Fakta Bicara – HAM di Aceh PDF

Title Fakta Bicara – HAM di Aceh
Author Zacky Ibrahim
Pages 253
File Size 13.5 MB
File Type PDF
Total Downloads 33
Total Views 859

Summary

Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005 |I| FAKTA BICARA |II| Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005 FAKTA BICARA Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005 Editor: Nashrun Marzuki Adi Warsidi |III| FAKTA BICARA FAKTA BICARA Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989 - 2005 Hak Cipta dilin...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Fakta Bicara – HAM di Aceh Zacky Ibrahim

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

GEUNAP ACEH Chairul Fahmi

Aceh Damai Dengan Keadilan Zacky Ibrahim UPAYA ASIA JUST ICE AND RIGHT S (AJAR) DALAM PROGRAM PENGEMBALIAN ANAK-ANAK T IMOR LES… Muhammad Dit o Alifa

Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005

|I|

FAKTA BICARA

|II|

Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005

FAKTA BICARA

Mengungkap Pelanggaran (AM di Aceh

Editor: Nashrun Marzuki Adi Warsidi

|III|

-

FAKTA BICARA

FAKTA BICARA Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989 - 2005 (ak Cipta dilindungi Undang-undang All right reserved ISBN: 978-979-15580-1-3 Cetakan Pertama, Maret

Diterbitkan oleh Koalisi NGO (AM Aceh Jalan Alue Blang Lorong Cempaka Putih No.: 5 Neusu Aceh, Banda Aceh 23244 phone: +6265132826 Fax: +62651637013 http://www.koalisi-ham.org/ Penanggung Jawab Evi Narti Zain

Kata Pengantar Saifuddin Bantasyam, S(., MA. Editor Nashrun Marzuki Adi Warsidi Riset/Penulis Qahar Muzakar Mellyan

Penulis Analisa/Opini Fuad Mardhatillah UY. Tiba Syamsidar Sepriady Utama Tata Letak Akmal Decky R Risakotta Kulit Muka Akmal M. Roem

|IV|

Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005

DAFTAR ISI Ungkapan Terima Kasih ~ Pengantar Penerbit ~ Kata Pengantar ~

Pendahuluan Sekilas Perang Panjang ~

FAKTA KEKERASAN DI ACEH 1989 – 2005 Kisah Awal DOM ~ Antara Daerah Operasi Militer dan Darurat Militer ~ Operasi Wibawa ~ Operasi Sadar Rencong ), )), dan ))) ~ Jeda Kemanusiaan ~ Operasi Cinta Meunasah ) dan )) ~ Operasi Keamanan dan Penegakan (ukum ~ CO(A ~ Darurat Militer ~ Darurat Sipil ~

|V|

FAKTA BICARA

KESAKSIAN KORBAN PELANGGARAN HAM Lautan Darah di Arakundo ~ Tragedi KNP) ~ Kisah Rumoh Geudong ~ Bukit (aru Saksi Bisu Kisah Pemerkosaan di Alue Lhok ~ K)SA(-K)SA( DAR) TENGA( Pembantaian di Kanis Gonggong ~ Pepedang Berdarah ~ Perang Koboy di Pondok Kresek ~ Box: Kesaksian NA~ Tragedi Jamboe Keupok ~ PEMENUHAN HAK KORBAN Menunggu Pengadilan (AM dan KKR ~

ANALISA DAN OPINI Kehidupan Korban Yang Semakin Sulit ~ (ukum dan Komnas (AM ~ Refleksi (istoris Atas Kejahatan (AM di Aceh ~ TENTANG PENULIS

|VI|

Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005

Ungkapan Terima Kasih

t Banyak sekali orang dan lembaga yang berjasa dalam proses pembuatan buku ini. Seluruh data dan informasi yang ada di pusat dokumentasi Koalisi NGO (AM Aceh merupakan kerja banyak orang di banyak periode. Sebagian mereka ada yang telah tiada. Untuk itu kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tulus bagi para pendahulu kami, yang telah berupaya memberikan yang terbaik. Secara khusus kami berterima kasih kepada para saksi dan korban, baik yang sempat kami temui ketika proses penerbitan buku baru-baru ini, atau pun saat kami melakukan investigasi dan verifikasi data, atau mereka yang datang kepada kami, mengisahkan tragedi yang mereka hadapi. Semoga upaya yang sama-sama kita perjuangkan, dapat berbuah keadilan bagi korban yang berhak. Tentu tak mungkin menuliskan deretan nama mereka satu per satu di sini. Kami yakin, mereka akan maklum bahwa kami sangat berterima kasih atas dedikasi dan upaya-upaya yang telah mereka berikan bagi penghormatan dan tegaknya hak asasi manusia serta perdamaian di Aceh. Terakhir, terima kasih kami tujukan kepada )CCO inter church organisation for development cooperation dan )CTJ )nternational Center for Transitional Justice yang mendukung kami melakukan pendokumentasian dari waktu ke waktu hingga proses penerbitan buku ini. Tanpa bantuan mereka, sulit bagi kami untuk dapat melaksanakan tugastugas kampanye dan pendokumentasian hak asasi manusia |1|

FAKTA BICARA

dengan lancar. Tentu, segala konsekuensi atas terbit dan beredarnya buku ini menjadi tanggung jawab kami, Koalisi NGO (AM Aceh. Semoga kerja-kerja tulus kita dapat bermanfaat bagi pemenuhan hak-hak korban. []

|2|

Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005

Pengantar Penerbit

t Sejak dibentuk pada Agustus , Koalisi NGO (AM Aceh bersama lembaga anggota serta mitra jaringan, mengumpulkan data dan informasi tentang pelanggaran (AM di Aceh. Dari waktu ke waktu, hasil dokumentasi tersebut dilengkapi dan dimutakhirkan, agar tindak pelanggaran (AM di Aceh dapat diurai dan menjadi lebih terang. Selain berasal dari hasil investigasi dan testimoni para saksi dan korban, dokumentasi Koalisi NGO (AM Aceh juga bersumber dari berbagai publikasi yang dilansir media. Data dan informasi itu menjadi bahan dasar berbagai advokasi, sebagai upaya Koalisi NGO (AM Aceh untuk mendekatkan korban dengan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan. Namun, hingga kini, para korban belum merasakan keadilan ditegakkan untuk mereka. Mekanisme penyelesaian non-yudisial yang telah ditetapkan secara legislasi, masih perlu terus diperjuangkan hingga benar-benar penuh ditunaikan. Penyelesaian secara pidana untuk berbagai kasus yang berkualifikasi pelanggaran (AM berat pun, hingga kini belum juga menemukan titik terang. Memorialisasi seperti yang coba disuguhkan dalam buku ini, diharapkan dapat menjaga ingatan kita pada mereka yang terluka, kehilangan harta dan nyawa, akibat perang kerap berulang di Aceh. Buku ini hanya mengungkap sebagian fakta yang terekam dalam dokumentasi Koalisi NGO (AM Aceh ihwal pelanggaran hak asasi manusia di Serambi Mekkah. |3|

FAKTA BICARA

Tim penyusun menelusuri pula kondisi aktual korban beberapa tragedi yang pernah terjadi di beberapa daerah di Aceh. Paparan deskripsi kejadian, testimoni para saksi dan korban, dimaksudkan untuk dapat mendekatkan kita pada situasi dan kondisi pada waktu peristiwa berlangsung. Sedang analisa dan opini para ahli di akhir laporan ini, menjadi pemerkaya pemahaman atas konteks peristiwa yang dipaparkan pada bagian-bagian awal. Pengayaan dari berbagai sumber, juga dilakukan untuk memudahkan kita mengenali lebih baik konteks peristiwa kekerasan dan pelanggaran (AM pada kurun waktu – di Aceh. Dari laporan ini tampak bahwa korban masih harus terus memperjuangkan keadilan dan perlakuan sepatutnya dari pemerintah. Setidaknya, hingga akhir , Negara belum penuh menunaikan hak-hak korban, meski suasana damai sudah mulai terasa. Karena itu, buku ini kami dedikasikan bagi para korban pelanggaran hak asasi manusia, khususnya di Aceh. Selain itu, publikasi ini juga untuk mereka yang peduli atas tegaknya (AM dan keadilan di negeri ini. Kami sadar, masih banyak kekurangan dalam pemaparan data dan analisa dokumentasi yang kami sajikan. Apa lagi, data dan informasi yang melatari buku ini tidaklah mewakili populasi tertentu. Tidak pula merujuk jumlah seluruh angka pelanggaran (AM di Aceh. Kritik dan saran Anda sangat perlu, untuk perbaikan kualitas terbitan-terbitan kami di masa datang. Semoga Allah bersedia memelihara niat tulus kita. Amien. Evi Narti Zain Direktur Eksekutif Koalisi NGO (AM Aceh |4|

Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005

Kata Pengantar

t

Oleh : Saifuddin Bantasyam, SH, MA

Aceh adalah sebuah sejarah. Dalam konteks masa lalu sejarah itu berisikan perjuangan menyetarakan diri dengan bangsa-bangsa lain di Eropa pada abad ke- dan abad-abad sesudahnya, sejarah mengenai pembebasan dari penjajahan. Dalam konteks situasi pascakemerdekaan )ndonesia, sejarah itu antara lain berisikan perlawanan dan pemberontakan. Kini perdamaian sudah bersemi di Aceh, karena itu bagi sebagian orang, Aceh bisa bermakna tanah penuh harapan, namun bagi sebagian yang lain Aceh masih menyisakan derita dan air mata. Bagi mereka yang mencari keadilan, atau bagi sebagian mereka yang pernah menjadi korban pelanggaran (ak Asasi Manusia (AM dan atau korban konflik, Aceh adalah sebuah tanah yang keadilan menjadi sangat sukar tumbuh subur di atasnya, seberapa pun kerasnya mereka mencari keadilan itu, tidak pada masa konflik, tidak juga pada masa setelah perdamaian seperti saat ini. Keadaan di atas bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja, melainkan datang dari sebuah masa lalu yang penuh luka, dari sebuah peristiwa di mana ketika kedaulatan menjadi taruhan, maka perang adalah salah satu cara mempertahankannya. Sejarah pun kemudian tertorehkan; Aceh menjadi negeri yang tak pernah tertaklukkan ketika Belanda dengan mudahnya menjajah daerah-daerah lain di Nusantara. Aceh pun kemudian menjadi daerah modal dan berperan penting dalam sejarah )ndonesia meraih |5|

FAKTA BICARA

kemerdekaannya. Tetapi sejarah tak lantas berakhir, sebab pada tahun kemudian muncul gerakan D)/T)) yang dipimpin oleh Tgk. Muhammad Daud Beureueh, sebagai bentuk perlawanan kepada sikap pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Soekarno yang mengingkari janji-janji yang pernah diucapkan. Tgk. Muhammad Daud Beureueh kemudian menghentikan perlawanannya pada tahun , mengakhiri sebuah episode penting dalam sejarah Aceh dan )ndonesia. Tahun 6 (asan Tiro di Gunung (alimun, Pidie, memproklamirkan gerakan lain, yaitu Aceh Merdeka. Bagi (asan Tiro, sebagaimana dinukilkan dalam tulisan-tulisannya dan juga dalam ulasan penulis lain, Aceh adalah sebuah negara yang berdaulat, yang kemudian harus berjuang mendapatkan kembali kedaulatan itu dari )ndonesia. Meskipun demikian, dalam beberapa literatur lain, konflik Aceh juga disebutkan terkait dengan kebijakan politik ekonomi pemerintah pusat terhadap daerah yang tidak adil, sehingga disebutkan bahwa dalam hal penghasilan dari minyak dan gas misalnya, Jakarta mengambil terlalu banyak dari Aceh dan mengembalikannya sangat sedikit. Dalam konteks (AM, mau tidak mau, dalam beberapa kesempatan, pengertian-pengertian atau pemahaman mengenai makna self of determinationatau sering dibaca juga sebagai hak atas kemerdekaan, muncul kembali ke permukaan. Begitu juga mengenai hak atas pembangunan rights do development , sesuatu yang sangat terkait dengan bagaimana masyarakat di suatu kawasan menjadi objek sekaligus subjek pembangunan. Mengenai hak untuk menentukan nasib sendiri, dalam kenyataannya, memang tak kalah kontroversialnya dalam diskursus (AM, pada masamasa perumusan draft DU(AM. Tetapi toh kemudian hak itu tetap dianggap sebagai salah satu hak dasar, dan karena itu hak tersebut tak hanya diatur dalam Konvensi )nternasional (ak Sipil dan Politik, melainkan juga dalam Konvensi )nternasional (ak Ekonomi, Sosial dan Budaya. |6|

Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005

Sebagaimana kita ketahui kemudian, (asan Tiro pada akhirnya memilih berdamai dengan )ndonesia, dan sebuah sejarah penting Aceh yang juga mendapat perhatian dunia internasional, pun kembali ditorehkan. Nun jauh di sana, di (ensinki, Finlandia, Gerakan Aceh Merdeka GAM yang dipimpin (asan Tiro, menandatangani Memorandum of Understanding MoU pada tanggal Agustus dengan Pemerintah )ndonesia, yang kemudian dikenal dengan nama MoU (elsinki. Peristiwa penting itu adalah puncak kemenangan kemanusiaan. Kedua pihak yang bertikai mengakhiri pertikaiannya, bertekad membangun Aceh bersama-sama dalam bingkai )ndonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat. Namun bukan tiada sesuatu yang tak tersisa. Konflik bersenjata, tak terhindarkan, telah melahirkan banyak luka, sengsara, derita, yang mungkin sulit tersembuhkan. Mereka yang hilang selama konflik, juga tak mungkin kembali, meskipun rindu tiada henti tiap hari dari keluarga yang ditinggalkan. ***

Jika diteliti kembali, maka pada masa konflik bersenjata dulu, setidak-tidaknya terdapat tiga hal penting mengenai Aceh, yang sebagian di antaranya memiliki implikasi sangat panjang dan luas sampai dengan sekarang ini. Ketiga hal tersebut adalah masalah pelanggaran (AM, kondisi kemanusiaan humaniter di daerah-daerah konflik, dan proses dialog sebagai upaya penyelesaian secara damai konflik Aceh. Sebelum dijelaskan tentang masalah (AM, di sini diberi sedikit gambaran tentang kondisi kemanusiaan yang pernah dialami oleh masyarakat. Sebagaimana sedikit dinukilkan di atas, konflik bersenjata telah mengakibatkan istri kehilangan suami, anak kehilangan ayah, orang tua kehilangan anak, anggota masyarakat kehilangan rumah karena dibakar, ribuan orang harus mengungsi, anak-anak |7|

FAKTA BICARA

tidak dapat bersekolah dengan baik dan lancar, tak kurang pula orang-orang yang kehilangan pekerjaannya, atau tidak lagi dapat berusaha dengan baik karena kondisi tak mengizinkan. Segmen masyarakat yang paling menderita lahir batin adalah para pengungsi, khususnya yang ada di Aceh Timur dan Aceh Utara. Kala itu, pemerintah tampaknya tak mampu menangani dengan baik persoalan-persoalan pengungsi itu, sehingga dalam konteks (AM, pemerintah sebenarnya berpotensi pula untuk melanggar (AM para pengungsi. Sebagai anggota masyarakat, mereka memiliki beberapa hak inti, yang dalam keadaan apapun tidak boleh dicabut nonderogable rights , misalnya hak untuk hidup, hak untuk bebas dari penyiksaan, hak atas perlakuan yang sama di depan hukum, dan sebagainya. Di sisi lain, negara memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak itu. Jadi, manakala kewajiban itu tidak disanggup dijalankan, maka pemerintah dapat dituduh melakukan pelanggaran (AM by ommission . Akan halnya mengenai dialog untuk perdamaian, pemerintah dan GAM memang menunjukkan kemauan yang sangat tinggi untuk mengakhiri konflik atau setidak-tidaknya mengelola konflik agar bisa meminimalisir kekerasan. Tergantung dari sisi mana kita melihat, ada yang mengatakan bahwa pengelolaan konflik adalah salah satu tugas yang paling sulit dan rumit yang bisa diemban manusia. (al ini khususnya berlaku untuk bentuk-bentuk konflik yang sudah sangat mengakar, sudah berlangsung dalam rentang waktu yang lama, menggunakan senjata sebagai alat untuk mencapai tujuan, dan objek sengketa menyangkut hal-hal yang sifatnya ideologis, identitas, dan penguasaan wilayah. Dalam kasus Aceh, tekanan-tekanan baik internal maupun eksternal telah mampu menggiring wakil-wakil R) dan GAM untuk maju ke meja perundingan. Kedua pihak tidak dapat menafikan kecenderungan global, memberikan dukungan yang signifikan bagi upaya penyelesaian konflik atau sengketa secara damai peaceful solution . Ditengahi oleh (enry Dunant Center for (umanitarian Dialogue |8|

Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005

(DC , kedua pihak yang sedang bertikai sepakat untuk menandatangani Joint Understanding on Humanitarian Pause for Aceh Jeda Kemanusiaan , yang mulai efektif berlaku pada Juni . Namun realitas kemudian menunjukkan bahwa Jeda Kemanusiaan tidak menghasilkan sesuatu yang monumental bagi upaya peredaan konflik di Aceh. Selama Jeda Kemanusiaan ) dan )) Juni – Januari ketegangan dan kekerasan tetap terus terjadi dan telah mengakibatkan jatuhnya korban yang tak sedikit. Mobilisasi dana untuk bantuan kemanusiaan---tujuan kedua Jeda Kemanusiaan---juga jauh di bawah harapan. Demikian pula tujuan yang ketiga Jeda Kemanusiaan, yaitu untuk mendapat dukungan atau kepercayaan publik kepada kedua pihak dalam menyelesaikan perbedaan-perbedaan secara damai, tidak terwujud sebagaimana diharapkan. Jeda Kemanusiaan kemudian berganti menjadi MoV--moratorium of violence penghentian kekerasan . Belajar dari kegagalan Jeda Kemanusiaan, banyak orang percaya bahwa MoV dengan masa berlaku satu bulan Januari– Februari akan berdampak positif bagi penyelesaian konflik. Ternyata, kekerasan-kekerasan di daerah-daerah konflik tak pernah reda. Dengan tetap difasilitasi oleh (DC, kedua pihak yang bertikai kemudian menyetujui sebuah lembaga baru, bernama Damai Melalui Dialog peace through dialog—DMD . Ada beberapa keputusan besar yang dibuat kedua pihak ketika lahir MoV dan DMD. Pertama, terjadinya pertemuan berkala antara level tertentu komandan pasukan R) dan GAM. Kedua, sebagai hasil pertemuan itu, disepakati adanya Zona Damai peace zone , yaitu Aceh Utara dan Bireun. Namun, DMD mengalami nasib sama dengan MoV dan Jeda Kemanusiaan. Kontak senjata tetap berlangsung, kesepakatan Zona Damai tidak dipatuhi, rumah-rumah penduduk dirusak atau dibakar, bom ditanam di berbagai tempat, gelombang pengungsian terus terjadi; semuanya adalah rangkaian keadaan yang tak pernah dibayangkan orang sebelumnya. Pemerintah Pusat |9|

FAKTA BICARA

akhirnya memutuskan untuk menetapkan keadaan Darurat Militer untuk Aceh yang dikemudian dilanjutkan dengan Darurat Sipil. Kebijakan politik pemerintah pusat sebagaimana disebutkan di atas, menimbulkan banyak masalah di lapangan, utamanya terkait dengan penegakan hukum dan (AM, melengkapi kondisi buruk tahun-tahun sebelumnya. Gambaran singkatnya mengenai (AM adalah sebagai berikut: a kasus-kasus pelanggaran (AM pada masa Aceh sebagai daerah operasi militer DOM belum diselesaikan secara adil berdasarkan pada kaedah-kaedah hukum nasional dan internasional; b program pemberian kompensasi terhadap korban pelanggaran (AM tidak dilaksanakan secara maksimal; c kasus-kasus pelanggaran (AM pasca DOM--sebagai akibat dari konflik bersenjata----belum diselesaikan secara hukum. Tapi keadilan terasa begitu jauh dan sulit digapai. Kasus-kasus semasa operasi militer DOM hilang ditiup angin. Demikian juga berbagai indikasi pelanggaran (AM sejak Agustus sampai dengan tahun , terabaikan penyelesaiannya. Tak ada penyelidikan terhadap kasus simpang PT KKA Krueng Geukuh Aceh Utara, tidak juga diketahui oleh publik bagaimana akhir proses hukum kasus pembunuhan tiga relawan RATA yang terjadi di Blang Mangat Aceh Utara dulu, atau investigasi kasus pembunuhan Tgk. Al-Kamal dan Suprin Sulaiman di Aceh Selatan, sekedar menyebut beberapa contoh. ***

Apa sebenarnya yang terjadi sehingga berbagai kasus pelanggaran (AM itu tidak pernah terselesaikan secara tuntas? Berikut ini adalah beberapa kemungkinan jawaban. Pertama, berkembangnya pandangan bahwa apa yang terjadi pada masa DOM, atau masa sesudahnya bukanlah kasuskasus pelanggaran (AM. Kasus-kasus itu merupakan ekses |10|

Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005

dari pelaksanaan tugas negara dalam mengatasi persoalan keamanan di Aceh, demikian kurang lebih pernyataan Try Sutrisno, di hadapan anggota DPR-R) Pansus Aceh pada Desember , yang disiarkan secara luas oleh siaran televisi. Untuk menambah bahwa jawaban-jawaban di atas menjadi sebuah pola tersendiri bagi aparatur pemerintah, terlihat lagi saat Wiranto dan beberapa jenderal lainnya diminta keterangan oleh DPR-R) awal Mei lalu tentang dugaan keterlibatan mereka dalam kasus pelanggaran (AM di Timtim. Wiranto mengatakan dirinya tidak bertanggungjawab atas apa yang terjadi di Timtim, sebab operasi di Timtim adalah sebuah tugas negara, dan merupakan keputusan politik resmi pemerintahan pada masa itu. Tentu saja harus ada koreksi yang mendasar atas polapola yang demikian itu. Koreksinya adalah bahwa setiap pelaksanaan tugas, apapun tugas itu, tersimpan dalam dirinya potensi pelanggaran atau penyimpangan dari tugas. )ni berlaku pula bagi tugas-tugas yang disebut sebagai tugas negara; sangat terbuka kemungkinan pengemban tugas sengaja atau tidak terseret kepada tindakan-tindakan yang melanggar (AM. )tu sebabnya mengapa, seperti diakui sendiri oleh kalangan militer, prajurit atau aparat yang ditugaskan melakukan operasi selalu dibekali pengetahuan tentang (AM dan sosial kemasyarakatan. Juga pedoman-pedoman kepada prajurit yang bertugas di lapangan. Menghindari diri dari pelanggaran (AM bukanlah sebuah pekerjaan gampang, khususnya saat sudah berada dalam sebuah suasana yang penuh dengan ketegangan, lelah fisik dan mental, hingga berakibat demoralisasi pasukan. Namun, secara hukum tetap saja semua itu tidak menjadi alasan pemaaf, yang artinya harus ada proses hukum yang adil terhadap tersangka pelanggaran (AM. Kedua, minimnya pemahaman tentang apa sesungguhnya arti atau makna pelanggaran (AM itu. Mana yang melanggar (AM, mana yang tidak, kapan suatu pelanggaran (AM disebut telah terjadi, atau apa perbedaan |11|

FAKTA BICARA

antara melanggar kriminal biasa dan melanggar (AM, merupakan hal-hal yang tidak semua orang memiliki ...


Similar Free PDFs