Eksistensi Bangunan Makam Kuno Raja-Raja Binamu di Kabupaten Jeneponto PDF

Title Eksistensi Bangunan Makam Kuno Raja-Raja Binamu di Kabupaten Jeneponto
Author Yabu M Mallabasa
Pages 19
File Size 869.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 100
Total Views 426

Summary

1 Eksistensi Bangunan Makam Kuno Raja-Raja Binamu Peninggalan Kerajaan Islam di Kabupaten Jeneponto Abstrak: Situs makam kuno Raja-Raja Binamu di wilayah bekas kerajaan Binamu pada masa lalu memiliki nilai-nilai filosofi dan makna tersendiri bagi masyarakat Turatea (Jeneponto). Di dalamnya terkandun...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Eksistensi Bangunan Makam Kuno Raja-Raja Binamu di Kabupaten Jeneponto Yabu M Mallabasa

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Ornamen Makam Kuno Raja-Raja Binamu di Kabupat en Jenepont o (2).doc Yabu M Mallabasa Ornamen Makam Kuno Raja-Raja Binamu di Kabupat en Jenepont o Yabu M Mallabasa Sejarah Perkembangan Seni Rupa Islam Try Wahyu Syaput ra Palont jongi

1 Eksistensi Bangunan Makam Kuno Raja-Raja Binamu Peninggalan Kerajaan Islam di Kabupaten Jeneponto Abstrak: Situs makam kuno Raja-Raja Binamu di wilayah bekas kerajaan Binamu pada masa lalu memiliki nilai-nilai filosofi dan makna tersendiri bagi masyarakat Turatea (Jeneponto). Di dalamnya terkandung nilai-nilai sejarah yang memiliki arti penting bagi kehidupan budaya bangsa, termasuk di dalamnya latar belakang sosial-budaya, agama dan kepercayaan, teknologi, dan lain sebagainya. Semua itu menarik untuk dicermati dan dikaji lebih jauh lagi guna menelusuri makna esensinya. Situs makam kuno Raja-Raja Binamu sebagaimana halnya dengan benda-benda arkeologis lainnya merupakan tonggak sejarah yang bisa mengungkap banyak hal seperti pola pikir, perilaku, adat-istiadat, sistem sosial budaya di samping juga mencerminkan aspek teknologi dan budaya, seni, dan religi. Fenomena tersebut tercermin pada relief/ornamen yang ditampilkan melalui simbol-simbol tertentu. Oleh karena itu, artifak makam tersebut hendaknya jangan dilihat semata-mata pada bentuk dan hiasannya saja, tetapi yang lebih penting adalah dilihat sebagai hasil karya yang bernilai budaya yang dihasilkan oleh suatu masyarakat pada masa lampau.”

A. PENDAHULUAN Daerah Tingkat II Kabupaten Jeneponto sebagaimana dengan daerahdaerah lainnya di Sulawesi Selatan memiliki potensi seni budaya dan peninggalan purbakala yang cukup beragam. Salah satu diantaranya ialah situs makam kuno raja-raja Binamu di Kecamatan Bontoramba. Di wilayah ini, terdapat beberapa lokasi pemakaman kuno Raja-Raja Binamu, yaitu makam kuno di kompleks Bataliung Bontoramba, makam kuno Joko, dan makam kuno di Pokobulo. Makam kuno yang berlokasi di Desa Bontoramba merupakan pusat pemakaman raja-raja Binamu, sedangkan kompleks makam kuno yang berlokasi di Dusun Joko dan Pokobulo merupakan

pemakaman

raja-raja/tokoh

penting

yang

pernah

menjabat

pemerintahan pada masa To’do Bangkalaloe. Makam kuno raja-raja Binamu adalah salah satu diantara sekian banyak situs peninggalan purbakala yang memiliki ornamen yang menarik untuk dikaji. Makam tersebut memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan makammakam kuno lainnya, baik dilihat dari segi tipologinya maupun dari segi ornamennya, serta dari dari segi simbolik-estetisnya. Salah satu keunikan yang dimaksud ialah terdapat nisan arca manusia di samping ornamennya yang sangat menarik. Keunikan-keunikan seperti itu jarang ditemukan pada makam kuno di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Tulisan ini didasarkan atas pemikiran bahwa (1) eksistensi bangunan makam kuno perlu dikaji secara mendalam guna menelusuri aspek-aspek kehidupan budaya

2 bangsa, (2) perlunya penumbuhan kesadaran terhadap budaya dan tradisi untuk menyatakan jatidiri, (3) pentingnya menelusuri kesinambungan nilai-nilai tradisi dalam proses pengembangan kesenian dan tradisi sesuai dengan tuntutan budaya baru, dan (4) perlunya mengintensifkan penyebarluasan informasi budaya melalui publikasi ilmiah dalam rangka meningkatkan apresiasi seni budaya masyarakat serta pemberdayaan BCB. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dianggap perlu dilakukan pengkajian terhadap eksistensi ragam hias pada situs makam kuno raja-raja Binamu yang selama ini belum banyak mendapat perhatian dengan harapan agar hasil penelitian ini dapat menambah informasi budaya bagi masyarakat luas. Pandanganpandangan para arkeolog Islam mengenai pentingnya pengkajian terhadap artifak makam, antara lain dikemukakan oleh Ambary bahwa studi mengenai makam kuno perlu pengkajian lebih jauh terhadap bentuk arsitekturnya maupun terhadap aspek dekoratifnya, serta aspek teknis lainnya. Pandangan tersebut mengundang perhatian bahwa studi terhadap artifak makam kuno perlu pengkajian secara mendalam dan komprehensif, baik terhadap aspek bentuk arsitekturnya maupun terhadap aspek-aspek lainnya guna mengungkap makna esensinya, termasuk dalam kaitannya dengan fenomena kesenian dan kebudayaan Islam. Sedangkan pentingnya aspek historis ditonjolkan, mengisyaratkan pula pentingnya penelitian terhadap BCB tersebut

dalam rangka pembinaan dan pengembangannya

(revitalisasi dan reinterpretasi).1 Mundarjito mengemukakan bahwa pentingnya pemahaman terhadap hasil karya budaya suatu bangsa karena pada hakekatnya memiliki nilai sejarah yang mengandung arti penting dalam kehidupan berbudaya, serta diharapkan dapat merangsang pertumbuhan dan pengembangan kebudayaan Nasional. Selanjutnya dijelaskan bahwa situs BCB, selain sebagai suaka alam, juga merupakan hasil ekspresi budaya bangsa yang mengandung berbagai fungsi, yakni: (1) sebagai 1

Ambary (1986: 145) Ambary, Hasan Muarif, 1979. Sejarah Seni Rupa Islam, bagian karangan pada Sejarah Seni Rupa Indonesia, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. _______, 1997. Dinamika Sejarah dan Sosialisasi Islam di Asia Tenggara Abad ke-11-17 M, Kongres Nasional Sejarah Tahun. 1996, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. _______, 1998. Menemukan Peradaban: Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia, Cetakan I, Editor Jajat Burhanuddin, Jakarta: Logos PT. Wacana Ilmu.

3 lambang kepribadian, cerminan sejarah manusia dan kebudayaannya; (2) sebagai obyek sejarah dan ilmu pengetahuan; (3) merupakan pusat dokumentasi dan penelitian

ilmiah;

(4)

sebagai

sarana

bagi

kepentingan

pembinaan

dan

pengembangan nilai-nilai luhur budaya bangsa dalam arti luas; dan (5) sebagai obyek wisata dalam rangka pengembangan wisata budaya.2 Bertolak dari fenomena sosial-budaya masyarakat setempat serta dengan menghubungkan fakta sejarah, penulis berasumsi bahwa konsepsi pemikiran yang mendasari gagasan untuk mewujudkan rekayasa rancang-bangun arsitektur makam raja-raja Binamu secara monumental, diduga erat kaitannya dengan tradisi penghormatan terhadap leluhur, serta upaya masyarakat pendukungnya untuk menggambarkan kehidupan sosial-budaya dan sistem budaya. Dilihat dari segi arsitektur dan ornamennya, dapat dikatakan bahwa bangunan makam kuno raja-raja Binamu sesungguhnya sarat dengan nilai-nilai filosofis dan simbolik yang diapresiasikan melalui simbol-simbol estetis. Asumsi tersebut, juga didasarkan atas pendapat umum yang berkembang di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan bahwa faktor stratifikasi-sosial sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam tata cara pembangunan rumah, serta pembuatan makam bagi raja/tokoh agama. Sehingga dengan demikian, dalam wujud bangunan rumah tinggal, seringkali dibedakan antara rumah bangsawan dengan rumah rakyat biasa. Demikian pula halnya dengan wujud bangunan makamnya seringkali ditunjukkan adanya perbedaan-perbedaan tersebut. Dalam kaitan ini Jufri Tenribali dalam Yabu M. mengemukakan bahwa semua produk budaya masyarakat Sulawesi Selatan senantiasa dikaitkan dengan stratifikasi-sosial seseorang. Fenomena serupa juga terlihat pada situs makam kuno di tempat-tempat lainnya, seperti pada pemakaman kuno raja-raja Gowa, Bone, Soppeng, Wajo, dan Mandar. Dengan demikian, diduga bahwa faktor status sosial dan ketokohan seorang raja, khususnya di kalangan masyarakat Bugis-Makassar setidaknya ikut berpengaruh serta mendasari konsep pemikiran mengenai rekayasa rancang-bangun arsitektur makam tersebut. Sehingga dalam kenyataan, terdapat banyak bangunan makam raja dibuat dalam ukuran yang relatif besar (monumental)

2

Mundarjito dalam Irfan Mahmud (1999/2000: 84-85)

4 dan diperindah. Di samping itu, kemampuan teknik dan finansial, turut pula mendukung dalam mewujudkan gagasan tersebut.3 Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dianggap perlu dilakukan pengkajian secara mendalam terhadap eksistensi bangunan makam kuno raja-raja Binamu yang selama ini belum banyak mendapat perhatian. Hal ini penting untuk disosialisasikan dan dipublikasikan atas keperiadaannya agar masyarakat luas dapat memahami, serta lebih menghargai nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, baik sebagai bahan studi maupun untuk tujuan-tujuan lainnya. Adapun ruang lingkup permasalahan dalam tulisan ini meliputi aspek-aspek yang terkait dengan konsepsi pemikiran yang mandasari gagasan mengenai rancang-bangun arsitektur makam tersebut, serta latar budaya yang mendasarinya serta nilai-nilai filosofis dan simbolik-estetisnya. Irfan Mahmud mengemukakan bahwa: “Peradaban masa lalu, seperti mengekspresikan hasil pemikiran, hasrat, dan cita-cita melalui gambar-gambar atau ragam hias pada bangunan makam merupakan salah satu bentuk kebudayaan material yang unik dan langka. Namun peradaban seperti itu seringkali kurang mendapatkan perhatian oleh pemiliknya sendiri. Banyak situs cagar budaya alam yang dirusak, digali secara ilegal, dan ribuan warisan budaya lainnya yang sudah berpindah

tangan

dari

pemiliknya

mempertahankan kelestariannya.”

karena

tidak

mampu

memelihara

dan

4

Pemerintah daerah yang seharusnya melindungi dan memanfaatkan sumberdaya warisan budaya seperti itu terkadang tidak bisa berbuat banyak dengan alasan keterbatasan dana. Tidak heran jika pada beberapa tempat cenderung dibiarkan terlantar akhirnya mengalami kerusakan. Hal ini dapat dimaklumi karena pemikiran-pemikiran pada sebagian besar masyarakat kita cenderung menganggap bahwa penggalian masa lalu tidak penting. Padahal tinggalan peradaban masa lalu sebagai warisan nenek moyang memiliki nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3

Yabu M., 2002. Bangunan Makam Kuno Raja-raja Makassar di Sulawesi Selatan: Suatu kajian morfologi dan simbolik-estetis), Tesis, Bandung: Program Magister Institut Teknologi Bandung, halaman 1. 4 Irfan Mahmud (2001)

5 Pelestarian warisan budaya yang bersifat fisik melalui berbagai upaya, seperti kegiatan perlindungan, pemeliharaan, dan penyelamatan merupakan salah satu wujud kepedulian dalam arti pengembangan kebudayaan lokal maupun kebudayaan nasional, termasuk di dalamnya ragam hias pada makam kuno. Pentingnya kegiatan perlindungan dan penyelamatan situs cagar budaya tersebut karena di samping sebagai pelestarian warisan budaya, juga sebagai upaya dalam memupuk rasa kebanggaan nasional serta memperkokoh kesadaran jatidiri bangsa. Selain itu, warisan budaya seperti itu mempunyai arti yang sangat penting dalam kajian sejarah dalam rangka memajukan kebudayaan bangsa sekaligus sebagai bagian yang integral dari pembangunan nasional. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tradisi Seni Hias pada Bangunan Makam Peninggalan bangunan makam dari masa awal islamisasi di Sulawesi Selatan tidak banyak yang dapat diselidiki secara utuh, karena pada umumnya sudah mengalami kerusakan. Namun demikian, dari peninggalan yang masih dapat ditelusuri terlihat bahwa arsitektur makam kuno pada masa-masa awal islamisasi di Sulawesi Selatan lebih banyak berperan sebagai simbol estetik. Perlu dipahami bahwa mengenai bentuk estetik dan simbolik dalam arsitektur makam Islam tersebut, sesungguhnya tidaklah menampilkan soal kemewahan bentuk fisik dan monumentalnya seperti pada arsitektur masjid dan istana. Namun dibalik kesederhanaannya itu, memiliki latar belakang sejarah dan simbolik tersendiri dalam konteks budaya dan tradisi setempat. Daerah tingkat II Kabupaten Jeneponto sebagaimana dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia, memiliki potensi budaya, unsur-unsur tradisi, dan peninggalan purbakala yang cukup menarik untuk dikaji. Salah satu diantaranya adalah situs Makam Kuno Raja-Raja Binamu (peninggalan kepurbakalaan Islam abad XVII-XIX). Eksistensinya semakin penting karena di dalamnya terkandung nilai-nilai sejarah yang memiliki arti penting bagi kehidupan budaya bangsa. Banyak hal yang dapat terungkap di dalamnya, seperti latar belakang sosial-budaya, sistem budaya, adatistiadat, agama dan sistem kepercayaan, status sosial, citarasa keindahan, teknologi dan keterampilan, dan lain sebagainya. Semua itu menarik untuk dikaji guna menelusuri makna esensinya.

6 Para arkeolog memandang bahwa artifak makam sebagimana halnya dengan benda-benda arkeologis lainnya merupakan tonggak sejarah yang bisa mengungkap banyak hal. Ambary mengatakan bahwa artifak makam tersebut hendaknya jangan dilihat semata-mata pada bentuk dan hiasannya, tetapi yang lebih penting adalah dilihat sebagai karya budaya yang dihasilkan oleh suatu masyarakat pada masa lampau.5 Artinya yang menjadi sasaran utama adalah makna kultural dari makam tersebut (sebagai benda material) bagi kehidupan Muslim saat ini sebagaimana terungkap dari gaya dan pola bangunan makam itu sendiri. Perlu ditambahkan pula bahwa mempelajari peninggalan sejarah masa lampau, kita dapat memperoleh informasi tentang esensi kehidupan sosial-budaya dan sistem budaya, serta kesenian suatu bangsa sebagai bagian yang tak terpisahkan dari totalitas kehidupan berbudaya. Sejarawan mengatakan bahwa masa lalu merupakan sumber pelajaran dan kearifan yang berguna bagi kehidupan masa kini dan masa mendatang. Demikian pula halnya dengan artifak makam kuno raja-raja Binamu di Kabupaten Jeneponto yang menjadi topik permasalahan dalam tulisan ini. Dalam kaitan ini, Hariati Soebadio dan Edi Sedyawati menyampaikan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan budaya, tradisi, dan peradaban masa lalu perlu dipahami, dilestarikan, dan dimanfaatkan serta diteladani sebagai acauan tentang jati diri dan kepribadian bangsa.6 Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa kandungan nilai-nilai pada tinggalan sejarah memiliki aspek yang dapat memberikan kebanggaan bagi bangsa dan sekaligus membuktikan bahwa sejak zaman dahulu nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki peradaban yang tinggi. Apresiasi terhadap peninggalan sejarah yang menjadi kebanggaan nasional perlu dikembangkan agar jati diri dan kepribadian yang menandai kehidupan nenek moyang pada masa lalu tetap diketahui dan dapahami sebagai acuan hidup, sekaligus diteladani oleh generasi masa kini. Untuk itu, perlu dipelajari dalam kerangka proses belajar-mengajar sebagai pengetahuan yang dapat ditanamkan kepada anak didik mulai dari tingkat yang paling rendah yang sekaligus perlunya menumbuhkan rasa untuk ikut memiliki sense of belonging terhadap hasil warisan 5

Ambary, 1998. Menemukan Peradaban: Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia, Cetakan I, Editor Jajat Burhanuddin, Jakarta: Logos PT. Wacana Ilmu, 1998: xiv. 6 (Irfan Mahmud, 2001: 26

7 budaya masa lalu sebagaimana dikemukakan oleh Graham Clark dalam bukunya: Archaeoloy and Society.7 2. Tradisi Seni Hias pada Bangunan Makam Seperti halnya dengan ragam hias pada beberapa makam di Indonesia, ragam hias pada makam-makam Islam di Makassar mempunyai bentuk dan corak yang indah. Ragam hias utama adalah ragam hias bentuk sulur-suluran (daun, bunga, dan buah). Disamping sebagai penambah estetika (keindahan) dan simbol kekuatan gaib, ragam hias juga berfungsi sebagai simbol status. Status di sini dimaksudkan sebagai pimpinan, ketua adat, penyebar agama Islam, raja dan lainlain. Ragam hias diberbagai makam, baik dari masa Islam atau masa prasejarah ada yang berfungsi sebagai bukti bahwa yang dikuburkan di sana adalah orang yang terpandang di daerahnya atau di lingkungannya. Dengan demikian, maka seperti juga pada makam-makam prasejarah dan pada kubur-kubur Islam, status sosial seseorang juga mempengaruhi bentuk makamnya. Seorang mempunyai status sosial yang lebih tinggi maka makamnya dibuat lebih istimewa, diperindah dan kaya dengan ragam hias. Bentuk-bentuk makam pada masa berkembangnya Islam awal di Indonesia masih dipengaruhi oleh harkat dan martabat seseorang. Ditinjau dari segi estetika seni bangunan, makam merupakan manifestasi karya seniman (kreativitas seni) dalam bentuk arsitektur beserta ragam hiasnya. 8 Hiasan makam, dalam arti karya pahatan dapat mencakup dua hal yaitu bentuk keseluruhan makam, jirat, dan nisannya, serta jenis pahatan yang menghiasi bangunan makam, jirat dan nisannya. Dalam beberapa referensi disebutkan bahwa tradisi seni bangunan dan seni hias di Indonesia telah dikenal sejak zaman batu. Keterangan ini diperkuat dengan adanya bukti-bukti peninggalan artifak batu, termasuk pada bangunan purbakala dari masa prasejarah, Indonesia-Hindu.9 Begitu pula ketika masuknya Islam di Indonesia, aktivitas seni hias semakin diperkaya

7

Irfam Mahmud, 2001: 28). Ambary, 1998. Menemukan Peradaban: Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia, Cetakan I, Editor Jajat Burhanuddin, Jakarta: Logos PT. Wacana Ilmu, 1998: 102-103. 9 Depdikbud, 1979. Sejarah Seni Rupa Indonesia, Jakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, halaman 88-91.

8

8 dengan pola hias yang bernuansa Islami sebagaimana yang kita saksikan pada bangunan masjid, makam kuno, dan pada bangunan istana.10 Notosusanto mengemukakan bahwa tradisi menghias bangunan telah berkembang sejak lama jauh sebelum adanya pengaruh Hindu-Budha dan kebudayaan Islam di Indonesia. Pola hias tradisional tersebut mengandung arti sosial, geografis, dan religius.

Karena itu, dapat dikatakan bahwa seni hias di

Indonesia memegang peranan penting sejak zaman prasejarah hingga sekarang.11 Dalam kaitannya dengan tradisi seni hias yang bernuansa Islami, Ambary menjelaskan bahwa produk seni Islam Nusantara pada dasarnya mengambil bentuk dasar rancang-bangun dan seni hias pada makam para tokoh raja, dan para wali. Tradisi tersebut memperlihatkan sejumlah kecenderungan, seperti dalam konstruksi, struktur, tata-ruang, dan tata-letaknya yang seringkali disesuaikan dengan tingkat ketokohan; adanya pembagian halaman, atau dibuat berundak, bercungkup, dan sebagainya. Ambary mengemukakan bahwa kesinambungan konsep dan tradisi kesenian Indonesia asli dalam mengungkapkan ekspresi dari seniman kita di bidang seni bangunan dan seni hias tercermin pada bangunan purbakala sejak masa prasejarah, Indonesia-Hindu hingga Indonesia-Islam. Karena itu, nisan kubur di Indonesia seringkali ditampilkan dalam wujudnya yang cukup kaya dengan ragam hias. Tradisi seperti itu dapat dijumpai di seluruh Nusantara.12 Pengaruh seni lain yang non-Islam yang bersumber dari tradisi lama di Indonesia, antara lain pola hias prasejarah, seperti pola hias tumpal, meander, pilin berganda, swastika dan bentuk-bentuk alam lainnya. Demikian pula tradisi seni hias Indonesia-Hindu terutama tampak pada teknik stilisasi, pola ornamentik dan pemilihan motif hias. Selain itu, juga dapat dilihat pada bentuk-bentuk bangunan makam, seperti nisan bentuk gunungan (khususnya di Jawa), makam berundak, serta tradisi menghias makam dengan pola hias tertentu sebagai perlambangan semesta.13 10 11

12

13

Soejono, Soekanto,1990. Sosiologi: Suatu Pengantar, Edisi ke-4, Jakarta , halaman 242243. Notosusanto, Nugroho, 1992, Sejarah Nasional Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, halaman 39. Ambary, 1998. Menemukan Peradaban: Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia, Cetakan I, Editor Jajat Burhanuddin, Jakarta: Logos PT. Wacana Ilmu, halaman 64-58. Depdikbud, 1979. Sejarah Seni Rupa Indonesia, Jakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, halaman 88-91.

9 Berdasarkan uraian terdahulu, dapat dikatakan bahwa makam sebagai bangunan yang erat kaitannya dengan siklus kehidupan manusia, yakni sebagai bangunan dengan fungsi kematian yang kadang-kadang dianggap sakral dan mendapat pengakuan keramat di kalangan masyarakat Indonesia. Walaupun arsitektur makam berbeda dengan masjid, terutama dilihat dari segi fungsinya, namun di Indonesia menjadi salah satu jenis bangunan monument...


Similar Free PDFs