ANALISIS BKO PARACETAMOL DALAM JAMU PEGAL LINU SECARA SPEKTROFOTOMETER UV VIS PDF

Title ANALISIS BKO PARACETAMOL DALAM JAMU PEGAL LINU SECARA SPEKTROFOTOMETER UV VIS
Author Ika Fajrin
Pages 32
File Size 2 MB
File Type PDF
Total Downloads 433
Total Views 449

Summary

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI ANALISIS KADAR BKO (BAHAN KIMIA OBAT) DALAM SAMPEL JAMU PEGAR LINU YANG BEREDAR DI DAERAH UNGARAN DAN SEKITARNYA DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5 - GELOMBANG C 1. FATHUR FADILLAH PASHA (052191132) 2. IKA FAJRIN KURNIAPUSPA A (052191133) 3. MEISSY ISTANTY TANAPUTRA (...


Description

Accelerat ing t he world's research.

ANALISIS BKO PARACETAMOL DALAM JAMU PEGAL LINU SECARA SPEKTROFOTOMETER UV VIS Ika Fajrin

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Art icle Text Dewi Lest ari

Pemeriksaan Kandungan Bahan Kimia Obat (Bko) Prednison Pada Beberapa Sediaan Jamu Remat ik Ahmad Najib Ident ifikasi Paraset amol dan Asam Mefenamat pada Jamu Pegel Linu dan Asam Urat yang Beredar di … Sabt ant i Harimurt i

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI ANALISIS KADAR BKO (BAHAN KIMIA OBAT) DALAM SAMPEL JAMU PEGAR LINU YANG BEREDAR DI DAERAH UNGARAN DAN SEKITARNYA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5 - GELOMBANG C

1. FATHUR FADILLAH PASHA

(052191132)

2. IKA FAJRIN KURNIAPUSPA A

(052191133)

3. MEISSY ISTANTY TANAPUTRA (052191134) 4. RIZKI AMALIA

(052191135)

5. DIAN ALYA KURNIASARI

(052191136)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI TRANSFER FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO SEMARANG 2020

DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................ 1 DAFTAR ISI ....................................................................................... 2 I.

PEMBAGIAN JOBDESK .................................................................. 3

II.

JUDUL PRAKTIKUM ........................................................................ 3

III.

TUJUAN PRAKTIKUM .................................................................... 3

IV.

TANGGAL PRAKTIKUM.................................................................. 3

V.

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4

VI.

ALAT DAN BAHAN .......................................................................... 9 a. Alat ................................................................................................. 9 b. Bahan ............................................................................................ 12

VII.

CARA KERJA ..................................................................................... 13

VIII. DATA DAN ANALISIS ...................................................................... 17 1. Identifikasi Kualitatif .................................................................... 17 2. Identifikasi Kuantitatif .................................................................. 18 IX.

PEMBAHASAN .................................................................................. 22

X.

KESIMPULAN .................................................................................... 27

XI.

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 28

XII.

LAMPIRAN ......................................................................................... 29

2

I.

PEMBAGIAN JOBDESK No

Nama

Jobdesk

1

Fathur Fadillah

Berdiskusi terkait analisis data uji kualitatif KLT

Pasha

Perhitungan Pembuatan laporan akhir

2

Ika Fajrin

Berdiskusi terkait analisis data uji kuantitatif Spektrofotometri

Kurniapuspa A

Perhitungan Pembuatan laporan akhir

3

Meissy Istanty

Berdiskusi terkait analisis data uji kuantitatif Spektrofotometri

Tanaputra

Perhitungan Pembuatan laporan akhir

4

Rizki Amalia

Berdiskusi terkait analisis data uji kuantitatif Spektrofotometri Perhitungan Pembuatan laporan akhir

5

Dian Alya

Berdiskusi terkait analisis data uji kualitatif KLT

Kurniasari

Perhitungan Pembuatan laporan akhir

II.

JUDUL PRAKTIKUM Analisis Kadar BKO (Bahan Kimia Obat) Dalam Sampel Jamu Pegal Linu yang Beredar di Daerah Ungaran dan Sekitarnya.

III. TUJUAN PRAKTIKUM Menganalisis kandungan parasetamol (BKO) pada sampel jamu pegal linu secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis. IV. TANGGAL PRAKTIKUM Hari / Tanggal

: Jum’at, 20 Maret 2020

Waktu

: 12.30

3

V.

TINJAUAN PUSTAKA Saat ini penggunaan obat bahan alam cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Kecenderungan kembali ke alam (back to nature) dijadikan sebagai alternative dalam pemilihan pengobatan. Faktor yang mendorong masyarakat untuk mendaya gunakan obat bahan alam antara lain mahalnya harga obat modern/sintesis dan banyaknya efek samping (Dewoto, 2007). Penggunaan obat dari bahan alam atau yang dikenal

dengan “jamu”

oleh

masyarakat Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak zaman dahulu, terutama dalam upaya pencegahan penyakit, peningkatan daya tahan tubuh, mengembalikan kebugaran tubuh setelah melahirkan atau bekerja keras, bahkan untuk kecantikan wanita (Paryono, 2014). Jamu merupakan warisan budaya bangsa Indonesia berupa ramuan bahan tumbuhan obat yang telah digunakan secara turun temurun lebih dari tiga generasi yang terbukti aman dan mempunyai manfaat bagi kesehatan. Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peran penting dalam mencapai derajat kesehatan. Kebiasaan minum jamu sering dilakukan masyarakat Indonesia khususnya Jawa. Secara umum jamu relatif lebih aman dibandingkan dengan obat bahan kimia bila cara pemilihan dan penggunaannya secara baik dan benar. Obat bahan alam dan jamu dapat diperoleh secara bebas, yang umumnya tidak disertai informasi ataupun peringatan yang cukup, berbeda dengan obat konvensional yang diperoleh dengan resep dokter atau disertai berbagai peringatan (Dewoto, 2007). Faktor yang perlu diperhatikan dalam menggunakan jamu adalah keamanan. Aspek keamanan merupakan persyaratan mutlak yang harus dipenuhi oleh suatu jamu, karena pemerintah telah mempersyaratkan ketentuan tentang keamanan jamu, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 007 Tahun 2012 tentang registrasi obat tradisional, bahwa jamu yang beredar di masyarakat harus memenuhi berbagai persyaratan, antara lain menggunakan bahan yang memenuhi syarat keamanan dan mutu, berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun menurun dan atau secara ilmiah, begitu pula dengan proses produksinya harus memenuhi persyaratan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) dan tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia obat (BKO), narkotika

4

atau psikotropika dan bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan atau berdasarkan penelitian dapat membahayakan kesehatan. Bahan kimia obat (BKO) yang ditambahkan oleh pembuat jamu untuk menambah khasiat jamu dan memberikan efek jamu yang lebih instan dibandingkan jamu yang tidak mengandung bahan kimia obat, hal ini dapat membahayakan kesehatan. Jamu seringkali digunakan dalam jangka waktu lama dan dengan takaran dosis yang tidak dapat dipastikan. Walaupun efek penyembuhannya segera terasa, tetapi akibat penggunaan bahan kimia obat dengan dosis yang tidak pasti dapat menimbulkan efek samping mulai dari mual, diare, pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri dada sampai kerusakan organ tubuh yang serius seperti kerusakan hati, gagal ginjal, jantung bahkan sampai menyebabkan kematian (BPOM RI, 2011). Permasalahan obat tradisional (OT) mengandung BKO bukan hanya menjadi permasalahan di Indonesia melainkan juga di seluruh dunia. Berdasarkan informasi melalui post marketing alert system (PMAS), world health organization (WHO) dan US food and drug adimistration (FDA) sebanyak 30 OT dan suplemen kesehatan (SK) mengandung BKO serta bahan dilarang lainnya juga ditemukan di negara-negara ASEAN, Australia, dan Amerika Serikat (BPOM, 2015). Badan POM mengeluarkan peringatan publik pada tanggal 11 Desember 2016 terkait OT mengandung BKO yang dilarang untuk dikonsumsi masyarakat. Sebanyak 39 OT mengandung BKO yang 28 di antaranya merupakan OT tidak terdaftar di Badan POM dan 11 OT izin edarnya dibatalkan. Temuan produk OT yang teridentifikasi mengandung BKO pada tahun 2016 didominasi oleh jamu pegal linu (penghilang rasa sakit) dan antirematik (BPOM, 2016). Hasil pengawasan dan pemeriksaan yang dilakukan BPOM, BKO yang terdapat pada jamu pegal linu antara lain fenilbutazon, parasetamol, deksametason, natrium diklofenak, dan piroksikam (BPOM, 2016). Jamu pegal linu merupakan jamu yang banyak dikonsumsi oleh para pekerja berat. Jamu pegal linu dikonsumsi untuk mengurangi rasa nyeri, menghilangkan pegal linu, capek, nyeri otot dan tulang, memperlancar peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh, dan menghilangkan sakit seluruh badan. Berdasarkan beberapa kasus tentang BKO dalam jamu pegal linu yang berhasil diungkapkan BPOM, BKO yang paling sering ditemukan adalah parasetamol (Handoyo, 2014).

5

Parasetamol merupakan obat analgesik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di sistem syaraf pusat (SSP). Analgesik adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum (Darsono, 2002). Untuk menganalisis kandungan BKO Paracetamol dalam jamu pegal linu dapat digunakan metode kromatografi lapis tipis dan Spektrofotometer UV-Visibel. Identifikasi Rhodamin B dilakukan dengan cara kromatografi lapis tipis (KLT). Penggunaan kromatografi lapis tipis untuk pemisahan 2 fase yang sederhana dan cepat dalam proses pemisahan dan sensitif (Khopkar, 2002). Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan campuran analit dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu melihat komponen/analit yang terpisah dengan penyemprotan atau pengecatan. Dalam bentuk yang paling sederhana, lempeng-lempeng KLT dapat disiapkan di laboratorium, lalu lempeng diletakkan dalam wadah dengan ukuran yang sesuai, lalu kromatogram hasil dapat discanning secara visual (Rohman, 2012: 329). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah, demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat (abdul, 2009: 45). Penjerap/Fase diam pada KLT Dua sifat penjerap yang penting adalah ukuran partikel dan fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran ratarata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi-desorpsi (perpindahan analit dari fase diam ke fase gerak dan sebaliknya) yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorpsi. Lapisan tipis yang digunakan sebagai penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar ion, gel eksklusi, dan siklodestrin, yang digunakan untuk pemisahan kiral (Rohman , 2012: 324). Silika gel merupakan penjerap yang paling sering digunakan dalam studi KLT, lempeng KLT silika gel yang beredar dipasaran mempunyai rata-rata ukuran partikel 10 µm dengan kisaran ukuran yang lebih sempit. Lempeng-lempeng KLT tersedia dengan

6

indikator fluorosen (bahan yang berflourosensi/berpendar), yang biasanya berupa seng silikat atau fosfor yang diaktivasi oleh mangan(Mn), yang akan mengemisikan suatu flourosensi hijau ketika diradiasi/disinari dengan lampu UV (lampu Hg) pada panjang gelombang 254 nm. Senyawasenyawa yang mampu menjerap sinar UV akan muncul sebagai bercak- 23 bercak hitam terhadap dasar yang berflourosensi hijau disebabkan oleh adanya peredaman flourosensi (Rohman, 2012: 335-336). Dalam KLT dan juga Kromatografi Kertas, hasil-hasil yang diperoleh digambarkan dengan mencantumkan nilai Rf-nya yang merujuk pada migrasi relatif analit terhadap ujung depan fase gerak atau eluen, dan nilai ini terkait dengan koefesien distribusi komponen. Maka nilai Rf didefenisikan sebagai berikut :

Nilai Rf dapat digunakan sebagai cara untuk analisis kualitatif (Rohman, 2012: 331). Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer, spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 2008: 225). Spektrofotometri UV-Vis merupakan metode yang digunakan untuk menguji sejumlah cahaya yang diabsorpsi pada setiap panjang gelombang di daerah UV dan Tampak. Dalam instrumen ini suatu sinar cahaya terpecah sebagian cahaya diarahkan melalui sel transparan yang mengandung suatu larutan senyawa tetapi mengandung pelarut. Ketika radiasi elektromagnetik dalam daerah UV-Vis melewati suatu senyawa yang mengandung ikatan rangkap, sebagian dari radiasi biasanya diabsorpsi oleh senyawa. Hanya beberapa radiasi yang diabsorpsi tergantung pada 31 panjang gelombang dari radiasi dalam struktur senyawa (Mulja, 1995: 48 – 49). Pendeteksian senyawa dengan cara sederhana menggunakan spektrofotometer ultraviolet dilakukan pada panjang gelombang 254 nm dan 356 nm. Radiasi senyawa pada panjang gelombang 254 nm menunjukkan radiasi gelomang pendek, sedangkan pada panjang gelombang 356 nm menunjukkan

7

radiasi gelombang panjang. Bila senyawa menyerap sinar UV, maka akan tampak sebagai bercak gelap pada latar belakang yang berflourosensi (Stahl, 1985: 3-18). Prinsip penggunaan alat spektrofotometer UV-Visibel adalah melewatkan radiasi melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron pada ikatan di dalam molekul tereksitasi sehingga menempati kuantum yang lebih tinggi, dan dalam prosesnya menyerap sejumlah energi yang melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan di dalam ikatan molekul, semakin panjang gelombang (energi lebih rendah) radiasi yang diserap (Watson, 2010). Besarnya penyerapan radiasi sebanding dengan jumlah molekul, sesuai dengan hukum Lambeert-Beer menurut Watson (2010) dapat dilihat pada persamaan 1. A=εBC Keterangan : A = Serapan (Absorbansi) (nm) ε = Absorbtivitas molar (Nilai ekstensi) B = Tebal tempat komponen (Tebal kurvet) (cm) C = Konsentrasi komponen (yang dicari) (Watson, 2010). Persamaan 1. Rumus Serapan Hukum Lambeert-Beer Cairan pelarut yang digunakan untuk analisis menggunakan spektrofotometer UVVisibel memiliki syarat, yaitu tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna, tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis, serta kemurniannya harus tinggi (Mulja dan Suharman 1995). Konfigurasi dasar setiap spektrofotometer visibel tersusun pada gambar 4. M

SR

RS

D

Keterangan : SR

= Sumber radiasi

M

= Monokromator

RS

= Ruang Sampel (kuvet)

D

= Detektor

A

= Amplifier (penguat sinyal)

R

= Recorder (perekam)

8

A

R

VI.

ALAT DAN BAHAN a. Alat No

Nama Alat

1

Gelas Ukur

Alat

Keterangan Sebagai alat ukur volume cairan

yang

memerlukan

tidak ketelitian

yang tinggi

2

Beker Glass

Sebuah

nwadah

penampung

yang

digunakan

untuk

mengaduk,

mencampur,

dan memanaskan cairan

3

Timbangan

Untuk mengukur massa

Analitik

suatu zat baik itu zat padat maupun zat cair.

9

4

Lempeng

Sebagai

zat

penyerap,

Silica Gel

pengering dan penopang katalis.

5

Spektrofotome

Merupakan

alat

tri UV-Vis

spektrofotometer digunakan

yang untuk

pengukuran

di

daerah

ultraviolet dan di daerah tampak

6

Kuvet

Digunakan

untuk

menempatkan

larutan

tembus pandang yang akan di ukur nilai absorbansi nya pada peralatan instrument spektrofotometer

ultra

violet.

7

Pipet Tetes

Membantu memindahkan cairan dari suatu wadah ke wadah

lainnyadalam

jumlah yang amat kecil, yaitu setetes demi setetes.

10

8

Pipit Ukur

Untuk memindahkan suatu volume cairan dari satu tempat ke tempat lain.

9

Spatula

Alat

untuk

mengambil

objek.

10

Chamber

Digunakan sebagai tempat untuk meletakan fase gerak

11

Pipa Kapiler

Digunakan

sebagai

alat

untuk menotolkan sampel.

11

12.

Labu Takar

Digunakan

untuk

mengukur larutan secara spesifik dengan ketelitian pengukuran yang sangat tinggi.

Alat

ini

biasa

digunakan

untuk

mengencerkan larutan 13

Pipet Volume

Digunakan

untuk

mengambil

larutan

dengan

tertentu

sesuai

volume

dengan

ukuran pipet volume.

b. Bahan 1. Sampel Jamu Pegal Linu A 2. Sampel Jamu Pegal Linu B 3. Sampel Jamu Pegal Linu C 4. Baku Paracetamol 5. Metanol 6. Aquades 7. Etanol 8. Kertas Saring Whatman 1 9. Amonia 10. Etil Asetat 11. Kloroform

12

VII. CARA KERJA (Skematis)

Deskripsi produk dan uji organoleptic Produk jamu pegal linu dideskripsikan masing- masing meliputi komposisi. Khasiat dan dosisnya

serta diuji secara organoleptis meliputi bentuk, warna, dan rasanya.

A. Uji kualitatif dengan metode kromatografi lapis tipis (BPOM RI, 1995) 1) Pembuatan larutan uji Sampel jamu pegal linu ditimbang sebanyak ±500 mg

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 10 mL etanol

Dikocok selama 30 menit kemudian disaring

Sari diuapkan di atas penangas air sampai kering

Sisa penguapan dilarutkan dalam 5 mL etanol.

13

2) Pembuatan larutan kontrol (pembanding) Sampel jamu pegal linu ditimbang sebanyak ±500 mg

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 10 mL etanol

dikocok selama 30 menit kemudian disaring

Sari diuapkan di atas Filtrat diuapkan di atas penangas air sampai kerings penangas air sampai kering

Sisa penguapan dilarutkan dalam 5 mL etanol.

3) Pembuatan baku pembanding parasetamol; 0,1% b/v dalam etanol Baku pembanding parasetamol ditimbang 100 mg

Dimasukkan ke dalam labu ukur

Dilarutkan dengan etanol hingga 100,0 mL etanol lalu dihomogenkan 4) Pembuatan fase gerak (eluen)

Diperoleh eluen terbaik yaitu etil asetat : etanol : amonia (85:10:5) . Cara pembuatannya sebagai berikut: 4,5 mL etil asetat, 5 mL etanol dan 2,5 mL amonia diukur dan dicampur kemudian dimasukkan ke dalam chamber untuk dijenuhkan

14

5) Persiapan fase diam Plat KLT diaktifkan dengan cara pemanasan pada oven selama 30...


Similar Free PDFs