Hadis Dha'if PDF

Title Hadis Dha'if
Author Zulfadli Amran
Pages 24
File Size 494.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 56
Total Views 207

Summary

Makalah HADIS DHA‟IF Oleh: Zulfadli Amran Ilmu Al Quran dan Tafsir Fakultas Ushuludin dan Filsafat dan Politik Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2013-2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita melihat realitas sekarang ini bahwa banyak sekali hadis yang beredar di kalangan masyarakat mau...


Description

Makalah HADIS DHA‟IF

Oleh:

Zulfadli Amran

Ilmu Al Quran dan Tafsir Fakultas Ushuludin dan Filsafat dan Politik Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2013-2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita melihat realitas sekarang ini bahwa banyak sekali hadis yang beredar di kalangan masyarakat maupun di kalangan kita sebagai pelajar. Hal itu mengakibatkan banyak diantara kita yang saling bertentangan hanya karena perbedaan hadis yang dipegang untuk menjadi landasan dalam berislam maupun beribadah. Tidak diketahui bahwa apakah hadis yang jadikan landasan itu, benarbenar shahih atau tidak. Hadis dha‟if dalam pandangan para ulama tidak dapat dijadikan landasan dalam untuk beribadah namun ada juga yang mengatakan boleh. Meski begitu, akan tetapi kita perlu mengetahui hadis dha‟if, maupun sebab- sebab kedha‟ifannya, apakah karena pungguguran sanad, maupun cacat perawi dalam hal ini cacat keadilan ataupun cacat kedhabithannya. Kita juga perlu mengetahui bahwa apakah hadis dha‟if dapat diamalkan atau tidak menurut pandangan para ulama B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan “Hadis Dha‟if”? 2. Factor apa sajakah yang menjadi sebab kedah‟ifan hadis? 3. Bagaimana pengamalan hadis dha‟if, apakan boleh diamalkan atau tidak? C. Tujuan Penulisan 1. Menguraikan pengertian hadis hadis dha‟if. 2. Menguraikan factor-faktor kedha‟ifan hadis. 3. Menguraikan boleh tidaknya hadis dha‟if diamalkan.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hadis Dha‟if Menurut etimologi, kata dha‟if berarti lemah lawan dari al-qawi yang berarti kuat. Secara terminology terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian hadis dha‟if, yaitu: 1. Menurut sebagian ulama mengatakan bahwa hadis dha‟if adalah ‫َما لَ ْم يَجْ َم ْع ِصفَاتُ ا ْلقُبُ ْو ِل ِبفَ ْق ِد ش َْرطٍ ِم ْن ش ُُر ْو ِط ِه‬ Yaitu hadis yang tidak menghimpun sifat hadis hasan sebab satu dari beberapa syarat yang tidak terpenuhi. ُ ‫ْف ه َُو ْال َح ِدي‬ ُ ‫ا َ ْل َح ِدي‬ ‫ث‬ ِ ‫ت ْال َح ِد ْي‬ ِ ‫صفَا‬ ِ ‫ص َفا تُ ْال َح ِد ْي‬ ِ ‫ض ِعي‬ َ ‫ْث ال‬ ِ ‫ى لَ ْم يُجْ َم ْع‬ َ َ‫ص ِحيْحِ َوال‬ َ ‫ث ال‬ ْ ‫ْث الَ ِذ‬ Yaitu hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis shahih dan juga sifat-sifat hadis hasan. 2. An-Nawawi mengatakan bahwa hadis dha‟if adalah hadis yang di dalamnya tidak terdapat sifat-sifat hadis hasan dan shahih. 3. As-Suyuthi mendefinisikan hadis dhaif adalah: hadis yang hilang salah satu syarat atau keseluruhan dari syarat-syarat yang maqbul, atau dengan kata lain hadis yang tidak terpenuhi didalamnya syarat-syarat hadis maqbul. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hadis dha‟if adalah hadis yang memenuhi sebagian atau semua persyaratan hadis hasan atau shahih. B. Sebab-sebab Kedha‟ifan Hadis Sebagaimana definisi hadis dha‟if yaitu hadis yang tidak memenuhi beberapa persyaratan hadis shahih, misalnya tidak bersambung sanadnya („adam al-ittishal), tidak adil, dan tidak dapat diandalkan kekuatan daya ingat atau hafalan para perawi dalam seluruh sanad („adam „adl wa dhabith ar-ruwah), atau karena adanya keganjilan baik dalam sanad ataupun matan, dan atau karena adanya cacatcacat yang tersembunyi, baik dalam sanad maupun dalam matan.Adapun penjelasan tentang kedah‟ifan hadis adalah sebagai berikut. 1. Dha‟if Sebab Pengguguran Sanad Dha‟if sebab pengguguran sanad dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian sebagai berikut. a. Hadis Mursal  Pengertian Hadis Mursal

Dari segi bahasa, kata mursal berasal dari kata arsala, yursilu, irsalan, mursalun, yang berarti terlepas atau bebas tampa ikatan. Hadis ini dinamakan mursal karena sanadnya ada yang terlepas atau gugur, yaitu di kalagan sahabat atau tabi‟in.sedangkan menurut istila pengertian hadis mursal terdapat beberapa pendapat, diantaranya : 1) Pendapat mayoritas muhadditsin, diantaranya Al-Hakim, Ibnu AshShalah, Ibnu Hajar, dan lain-lain mengatakan bahwa hadis mursal adalah periwayatan tabi‟in secara mutlak ( baik senior atau junior) dari Nabi Saw 2) Pendapat fuqaha, ushuliyyun, dan segolongan dari muhadditsin, diantaranya Al-Khathib Al-Baghdadi, Abu Al-Hasan bin Qathan, dan An-Nawawi, mengatakan bahwa hadis mursal adalah hadis yang terputus isnadnya di mana saja dari sanad. 3) Sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa hadis mursal adalah periwayatan tabi‟in senior dari Nabi Saw. 4) Pendapat Al-Baiquni mengatakan bahwa hadis mursal adalah hadis yang gugur dari sanadnya seorang sahabat. 5) Menurut sebagian ulama muhadditsin mengatakan bahwa hadis mursal adalah hadis yang gugur dari akhir sanadnya orang setelah tabi‟in (sahabat). Perbedaan pendapat mengenai definisi hadis mursal ini disebabkan karena mereka berangkat dari definisi mursal menurut bahasa.Sehingga hal ini menyebabkan mereka membagi hadis mursal menjadi tiga yaitu : 1) Mursal Tabi‟I, yaitu diriwayatkan seorang sahabat yang menyandarkan hadis tersebut kepada Rasulullah Saw tampa menjelaskan perantara sahabat yang menghubungkannya. Contoh hadis, misalnya Ibnu Sa‟ad berkata dalam Thabaqatnya: memberitakan kepada kami Waki‟ bin Al-Jarrah, memberitakan kepada kami Al-A‟masy dari Abu Shalih berkata: Rasulullah Saw bersabda: “wahai manusia sesungguhnya aku sebagai rahmat yang dihadiahkan”. Dalam hadis tersebut Abu Shalih As-Saman Az-Zayyat seorang tabi‟in, ia tidak menyandarkan berita hadis tersebut dari Nabi tampa menjelaskan perantara sahabat yang menghubungkannya kepada Rasulullah Saw. 2) Mursal Shahabi, yaitu periwayatan diantara sahabat junior dari Nabi Saw padahal mereka tidak melihatdan tidak mendengar langsung dari beliau. Hal ini terjadi karena usianya yang masih kecil seperti Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, dan lain-lain atau masuk islam belakangan seperti Abu Hurairah yang terbanyak meriwayatkan hadis dan dituduh oleh orientalis sebagai pembohong hadis atau karena absen di majelis Nabi

Saw. Mereka hanya menukildari sahabat senior, tetapi mereka mengatakan Nabi Saw bersabda … atau berbuat begini … dan seterusnya. 3) Mursal Khafi, gugurnya perawi di mana saja tenpat dari sanad diantara dua orang perawi yang semasa, tetapi tidak bertemu. Contoh, hadis yang diriwayatkan oleh Al-Awam bin Hausyab dari Abdullah bin Abu Aufa berkata: “Nabi Saw ketika Bilal membaca: telah berdiri shalat iqamat, maka beliau berdiri (bangun) dan takbir. Dalam hadis tersebut Al-Awam bin Hausyab tidakpernah bertemu dengan Abdullah bin Abu Aufa padahal mereka hidup semasa.  Kehujahan Hadis Mursal Adapua kehujahan hadis mursal terdapat beberapa pendapat di kalangan para ulama, diantaranya: 1) Kehujahan Mursal Tabi‟i, terdapat beberapa pendapat yaitu : a. Pendapat Imam Abu Hanifah, Malik. Ahmad, dan ulama lain mengatakan bahwa hukumnya shahih dan dapat dijadikan hujah, jika yang memursalkannya dapat dipercaya keadilan dan kedhabithannya (tsiqah). Dengan alasan, orang tsiqah tidak mungkin memursalkan hadis, kecuali dari orang tsiqahpula. b. Pendapat Muslim bin Al-Hajjaj, Abu Hatim, Al-Hakim, Ibnu AshShalah, An-Nawawi, dan Ibnu Hajar, mengatakan bahwa dha‟if tidak dapat dijadikan hujah, dengan alasan sifat-sifat perawi yang digugurkan tidak diketahui secara jelas, maka mungkin saja selain sahabat, pendapat mayoritas muhadditsin dan banyak dikalangan fuqaha dan ushuliyyin. c. Pendapat Imam Ash-Syafi‟I dan sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa dapat diterima dan dijadikan hujah, dengan 4 syarat, dimana 3 syarat berkaitan dengan periwayat yang memursalkan hadis dan yang satu berkaitan dengan hadis, diantaranya: 1. Perawi yang memursalkan hadis seorang tabi‟in senior (kibar attabi‟in) 2. Perawi seorang tsiqah 3. Tidak menyalahi para huffazh yang amanah 4. Syarat-syarat diatas ditambah dengan 4 syarat berikut. a. Hadisnya diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain b. Ada periwayatan lain secara mursal juga oleh ahli ilmu bukan pemursal pertama. c. Sesuai dengan perkataan sahabat. d. Atau sesuai dengan fatwa mayaoritas ahli ilmu.

2) Kehujahan Mursal Shahabi terdapat dua pendapat dikalangan para ulama, yaitu: 1. Pendapat jumhur Muhadditsin: dapat dijadikan hujah karena para sahabat semua bersifat adil dan periwayatan sahabat sangat langkah dari tabi‟in. Jika mereka meriwayatkan dari mereka, tentu menjelaskannya. Jika tidak menjelaskannya, pada dasarnya mereka mendengar dari sahabat lain, membuang nama sahabat tidak membahayakan. 2. Pendapat segolongan Ushuliyyin, diantara mereka Abu Ishaq AlIsfarayini, tidak dapat dijadikan hujah, kecuali dapatdikatakan bahwa hadis tersebut hanya diriwayatkan dari sahabat. 3) Adapun kehujahan mursal khafi, tergolong mardud dan dha‟if karena tidak adanya sambungan sanad atau diantara periwayat tidak bertemu langsung dengan sipembawa berita (ghayr ittishal as-sanad). b. Hadis Munqathi‟  Pengertian Hadis Mursal Menurut etimologi, kata munqathi‟ adalah isim fa‟il dari inqatha‟a, yanqathi‟u, inqitha‟an, fahuwa munqathi‟un, yang berarti terputus lawa dari kata muttashil, yang berarti bersambung.Nama inqatha‟ atau terputus karena ada sanad yang tidak bersambung, ibarat tali yang terputus tidak ada yang menghubungkannya. Sedangkan secara terminology, pengertian hadis mursal terdapat beberapa pendapat diantaranya: 1) Pendapat mayoritas muhadditsin, mengatakan bahwa hadis munqathi‟ adalah hadis yang digugurkan dari sanadnya seorang perawi atau lebih sebelum sahabat tidak berturut-turut. 2) Pendapat fuqaha, ushuliyyun, dan segolongan muhadditsin, diantaranya Al-Khathib Al-Baghdadi, dan Ibnu Abdul Barr, mengatakan bahwa hadis munqathi‟ adalah segala hadis yang tidak bersambung sanadnya di mana saja tempatnya. 3) Menurut Al-Harasiy, mengatakan bahwa hadis munqathi‟ adalah perkataan seseorang tampa ada sanadnya bahwa Rasulullah Saw bersabda. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hadis munqathi‟ adalah hadis yang sanadnya terputus, artinya seorang perawi tidak bertemu langsung dengan pembawa berita, baik diawal, di tengah, atau di akhir sanad maka masuk didalamnya hadis mursal, mu‟allaq, dan mu‟dhal. Namun, para mutakhirin dan umumnya mutaqaddimin menkhususkan munqathi‟ yang tidak sama dengan

yang lain. Sebagaimana dikatakan An-Nawawi bahwa kebanyakan munqathi‟ digunakan pada pengguguran perawi tabi‟in dari sahabat, seperti periwayatan Malik dari Ibnu Umar.Atau dapat dikatakan munqathi‟ adalah selain mursal (yaitu dibuang seorang periwayat pada awal sanad), mu‟dhal (dibuang dua orang perawi atau lebih secara berturut-turut), dan mu‟allaq (dibuang seorang perawi di akhir sanad). Contoh hadis munqathi, hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hakim, Ahmad, dan Al-Bazzar dari Abdul Razzaq dari Ats-Tsauri dari Abu Ishaq dari Zaid bin Yutsai‟ dari Huzaifah secara marfu‟: “jika engkau serahkan kekuasaan kekuasaan kepada Abu Bakr, dia adalah lelaki yang kuat dan terpercaya”. Dalam sanad hadis tersebut ada seorang perawi yang digugurkan, yaitu Syarik yang semestinya menempati posisi Ats-Tsauri dan Abu Ishaq.Ats-Tsauri menerima hadis bukan dari Abu Ishaq secara langsung, tetapi dari Syarik dan Syarik mendengarnya dari Abu Ishaq.  Kehujahan hadis Munqathi‟ Menurut kesepakatanpara ulama, hadis munqathi‟ tergolong hadis mardud dan tidak dapat dijadikan hujah, karena tidak diketahui sifatsifat perawi yang digugurkan, dan bagaimana kejujuran, serta kedhabithannya.Padahal dalam menilai kelayakan sebuah hadis sangat diperlukan informasi tentang sifat-sifat perawi hadis. Catatan: untuk mengetahui hadis munqathi‟ yaitu dengan melihat sanad hadis, adakah pertemuan antara perawi atau rawi dan orang yang menyampaikan periwayatan (marwi „anhu), apakah mereka hidup semasa atau tidak, untuk dalam hal ini diperlukan tahun kelahiran dan wafat pada perawi. c. Hadis Mu‟dhal  Pengertian Hadis Mu‟dhal Menurut etimologis, kata mu‟dhal berasal dari kata a‟dhala, yu‟dhilu, I‟dhalan ia berarti sulit, ruwet, payah, susah. Dimana keterputusan hadis mu‟dhal memang parah, sampai dua orang perawi sehingga menyulitkan dan memberatkan penghubung. Jika tali yang putus itu jaraknya dekat, memang akan memudahkan penghubung, tetapi jika jauh maka akan menyulitkan. Sedangkan menurut terminology, hadis mu‟dhal adalah hadis yang gugur dari sanadnya dua orang atau lebih secara berturut-turut. Contoh hadis, hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Ma‟rifah Ulum Al-Hadits yang disandarkan kepada Al-Qa‟nabi dari Malik telah sampai kepanya bahwa Abu Hurairah berkata: Rasulullah Saw bersabda: “bagi budak

mendapat makanan dan pakaian, ia tidak boleh dibebani kecuali pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan. Dalam hadis tersebut digugurkan oleh dua orang perawi secara berturut-turut antara Malik dan Abu Hurairah, yaitu Muhammad bin Ajlan dan ayahnya.  Kehujahan Hadis Mu‟dhal Hadis mu‟dhal tergolong hadis mardud (tertolak) dan tidak dapat dijadikan hujah, karena tidak diketahui keadaan perawi yang digugurkan.Apakah mereka orang-orang yang diterima periwayatannya atau tidak.Demi keaslian suatu hadis, sanad yang terputus, dan yang digugurkan diantara para perawi, maka tidak dapat diterima. d. Hadis Mu‟allaq  Pengertian Hadis Mu‟allaq Secara etimologis, kata mua‟allaq berasal dari kata „allaqa, yu‟alliqu, ta‟liqan, yang berarti bergantung. Dinamakan hadis bergantung (mu‟allaq) karena sanadnya bersambung kearah atas dan terputus kearah bawah, seolah seperti suatu benda yang bergantung pada atap rumah atau sesamanya. Menurut terminologis, hadis mu‟allq adalah hadis yang dibuang pada awal sanad seorang perawi atau lebih secara berturut-turut. Jadi, hadis mu‟allaq adalah hadis yang sanadnya bergantung karena dibuang dari awal sanad seorang perawi atau lebih secara berturut-turut. Dengan demikian, hadis mu‟allaq bias jadi yang dibuang semua sanad dari awal sampai akhir, kemudian berkata: Rasulullah Saw bersabda:… atau dibuang semua sanad selain sahabat atau selain tabi‟in dan sahabat, atau dibuang pemberitaannya saja. Contoh hadis, hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari berkata: Malik berkata: memberitakan kepadaku Zaid bin Aslam, bahwa Atha‟ bin Yasar memberitakan kepadanya, bahwa Abu Sa‟id Al-Khudri memberitakan kepadanya, ia mendengar dari Rasulullah Saw bersabda: “jika hamba telah masuk Islam, kemudian baik Islamnya, maka Allah menghapus dari padanya segala kejahatan yang telah lewat. Setelah itu diadakan pembalasan amal, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali persamaannya sampai seratus kali lipat, sedangkan kejahatan dibalas dengan sesamanya, kecuali Allah mengampuninya. Dalam hadis tersebut, Al-Bukhari menggugurkan Syaikhnya sebagai penghubung dari Malik dengan menggunakan bentuk kata aktif (mabni ma‟lum)yang meyakinkan, yaitu kata qaala: qaala Malikun= Ia berkata: Malik berkata:…

 Kehujaha Hadis Mu‟allaq Hadis mu‟allaq tergolong hadis yang tertolak (mardu) karena sanadnya tidak besambung (ghayr muttashil) dan tidak diketahui sifatsifat perawi yang dibuang. Akan tetapi, bias menjadi diterima (maqbul) manakalh dikuatkan melalui jalan (sanad) lain yang menyebutkan perawi yang dibuang dan ia memiliki sifat kredibilitas yang tinggi (tsiqah) atau sangat jujur (shaduq). Dengan demikian, hilanglah kesamara atau ketidaktahuan tentang sifat-sifat para perawi hadis. Berbeda jika mu‟allaq terjadi pada kita Al-Bukhari Muslim yang diterima keshahihannya oleh para ulama secara aklamasi, maka memiliki hokum khusus. Bentuk mu‟allaq pada kitab Al-Bukhari memang banyak, namun adanya pada pengantar atau muqaddimah bab, bukan pada isi bab. Mu‟allaq disini dimaksudkan untuk meringkas dan menjauhi dari pengulagan. Disamping itu, mayoritas mu‟allaq disatu tempat kemudian diwashalkan (dipersambungkan) ditempat lain. Oleh karena itu para ulama berpendapat bahwa: 1) Hadis yang disebutkan dengan menggunakan bentuk kata aktif yang meyakinkan (shighat jazam), dihukumi shahih, misalnya qaala, zakara, hakay, yang berarti berkata, menyebutkan, menceritakan, dan dalam keadaan inilah hadis mu‟allaq dapat dijadikan hujah. 2) Penyebutan hadis dengan bentuk kata pasif (mabni majhul) dan tidak meyakinkan (shighat tamridh) dihukumi tidak shahih saja, adakalanya shahih, hasan, dan dha‟if. Namun, dalam kitab shahih tidak ada yang lemah dan sanadnya (muttashil) sebagaimana hasil penelitian Ibnu Hajar Al-Asqalani. e. Hadis Mudallas  Pengertian Hadis Mudallas Menurut etimologi, kata mudallas berasal dari kata dallasa, yudallisu, tadlisan, mudallisun, yang berarti menyimpan atau menyembunyikan cacat barang dagangan dari pembelinya. Dimana, pembeli mengira bahwa barang dagangan itu bagus, indah, dan menarik, tetapi setelah diteliti dengar benar dan bolak-balik, terdapat cacat pada barang dagangan itu. Sedangkan menurut terminology, hadis mudallas yaitu menyembunyikan cacat dalam isnad dan menampakkan cara (periwayatan) yang baik.

Maksud menampakkan cara periwayatan yang baik adalah menggunakan ungkapan periwayatan yang tidak tegas bahwa ia mendengar dari penyampai berita. Dimana antara perawinya yaitu hidup semasa, pernah bertemu, dan mendengar beberapa hadis dari penyampai beriata, kemudian ia meriwayatkan suatu hadis yang sebenarnya ia tidak mendengar langsung dengan ungkapan kata yang tidak jelas, maka disebutlah hadis mudallas. Dan dintara para periwayat yang dicacat ulama sebagai mudallis adalah Muhammad bin Ishaq, Ibnu Juraij, Qatadah, Baqi bin Al-Walid, Al-Walid bin Muslim, dan lain-lain.  Pembagian Hadis Mudallas Hadis mudallas dibagi menjadi dua macam yang pokok, yaitu  Tadlis Al-Isnad, yaitu seorang perawi meriwayatkan suatu hadis yang ia tidak mendengarnya dari seoang perawi yang ia temui dengan cara yang menimbulkan dugaan bahwa ia mendengarnya. Maksud definisi tersebut adalah seorang perawi meriwayatkan sebagian hadis yang telah ia dengar dari seorang syaikh, tetapi hadis yang ditadliskan ini memang tidak mendengar darinya, ia mendengar dari syaikh lain yang mendengar dari padanya. Kemudian syaikh lain ini digugurkan dalam periwayatan dengan menggunakan ungkapan yang seolah-olah ia mendengar dari syaikh pertama tersebut. Seperti kata qaala fulaan= berkata si fulan atau „an fulan= dinukil dari si fulan. Tidak dengan periwayatan yang tegas, seperti hadddtsani= memberitakan kepadaku, atau sami‟tu= aku mendengar, maka ia dihukumi pendusta. Contohnya, hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah melalui jalan Abu Ishaq As-Subay‟I dari Al-Barra bin Azib radiyallahu anhu berkata: Rasulullah Saw bersabda: “tidak ada dari dua orang muslim yang bertemu kemudian bersalam-salaman, kecuali diampuni bagi mereka sebelum berpisah”. Dalam hadis tersebut, Abu Ishaq As-Subay‟I nama aslinya Amr bi Abdullah, ia seoramg tsiqah, tetapi disifati mudallis. Ia mendengar beberapa hadis dari Al-Barra bin Azib, tetapi dalam hadis ini, ia tidak mendengar dari padanya sacera langsung, ia mendengar dari Abu Dawud Al-Ama yang matruk hadisnya, kemudian meriwayatkan dari Al-Barra bin Azib dan menyembunyikan Abu Dawud Al-Ama dengan unkapan „an‟anah= dari (sanadnya menggunakan kata „an= dari). Kemudian tadlis al-isnad dibagi menjadi dua yaitu

a. Tadlis At-Taswiyah, yaitu dimana seorang perawi meriwayatkan hadis dari seorang syaikh, kemudian digugurkan seorang dha‟if antara dua syaikh yang tsiqah dan bertemu antara keduanya (arti tsiqah dapat dipercaya karena memiliki dua sifat adil dan dhabith). b. Tadlis Al-„Athfi, yaitu apabila seorang perawi meriwayatkan suatu hadis dari dua orang syaikh, tetapi ia sebanarnya mendengar dari salah satunya saja dengan menggunakan ungkapan kata yang tegas mendengar pada syaikh yang pertama dan tidak tegas pada syaikh yang kedua. Misalnya haddasanaa fulaanun wa fulaanun= memberitakan kepada kami si fulan dari si fulan.  Tadlis Asy-Syuyukh, yaitu apabila seorang perawi meriwayatkan dari seorang syaikh sebuah hadis yang ia dengar darinya kemudian ia beri nama lain atau nama panggilan (kuniyah) atau nama bangsa dan atau nama sifat yang tidak dikenal supaya tidak dikenal. Misalnya, seorang perawi dari Mesir dikatakan: memberitakan kepadaku si Fulan di Ziqaq Halb (gang susu perah) dimaksudkan di Cairo atau Baghdad dikatakan: memberitakan kepadaku si Fulan di Mawara‟a An-Nahri, dimaksukan Baghdad dan seterusnya. Contoh, dalam hadis tentang talaq tiga sekaligus diwayatkan oleh Abu Dawud melalui jalan Ibnu Juraij memberitakan kepadaku sebagian Bani Abu Rafi‟ mawla (budak yang telah dimerdekakan) Rasulullah Saw dari Ikrimah mawla Ibnu Abbas dari Ibnu Abbas berkata: Abu Yazid (Abu Rukanah dan saudara-saudaranya) atau Rukanah mentalak dan menikahi seorang wanita dari Kabilah Muzinah. Dalam hadis tersebut, Ibnu Juraij nama aslinya Abdul Malik bin Abdul A...


Similar Free PDFs