9. Tebal Isolasi Kritis PDF

Title 9. Tebal Isolasi Kritis
Course Mata Kuliah
Institution Universitas Pamulang
Pages 12
File Size 345 KB
File Type PDF
Total Downloads 98
Total Views 269

Summary

Download 9. Tebal Isolasi Kritis PDF


Description

Universitas Pamulang

Teknik Kimia S-1

PERTEMUAN 9 TEBAL ISOLASI KRITIS

A. Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan pertemuan ini, mahasiswa mampu menghitung tebal isolasi kritis pada silinder dan bola.

B. Uraian Materi Pada pertemuan sebelumnya telah dibahas proses transfer panas yang terjadi pada bidang datar, silinder, serta bidang yang berbentuk bola. Ketiga bidang tersebut seringkali terdiri dari beberapa lapisan, dimana umumnya berupa lapisan bahan isolasi yang berfungsi untuk meminimalisir laju transfer panas yang terjadi, atau mengurangi panas yang hilang ke lingkungan. Oleh karena itu, bahan isolasi (heat insulating material) yang digunakan umumnya memiliki nilai konduktivitas termal yang rendah. Pada bidang datar, penambahan lapisan isolasi pada area yang tegak lurus dengan arah aliran panas akan menurunkan laju transfer panasnya. Semakin tebal lapisan isolasi, maka semakin rendah laju perpindahan panasnya. Hal ini disebabkan

karena permukaan luar bidang datar selalu memiliki luas area yang sama (𝐴 konstan), dan penambahan isolasi selalu meningkatkan tahanan termal pada dinding tanpa memperbesar tahanan konveksinya. Lain halnya dengan bidang datar, penambahan lapisan isolasi pada bidang yang berbentuk silinder dan bola dapat memperbesar luas permukaan, dimana kondisi ini akan menurunkan tahanan konveksi di permukaan luarnya. Di sisi lain, tahanan konduksi pada silinder dan bola akan meningkat dengan penambahan lapisan isolasi. Oleh karena itu, pada kedua bidang tersebut terdapat ketebalan isolasi yang dapat meminimalisir panas yang hilang dengan cara memaksimalkan tahanan transfer panas totalnya (Incropera & Incropera, 2007). Lebih lanjut, pada beberapa kasus, penurunan tahanan konveksi akibat meningkatnya luas permukaan dapat menjadi lebih penting dibandingkan dengan peningkatan tahanan konduksi akibat bertambahnya ketebalan isolasi. Maka dari itu, tahanan totalnya dapat berkurang sehingga meningkatkan aliran panas. Dengan kata lain, terdapat dua kemungkinan dengan penambahan lapisan isolasi pada silinder

Perpindahan Panas

102

Universitas Pamulang

Teknik Kimia S-1

dan bola, yaitu laju transfer panasnya berkurang, atau bahkan meningkat. Berkurang atau meningkatnya laju perpindahan panas tersebut tergantung dari efek mana yang lebih mendominasi. Ketebalan lapisan isolasi dimana aliran panas meningkat, kemudian aliran panas berkurang, didefinisikan sebagai ketebalan isolasi kritis (critical thickness of insulation). Untuk kasus silinder dan bola, pada umumnya digunakan istilah jari-jari kritis (critical radius). Baik critical radius pada silinder maupun bola, keduanya akan dibahas lebih lanjut di dalam bab ini.

1. Tebal Isolasi Kritis pada Silinder Pada Gambar 9.1, sebuah lapisan isolasi dipasang pada bagian luar silinder

yang jari-jarinya 𝑟1 dengan panjang 𝐿. Silinder tersebut memiliki nilai konduktivitas

termal yang tinggi, dimana dindingnya memiliki suhu 𝑇1 yang dijaga konstan. Salah satu contohnya adalah kasus dimana silinder sebagai pipa logam, dengan saturated steam di dalamnya.

Permukaan luar lapisan isolasi yang suhunya 𝑇2 terekspos ke lingkungan

pada temperatur 𝑇0 dimana terjadi perpindahan panas konveksi (dengan koefisien

transfer panas ℎ0 ). Perlu diingat bahwa dalam kasus ini, penambahan lapisan

isolasi dengan konduktivitas termal 𝑘 tidak selalu mengurangi laju transfer panas.

Gambar 9.1 Jari-jari isolasi kritis pada silinder atau pipa (Geankoplis, 1993) Dalam kondisi steady state, besarnya laju transfer panas 𝑞 yang melalui

silinder dan lapisan isolasi sama dengan laju konveksi dari permukaan bahan isolasi ke lingkungan:

Perpindahan Panas

103

Universitas Pamulang

Teknik Kimia S-1

𝑞 = ℎ0 𝐴(𝑇2 − 𝑇0 )

(9-1)

Ketika ditambahkan lapisan isolasi, luas area permukaan luar (𝐴 = 2𝜋𝑟2 𝐿) semakin

besar, sementara 𝑇2 semakin rendah. Meskipun demikian, laju transfer panas yang terjadi belum dapat dipastikan, apakah meningkat atau menurun.

Besarnya laju transfer panas dari silinder terisolasi menuju udara lingkungan juga dapat dihitung menggunakan persamaan transfer panas overall, dengan melibatkan tahanan konduksi (dari bahan isolasi) serta konveksi. 𝑞=

𝑇1 − 𝑇0 𝑅𝑘𝑜𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 + 𝑅𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖

𝑞=

𝑇1 − 𝑇0

𝑟 ln ( 𝑟2 )

1 2𝜋𝐿𝑘 + ℎ0 (2𝜋𝑟2 𝐿) 1

𝑞=

2𝜋𝐿(𝑇1 − 𝑇0 ) 𝑟 ln ( 𝑟2 ) 1 1 𝑘 + ℎ0 𝑟2

(9-2)

(9-3)

(9-4)

Untuk mengetahui pengaruh ketebalan lapisan isolasi pada nilai 𝑞,

persamaan (9-4) diturunkan terhadap 𝑟2 dengan hasil turunan sama dengan nol.

Dari penurunan persamaan tersebut diperoleh hasil berikut untuk aliran panas maksimum: 𝑑𝑞 = 𝑑𝑟2

1 1 −2𝜋𝐿(𝑇1 − 𝑇0 ) (𝑟 𝑘 − 2 ) 𝑟2 ℎ0 2 =0 2 𝑟 ln ( 2 ) 𝑟1 1 [ ] 𝑘 + ℎ0 𝑟2 (𝑟2 )𝑐𝑟 =

𝑘 ℎ0

(9-5)

(9-6)

dimana (𝑟2 )𝑐𝑟 adalah nilai jari-jari kritis dimana laju transfer panasnya maksimum. Variasi nilai 𝑞 dengan jari-jari luar isolasi (𝑟2 ) diplotkan pada Gambar 9.2.

Berdasarkan persamaan (9-6) dapat diketahui bahwa jari-jari isolasi kritis pada silinder dipengaruhi oleh konduktivitas termal bahan isolasi ( 𝑘), serta koefisien

transfer panas konveksi di permukaan luar (ℎ0 ).

Perpindahan Panas

104

Universitas Pamulang

Teknik Kimia S-1

Gambar 9.2 Profil laju transfer panas pada silinder Apabila jari-jari luar silinder terisolasi (𝑟2 ) lebih kecil dari jari-jari kritisnya,

maka penambahan isolasi akan meningkatkan laju transfer panas. Laju transfer

panas ini akan mencapai nilai maksimum ketika 𝑟2 = (𝑟2 )𝑐𝑟 , dan mulai menurun apabila 𝑟2 > (𝑟2 )𝑐𝑟 (Çengel, 2003). Dengan kata lain, apabila jari-jari luar lebih

besar dari jari-jari kritisnya, maka penambahan isolasi akan menurunkan laju transfer panas. Untuk nilai ℎ0 yang relatif kecil, panas yang hilang secara konveksi akan meningkat dengan penambahan lapisan isolasi karena luas permukaannya

semakin besar (Holman, 1986).

Dengan menggunakan nilai 𝑘 dan ℎ0 yang umum, jari-jari kritis yang

diperoleh biasanya hanya beberapa mm. Oleh karena itu, penambahan isolasi

pada kabel listrik yang kecil akan meningkatkan jumlah panas yang hilang. Sementara itu, penambahan isolasi pada pipa yang besar akan menurunkan laju transfer panasnya. Terkait dengan paparan di atas tentang tebal isolasi kritis atau jari-jari kritis, dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut (Incropera & Incropera 2007):

1. Apabila 𝑟2 < (𝑟2 )𝑐𝑟 , maka total tahanannya menurun, sehingga laju aliran panasnya akan meningkat dengan penambahan tebal isolasi. Peningkatan

laju transfer panas tersebut akan berlanjut hingga jari-jari luar isolasi sama dengan jari-jari kritisnya. Kondisi ini diinginkan misalnya pada kasus aliran arus listrik yang melalui kabel, karena penambahan isolasi akan membantu

Perpindahan Panas

105

Universitas Pamulang

Teknik Kimia S-1

proses transfer panas yang terdisipasi di dalam kabel ke lingkungan sekitar.

2. Apabila 𝑟2 > (𝑟2 )𝑐𝑟 , maka total tahanannya meningkat, sehingga laju aliran panasnya akan menurun dengan penambahan tebal isolasi. Kondisi ini

diinginkan misalnya pada aliran steam di dalam pipa, dimana isolasi diperlukan untuk mengurangi panas yang hilang ke lingkungan. 3. Pada sistem radial, pengurangan tahanan total dengan penggunaan lapisan isolasi hanya berlaku untuk kabel atau tube yang diameternya kecil, serta untuk sistem dengan koefisien transfer panas konveksi yang rendah. 4. Keberadaan jari-jari kritis disebabkan karena adanya perubahan luas permukaan transfer panas. Sementara pada bidang datar, luas permukaan yang tegak lurus dengan arah aliran panas selalu konstan, sehingga tidak ada tebal isolasi kritis (tahanan totalnya selalu meningkat dengan penambahan ketebalan isolasi).

Contoh soal 1: Suatu kabel listrik (diameter 1,5 mm) dilapisi oleh isolasi berbahan plastik dengan

ketebalan 2,5 mm. Kabel tersebut terekspos udara pada temperatur 300 K dan ℎ0

= 20 W/m 2.K. Bahan isolasi memiliki nilai konduktivitas termal 0,4 W/m.K. Temperatur permukaan kabel diasumsikan konstan pada 400 K dan tidak dipengaruhi oleh lapisan isolasi (Geankoplis, 1993). a. Hitunglah jari-jari kritisnya! b. Hitunglah jumlah panas yang hilang tiap m panjang kabel tanpa isolasi! c. Ulangi perhitungan poin (b) untuk kabel dengan isolasi!

Penyelesaian: a. Jari-jari kritis dihitung menggunakan persamaan (9-6). (𝑟2 )𝑐𝑟 = (𝑟2 )𝑐𝑟 =

𝑘

ℎ0

𝑊 0,4 𝑚. 𝐾

20

𝑊 𝑚2 . 𝐾

(𝒓𝟐 )𝒄𝒓 = 𝟎, 𝟎𝟐 𝒎 (𝟐𝟎 𝒎𝒎)

Perpindahan Panas

106

Universitas Pamulang

Teknik Kimia S-1

b. Tanpa adanya isolasi, panas yang hilang dari kabel hanya terjadi secara konveksi.

𝑞 = ℎ0 𝐴(𝑇1 − 𝑇0 )

𝑞 = ℎ0 (2𝜋𝑟𝐿)(𝑇1 − 𝑇0 ) 𝑞 = ℎ0 (2𝜋𝑟)(𝑇1 − 𝑇0 ) 𝐿

𝑊 𝑞 = 20 2 (2𝜋)(7,5𝑥10−4 𝑚)(400 − 300)𝐾 𝑚 .𝐾 𝐿 𝑾 𝒒 = 𝟗, 𝟒𝟐 𝑳 𝒎

c. Jumlah panas yang hilang dari kabel terisolasi dihitung menggunakan persamaan (9-4). 𝑞=

𝑞 = 𝐿

2𝜋𝐿(𝑇1 − 𝑇0 ) 𝑟 ln( 2) 1 𝑟1 𝑘 + ℎ0 𝑟2

𝑞 2𝜋(𝑇1 − 𝑇0 ) = 𝐿 ln(𝑟2) 𝑟1 1 𝑘 + ℎ0 𝑟2

2(3,14)(400 − 300)𝐾 3,25𝑥10−3 𝑚 ln ( ) 1 7,5𝑥10−4 𝑚 + 𝑊 𝑊 20 2 (3,25𝑥10−3 𝑚) 0,4 𝑚. 𝐾 𝑚 .𝐾 𝑞 = 𝐿

628 𝐾

𝑚. 𝐾 (3,67 + 15,38) 𝑊 𝒒 𝑾 = 𝟑𝟐, 𝟗𝟕 𝒎 𝑳

Perhitungan di atas menunjukkan bahwa dengan penambahan isolasi akan meningkatkan jumlah panas yang hilang. Hal ini juga dapat diketahui dari besarnya jari-jari kabel; dimana jari-jari luarnya lebih kecil dari jari-jari kritisnya sehingga penambahan isolasi akan meningkatkan laju transfer panas.

Perpindahan Panas

107

Universitas Pamulang

Teknik Kimia S-1

Contoh soal 2:

Hitunglah jari-jari kritis untuk isolasi berbahan asbes (𝑘 = 0,17 W/m.oC) di sekeliling

pipa yang terekspos udara lingkungan pada 20oC (ℎ = 3 W/m2.oC). Apabila diketahui diameter pipa 5 cm dan temperaturnya 200oC, hitunglah jumlah panas yang hilang dari pipa terisolasi pada jari-jari kritisnya! (Holman, 1986)

Penyelesaian:  Menghitung jari-jari kritis isolasi

(𝑟2 )𝑐𝑟 = (𝑟2 )𝑐𝑟 =

𝑘 ℎ0

𝑊 0,17 𝑚. ℃ 3

𝑊 𝑚2 . ℃

(𝒓𝟐 )𝒄𝒓 = 𝟎, 𝟎𝟓𝟕 𝒎  Menghitung jumlah panas yang hilang pada jari-jari kritis 𝑞=

𝑞 = 𝐿

2𝜋𝐿(𝑇1 − 𝑇0 ) (𝑟 ) ln [ 2𝑟 𝑐𝑟] 1 1 + 𝑘 ℎ0 (𝑟2 )𝑐𝑟

𝑞 2𝜋(𝑇1 − 𝑇0 ) = 𝐿 ln [(𝑟2 )𝑐𝑟 1 𝑟1 ] + ℎ (𝑟 ) 𝑘 0 2 𝑐𝑟

2(3,14)(200 − 20)℃ 0,057 𝑚 ) ln ( 1 0,025 𝑚 + 𝑊 𝑊 3 2 (0,057 𝑚) 0,17 𝑚. ℃ 𝑚 .℃ 𝑞 1130,4 ℃ = 𝐿 (4,85 + 5,85) 𝑚. ℃ 𝑊 𝒒 𝑾 = 𝟏𝟎𝟓, 𝟔𝟒 𝒎 𝑳

Contoh soal 3: Sebuah kabel listrik dengan diameter 3 mm dan panjang 5 m dilapisi dengan isolasi berbahan plastik (ketebalan 2 mm). Plastik tersebut memiliki nilai konduktivitas

Perpindahan Panas

108

Universitas Pamulang

Teknik Kimia S-1

termal 0,15 W/m.oC. Suatu pengukuran menunjukkan bahwa terdapat arus sebesar 10 A yang melewati kabel, serta terjadi penurunan tegangan sebesar 8 V di sepanjang kabel. Kabel tersebut terekspos media pada suhu 30oC, dengan

koefisien transfer panas ℎ0 = 12 W/m2.oC (Çengel, 2003).

a. Tentukan temperatur interface antara kabel dengan plastik dalam kondisi steady!

b. Apabila ketebalan plastik ditambah menjadi dua kalinya, apa yang terjadi pada temperatur interface tersebut?

Penyelesaian: Laju transfer panas yang terjadi pada kabel terisolasi dapat dihitung berdasarkan data arus listrik dan tegangan di sepanjang kabel. 𝑞 = 𝑉𝐼

𝑞 = (8 𝑉)(10 𝐴) = 80 𝑊𝑎𝑡𝑡 a. Temperatur interface antara kabel dengan plastik (𝑇1 ) dapat ditentukan menggunakan persamaan (9-4)

𝑞= 80 𝑊 =

2𝜋𝐿(𝑇1 − 𝑇0 ) 𝑟 ln (𝑟2) 1 1 𝑘 + ℎ0 𝑟2

2(3,14)(5 𝑚)(𝑇1 − 30℃) 0,0035 𝑚 ) ln ( 1 0,0015 𝑚 + 𝑊 𝑊 12 2 (0,0035 𝑚) 0,15 𝑚. ℃ 𝑚 ℃

80 𝑊 =

(31,4 𝑚)(𝑇1 − 30℃) ℃. 𝑚 (5,65 + 23,81) 𝑊

𝑻𝟏 = 𝟏𝟎𝟓, 𝟎𝟔 ℃

b. Pengaruh ketebalan lapisan isolasi pada temperatur interface di atas dapat diketahui dengan menghitung jari-jari kritis isolasi terlebih dahulu. (𝑟2 )𝑐𝑟 = (𝑟2 )𝑐𝑟

Perpindahan Panas

𝑘 ℎ0

𝑊 0,15 𝑚. ℃ = 𝑊 12 2 𝑚 .℃ 109

Universitas Pamulang

Teknik Kimia S-1

(𝑟2 )𝑐𝑟 = 0,0125 𝑚 (12,5 𝑚𝑚)

Berdasarkan perhitungan jari-jari kritis, diketahui bahwa 𝑟2 < (𝑟2 )𝑐𝑟 . Kondisi ini

menunjukkan

bahwa

penambahan

ketebalan

lapisan

isolasi

akan

meningkatkan laju transfer panasnya. Peningkatan laju transfer panas tersebut akan terus berlanjut sampai jari-jari luarnya 12,5 mm. Terkait dengan temperatur interface (𝑇1 ), laju transfer panas 𝑞 akan meningkat ketika 𝑇1 dijaga konstan, atau 𝑇1 akan menurun ketika 𝑞 nilainya konstan.

Karena pada kasus ini kondisinya adalah steady state, dimana 𝑞 -nya konstan,

maka temperatur interface antara kabel dengan plastik menjadi lebih rendah ketika ketebalan lapisan isolasi ditambah.

Pengaruh ketebalan isolasi pada temperatur interface juga dapat dibuktikan melalui perhitungan. Ketebalan lapisan isolasi ditambah menjadi dua kalinya,

sehingga tebal = 4 mm, dan 𝑟2 = 5,5 mm (0,0055 m). Sementara itu, laju transfer panasnya dijaga konstan (𝑞 = 80 W). 𝑞=

80 𝑊 =

2𝜋𝐿(𝑇1 − 𝑇0 ) 𝑟 ln ( 2) 1 𝑟1 𝑘 + ℎ0 𝑟2

2(3,14)(5 𝑚)(𝑇1 − 30℃) 0,0055 𝑚 ) ln ( 1 0,0015 𝑚 + 𝑊 𝑊 0,15 12 2 (0,0055 𝑚) 𝑚. ℃ 𝑚 ℃ (31,4 𝑚)(𝑇1 − 30℃) 80 𝑊 = ℃. 𝑚 (8,66 + 15,15) 𝑊 𝑇1 = 90,66 ℃

Perhitungan di atas menunjukkan bahwa temperatur interface turun menjadi 90,66oC setelah ketebalan isolasi ditambah menjadi dua kalinya. Dengan menggunakan konsep perhitungan yang sama, dapat diketahui pula bahwa temperatur interface mencapai nilai minimumnya, yaitu 83oC ketika jari-jari luar lapisan plastik sama dengan jari-jari kritisnya.

Perpindahan Panas

110

Universitas Pamulang

Teknik Kimia S-1

2. Tebal Isolasi Kritis pada Bola Secara prinsip, bola yang diisolasi sama dengan silinder terisolasi. Gambar

9.3 menunjukkan sebuah bola yang temperatur dindingnya 𝑇1 dilapisi dengan

bahan isolasi yang memiliki konduktivitas termal 𝑘. Permukaan isolasi bagian luar terpapar udara pada suhu 𝑇0 dengan koefisien transfer panas konveksi ℎ0 (Buchori, 2011).

Gambar 9.3 Jari-jari isolasi kritis pada bola

Sama halnya dengan silinder, besarnya laju transfer panas dari bola terisolasi menuju udara di lingkungan sekitar dapat dihitung menggunakan persamaan transfer panas overall, dengan melibatkan tahanan konduksi (dari bahan isolasi) dan tahanan konveksi. 𝑞=

𝑇1 − 𝑇0 𝑅𝑘𝑜𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 + 𝑅𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖

𝑇1 − 𝑇0 𝑞= 1 1 𝑟1 − 𝑟2 1 4𝜋𝑘 + ℎ0 (4𝜋𝑟2 2 ) 4𝜋(𝑇1 − 𝑇0 ) 𝑞= 1 1 𝑟1 − 𝑟2 1 𝑘 + ℎ0 𝑟2 2

(9-7)

(9-8)

(9-9)

Untuk menentukan jari-jari isolasi dimana laju transfer panasnya maksimum,

maka 𝑞 pada persamaan di atas diturunkan terhadap 𝑟2 dengan hasil turunan

sama dengan 0. Sebelumnya, persamaan (9-8) dapat disusun ulang untuk mempermudah penurunan persamaan.

Perpindahan Panas

111

Universitas Pamulang

Teknik Kimia S-1

𝑇1 − 𝑇0 𝑞 = 𝑟2 − 𝑟1 1 2 + (4𝜋𝑘)𝑟 𝑟 ℎ0 (4𝜋𝑟2 )

(9-10)

1 2

𝑑𝑞 =0 𝑑𝑟2

(9-11)

𝑑 1 𝑟2 − 𝑟1 + [ 2 ]=0 (4𝜋𝑟 ℎ 𝑑𝑟2 (4𝜋𝑘)𝑟1 𝑟2 0 2 )

𝑑 1 1 𝑑 1(𝑟2 −2 ) ]=0 [ [ − ]+ 𝑑𝑟2 ℎ0 (4𝜋) 𝑑𝑟2 4𝜋𝑘𝑟1 4𝜋𝑘𝑟2 −1 −1 −2 1 ( 2)+ ( 3)=0 4𝜋𝑘 𝑟2 4𝜋ℎ0 𝑟2 2 1 1 [ − ]=0 4𝜋𝑟22 𝑘 ℎ0 𝑟2 1 2 − =0 𝑘 ℎ0 𝑟2

(9-12)

(9-13)

(9-14)

(9-15)

(9-16)

ℎ0 𝑟2 = 2𝑘

(9-17)

sehingga diperoleh persamaan jari-jari isolasi kritis pada bola: (𝑟2 )𝑐𝑟 =

2𝑘 ℎ0

(9-18)

Berdasarkan persamaan (9- 18) dapat diketahui bahwa jari-jari isolasi kritis

pada bola juga dipengaruhi oleh konduktivitas termal bahan isolasi (𝑘) serta koefisien transfer panas konveksi di permukaan luar (ℎ0 ).

C. Soal Latihan 1. Sebuah pipa dengan diameter luar 20 mm akan diisolasi menggunakan asbes yang memiliki konduktivitas termal 0,1 W/m.oC. Koefisien transfer panas konveksi ke lingkungan sekitar adalah 5 W/m2.oC. a. Hitunglah jari-jari kritis isolasi agar transfer panasnya optimum! b. Bagaimana penggunaan asbes sebagai bahan isolasi berdasarkan soal di atas? Berikan komentar. c. Berapakan nilai konduktivitas termal minimum yang diperlukan untuk dapat mengurangi laju transfer panas?

Perpindahan Panas

112

Universitas Pamulang

Teknik Kimia S-1

2. Sebuah kabel yang jari-jarinya 3 mm dan panjang 1,25 m dijaga temperaturnya pada 60oC dengan cara mengisolasi menggunakan bahan yang memiliki konduktivitas termal 0,175 W/m.K. Temperatur udara di sekitar kabel adalah 20oC, dengan koefisien transfer panas konveksi 8,5 W/m2.K. Berapakah persentase meningkatnya panas yang hilang akibat proses isolasi? 3. Kabel dengan diameter luar 10 mm diletakkan di lingkungan yang suhunya 25oC (ℎ = 12,5 W/m2.oC). Temperatur permukaan kabel tersebut diketahui sebesar 75oC akibat panas yang dihasilkan di dalamnya. a. Hitunglah laju transfer panas yang dihasilkan!

b. Apabila kabel diisolasi menggunakan rubber yang memiliki nilai 𝑘 = 0,15 W/m.oC, berapakah laju transfer panasnya?

c. Bagaimanakah pengaruh penambahan lapisan isolasi terhadap laju transfer panas untuk kasus di atas?

D. Referensi Buchori, L. (2011). Modul Ajar Perpindahan Panas. LPPM-Universitas Diponegoro (UNDIP). Çengel, Y. A. (2003). Heat transfer: a practical approach (2nd ed). McGraw-Hill. Geankoplis, C. J. (1993). Transport processes and unit operations (3rd ed). PrenticeHall Internat. Holman, J. P. (1986). Heat transfer (6th ed). McGraw-Hill Book Co. Incropera, F. P., & Incropera, F. P. (Eds.). (2007). Fundamentals of heat and mass transfer (6th ed). John Wiley.

Perpindahan Panas

113...


Similar Free PDFs