustaka Council for International Organization of Medical Sciences (CIOMS). 1985. International guiding principles for biomedical research involving animals council for International Organization of Medical Sciences (CIOMS). Festing, M. F. W. 2003. Principles: the need for better experimental design. Trends Pharmacol Sci. 24 : 341-5.

8

Herlinda, Y. 1986. Hewan percobaan tikus albino strain wistar di unit penelitian gizi Diponegoro. Majalah Kedokteran Indonesia. 36 (11). King, G. and Custance, D. 1982. Colour atlas of vertebrate anatomy. Oxford: Blackwell Scientific Publication. 5, 27-30. Knoblaugh, S., & True, L. 2012. Comparative Anatomy and Histology: A Mouse and Human Atlas. Cambridge: Academic Press. 285 - 308. Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman nasional etik penelitian kesehatan suplemen II etik penggunaan hewan percobaan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta. Malole,

M.M.B,

Pramono.

2009.Penggunaan

Hewan-hewan Percobaan

Laboratorium. Bogor : IPB. Ditjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Marice S, Raflizar. Status gizi dan fungsi hati mencit galur CBS (Swiss) dan tikus putih galur wistar di laboratorium hewan percobaan puslitbang biomedis dan farmasi. Media Litbang Kesehatan. 20 (1). Nomura, T., Tajima Y. 1982. Defined laboratory animals, advances in pharmacology and therapeutics II. Oxford Pergamon Press. Pack, Phillip E. 2003. Anatomi Dan Fisiologi. Bandung: Pakar Raya. Pagarra, Halifah. 2009. Struktur Hewan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM. Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Rustiawan, A dan Vanda J. 1990. Pengujian mutu pangan secara biologis. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor : Bogor Smith J. B., Mangkoewidjojo S. 1998. Pemeliharaan, pembiakan, dan penggunaan hewan percobaan di daerah tropis. Penerbit Universitas Indonesia : Jakarta. Wati, DK. 2009.Sistem Organ Tikus Rattus Norvegicus Dan Pengamatan SelSecara Mikroskopis .Stikes Patria Husada, Blitar Permatasari, N. 2012. Intruksi Kerja Pengambilan Darah, Perlakuan dan Injeksi Pada Hewan Coba. Laboratorium Biosains. Universitas Brawijaya

9

LAMPIRAN

A. Jawaban Pertanyaan Modul 1. Carilah literatur mengenai nilai daya cerna protein dari masingmasing sampel percobaan, bandingkan dengan hasil praktikum yang diperoleh! JAWAB: Hasil percobaan menunjukkan daya cerna relatif dari tepung kedelai mentah, tepung kedelai matang 1, tepung kedelai matang 2, tepung tempe mentah, dan tepung tempe matang terhadap kasein masing-masing adalah 14,50% , 18,52%, 25,08%,

-1,13%, dan 8,13%. Hal ini menunjukkan

bahwa sampel yang memiliki daya cerna protein relatif yang paling tinggi adalah tepung kedelai matang 2, sementara sampel tepung tempe mentah memiliki daya cerna protein yang paling rendah. Pada dasarnya, sampel dalam bentuk tepung-tepungan seperti yang diuji pada praktikum ini akan memiliki daya cerna protein relatif yang tinggi karena perlakuan pengeringan pada sampel dapat memperluas luas permukaan protein. Hal ini terjadi karena proses pengeringan akan mengeluarkan air dari protein serta membuat protein memiliki luas permukaan yang lebih luas dari sebelumnya dikarenakan partikel protein yang menjadi lebih kecil ketika dikenakan proses pengeringan. Akibatnya, enzim protease akan lebih mudah untuk menghidrolisis protein (Fennema 1996). Sampel tepung kedelai matang memiliki daya cerna yang paling tinggi dikarenakan adanya proses pemanasan dapat meningkatkan ketersediaan zat gizi protein yang terkandung di dalamnya. Kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang moderat (60-90 °C) selama satu jam atau kurang. Rendahnya daya cerna protein relatif pada sampel tepung tempe mentah maupun tepung tempe matang tidak sesuai dengan hasil penelitian Guo et al. (2007) yang menyatakan bahwa proses fermentasi menyebabkan tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kacang kedelai. Pada tempe, terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang

10

tempe, sehingga protein, lemak dan karbohidrat menjadi lebih mudah dicerna. Kapang yang tumbuh pada tempe mampu menghasilkan enzim protease untuk menguraikan protein menjadi peptida dan asam amino bebas (Astawan 2008). Ketidaksesuaian ini kemungkinan dipengaruhi oleh sifat protein sebagai senyawa yang reaktif, dimana sisi aktif beberapa asam amino dalam protein dapat bereaksi dengan komponen lain misalnya gula pereduksi, polifenol, lemak dan produk oksidasinya, serta bahan kimia aditif seperti alkali, belerang dioksida atau hidrogen peroksida (Muchtadi 1993). Selain itu, adanya kesalahan prosedur praktikum, yaitu waktu inkubasi kedua yang lebih dari 20 menit serta ketidakstabilan pereaksi Folin juga dapat mempengaruhi hasil uji.

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi daya cerna protein? JAWAB: Daya cerna protein dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksogenus dan endogenus (Guo et al. 2007). Faktor eksogenus misalnya interaksi protein dengan polifenol, fitat, karbohidrat, lemak, dan protease inhibitor (Duodu

et al. 2003; Ikeda et al. 1986). Sedangkan faktor

endogenus terkait dengan karakterisasi struktur protein seperti struktur tersier, kuartener, serta struktur yang dapat rusak oleh panas dan perlakuan reduksi (Deshpande dan Damodaran 1989; Ikeda et al. 1991; Vaintraub et al. 1979). Fennema (1996) mengungkapkan bahwa daya cerna protein dipengaruhi oleh konformasi protein, ikatan antar protein dengan metal, lipid, asam nukleat, selulosa atau polisakarida lainnya, faktor anti nutrisi, ukuran dan luas permukaan partikel protein dan pengaruh proses panas atau perlakuan dengan alkali.

3. Apakah ada pengaruh proses pengolahan terhadap daya cerna protein? Jelaskan! Kaitkan dengan hasil praktikum! JAWAB : Ya. Pada dasarnya, sampel dalam bentuk tepung-tepungan seperti yang diuji pada praktikum ini akan memiliki daya cerna protein relatif yang

11

tinggi karena perlakuan pengeringan pada sampel dapat memperluas luas permukaan protein.

Hal ini terjadi karena proses pengeringan akan

mengeluarkan air dari protein serta membuat protein memiliki luas permukaan yang lebih luas dari sebelumnya dikarenakan partikel protein yang menjadi lebih kecil ketika dikenakan proses pengeringan. Akibatnya, enzim protease akan lebih mudah untuk menghidrolisis protein (Fennema 1996). Sampel tepung kedelai matang memiliki daya cerna yang paling tinggi dikarenakan adanya proses pemanasan dapat meningkatkan ketersediaan zat gizi protein yang terkandung di dalamnya. Kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang moderat (6090 °C) selama satu jam atau kurang. Selain itu, rendahnya daya cerna protein relatif pada sampel tepung tempe mentah maupun tepung tempe matang tidak sesuai dengan hasil penelitian Guo et al. (2007) yang menyatakan bahwa proses fermentasi menyebabkan tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kacang kedelai. Pada tempe, terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan ole...


Similar Free PDFs