Identifikasi Sifat Konduktifitas Pada Zona Mineralisasi Mangan Di Jurangandul, Tegalombo, Pacitan, Jawa Timur Dengan Menggunakan Metode Very Low Frequency PDF

Title Identifikasi Sifat Konduktifitas Pada Zona Mineralisasi Mangan Di Jurangandul, Tegalombo, Pacitan, Jawa Timur Dengan Menggunakan Metode Very Low Frequency
Author Eko Satrio Hutomo
Pages 11
File Size 570.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 320
Total Views 424

Summary

IDENTIFIKASI SIFAT KONDUKTIFITAS PADA ZONA MINERALISASI MANGAN DI JURANGANDUL, TEGALOMBO, PACITAN, JAWA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN METODE VERY LOW FREQUENCY Aditya Kurniawan, Eko Satrio Hutomo, Erina Prastyani, Galih Puspita Ratih, Muhammad Nur Januar, Puput Puspanindyah Rahsetyo Program Studi Geofisi...


Description

IDENTIFIKASI SIFAT KONDUKTIFITAS PADA ZONA MINERALISASI MANGAN DI JURANGANDUL, TEGALOMBO, PACITAN, JAWA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN METODE VERY LOW FREQUENCY Aditya Kurniawan, Eko Satrio Hutomo, Erina Prastyani, Galih Puspita Ratih, Muhammad Nur Januar, Puput Puspanindyah Rahsetyo

Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada Intisari Telah dilakukan survei VLF (Very Low Frequency) di daerah Juranggandul, Desa Kasihan, Kecamatan Tegalombo, Pacitan, Jawa Timur yang bertujuan untuk mengidentifikasi persebaran mineral mangan di daerah tersebut. Survei dilakukan selama tiga hari dimulai pada tanggal 6-8 September 2016. Dalam penelitian ini, survei VLF yang dilakukan menggunakan metode tilt dengan azimuth lintasan N 800 E, interval antar titiknya 10 meter dan jarak antar lintasannya 15 meter. Survei dilakukan dengan menggunakan 3 lintasan pengukuran (Line 3,4,5), dimana line 3 terdiri dari 35 titik, line 4 terdiri dari 28 titik, dan line 5 terdiri dari 20 titik pengukuran dengan jarak antar line 15 meter. Korelasi grafik elips, tilt vs jarak dengan RAE dan Fraser menunjukkan adanya trend kemenerusan zona yang memiliki nilai konduktifitas (RAE) tinggi antar lintasan 3, 4 dan 5 pada jarak 100 – 150 m di line 3, sebagai line dengan lintasan yang terpanjang, dimana nilai konduktifitas yang tinggi merupakan indikasi adanya persebaran mineral mangan di wilayah tersebut. Abstract VLF (Very Low Frequency) Survey has been conducted at Juranggandul, Kasihan Village, Tegalombo District, Pacitan, East Java. Objective of the survey is to identify the dissemination of mangan mineral at the survey area. The survey has been conducted for three days, at 6 – 8th September 2016. Tilt mode are used for the survey configuration with three lines, first line uses 35 points, second line 28 points, and third line uses 20 points, with distance between lines are 15 meters. Graph correlations between charts using Karous – Hjelt Filters and Fraser Filters, show that there is continuity trend between each lines. High conductive anomaly indicates mangan mineral, shown in 100 – 150m at first survey line as the longest lines.

Pendahuluan Metode elektromagnetik VLF (Very Low Frequency) merupakan metode geofisika aktif yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh transmitter di seluruh dunia untuk kepentingan komunikasi militer. VLF memiliki rentang frekuensi 15-25 KHz. Dalam terminologi frekuensi gelombang

radio, rentang frekuensi VLF termasuk dalam frekuensi rendah, namun apabila dibandingkan dengan frekuensi metode geofisika eksplorasi lainnya, rentang frekuensi ini termasuk dalam kelompok frekuensi tinggi. Pengukuran VLF pada survei kali ini bertujuan untuk mengidentifikasi anomali yang dihasilkan oleh deposit mangan yang dicirikan dengan nilai konduktifitas yang tinggi. Daerah

penelitian terletak di Dusun Krajan, Desa Kasihan, Kecamatan Tegalombo, Pacitan, Jawa Timur. Geologi Regional Daerah Pacitan termasuk dalam Lajur Pegunungan Selatan Jawa Timur (Bemmelen, 1949). Menurut Samodra, dkk (1992), morfologi wilayah Pacitan dapat dibagi menjadi tiga satuan, yaitu perbukitan, karst, dan dataran. Keberadaan fisiografi perbukitan yang terdiri dari satuan batuan gunungapi dan batuan sedimen pada lajur pegunungan selatan memberikan kemungkinan adanya indikasi mineralisasi hidrotermal yang dapat timbul dari kontak antar satuan batuan tersebut. Satuan stratigrafi penyusun wilayah Pacitan terdiri atas formasi Arjosari, formasi Mandalika, formasi Watupatok, formasi Semilir, formasi Campur Darat, formasi Jaten, formasi Wuni, formasi Nampol, formasi Oyo, formasi Wonosari, formasi Kalipucung, dan endapan alluvium. Di antara satuan formasi tersebut, terdapat hubungan satuan yang saling menjemari, yaitu formasi Arjosari, Mandalika, dan Watupatok. Semua satuan di atas dipengaruhi oleh terobosan andesit, dasit, diorit dan basalt. Daerah penelitian menunjukkan adanya indikasi zona mineralisasi berupa alterasi hidrotermal sebagai produk dari kontak antar satuan formasi Mandalika dan Arjosari dengan batuan terobosan atau intrusi secara regional. Letak daerah penelitian yang berada di dalam Lajur Pegunungan Selatan, menyebabkan struktur pada daerah ini dipengaruhi oleh zona subduksi di selatan pulau Jawa. Struktur geologi regional yang dijumpai pada daerah penelitian di dominasi oleh keberadaan sesar, kelurusan, lipatan, dan kekar. Peta geologi daerah penelitian ditunjukkan oleh gambar 1. Sesar yang dijumpai umumnya berjenis turun dan geser yang ditunjukkan oleh terganggunya kedudukan lapisan, adanya

gawir sesar, serta cermin sesar. Kegiatan penunjaman yang mempengaruhi struktur pada daerah ini juga menyebabkan timbulnya aktivitas kegunungapian pada Oligosen Akhir sampai Miosen Awal. Aktivitas kegunungapian tersebut terjadi bersamaan dengan pengendapan sedimen klastika dan pembentukan batugamping di wilayah busur kepulauan bawah laut. Struktur yang berkembang pada masa itu menyebabkan terjadinya rekahanrekahan sebagai jalan munculnya intrusi magma yang memungkinkan terjadinya proses ubahan batuan hidrotermal dan termineralisasi pada beberapa tempat (Widodo dan Simanjuntak, 2002). Pada zona ubahan tersebut, dijumpai beberapa batuan termineralisasi dan mengandung bijih yang mengindikasikan adanya pembentukan mineral di daerah ini.

Gambar 1. Peta Geologi Daerah Penelitian (Myo Min Tun, 2007)

Landasan Teori Medan elektromagnetik pada pengukuran VLF dinyatakan dalam persamaan Maxwell yaitu sebagai berikut:

��

=

−� �

(1.1)

��

��� =�+ (1.2) � Dengan reduksi hubungan tensor tambahan akan diperoleh persamaan yang hanya berkait dengan medan E dan H saja (Grant and West, 1965). Apabila diasumsikan medan E dan H hanya sebagai fungsi waktu eksponensial, diperoleh: � = � �� – � � = � ��� –

�� ���

(1.3) (1.4)

Dengan � adalah konduktifitas listrik (rho/m), � permeabilitas (H/m) dan permitivitas dielektrik (F/m). Medan elektromagnetik primer sebuah pemancar radio, memiliki komponen medan listrik vertikal Ez dan komponen medan magnetik horizontal Hy tegak lurus terhadap arah rambatan sumbu x. pada jarak yang cukup jauh dari antena pemancar, komponen medan elektromagnetik primer Hy dapat dianggap sebagai gelombang yang berjalan secara horizontal. Jika di bawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif, maka komponen medan magnetik dari gelombang elektromagnetik primer akan menginduksi medium tersebut sehingga akan menimbulkan arus induksi (Eddy current). Arus induksi inilah yang menimbulkan medan sekunder yang dapat ditangkap di permukaan. Pada saat gelombang primer masuk ke dalam medium, gaya gerak listrik (ggl) induksi akan muncul dengan frekuensi yang sama, namun fasenya tertinggal 900. Dalam pengukurannya, alat T-VLF akan menghitung parameter sudut tilt dan elipstisitas dari pengukuran komponen in-phase dan out-ofphase medan magnet vertikal terhadap komponen horizontalnya. Besarnya sudut tilt (%) akan sama dengan perbandingan Hz/Hx dari komponen in-phasenya, sedangkan besarnya eliptisitas ε (%) sama dengan perbandingan komponen kuadraturnya.

Jika medan magnet horizontal adalah H dan medan vertikalnya sebesar Hz ��,maka besar sudut tilt diberikan sebagai : ��� � =

Hz ��



c s∅

�� 2 ��



% (1.5)

Dan besar nilai eliptisitasnya dirumuskan sebagai: �=

=

�� �� si ∅ [�� i∅ si θ+�� c sθ ]2

(1.6)

Gambar 2. Perbandingan tilt angle, eliptisitas, dan ilustrasinya

Kedalaman pada saat amplitudo menjadi l/e (sekitar 37%) dikenal sebagai kedalaman kulit (skin depth). Kedalaman ini di dalam metode EM disebut sebagai kedalaman penetrasi gelombang, dengan persamaan sebagai berikut : =√

�0 ��



≈ 0 √

(1.7)

Metode Penelitian

Pengolahan data VLF yang dilakukan dapat dijelaskan melalui diagram alir pada gambar 3 :

vertikal. Data tersebut diproses menggunakan Microsoft Excel,, dan Surfer 12 dengan hasil akhir yang diperoleh berupa penampang konduktifitas sebagai fungsi kedalaman.

Gambar 3. Diagram alir Pengolahan Data VLF

Berdasarkan diagram alir pada gambar 3, terdapat tiga tahapan utama yang dilakukan yaitu akuisisi data, pengolahan data, dan interpretasi data. Pada tahap akuisisi data, langkah awal yang dilakukan adalah menentukan stasiun pemancar radio dan frekuensi yang akan digunakan. Stasiun pemancar yang dipilih adalah stasiun dari Australia dan Jepang, karena kedua stasiun tersebut memiliki arah tegak lurus dari arah lintasan survey. Pada tahap akuisisi data VLF terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain keberadaan noise seperti pemancar listrik, benda-benda konduktif yang ada di sekitar titik pengukuran. Alat yang digunakan pada akuisisi data lapangan adalah satu set T-VLF BRGM, kompas geologi, GPS, meteran, peta geologi dan Logbook. Instrumen VLF ini terdiri dari dua unit, yakni unit sensor dan unit console/TUnit. Unit sensor menerima gelombang radio dengan jangkauan frekuensi 10 hingga 30 kHz yang dilengkapi dengan automatic gain dan digital filtering. Terdapat dua mode pengukuran yang dapat dilakukan oleh alat ini yakni, mode Tilt angle dan Mode resistivity. Pada penelitian ini mode yang digunakan adalah mode Tilt dimana penggunaan mode ini bertujuan untuk mengetahui persebaran konduktifitas medium bawah permukaan. Data lapangan yang diperoleh dari pengukuran metode VLF Mode Tilt adalah nilai tilt, eliptisitas, H-Horizontal dan H-

Gambar 4. Instrumen akuisisi data metode VLF

Setelah dilakukan proses pengolahan data, selanjutnya dilakukan tahap interpretasi. Dalam penelitian ini, interpretasi hanya dilakukan secara kualitatif untuk menentukan perebaran zona konduktif atau resistif medium bawah permukaan. zona konduktif ditandai dengan nilai tilt yang tinggi dan sebaliknya serta dibantu dengan informasi geologi daerah penelitian sehingga dapat memperkuat hasil interpretasi. Desain Survei Dalam penelitian ini, survei VLF yang akan dilakukan menggunakan konfigurasi survei dengan azimuth N 800 E, dengan interval tiap titiknya 10 meter dan jarak antar lintasannya 30 meter. Hal ini bertujuan untuk memperoleh resolusi yang baik dari target yang diinginkan (mangan). Untuk pemancar transmitter yang digunakan berasal dari Australia (NWC) dan Jepang (NDT). Dari konfigurasi tersebut diperoleh peta desain survey seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.

Gambar 5. Konfigurasi Desain Survey VLF

Namun dalam pelaksanaannya diperoleh 84 titik pengukuran pada 3 lintasan seperti pada gambar 6.

Gambar 6. Pencapaian Survey

Hasil dan Pembahasan Penelitian dilakukan selama 3 hari dimulai pada tanggal 6 - 8 September 2016, berlokasi di Juranggandul, Dusun Krajan, Desa Kasihan, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Terdapat 3 lintasan pengukuran (Line 3,4,5) dengan arah N 800 E. Line 3 terdiri dari 35 titik, Line 4 terdiri dari 28 titik, dan Line 5 terdiri dari 20 titik pengukuran. Jarak antar titik pengukuran adalah 10 m, sedangkan jarak antar Line adalah 15 m seperti pada gambar 6. Data yang diperoleh dalam pengukuran berasal dari dua buah frekuensi yang dipilih. Untuk frekuensi 1 bernilai 19800 Hz dan untuk frekuensi 2 bernilai 22200 Hz. Kemudian dari data kedua frekuensi yang diperoleh , didapat parameter fisis berupa nilai tilt, ellips, medan magnet primer (Hx) dan medan magnet sekunder (Hz). Dimana pada

penelitian kali ini dipilih data dari frekuensi 19800 Hz. Quality Control yang dilakukan pada alat di lapangan saat akuisisi data yang dilakukan antara lain melihat arah datangnya gelombang EM yang dipancarkan dari transmitter, nilai Hz dan Hx yang mengikuti trend, dan terdeteksinya medan magnet yang tersaturasi (akibat adanya noise) atau tidak. Setelah proses akuisisi selesai, data yang diperoleh dibuat grafik Tilt dan Elips Vs Jarak. Pada pemrosesan data dapat pula dilakukan filter moving average untuk mendapatkan data yang smooth, akan tetapi tidak dilakukan karena data yang diperoleh terlihat bagus. Filter Fraser yang digunakan bertujuan untuk memperoleh nilai fraser guna mendapatkan jarak dari anomali pada line. Nilai fraser yang tinggi menunjukkan adanya bahan konduktif pada jarak tertentu. Filter Karous – Hjelt yang digunakan bertujuan untuk mengetahui kedalaman dari anomaly yang terdeteksi. Filter ini menghasilkan output berupa penampang subsurface. Untuk mendapatkan penampang ini, dilakukan metode Gridding Natural Neighbour, agar nilai kosong pada penampang tidak diinterpolasikan.

Gambar 7. Korelasi grafik tilt, elips vs jarak dengan RAE dan Fraser pada line 3

Dari ketiga profile yang ditunjukkan pada gambar 7, 8, dan 9, RAE dari setiap lintasan dilakukan korelasi pada ketiganya untuk mencari target yang diinginkan, dalam hal ini adalah persebaran mangaan. Dengan menyesuaikan koordinat awal (titik awal saat pengambilan lintasan) dari setiap lintasan survei diperoleh korelasi seperti pada gambar 10.

Gambar 8. Korelasi grafik tilt, elips vs jarak dengan RAE dan Fraser pada line 4

Gambar 10. Korelasi persebaran RAE line 3, 4, 5 di Jurang Gandul

Gambar 9. Korelasi grafik tilt, elips vs jarak dengan RAE dan Fraser pada line 5

Gambar 7, 8 dan 9 menunjukan korelasi antara grafik tilt, elips vs jarak dengan RAE dan Fraser. Pada gambar 7, 8 , dan 9 tersebut dapat dilihat bahwa grafik tilt, elips vs jarak kedua grafik saling berpotongan yang mengindikasikan adanya anomali konduktifitas yang berada di bawah permukaan. Anomali konduktifitas ini juga nampak pada RAE dan grafik fraser yang melonjak. Hal ini merupakan suatu kontrol untuk mengintepretasi keberadaan anomali konduktifitas melalui korelasi grafik elips, tilt vs jarak dengan RAE dan Fraser.

Gambar 10 menggambarkan ketiga lintasan survey yang terpisah secara lateral sebesar 15 m kearah utara-selatan. Dapat dilihat pula bahwa terdapat trend kemenerusan zona yang memiliki nilai konduktifitas (RAE) tinggi antar lintasan 3, 4 dan 5 pada jarak 100 – 150 m di line 3, sebagai line dengan lintasan yang terpanjang. Pada lintasan line ke 5 hanya didapat kedalaman yang dangkal, dikarenakan keterbatasan data dan waktu. Akan tetapi, persebaran mineral mangan yang telah teridentifikasi pada line 3, 4, dan 5 telah sesuai dengan peta geologi yang digunakan. Kesimpulan Metode VLF merupakan metode eksplorasi geofisika aktif yang memanfaatkan metode penjalaran gelombang elektromagnetik untuk memetakan bawah permukaan berdasarkan persebaran nilai rapat arus ekivalen yang berhubungan dengan nilai konduktifitas suatu benda. Penelitian yang dilakukan di Daerah Juranggandul, Desa Kasihan, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan telah berhasil mengidentifikasi persebaran mineral mangan di wilayah

tersebut pada jarak 100-150 m di line 3. Keberadaan mangan ditunjukkan dengan tingginya nilai konduktifitas yang muncul pada daerah tersebut. Saran Keterbatasan data yang disebabkan oleh keterbatasan waktu maupun wilayah survei yang dilakukan menyebabkan kurang lengkapnya informasi keberadaan mangan di area survei tersebut. Oleh karena itu, sebagai suatu survei pendahuluan, survei VF perlu dilakukan di wilayah yang lebih luas lagi agar dapat memetakan pesebaran mineral mangan secara lengkap dan detail di wilayah survei. Referensi Rizqa, Dian. 2016. Slide Presentasi Geologi Regional Pacitan dipresentasikan untuk sesi kelas Non-seismik 2016. Telford, W. M., Geldart, L. P., Sheriff, R. E., 1990. Applied Geophysics. Cambridge University Press : Australia. Mahasiswa Angkatan 2011. 2014. Guide Book :Field Camp. Laboratorium Geofisika UGM : Yogyakarta.

Lampiran

Gambar 11. Penampang RAE Menggunakan Frekuensi 22200Hz Pada Line 3, 4, dan 5.

Grafik Tilt, Ellips Vs Jarak F2 Line 3 80

Tilt, Elips (%)

60 40 20 0 -20

0

50

100

150

200

250

300

350

400

-40 -60

Jarak (m) Tilt

Ellips

Gambar 12. Grafik Tilt, Ellips Vs Jarak Menggunakan Frekuensi 22200Hz Pada Line 3.

Grafik Fraser Vs Jarak F2 Line 3 25 20 15

Nilai Fraer

10 5 0 -5 0

50

100

150

200

250

300

350

400

Nilai Fraser

-10 -15 -20 -25

Jarak (m)

Gambar 13. Grafik Fraser Vs Jarak Menggunakan Frekuensi 22200Hz Pada Line 3.

Grafik Tilt, Ellips Vs Jarak F2 Line 4 80

Tilt, Elips (%)

60 40 20 0 -20

0

50

100

150

200

250

300

-40 -60

Jarak (m) Tilt

Ellips

Gambar 14. Grafik Tilt, Ellips Vs Jarak Menggunakan Frekuensi 22200Hz Pada Line 4.

Grafik Fraser Vs Jarak F2 Line 4 30

Nilai Fraser

20 10 0 0

50

100

150

200

250

300

Nilai Fraser

-10 -20 -30

Jarak (m)

Gambar 15. Grafik Fraser Vs Jarak Menggunakan Frekuensi 22200Hz Pada Line 4.

Grafik Tilt, Ellips Vs Jarak F2 Line 5 120 100

Tilt, Ellips (%)

80 60 40 20 0 -20 0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

-40 -60

Jarak (m) Tilt

Ellips

Gambar 16. Grafik Tilt, Ellips Vs Jarak Menggunakan Frekuensi 22200Hz Pada Line 5.

Grafik Fraser Vs Jarak F2 Line 5 35 30 25

Nilai Fraser

20 15 10 5

Nilai Fraser

0 -5 0

50

100

150

200

-10 -15 -20

Jarak (m)

Gambar 17. Grafik Tilt, Ellips Vs Jarak Menggunakan Frekuensi 22200Hz Pada Line 5....


Similar Free PDFs