Hukum Yurisdiksi PDF

Title Hukum Yurisdiksi
Author En-En Hariani
Pages 20
File Size 457.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 122
Total Views 661

Summary

KONSEP YURISDIKSI DALAM HUKUM Nama Mahasiswa : EN-EN HARIANI Nim : 13917146 Kelas : B Mata Kuliah : Kebijakan, Etika & Hukum Tekhnologi Informasi Dosen : DR. (CAND) BAMBANG SUTIYOSO, SH. M.Hum MAGISTER TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGAYAKARTA 2013 DA...


Description

KONSEP YURISDIKSI DALAM HUKUM

Nama Mahasiswa : EN-EN HARIANI Nim

: 13917146

Kelas

: B

Mata Kuliah

: Kebijakan, Etika & Hukum Tekhnologi Informasi

Dosen

: DR. (CAND) BAMBANG SUTIYOSO, SH. M.Hum

MAGISTER TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGAYAKARTA 2013

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................ II BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................... 1 B. RUMUSAN MASALAH ....................................................................................................... 2 C. TUJUAN ............................................................................................................................ 2 BAB II KONSEP YURISDIKSI DALAM HUKUM ............................................................ 3 A. YURISDIKSI HUKUM INTERNASIONAL .............................................................................. 3 B. BEBERAPA ASAS PENENTUAN HUKUM YANG BERLAKU ................................................. 7 1.

Prinsip Yurisdiksi Teritorial........................................................................................ 7

2.

Prinsip Teritorial Subjektif.......................................................................................... 8

3.

Prinsip Teritorial Objektif ........................................................................................... 9

4.

Prinsip Nasionalitas Aktif ........................................................................................... 9

5.

Prinsip Nasionalitas Pasif........................................................................................... 9

6.

Prinsip Universal ...................................................................................................... 10

7.

Prinsip Perlindungan ................................................................................................ 12

C. TEORI-TEORI BERDASARKAN KARAKTERISTIK KHUSUS CYBER ROOM ............................ 12 1.

The theory of the uploader and the downloader ....................................................... 12

2.

The theory of the Law of the Server .......................................................................... 13

3.

The theory of International Space ............................................................................. 13

D. INSTRUMEN INTERNATIONAL DI BIDANG CYBERCRIME (UNI EROPA)............................ 14 BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 16 A. KESIMPULAN.................................................................................................................. 16 B. SARAN ........................................................................................................................... 17 REFERENSI ........................................................................................................................... 18

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Teknologi

informasi saat

dengan digunakannya internet.

ini

sudah

Globalisasi

yang

bersifat timbul

global,

sudah

terutama

menyatu

dengan

berbagai aspek kehidupan, baik di bidang sosial, iptek, kebudayaan, ekonomi dan nilainilai budaya lain. Kemajuan teknologi informasi khususnya media internet, dirasakan banyak memberikan manfaat seperti dari segi keamanan, kenyamanan dan kecepatan. Contoh sederhana,

dengan dipergunakan internet sebagai

sarana

pendukung

dalam

pemesanan/reservasi tiket (pesawat terbang, kereta api), hotel, pembayaran tagihan telepon, listrik, telah membuat konsumen semakin nyaman dan aman dalam menjalankan aktivitasnya. Kecepatan melakukan transaksi perbankan melalui e-banking, memanfaatkan ecommerce untuk mempermudah melakukan pembelian dan penjualan suatu barang serta menggunakan e-library dan e-learning untuk

mencari

referensi

atau informasi

ilmu

pengetahuan yang dilakukan secara online karena dijembatani oleh teknologi internet baik melalui komputer atau pun hand phone. Pemanfaatan teknologi internet juga tidak dapat dipungkiri membawa dampak negatif yang tidak kalah banyak dengan manfaat positif yang ada. Internet membuat kejahatan yang semula bersifat konvensional seperti pengancaman, pencurian, pencemaran nama baik, pornografi, perjudian, penipuan hingga tindak pidana terorisme kini melalui media internet beberapa jenis tindak pidana tersebut dapat dilakukan secara on line oleh individu maupun kelompok dengan resiko tertangkap yang sangat kecil dengan akibat kerugian yang lebih besar baik untuk masyarakat maupun negara. Berbagai jenis kejahatan yang dilakukan oleh manusia dengan menggunakan berbagai alat, termasuk dengan menggunakan kemajuan di bidang teknologi informasi, baik melalui internet maupun pesawat selular (handphone). Internet merupakan suatu dunia maya, dengan kata lain dunia tanpa batas (borderless). Melalui internet dapat menjelajah berbagai situs yang ada, melewati batas suatu negara. Apabila kita berbicara tentang batas suatu negara, hal tersebut langsung berhubungan dengan yurisdiksi negara tersebut, yaitu mengenai kewenangan suatu negara untuk 1

menegakkan hukum diwilayahnya. Oleh karena itu dalam penyelesaian kasus kejahatan cyber, ada berbagai kendala yang sering kali ditemui oleh penegak hukum suatu negara untuk menindak pelaku kejahatan yang berada di wilayah yurisdiksi negara lain.

Tertib hukum internasional dilandasi prinsip kedaulatan Negara. Setiap Negara merdeka memiliki kedaulatan untuk mengatur segala sesuatu yang ada maupun yang terjadi di wilayah atau teritorialnya. Sebagai implementasi dimilikinya kedaulatan, Negara berwenang untuk menetapkan ketentuan-ketentuan hukum dan untuk menegakkan atau menetapkan ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya terhadap suatu peristiwa, kekayaan dan perbuatan. Kewenangan ini dikenal sebagai yurisdiksi Negara dalam hukum internasional.

Yurisdiksi Negara dalam hukum internasional jelas berperan sangat penting dalam tiap-tiap Negara, dengan demikian tiap Negara berwenang untuk menetapkan ketentuanketentuan hukum nasionalnya terhadap suatu peristiwa, kekayaan dan perbuatan apapun yang terjadi di wilayah atau teritorialnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kosep Hukum Yurisdiksi Internasional ? 2. Bagaimana prinsip atau asas yang berlaku pada penentuan Hukum Yurisdiksi Internasional? 3. Teori apa saja yang berdasar pada karakteristik khusus cyberroom? 4. Bagaimana Instrumen Internasional di Bidang Cybercrime Uni Eropa?

C. Tujuan

1. Menjelaskan tentang konsep Hukum Yurisdiksi Internasional 2. Menjelaskan tentang prinsip atau asas yang berlaku pada penentuan Hukum Yurisdiksi Internasional 3. Menjelaskan tentang teori-teori yang berdasar pada karakteristik khusus cyberroom 4. Menjelaskan tentang instrumen Internasional di Bidang Cybercrime Uni Eropa

2

BAB II KONSEP YURISDIKSI DALAM HUKUM A. Yurisdiksi Hukum Internasional Yurisdiksi merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan negara, kedaulatan negara tidak akan diakui apabila negara tersebut tidak memiliki yurisdiksi, persamaan derajat negara dimana kedua negara yang sama-sama merdeka dan berdaulat tidak bisa memiliki jurisdiksi (wewenang) terhadap pihak lainnya (equal states don’t have jurisdiction over each other), dan prinsip tidak turut campur negara terhadap urusan domestik negara lain. Prinsip-prinsip tersebut tersirat dari prinsip hukum „par in parem non habet imperium”. Menurut Hans Kelsen, prinsip hukum “par in parem non habet imperium” ini memiliki beberapa pengertian: Pertama, suatu negara tidak dapat melaksanakan jurisdiksi melalui pengadilannya terhadap tindakan-tindakan negara lain, kecuali negara tersebut menyetujuinya. Kedua, suatu pengadilan yang dibentuk berdasarkan perjanjian internasional tidak dapat mengadili tindakan suatu negara yang bukan merupakan anggota atau peserta dari perjanjian internasional tersebut. Ketiga, pengadilan suatu negara tidak berhak mempersoalkan keabsahan tindakan suatu negara lain yang dilaksanakan di dalam wilayah negaranya. Kata “yurisdiksi” sendiri dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris “Jurisdiction”.“Jurisdiction” sendiri berasal dari bahasa Latin “Yurisdictio”, yang terdiri atas dua suku kata, yuris yang berarti kepunyaan menurut hukum, dan diction yang berarti ucapan, sabda, sebutan, firman. Jadi, dapat disimpulkan yurisdiksi berarti: a. Kepunyaan seperti yang ditentukan oleh hukum. b. Hak menurut hukum. c. Kekuasaan menurut hukum. d. Kewenanagan menurut hukum. Secara singkat dan sederhana, yurisdiksi dapat diartikan sebagai kepunyaan seperti apa yang ditentukan atau ditetapkan oleh hukum atau dengan singkat dapat diartikan “kekuasaan atau kewenangan hukum” atau “kekuasaan atau kewenangan berdasarkan hukum”. Di dalamnya tercakup “hak”, “kekuasaan”, dan “kewenangan”. Yang paling penting adalah hak, kekuasaan, dan kewenangan tersebut didasarkan atas hukum, bukan atas paksaan, apalagi berdasarkan kekuasaan. 3

Anthony Csabafi, dalam bukunya “The Concept of State Jurisdiction in International Space Law”mengemukakan tentang pengertian yurisdiksi Negara dengan menyatakan sebagai berikut : “Yurisdiksi negara dalam hukum internasional berarti hak dari suatu negara untuk mengatur dan mempengaruhi dengan langkah-langkah dan tindakan yang bersifat legislatif, eksekutif, dan yudikatif atas hak-hak individu, milik atau harta kekayaannya, perilaku-perilaku atau peristiwa-peristiwa yang tidak semata-mata merupakan masalah dalam negeri”. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan di atas, yang termasuk dalam unsur-unsur yurisdiksi negara adalah : a. Hak, kekuasaan, dan kewenangan. b. Mengatur (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). c. Obyek (hal, peristiwa, perilaku, masalah, orang, dan benda). d. Tidak semata-mata merupakan masalah dalam negeri (not exclusively of domestic concern). e. Hukum internasional (sebagai dasar/landasannya). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yurisdiksi memiliki 2 (dua) pengertian, yaitu: 1. Kekuasaan mengadili; lingkup kekuasaan kehakiman; peradilan; 2. Lingkungan hak dan kewajiban, serta tanggung jawab di suatu wilayah atau lingkungan kerja tertentu; kekuasaan hukum.

Menurut Huala Adolf, yurisdiksi adalah kekuasaan atau kewenangan hukum negara terhadap orang, benda, atau peristiwa (hukum). Yurisdiksi menyebabkan suatu negara mempunyai hak terhadap seseorang, benda, peristiwa hukum yang ada dalam suatu negara ataupun yang ada di luar negara tersebut.

Berdasarkan hak, kekuasaan dan kewenangan mengaturnya, yurisdiksi suatu negara di dalam wilayah negaranya dapat terbagi atau tergambarkan oleh kekuasaan atau kewenangan sebagai berikut:

a. Yurisdiksi untuk menetapkan undang-undang (the jurisdicton to prescribe) Yurisdiksi legislatif adalah wewenang negara untuk membuat hukum sesuai dengan masyarakat dan keadaan yang ada. Pada yurisdiksi ini, masalah hukum yang timbul adalah “choice of law”

4

b. Yurisdiksi untuk penegakan hukum (the Jurisdiction to enforce) Yurisdiksi untuk mengadili didefinisikan sebagai wewenang negara terhadap seseorang untuk melakukan proses pemeriksaan pengadilan , dalam masalah kriminal. Pada yurisdiksi ini, masalah yang muncul adalah “choice of forum”. c. Yurisdiksi untuk menuntut (the Jurisdicton to adjudicate) Yurisdiksi untuk melaksanakan berhubungan dengan wewenang suatu negara untuk melakukan penghukuman terhadap terdakwa sesuai hukum yang berlaku, baik melalui pengadilan atau melalui tindakan non-hukum lainnya (sanksi administratif)

Baik Masaki Hamano, Henry H.Perritt tetap mengajukan tiga jenis yurisdiksi tersebut diatas untuk mendasari pemikiran dan pengembangan lebih lanjut dalam menanggulangi kejahatan cyber. Alasan yang mendasari tetap digunakannya ketiga jenis yurisdiksi tersebut, karena dari berbagai kasus kejahatan internet , apabila pelaku dapat ditangkap oleh polisi, akan diterapkan hukum negara di mana si pelaku tertangkap. Artinya, digunakan hukum dari negara di mana ia melakukan tindak pidana tersebut, atau negara tempat ia melakukan penyebarluasan situs pornografi anak . Hal ini dapat dilihat pada beberapa kasus tentang penangkapan pelaku tindak pidana pornografi anak di internet, antara lain :  Tanggal 22 April 2002, polisi di 9 negara di Eropa dan Amerika Serikat menangkap 25 orang sebagai tersangka pelaku tindak pidana pornografi anak. Lima dari sembilan negara tersebut , yaitu: Inggris, Swedia, Switzerland, Jerman dan Denmark, empat negara lain tidak disebutkan. Hal ini berawal dari informasi kepolisian Swiss yang menemukan seorang laki-laki dengan memakai kaos yang bertanda suatu perusahaan di Denmark, tengah melakukan kekerasan seksual terhadap seorang anak perempuan. Informasi ini diteruskan kepada kepolisian Denmark untuk dilakukan penyelidikan lebih cermat. Penangkapan dilakukan oleh kepolisian Denmark terhadap sepasang suami istridi Ringkoebing, 250 mil sebelah barat Denmark. Polisi menemukan banyak foto anak perempuan , serta alamat dan daftar nama mereka yang juga melakukan hal yang sama dengan pasangan tersebut.Pasangan ini dituntut oleh hukum Denmark karena telah melakukan tindak kekerasan terhadap anak, dan ancaman pidana selama 8 tahun, apabila memang hal itu terbukti.

5

 Tanggal 14 November 2001, polisi di 14 negara melakukan operasi besar-besaran dalam menghadapi pornografi anak. Di Jerman, 93 peralatan disita dan 2.200 orang dalam pemeriksaan dengan tuduhan memiliki dan menyebarluaskan pornografi anak, dalam penggerebekan ditemukan pula jaringan komputer, video dan berbagai dokumentasi sebagai barang bukti. Penggerebekan untuk hal yang senada dilakukan pula

di

Switzerland,

Austria,

Netherlands,

Norwegia,

Perancis,

Belgia,

Denmark,Luxemburg, Portugal, Irlandia, dan Amerika Serikat serta Canada.  Tanggal 9 November 2001, ditangkapnya seorang laki-laki oleh Polisi di East Rand, Afrika Selatan. Ia menyimpan banyak foto, buku, video dan segala sesuatu sepanjang tentang pornografi anak, bahkan juga film pornografi anak, yang kesemuanya disita oleh polisi untuk diperiksa lebih lanjut dan sebagai barang bukti. Tersangka masih dalam pemeriksaan dan akan diajukan ke pengadilan.  Pengadilan distrik Jerman menjatuhi pidana selama 2 tahun kepada seorang dokter di Berlin ,dengan tuduhan mendistribusikan situs pornografi anak di internet, sebanyak 9.500 foto yang dilakukan antara bulan April sampai dengan Juni 1997 . Dokter tersebut menyatakan bahwa hal tersebut di lakukannya murni dengan tujuan sosiologi (sosiological reasons).

Berbagai contoh kasus yang dikemukakan, menunjukkan bahwa dapat digunakannya 3 teori jurisdiksi tradisional, sebagaimana kita kenal selama ini. Dari kasus di atas , dapat dilihat hal-hal tertentu, sebagai berikut :  Terhadap para pelaku tindak pidana pornografi anak di internet , ditangkap dengan tuduhan yang hampir sama. Tuduhan yang dikenakan, antara lain: kekerasan seksual terhadap anak (sexually abused to children), memiliki dan penyebaran hal yang berbau pornografi anak.  Kepada mereka dikenakan ancaman pidana menurut negara tempat ia melakukan tindak pidana (locus delicti) dan waktu (tempos delicti).

6

 Penangkapan, pemeriksaan, pengajuan dan penjatuhan pidana kepada para pelaku menggunakan hukum negara tempat ia di tangkap. Berlakunya jurisdiksi legislatif (jurisdiction to prescribe) , nampak jelas dengan ada dan berlakunya suatu undang-undang (Act) secara efektif . Negara di mana para pelaku tindak pidana ditangkap, sudah memiliki perundang-undangan di bidang Perlindungan

Anak

(Protection

of

Children

Act

1978),

Larangan

untuk

mempublikasikan hal yang bersifat porno (Obscene Publications Act 1959 and 1964), Criminal Code, Criminal Justice Act . B. Beberapa Asas Penentuan Hukum Yang Berlaku

Secara garis besar yurisdiksi pengadilan (judicial jurisdiction) mencakup perdata dan pidana. Yurisdiksi perdata adalah kewenangan Hukum pengadilan suau Negara terhadap perkara-perkara yang menyangkut keperdataan baik yang sifatnya perdata biasa (nasional), maupun yang bersifat perdata internasional di mana ada unsur-unsur asing dalam kasus tersebut baik menyangkut para pihak, objek yang disengketakan maupun tempat perbuatan dilakukan. Adapun yurisdiksi pidana adalah kewenangan Hukum pengadilan suatu Negara terhadap perkara-perkara yang menyangkut kepidanaan baik yang murni nasional maupun yang terdapat unsur asing di dalamnya. Hukum Internasional public tidak banyak membuat aturan atau pembatasan berkaitan dengan kasus-kasus perdata internasional. Hukum internasional public lebih memfokuskan diri pada yurisdiksi pengadilan yang berkaitan dengan kasus-kasus pidana internasional. Sepanjang menyangkut perkara pidana ada beberapa prinsip atau asas yurisdiksi yang dikenal dalam Hukum Internasional yang dapat digunakan oleh Negara untuk mengklaim dirinya memiliki judicial jurisdiction. Adapun prinsip-prinsip tersebut ialah :

1. Prinsip Yurisdiksi Teritorial

Menurut prinsip ini setiap Negara memiliki yurisdiksi terhadap kejahatan-kejahatan yang dilakukan di dalam wilayah atau teritorialnya. Dibandingkan prinsi-prinsip lain, prinsip territorial merupakan prinsip yang tertua, terpopuler dan terpenting dalam pembahasan yurisdiksi dalam HI. Menurut Hakim Loed Macmillan, suatu Negara harus memiliki yurisdiksi terhadap semua orang, benda dan perkara-perkara perdata dan pidana dalam batas7

batas territorialnya sebagai pertanda Negara tersebut berdaulat. Pengadilan Negara di mana suatu kejahatan dilakukan memiliki yurisdiksi terkuat dengan pertimbangan: a. Negara dimana kejahatan dilakukan adalah Negara yang ketertiban sosialnya paling terganggu; b. Biasanya pelaku ditemukan Negara dimana kejahatan dilakukan; c. Akan lebih mudah menemukan saksi dan bukti-bukti sehingga proses persidangan dapat lebih efisien dan efektif; d. Sesroang WNA yang dating ke wilayah suatu Negara dianggap menyerahkan diri pada system HN Negara tersebut, sehingga ketika ia melakukan pelanggaran HN di Negara yang ia datangi maka ia harus tunduk pada Hukum stempat meskipun mungkin apa yang ia lakukan sah (lawful) menurut system HN negaranya sendiri.

Dengan demikian, ketika seorang WN Australia tertangkap basah menyimpan dan memperjualbelikan ganja di sebuah hotel Denpasar, Bali Indonesia dapat menerapkan yurisdiksi teritorialnya terhadap orang tersebut. Meskipun penting, kuat dan popular, penerapan yurisdiksi territorial tidaklah absolute. Ada beberapa perkecualian yang diatur dalam HI dimana Negara tidak dapat menerapkan yurisdiksi territorialnya, meskipun suatu peristiwa terjadi di wilayahnya, beberapa perkecualian yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Terhadap pejabat diplomatic negara asing b. Terhadap negara dan kepala negara asing c. Terhadap kapal public negara asing d. Terhadap organisasi internasional e. Terhadap pangkalan militer negara asing

2. Prinsip Teritorial Subjektif Berdasarkan prinsip ini Negara memiliki yurisdiksi terhadap seseorang yang melakukan kejahatan yang dimulai dari wilayahnya, tetapi diakhiri atau menimbulkan kerugian di Negara lain. Didekat perbatasan...


Similar Free PDFs