Analisis Kebijakan Publik, Teori dan Aplikasi dalam Perspektif Otonomi Khusus Papua PDF

Title Analisis Kebijakan Publik, Teori dan Aplikasi dalam Perspektif Otonomi Khusus Papua
Author I. Kendi
Pages 113
File Size 8.4 MB
File Type PDF
Total Downloads 21
Total Views 417

Summary

1 KATALOG DALAM TERBITAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK Teori dan Aplikasi Dalam Perspektif Otonomi Khusus Papua Penulis : Ibrahim Kristofol Kendi Editor : Y.Gabriel Maniagasi Penerbit : Yayasan Emereuw Sentani Papua Redaksi :Jl. Raya Sentani, Dusun Emereuw Kota Baru Abepura, Kota Jayapura Layanan SMS :0...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Analisis Kebijakan Publik, Teori dan Aplikasi dalam Perspektif Otonomi Khusus Papua Ibrahim Kristofol Kendi Yayasan Emereuw Sentani Papua

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

1

KATALOG DALAM TERBITAN

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Teori dan Aplikasi Dalam Perspektif Otonomi Khusus Papua Penulis Editor

: Ibrahim Kristofol Kendi : Y.Gabriel Maniagasi

Penerbit Redaksi Baru

: Yayasan Emereuw Sentani Papua :Jl. Raya Sentani, Dusun Emereuw Kota

Abepura, Kota Jayapura Layanan SMS :085244179751 atau 085197139012 Desain Sampul : Tim Sudefa Art Layout : Tim Sudefa Art Hak Cipta © Ibrahim Kristofol Kendi vii + 105 hlm, 14cm x 21 cm Cetakan I Maret 2016 ISBN

: 978-602-96388-9-9

Distribusi Alamat

: APK Fisip Uncen : Jl Prof Soegarda Poerbakawatja Kampus Uncen Abepura : Percetakan Sudefa, Jayapura

Dicetak Oleh

Jl. Markas Komando TNI Angkatan Laut, Hamadi, Jayapura Papua.

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar (iii) Daftar Isi (iv) Bab 1 Analisis Kebijakan Publik (analisis Model Kampung Adat di Sentani Kabupaten Jayapura (1) A. Catatan Awal (3) B. Kampung dan Permasalahannya (4) C. Memahami Analisis Kebijakan Publik (9) 1. Memahami Teori Kebijakan Publik (9) 2. Dualisme Kepemimpinan (15) 3. Tujuan (18) 4. Sasaran (19) 5. Alternatif Kebijakan dalam Menentukan Model Kampung Adat di Sentani (20) 6. Alternatif terbaik sebagai tindakan Kebijakan (31) D. Kesimpulan (37) E. Catatan Akhir (39) Bacaan Rujukan (40)

3

Bab 2 Perumusan Kebijakan Publik (Perumusan Perdasus No 25 tahun 2013) A. Pengelolaan Keuangan Dana Otonomi Khusus dan Permasalahannya (45) B. Pendekatan Perumusan Perdasus No 25 Tahun 2013 (50) C. Perumusan Perdasus No 25 Tahun 2013 (51) 1. Perumusan Kebijakan Publik (51) 2. Aktor-aktor Kebijakan Publik (57) 3. Tahapan Perumusan Perdasus No.25 Tahun 2013 (59) D. Perumusan Masalah (definisi problem) (73) 1. Agenda Kebijakan (73) 2. Proses Penetapan Perdasus (73) E. Kesimpulan (75) F. Beberapa Catatan Akhir (75) Bacaan Rujukan (77) Bab 3 Evaluasi Kebijakan Publik (Evaluasi manfaat Program Pembangunan Bidang ekonomi Kota Jayapura) (79) A. Masalah Kemanfaatan Program Pembangunan (81) B. Metode Evaluasi (85) C. Implementasi Program (86) D. Evaluasi Program (86) 1. Indikator Evaluasi (87) 4

2. APBD (88) 3. Program Kegiatan (94) 4. Proses Evaluasi (101) E. Kesimpulan (103) F. Catatan Akhir (104) Lampiran Bacaan Rujukan

5

KATA PENGANTAR Pertama-tama patutlah saya menaikkan Rasa Syukur Kepada Tuhan Maha Besar dan Maha Baik, karena atas penyertaan-Nya sehingga naskah buku yang berada di tangan pembaca dapat diselesaikan. Buku bacaan tentang Kebijakan Publik ini merupakan himpunan dari beberapa artikel yang pernah ditulis untuk berbagai kepentingan, yang kemudian diedit seperlunya dan diterbitkan oleh Penerbit Yayasan Emereuw Sentani Papua guna menambah khasanah perbukuan kita di Tanah Papua. Secara akademik, buku ini memuat teori, konsep dan aplikasi Analisis Kebijakan Publik yang dikontekskan dengan kasus-kasus yang khas Papua. Kasus Khas Papua itu antara lain seperti yang tertuang pada Bab 1 yang menguraikan terkait analisis Kebijakan Pemerintah Kabupaten Jayapura mengenai Model Kampung Adat. Pada bagian ini pembaca akan menyimak model-model analisis yang relevan dengan Kebijakan Primadona Pemerintah Kabupaten Jayapura saat ini. Pembaca juga akan menemukan halhal menarik dalam bagian ini. Pada Bab I ini, kajian diarahkan untuk menentukan model kampung adat yang “tepat” dan sesuai dengan kenyataan riil di tengah-tengah Masyarakat Adat Sentani. Dengan lokasi pada beberapa titik dengan keterwakilan, yakni satu wilayah diwakili oleh satu pemerintahan ondofolo dan satu kampung/Desa. Misalnya, 6

Ondofolo Sentani Timur (Heram Rasim Kelebeuw) dan Desa Asei Kecil. Sentani Tengah diwakili oleh Kampung Sereh dan Ondofolo Ondikeleuw Hafoteuw, dan Sentani Barat diwakli oleh Ondoafi Norokobouw dan Kampung/Desa Bambar. Sumber yaitu, Dewan Adat Sentani, Pemimpin-pemimpin adat, (Ondoafi/Ondofolo), Kepala-kepala Suku, dan Kepala-kepala Desa. Kemudian pada Bab 2 dibahas khusus mengenai model perumusan Kebijakan yang dikontekskan dengan sebuah contoh Perumusan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus), yakni Perdasus Nomor 25 tahun 2013 tentang Pengelolaan Keuangan Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua. tahapantahapan serta hal-hal yang terkait dengan proses perumusan kebijakan dapat ditemui pada bagian ini. Lalu pada Bab 3 diuraikan tentang implementasi program dan kebijakan. Pada bagian akhir ini diulas secara praktis manfaat kebijakan publik dalam menganalisis implementasi program dan kegiatan pemerintah Kota Jayapura, yang dikontekskan pada semangat Otonomi Khusus Papua, yakni Keberpihakan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Orang Asli Papua. Sebagai pemula, saya merasa kurang percaya diri dalam menghasilkan karya ini, namun atas dorongan dan diskusi-diskusi lepas dengan sejumlah rekan, maka buku sederhana ini dapat diselesaikan. 7

Untuk itu pada kesempatan ini, saya menyampaikan terima kasih kepada Kakanda Y. Gabriel Maniagasi, S.Sos, MSi yang senantiasa memberi motivasi dan dorongan sehingga tulisantulisan yang tercecer dikumpulkan lalu dipilih dan dipilah kemudian dikemas dan diedit seperlunya agar menjadi bahan bacaan menarik. Terima kasih juga kepada rekan-rekan dosen di Program Studi Administrasi Perkantoran Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Cenderawasih : Drs J. Ronsumbre, SH, MSi; Yuliance Burdam, S.Sos, M.AB; Terianus Safkaur, S.Sos, MPA; Henderina Morin, SE, MPA; Roland Everson Binoer, S.Sos, MPA; Tertulianus Tabi, S.Sos, MPA; Jackson Yumame, S.IP, MPA(p), dan Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Edward Kocu, S.Sos, M.Si atas diskusi dan kebersamaannya. Terima kasih juga kepada Penerbit Yayasan Emereuw yang telah menerbitkan naskah ini, dan terakhir terima kasih yang tak terhingga kepada istri tersayang dan anakanak yang selalu setia menemani di saat suka maupun duka. Biarlah buku ini menjadi sebuah “karya mulia” yang dapat menjadi kebanggaan buat kalian. Buper Waena, 9 Maret 2016 Ibrahim K. Kendi

8

BAB

1

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

9

Analisis Model Kampung Adat Di Sentani

A. Catatan Awal ANALISIS Kebijakan identik dengan masalah. Masalah merupakan nilai atau preferensi individu atau kelompok orang yang belum terpenuhi atau terpecahkan. Kesenjangan antara harapan dan kenyataan ini merupakan titik tolak dibutuhkannya sebuah pemikiran mendalam mengenai mengapa sebuah masalah dapat terjadi dan bagaimana solusi penyelesaiannya. 10

Pemikiran mendalam ini membutuhkan kecerdasan seseorang untuk mengidentifikasi nilai, fakta dan juga tindakan dalam mengatasi masalah dimaksud. Nugroho (2014 : 271) menyatakan bahwa analisis kebijakan menjawab tiga macam pertanyaan : Pertama, Nilai, yang pencapaiannya merupakan tolak ukur utama untuk menilai apakah suatu masalah sudah teratasi ? Kedua, Fakta, yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai ? Ketiga, Tindakan, yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai. Mengambil posisi sebagai penasehat atau pemikir yang turut memberi pertimbangan bagaimana sebuah isu ditetapkan sebagai masalah dan selanjutnya masalah tersebut dikonfigurasikan menjadi sebuah kebijakan publik. Seorang raja, presiden bahkan parlemen sekalipun membutuhkan penasehat bagaimana sebuah keputusan dieksekusi. Pada bagian ini, akan diulas mengenai peranan Analisis Kebijakan dalam meneropong Kampung Adat di Kabupaten Jayapura. hal ini dimaksudkan agar ilmu Kabijakan Publik dapat dimanfaatkan untuk membedah persoalan-persoalan di masyarakat yang dimunculkan karena dampak dari kebijakan Pemerintah. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam, pembaca dapat menyimaknya dalam ulasan-ulasan selanjutnya. 11

B. Kampung Adat dan Permasalahannya Kebijakan dan arah pembangunan yang diterapkan di Provinsi Papua selama ini selalu mengacu pada kebijakan dan arah pembangunan yang diturunkan pemerintah pusat secara nasional. Situasi semacam ini menuntut resistensi masyarakat adat di Papua untuk mempertahankan seperangkat institusi lokal yang menjadi modal sosial dalam menepis setiap kebijakan pembangunan yang dianggap bertantangan dengan kenyataan rill masyarakat setempat. Undang-Undang Nomor 5 Tahun1979, tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintah Desa, merupakan kebijakan berskala nasional yang terkesan “dipaksakan” tanpa adanya pertimbangan kekuatan-kekuatan lokal dalam suatu kelompok masyarakat. Wilayah Kabupaten Jayapura secara keseluruhan masih eksis mempertahankan struktur Pemerintahan Tradisional (Ondoafi/Ondofolo). Dewasa ini di daerah suku bangsa Sentani terdapat dua macam sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan formal berupa pemerintah desa dan sistem pemerintahan non formal yang disebut pemerintahan adat (tradisional). 12

Pemerintah desa merupakan pemerintahan paling rendah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berada dibawah pemerintahan Kecamatan/Distrik. Pemerintahan adat (tradisional) merupakan pemerintah asli suku bangsa setempat (Sentani) yang sudah ada sejak jaman purbakala secara turun-temurun. (Dyah Irawati dan Hinijajati 2006 : 30). Sistem pemerintahan ini diakui oleh masyarakat Adat Sentani sebagai satu wadah organisasi pemerintahan yang khas dan absolut, tertata dalam struktur organisasi yang jelas, pembagian kewenangan yang didasarkan atas prinsip-prinsip adat yang kuat sehingga tidak terjadi penyalahgunaan tugas kewenangan dalam menjalankan sistem pemerintahan tersebut. Bahkan sebelum Irian Jaya (Papua) diakui sebagai salah satu provinsi di Wilayah Republik Indonesia, sistem pemerintahan Ondoafi mampu mewadahi dan melayani kepentingan masyarakat dalam berbagai pola kehidupannya “layaknya” sebuah negara yang berdaulat. Sebagaimana diungkapkan oleh Kris Tokoro (dalam Philipus Kepeuw 2010) bahwa : Di Sentani masyarakat adat memiliki pemerintahan sendiri. Sebelum Sentani masuk dalam wilayah NKRI, masyarakat Suku Sentani telah hidup dalam struktur pemerintahan sendiri. Struktur pemerintahan adat tersebut dikenal dengan pemerintahan adat. Pemerintahan adat ini terdiri dari: satu Ondoafi

13

(Kepala Adat), Kose (Kepala Suku) dan Akhona (Kepala keret). Satu Ondoafi membawahi lima kepala suku. Dalam satu suku terdapat lima kepala keret.

Mekanisme peran lembaga adat semakin melemah, namun secara prinsip, Pemerintahan Adat masih memiliki wibawa dan pengaruh besar dibandingkan pemerintahan formal. Hal ini disebabkan karena Pertama, Pemerintahan Adat disamping bertumbuh dan berakar dalam masyarakat setempat, juga diarahkan untuk melayani kepentingan masyarakat, sedangkan pemerintahan dan kepemimpinan formal cenderung dikondisikan untuk dan berfungsi melayani kepentingan birokrasi dari atas. Kedua, kepercayaan magico-religius penduduk setempat bahwa ondoafi memiliki kekuatan magis, sesuatu yang tidak dimiliki oleh kepala desa dan lurah, (Irma dan Alhamid, 2005 : 15). Dalam menentukan model pemerintahan kampung yang sesuai dengan kondisi Masyarakat Adat Sentani maka struktur pemerintahan ondoafi/ondofolo merupakan format pemerintahan yang sesuai dengan sistem adat-istiadat Masyarakat Adat Suku Sentani, namun dalam proses penyelenggaraan pemerintahannya sudah barang tentu akan berbenturan dengan kebijakan pemerintah yang ada di atasnya, disamping itu eksistensi ondoafi/ondofolo dalam Struktur Adat Sentani memiliki legitimasi absolut, sehingga 14

ondoafi/ondofolo tidak dapat diperintahkan oleh siapa pun terkecuali Tuhan Yang Maha Kuasa, dan pergantian kepala pemerintahan dilakukan secara turun-temurun sehingga model seperti ini sangat kontradiktif dengan hukum positif di Indonesia, dimana kepala desa berhak memilih dan dipilih. Sementara itu sistem pemerintahan desa yang telah diseragamkan secara nasional cenderung menimbulkan konflik. Dengan diberlakukannya penyeragaman model pemerintahan kampung seperti ini justru di Sentani timbul rivalitas kepemimpinan antara kepala desa dan ondoafi/ondofolo. Rivalitas ini terjadi akibat implementasi program pembangunan desa yang kecenderungannya lebih memihak kepada sistem pemerintahan desa karena diwadahi oleh kebijakan berskala nasional sementara ondoafi/ondofolo yang notabene sebagai pemilik hak ulayat secara formal berada pada posisi powerless. Nah, dari persoalan ini diupayakan untuk menemukan Model Pemerintahan Kampung yang mampu mewadahi sistem pemerintahan ondoafi/ondofolo dan sistem pemerintahan desa yang merupakan sistem pemerintahan terendah di wilayah NKRI. Format yang ditawarkan adalah untuk menjaga Stabilitas Penyelenggaraan Kebijakan Pemerintah dalam menata Sistem Pemerintahan Kampung di 15

Seluruh Wilayah Indonesia maka sistem pemerintahan desa tetap ada di wilayah Sentani sementara sistem pemerintahan ondoafi/ondofolo tidak boleh masuk dalam ranah pemerintah, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya intervensi kepemimpinan dalam sistem pemerintahan ondoafi/ondofolo yang bersifat absolut. Maksudnya adalah nilai-nilai keondoafian yang “sakral” itu tidak boleh diintervensi oleh undangundang pemerintah kecuali protektif atau memberikan perlindungan. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah terjadinya proses pembiaran apabila terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh kepala desa yang adalah ondoafi/ondofolo karena kekuasaannya bersifat absolut. C. Memahami Analisis Kebijakan Publik 1. Memahami Teori Kebijakan Publik Menurut Dunn, analisis kebijakan adalah aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai dan merekomendasikan pengetahuan tentang dan di dalam proses kebijakan, (Nugroho 2014 : 265-266). Analisis kebijakan diambil dari berbagai disiplin ilmu dengan tujuan memberikan informasi yang bersifat deskriptif, evaluatif, dan atau preskriptif. 16

Analisis kebijakan menjawab tiga macam pertanyaan, Pertama, Nilai yang pencapaiannya merupakan tolak ukur utama untuk menilai apakah suatu masalah sudah teratasi ?, Kedua, Fakta yang kebenarannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai. Ketiga, Tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilainlai, Nugrogo (2014 : 271-272). Wibawa (1994 : 52) menginterpretasi penjelasan Meyer dalam Robert dan Ernest bahwa proses analisis kebijakan bermaksud memberikan rekomendasi yang bermanfaat bagi suatu pembuatan kebijakan publik. Menurut Wibawa bahwa agar memberikan rekomendasi yang baik tentang suatu kebijakan maka di dalam proses analisis itu terkandung aktivitas pemilihan alternatif. Selanjutnya agar bisa membuat kesimpulan tentang kebaikan suatu kebijakan (dan sudah barang tentu keburukannya) seorang analis harus melakukan penelitian dengan kualitas yang memadai di sekitar Masalah Kebijakan yang dikajinya. Analisis kebijakan sebuah pemikiran intelektual yang menempatkan posisi pada semua aspek yang dibutuhkan dalam Proses Kebijakan Publik. Analisis Kebijakan dalam pendekatan prospektif menempatkan para analis untuk

17

menemukan alternatif terbaik dalam pemecahan masalah publik sebelum ada aksi kebijakan. Analisis Kebijakan model ini lebih menekankan pada masa depan dari sebuah Kebijakan Publik. Analisis Kebijakan Retrospektif merupakan analisis yang dilakukan terhadap kebijakan yang sedang berlangsung sementara Analisis Kebijakan Integral menempatkan analisis pada posisi belum adanya Aksi Kebijakan dan Kebijakan yang sementara berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa Analisis Kebijakan merupakan induk dari semua Proses Kebijakan Publik. Proses Analisis Kebijakan Publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup Penyusunan Agenda, Formulasi Kebijakan, Adopsi Kebijakan, Implementasi Kebijakan, dan Penilaian Kebijakan. Sedangkan aktivitas Perumusan Masalah adalah forcasting, Rekomendasi Kebijakan, Monitoring dan Evaluasi Kebijakan merupakan aktivitas yang lebih bersifat intelektual, (Subarsono : 2006 : 8). Dunn (2003 : 21) mendiskusikan tahapan Analisis Kebijakan dalam lima prosedur antara lain : Pertama, Perumusan masalah (definisi) yaitu : menyediakan informasi mengenai kondisi-kondisi 18

yang menimbulkan masalah kebijakan. Kedua, Peramalan (prediksi), menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan termasuk tidak melakukan sesuatu. Ketiga, Rekomendasi (preskripsi) menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan masalah. Keempat, Pemantauan (deskripsi) menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan. Kelima, Evaluasi : menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah. Dalam penyusunan agenda, kebijakan ada tiga kegiatan yang perlu dilakukan yakni : (1). Membangun presepsi di kalangan stakeholders bahwa sebuah fenomena benar-benar dianggap masalah. Sebab bisa jadi suatu gejala oleh kelompok masyarakat tertentu dianggap masalah tetapi oleh sebagian masyarakat yang lain atau elite politik bukan dianggap sebagai masalah. (2). Membuat batasan masalah. (3). Memobilisasi dukungan agar masalah tersebut masuk dalam agenda pemerintah, (Subarsono, 2006 : 11). Disini stakeholders berkompetesi memperjuangkan kepentingannya masing-masing, sebuah isu kebijakan berhasil masuk dalam agenda 19

kebijakan sangat tergantung pada lobi-lobi politik yang dibangun baik secara individu ataupun secara berkelompok. Hal ini juga sangat dipengaruhi oleh peran media masa dalam menyoroti sebuah masalah hingga menjadi isu publik yang tentunya dipecahkan hanya dengan kebijakan publik. Altenatif kebijakan (policy alternatives) adalah arah tindakan yang yang memungkinkan memberi sumbangan kepada pencapaian nilai, serta pemecahan terhadap suatu masalah kebijakan; (Dunn 131 : 1995). Atau merupakan crafting policy alternative yaitu proses menciptakan policy alternative. Metode Manipulation pertama kali diperkenalkan oleh Peter I May sehingga disebut metode May. Metode ini merupakan perumusan alternatif kebijakan dengan cara mencari atau merekayasa berdasarkan input yang diperoleh sehingga kita bisa menyusun alternatif yaitu menyusun variabel kebijakan dan menentukan tingkat rekayasa dari berbagai alternatif ke dalam strategi rasional. Terkait dengan kriteria yang berfungsi sebagai standar penilaian terhadap tindakan kebijakan ini, Patton dan Sawicki dalam (Subarsono2006 : 58-59) memberikan empat kriteria penilaian yaitu : Satu, Kelayakan Teknis, (Technical feasibiliy). Apakah alternatif yang dipilih dapat mengatasi pokok persoalan yang muncul. Ini mencakup dua sub 20

kriteria, yakni efektivitas, (effektivitas) dan cakupan (adequacy). Efektivitas menyangkut dengan apakah alternatif yang dipilih dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan adequacy menyangkut seberapa jauh alternatif yang dipilih mampu memecahkan persolan. Dua, Kemungkinan Ekonomi dan Finansial (Economic and Financial Possibility), kriteria ini menyangkut sub kriteria economic efficiency profitability dan cost effectiveness. Economic efficiency mempersoalkan apakah dengan menggunakan resources yang ada dapat diperoleh manfaat yang optimal. Profitability (keuntungan mempersoalkan perbandingan antara input dengan output kebijakan. Sedangkan cost effectiveness mempersoalkan apakah tujuan dapat dicapai dengan biaya minimal. Ketiga, Kelayakan politik, (politic viability). Kriteria ini mencakup sub-kriteria acceptability, appropriateness, responsiveness, legal, dan equity. Yang dimaksud dengan acceptability (tingkat penerimaan) adalah apakah alternatif kebijakan yang bersangkutan dapat diterima oleh para aktor politik (pem...


Similar Free PDFs