HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA PADA MASYARAKAT USIA 30-49 TAHUN DI DESA SEPUNGGUK WILAYAH KERJA PUSKESMAS SALO TAHUN 2015 PDF

Title HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA PADA MASYARAKAT USIA 30-49 TAHUN DI DESA SEPUNGGUK WILAYAH KERJA PUSKESMAS SALO TAHUN 2015
Author Jurnal Doppler
Pages 10
File Size 303.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 195
Total Views 818

Summary

Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Masyarakat Usia 30-49 Tahun Di Desa Sipungguk Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2015 HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA PADA MASYARAKAT USIA 30-49 TAHUN DI DESA SEPUNGGUK WILAYAH KERJA PUSKESMAS SALO TAHUN 2015 Syafriani Dosen STIKes Tuanku...


Description

Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Masyarakat Usia 30-49 Tahun Di Desa Sipungguk Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2015

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA PADA MASYARAKAT USIA 30-49 TAHUN DI DESA SEPUNGGUK WILAYAH KERJA PUSKESMAS SALO TAHUN 2015

Syafriani Dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau, Indonesia ABSTRACT In Indonesia, the affected population is estimated dyspepsia approximately 4050% of the population aged 40 years about 10 million people or 6.5% of the total population. In 2020 an estimated three-fold from 10 million to 28 million or 11.3% of the total population in Indonesia. Dyspepsia is a phenomenon characterized by heartburn, nausea, vomiting and bloating, full feeling, belching and a burning sensation in the chest yng spread. The design used in this study quantitative analytic with cross sectional design. The population in this study are all people aged 30-49 years in the village Sipungguk using simple random sampling method as many as 137 data collection was done in two ways using the primary data and secondary data. Analysis of the data used are univariate and bivariate. The results of the bivariate analysis is known to have a significant relationship between knowledge and the incidence of dyspepsia disease with p value 0.002. It is therefore expected for health workers in order to educate the public about the importance of diet and increase knowledge about the disease dyspepsia. Keywords : Knowledge and Dyspepsia Bibliography : 23 (2001 - 2014)

PENDAHULUAN Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial mungkin setiap orang hidup produktif secara sosial, dan ekonomis, pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan ( WHO, World Health Organization, 2012) Pengertian sehat meliputi kesehatan jasmani, rohani, serta sosial dan bukan sajak keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Masarakat Indonesia di cita-citakan

adalalah: masyarakat yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai salah satu unsur dari pembangunan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya (Depkes, RI, 2009). Dispepsia merupakan salah satu masalah penyakit kesehatan yang sering ditemukan dokter dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan hampir 60%. Dispepsia merupakan sekumpulan gejala rasa panas pada

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 47

Syafriani

ulu hati, perih, mual dan kembung. Penyebab penyakit dyspepsia bermacam-macam diantara tukak lambung yang disebabkan oleh obat NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs), polamakan, infeksi dan alcohol, faktor stress atau tekanan pskologis yang berlebihan dan pengetahuan. (Dhamika Djojoningrat, 2009). Angka kejadian dispepsia diperkirakan antara 1-8% di Negara barat. Di Inggris dan Skandinava dilaporkan prevalensinya berkisar 714% tetapi hanya 10-20% yang mencari pertolongan medis. Insiden dyspepsia pertahun diperkirakan antara1-8%. Di Daerah Asia Pasifik, dyspepsia juga merupakan keluhan yang sering dijumpai (WHO, World Health Organization,2012). Di Indonesia, penduduk yang terkena dyspepsia sekitar 40-50% diperkirakan penduduk berusia 40 tahun sekitar 10 juta jiwa atau 6,5% dari total populasi penduduk. Padatahun 2020 diperkirakan 3 kali lipat dari 10 juta jiwa menjadi 28 juta jiwa atau 11,3% dari total penduduk

di Indonesia. Di DKI Jakarta, tahun 2007, didapatkan prevalensi dyspepsia sebesar 58% data tersebut di temukan dalam seminar abdominal dispepsia yang diadakan pelatihan dan pengembangan pendidikan Koprofesional berkelanjutan di Jakarta (Sanusi, 2011). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Riau dyspepsia termasuk 10 penyakit terbesar di ruang rawat inap di Rumah Sakit Arifin Ahmad Propinsi Riau tahun 2009 dengan 11,88% (Propil Kesehatan Propinsi Riau 2012). Berdasarkan data laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar pada tahun 2014 terdapat 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Kampar dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Menurut data laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar pada Tahun 2014 terdapat 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Kampar dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.1 : Sepuluh Penyakit Terbanyak Di Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar Tahun 2014 No 1

Jenis Penyakit Infeksi saluran nafas bagian atas akut lainnya

2

Infeksi Saluran Nafas Bagian Atas Akut

3

Dispepsia

7487

6,49

%

4

Hipertensi esensial (primer)

7332

6,35

%

5

Artritis rheumatoid

5482

Gastritis

3923

3,40

%

Disentri amuba akut

3403

2,95

%

Infeksi kulit dan jaringan subkutan

3215

2,79

%

9

Influenza

3169

10

Dermatitis dan Eksim

3005

11

Penyakit lainnya Jumlah

6 7 8

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Jumlah 18210 12294

47876 115396

Persentasi 15,78 % 10,65 %

4,75

2,75 2,60

%

% %

41,49 % 100,00 %

Page 48

Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Masyarakat Usia 30-49 Tahun Di Desa Sipungguk Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2015

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa penyakit dispepsia menempati urutan ke tiga dari penyakit terbanyak lainnya yaitu sebanyak 7487 penderita (6,49%) Penderita dispepsia dari tahun 2014.

Menurut data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar tahun 2014, jumlah kasus penyakit dyspepsia tertinggi pada 10 Puskesmas adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2 Jumlah Kasus Dispepsia Di Dinas Kesehatan Kabupaten Tahun 2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Puskesmas Jumlah Kasus Dispepsia Kuok 975 Kampar Timur 595 Salo 538 Bangkinang 511 XIII Koto Kampar 511 Bangkinang Seberang 477 Tapung II 437 Tapung Hilir I 397 Siak Hulu II 388 Kampar Kiri Tengah 342 Jumlah 5171 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar, 2014

Kampar

Persentase 18,86% 11,51% 10,41% 9,89% 9,89% 9,23% 8,46% 7,68% 7,51% 6,62% 100%

Berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat jumlah kasus dyspepsia nomor tiga terdapat di Puskesmas Salo yaitu tercatat 538 (10,41%) kasus pada tahun 2014 (Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar, 2014) Sedangkan jumlah kasus dispepsia di Wilayah Kerja Puskesmas Salo dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.3 Jumlah Kasus Dispepsia Di Wilayah Kerja Puskesmas Salo Tahun 2014 No 1 2 3 4 5 6

Desa Jumlah Kasus Dispepsia Sepungguk 112 Genting damai 95 Genting 94 Salo 82 Salo timur 79 Siabu 76 Jumlah 538 Sumber: Dinas kesehatan kabupaten Kampar 2014

Berdasarkan tabel 1.3 dapat dilihat jumlah kasus dyspepsia tertinggi berada di desa sepungguk yaitu 112 (20,8%) orang

Persentase 20,8% 17,7% 17,5% 15,2% 14,7% 14,1% 100

Menurut data yang didapat dari Puskesmas Salo Tahun 2014, jumlah kasus penyakit dyspepsia menurut golongan umur adalah sebagai berikut

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 49

Syafriani

Tabel 1.4: Jumlah Golongan Umur Penderita Dispepsia Di Wilayah Puskesmas Salo . No

Usia

1

17-19

2 3 4 5 6 7

20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-80 Jumlah

Masyarakat

Persentase

228

Jumlah umur penderita dispepsia 15

277 415 305 149 131 86 1531

19 29 25 11 10 3 112

6,8% 7,0% 8,1% 7,3% 12,% 18,7% 100%

6,5%

Sumber: puskesmas salo, 2014

Berdasarkan tabel 1.4 dapat dilihat jumlah kasus dyspepsia tertinggi pada usia yaitu 30-39 dan 40-49 yaitu sebanyak 210 orang Banyak jumlah kasus dyspepsia disebabkan oleh banyak individu yang tidak peduli dengan dispepsia. Mereka tahu bahwa ada perasaan tidak enak dan tidak nyaman di lambung mereka.Tetapi hal itu tidak membuat mereka merasa perlu periksa diri ke dokter. Padahal dyspepsia bias membahayakan diri-sendiri. Oleh karna dyspepsia perlu diketahui, dicegah, diperlukan perawatanperawatan yang bias mengobati terjadi dispepsia (Syamsurizal, 2009). Berikut ini sejumlah faktor yang mendorong terjadinya dispepsia (Yuliari, 2009) yaitu: infeksi bakteri, obat penghilang nyeri, alkohol, stress, asam empedu, serangan terhadap lambung. Menurut Susanti (2011), kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman, seperti makanan pedas, asam, minuman teh, kopi, dapat menimbulkan resiko munculnya gejala dispepsia.

Suasana yang sangat asam pada lambung dapat membunuh organism pathogen yang tertelan bersama makanan. Namun bila lambung telah rusak , maka suasana yang sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada dinding lambung (Herman, 2004) Pengetahuan merupakan media pembentukan karakter seseorang dimana yang membentuk karakter yang dimilikinya. Dimana seseorang mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi memiliki kesempatan dan peluang lebih besar untuk hidup sehat. Pengetahuan yang kurang tentang penyakit dyspepsia seprti konsumsi minuman bersoda, obat-obatan bias menimbulkan penyakit dyspepsia dan mengkonsumsi makanan yang pedas (Hermanto, 2011). Penelitian yang dilakukan Verawati (2013) pada pasien di Rs. M. Djamil Padang Tahun 2013 didapatkan pengetahuan pasien tentang penyakit dispepsia rendah (65%), pengetahuan sedang (20%) dan pengetahuan tinggi (15%). Berdasarkan dari latar belakang penelitian diatas maka penelitian tertarik meneliti tentang hubungan

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 50

Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Masyarakat Usia 30-49 Tahun Di Desa Sipungguk Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2015

pengetahuan dengan kejadian penyakit dispepsia pada masyarakat di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo Tahun 2015. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif analitik dengan rancangan cross sectional, yakni merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan variabel independen (pengetahuan) dan variabel dependen (kejadian dispepsia) pada saat bersamaan. a. Pendidikan

Penelitian ini di lakukan pada masyarakat di desa sepungguk berjumlah 76 orang.

HASIL PENELITIAN A. Analisa Univariat 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden terdiri dari umurdan jenis kelamin Karakteristik responden merupakan data kategorik sehingga dianalisis dengan menghitung distribusi frekuensinya. Hasil analisa dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikandi di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo 2015 No 1 2 3

Pendidikan Pendidikan Dasar (SD dan SMP Pendidikan Menengah Perguruan Tinggi Jumlah

f 31 21 24 76

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian responden

(%) 40,8 27,6 31,6 100

berpendidikan dasar yaitu sebanyak 31 orang (40,8%).

b. Jenis Kelamin Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo 2015 No 1 2

c.

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin Pekerjaan

F 24 52 76

(%) 31,6 68,4 100

perempuan yaitu sebanyak 52 orang(67,9%).

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo 2015 No 1 2

Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja (IRT) Jumlah

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

F 115 22 76

(%) 84,0 16,0 100

Page 51

Syafriani

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar

responden bekerja yaitu sebanyak 115 orang (84,0%).

d. Pengetahuan Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo 2015 No 1 2

Pengetahuan Baik Kurang Jumlah

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang kurang

F 35 41 76

(%) 46,1 53,9 100

tentang penyakit dispepsia yaitu sebanyak 41 orang (53,9%).

e. Kejadian Penyakit Dispepsia Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Penyakit Dispepsia di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo 2015 No 1 2

Kejadian Penyakit Dispepsia Ya Tidak Jumlah

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mengalami dispepsia yaitu sebanyak 44 orang(57,9%). B. Analisa Bivariat Analisa bivariat ini memberi gambaran hubungan pengetahuan dengan kejadian dispepsia pada masyarakat di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo Tahun 2015.Analisa bivariat ini menggunakan uji chi-square, sehingga dapat dilihat hubungan antara kedua variabel tersebut. Hasil analisis disajikan pada tabel berikut:

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

F 44 32 76

(%) 57,9 42,1 100

1. Hubungan pengetahuan dengan kejadian dispepsia pada masyarakat di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo 2015 Untuk melihat hubungan pengetahuan dengan kejadian dispepsia pada masyarakat di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo Tahun 2015dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Page 52

Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Masyarakat Usia 30-49 Tahun Di Desa Sipungguk Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2015

Tabel 4.6

Hubungan pengetahuan

dengan kejadian dispepsia pada masyarakat di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo tahun 2015

Pengetahuan

Kurang Baik Jumlah

Kejadian Penyakit Dispepsia Ya Tidak N % N % 31 75,6 10 24,4 13 37,1 22 62,9 44 57,9 32 42,1

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 41 orangberpengetahuan kurang, mengalami kejadian dispepsia sebanyak 31 orang (64,5%). Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai p = 0,002 (p < 0,05), dengan demikian secara statistik ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian disepsia pada masyarakat di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo tahun 2015

PEMBAHASAN 1.

Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Masyarakat Di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo 2015 Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa bahwa dari 41 respondenyang berpengetahuan kurang terdapat kejadian dispepsia sebanyak 31 responden (40,8%). Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai p = 0,002 (p < 0,05), dengan demikian secara statistik ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian disepsia pada masyarakat di Desa Sepungguk

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Total N 41 35 76

P value % 100 100 100

0,002

Wilayah Kerja Puskesmas Salo tahun 2015. Menurut asumsi peneliti, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang tentang penyakit dispepsia dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden sebagian besar responden berada pada kategori pendidikan dasar. Tinggi rendahnya pendidikan erat hubungannya dengan tingkat pengetahuan yang diperoleh.Disaping itu perilaku juga dipengaruhi oleh pendidikan yang rendah karena pendidikan merupakan wadah untuk meyerap informasi. Pendidikan yang rendah cenderung memiliki perilaku yang negative sehingga kurang mengetahui informasi yang berkaitan dengan kesehatan dirinya. Jadi sesorang yang tidak menegtahui tentang informasi kesehatan makan akan lebih cenderung mengkonsumsi makanan yang pedas, dan berbumbu yang tajam sehingga menyebabkan kejadian dyspepsia. Faktor mempengaruhi

lain yang kurangnya

Page 53

Syafriani

pengetahuan tentang penyakit dispepsia pada masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh pekerjaan responden yang sebagian besar responden bekerja sebagai petani, sehingga dengan sibuk bekerja maka responden tidak memiliki waktu luang untuk mencari informasi tentang penyakit dispepsia seperti pengertian, penyebab, gejala klinis, pencegahan dan pengobatannya, dan hal ini dapat menimbulkan terjadinya penyakit dispepsia, dengan bekerja masyarakat juga lupa waktu makan. Jika seseorang fokus pada pekerjaannya maka seseorang maka lebih cenderung untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga seseorang lupa dengan jadwal makannya. Kondisi tersebut lambung akan memproduksi asam lambung secara normal walaupun dalam keadaan kosong. Dispepsia biasanya diawali dengan pola makan yang tidak teratur sehingga lambung menjadi lebih sensitive bila asam lambung meningkat. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam maka asam lambung yang diproduksi semakin banyka dan berlebih sehingga dapat meritasi mukosa lambung serta meningkatkan rasa nyeri di sekitar epigastrium. Faktor stres juga dapat mempengaruhi terjadinya penyakit dispepsia. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berada pada berjenis

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

kelamin perempuan karena masalah psikologis yang menyebabkan terjadinya peningkatan asam lambung sehingga dapat menyebabkan iritasi lambung.Pada perempuan biasanya mempunyai banyak pikiran sehingga bisa menyebabkan hilangnya selera makan dan dapat menyebabkan timbulnya gangguan pencernaan (Rohima, 2007). Menurut Engel(2005) dikutip oleh Ali Khomsan (2009) pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi penentu utama perilaku seseorang.Tingkat pengetahuan seseorang dapat dapat dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu yang diperoleh dari pendidikan. tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang sehingga membuat seseorang berpandangan luas, berfikir dan bertindak rasional, karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Tingkat pendidikan juga mempunyai peranan penting dalam pencapaian kualitas pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, semakin baik pula ia menyerap

Page 54

Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Masyarakat Usia 30-49 Tahun Di Desa Sipungguk Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2015

ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Widyawati(2009) dengan judul hubungan pengetahuan dengan kejadian penyakit disepsia di Wilayah kerja Puskesmas Kaliwungu Kabupaten Kendal yang menyatakan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan kejadian enyakit dispepsia dengan p value 0,004.

Menurut (Suparyanto, 2012) pola makan yang baik dan teratur merupakan salah satu dari penatalaksanaan dyspepsia dan juga menrupakan tindakan preventif dalam mencegah kejadian dyspepsia. Penyembuhan dyspepsia membutuhkan pengaturan makanan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi pencernaan di lambung.

KESIMPULAN 1. Sebagian besar masyarakat memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyakit dispepsia 2. Sebagian besar masyarakat mengalami penyakit dispepsia 3. Terdapat hubungan pengetahuan dengan kejadian dispepsia pada masyarakat di Desa Sepungguk Wilayah Kerja Puskesmas Salo 2015

DAFTAR PUSTAKA Annisa. (2009). Hubungan ketidakteraturan makan dengan sindrome dispepsia pada remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan. darihttp://undip.ac.id. Diperoleh tanggal 19 Februari 2014 Dhamika (2009). Penyakit dispepsia dan pencegah...


Similar Free PDFs