Keberadaan DPR RI Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945 PDF

Title Keberadaan DPR RI Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945
Author Faris Auzan Ghiffari
Pages 15
File Size 708.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 38
Total Views 833

Summary

KEBERADAAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945 Disusun oleh: FARIS AUZAN GHIFFARI 110110130334 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN JALAN DIPATIUKUR NO. 35 BANDUNG PENDAHULUAN DPR RI merupakan lembaga dewan perwakilan rakyat yang memiliki fungsi legisl...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Keberadaan DPR RI Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945 Faris Auzan Ghiffari

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Keberadaan DPR RI Sebelum dan Sesudah Am Ido Mant an

PROSES PEMBENT UKAN UNDANG-UNDANG PASCA PERGESERAN KEKUASAAN LEGISLAT IF DARI PRESI… Jhon Collin Naskah Akademis Usulan Amandemen Komprehensif DASAR-DASAR PEMIKIRAN USULAN PERUBAHA… Sonia Farah Diba

KEBERADAAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945

Disusun oleh: FARIS AUZAN GHIFFARI 110110130334

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN JALAN DIPATIUKUR NO. 35 BANDUNG

PENDAHULUAN DPR RI merupakan lembaga dewan perwakilan rakyat yang memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Untuk melaksanakan fungsinya tersebut DPR RI memilki hak dan wewenang, antara lain : hak interpelasi, hak budget, hak angket, hak menyatakan pendapat. Selain itu, anggota DPR RI memiliki hak yang dapat di gunakan antara lain: hak mengajukan pertanyaan, hak mengajukan usul dan pendapat, hak memilih dan di pilih, hak membela diri, hak imunitas, hak protokoler, dan hak – hak yang lainnya. Ada beberapa persoalan yang menyangkut anggota DPR. Pertama. Sebagai lembaga terhormat DPR tidak lepas dari cacian public. Ini di sebabkan, prilaku anggota DPR yang tidak mentaati aturan/etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga banyak anggota DPR dari berbagai partai politik yang terlibat tindak pidana korupsi dan banyak pula anggota DPR yang sudah di vonis bersalah melakukan korupsi dan di penjarakan.1 Kedua. Kemudian banyak anggota DPR yang tidak memiliki kemampuan legislasi. Mungkin ini di sebabkan perekutan (rekrutmen politik) calon anggota dewan oleh partai politik yang bersangkutan tidak berjalan sebagaimana mestinya.2 Ketiga. Hal yang juga mengejutkan, rendahnya iman dan moral anggota dewan yang terlibat dalam persoalan tindakan asusila, terlibat narkoba, dan bentrookan fisik sesame anggota dewan dengan di sertai kata-kata kasar dan kotor, sering juga terlontar dari mulut anggota dewan. Jadi dalam persoalan ini anggota dewan tersebut tidak dapat menjaga kehormatannya selaku anggota dewan yang terhormat dan sekaligus merusak marwah lembaga DPR.3 Keempat. Begitu juga, rendahnya kinerja anggota DPR, baik dalam melaksanakan tugasnya maupun dalam memenuhi kewajibannya sebagai wakil rakyat, yakni memperjuangkan aspirasi rakyat. Masyarakat dapat menilai, bahwa anggota DPR lebih banyak memperjuangkan partai politiknya dan kepentingan pribadinya semata. 4 Kelima. Demikian pula di lembaga DPR, mengalami sejumlah kemelut kasus dan penurunan citra selama triwulan terakhir. Sejumlah presepsi terkait kasus hokum membelit lembaga tersebut. Salah satu yang pali menonjol adalah gesekan kepentingan antar lembaga Negara setelah pencalonan Komisaris Jendral Budi Gunawan sebagai kaporli. Konflik yang tampak mengedepankan aspek kewenangan sektoral yang di miliki lembaga tersebut menyebabkan citra lembaga DPR itu cenderung menurun.5

1

Darmawan, Cecep. Pengaruh pemberdayaan anggota DPRD, Program Pasca Sarjana UNPAD Bandung, 2009 Ramalan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta, 1992, hlm 118 3 Ibid hlm 118 4 Ibid hlm 118 5 Harian Kompas, halaman 4 tanggal 4 Mei 2015 2

KEDUDUKAN DPR SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 memberlakukan kembali UUD 1945 yang memberikan kesempatan sekali lagi penggunaan system presidensial. System ini berlaku hingga pemerintahan orde baru menjalani kekuasaannya selama 32 tahun.6 Lalu bagaimana kedudukan DPR selama 32 tahun, orde baru (Soeharto) berkuasa. Menurut A. Dahlan Ranuwihardjo, SH “ untuk membahas dan menilai praktek-praktek ketatanegaraan pada masa yang lalu dan masa pasca orde baru, kita harus mempergunakan kriteria atau tolak ukur yang sama. Menurutnya kriteria itu adalah UUD 1945 “.7 Kedudukan Presiden dan DPR

Sistem pemerintah presidensial memang memberikan kekuasaan yang besar kepada Presiden sebagai kepala pemerintahan dan sebagai kepala Negara, terutama karena Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen dan karena itu tidak dapat di jatuhkan oleh parlemen. Tetapi itu tidak berarti bahwa kekuasaan Presiden adalah tidak terbatas. System pemerintahan menurut UUD 1945 tidaklah Presiden atau executive-heavy. Presiden adalah neben-goerdnet dengan DPR, artinya kedua lembaga tinggi ini berdiri sederajat sama tinggi. UUD 1945 mengandung keseimbangan antara Presiden dan DPR. Adanya ketentuan UUD 1945 pasal 5 ayat 1 yaitu bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR, dan ketentuan pasal 23 ayat 1 yaitu bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Negara di tetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang, dua buah ketentuan tersebut “memaksa” Presiden untuk selalu bekerja sama dengan DPR dan untuk memperoleh persetujuan DPR dalam pembentukan undang-undang termasuk undang-undang APBN.8 Tanpa bekerja sama dengan dan tanpa persetujuan DPR, Presiden tidak akan memperoleh undang-undang yang di perlukan untuk menjalankan kekuasaan pemerintah (pasal 4 ayat 1) dan tanpa undang-undang yang di perlukan itu, khusus nya undang-undang APBN dan U.U organik untuk melaksanakan pasal-pasal UUD 1945 serta undang-undang lainnya, Presiden akan “lumpuh” tidak mampu melaksanakan kekuasaan pemerintahan. Itulah mengapa penjelasan UUD 1945 tentang system pemerintah Negara menegaskan lagi bahwa Presiden harus bekerja bersama-sama dengan DPR. Bekerja bersama-sama dengan DPR , berarti tidak menekan, tidak medominasi dan tidak menguasai DPR. 9 Jika misalnya DPR tidak menyetujui suatu kebijaksanaan pemerintah, bagaimana lalu sikap pemerintah? Apakah terus saja melaksanakan kebijaksanaan tersebut meskipun tidak di setujui oleh DPR? tentulah amat terpuji, jika dalam kasus terjadinya perbedaan pendirian antara pemerintah dan DPR itu, lalu di upayakan perundingan/musyawaroh untuk mencari titik temu atau kompromi tidak juga di temukan lalu bagaimana? Sepanjang sikap DPR tidak menyetujui kebijaksanaan pemerintah itu di landasi UUD 1945, GBHN, undang-undang atau peraturan lainnya, maka pemerintahlah yang harus mundur dan meninjau kembali kebijaksanaan yang tidak di setujui oleh DPR atau menghentikan pelaksanaannya, jika sudah mulai di laksanakan.10 Penjelasan UUD 1945 tentang system pemerintahan Negara menegaskan bahwa kekuasaan Presiden bukannya tak terbatas. Meskipun Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR , melainkan 6

Moch. Nurhasim & Ikrar Nusa Bakti, Sistem Presidensial dan Sosok Presiden Ideal, cetakan I, 2009. Hlm 23 A. Dahlan Ranuwihardjo S.H., Seminar Nasional, Format Lembaga Kepresidenan Menuju Demokratisasi Kehidupan Politik Dimasa Depan. Hlm 5 8 Ibid. Hlm 5 9 Ibid. Hlm 5 10 Ibid. Hlm 5 7

kepada MPR, namun menurut penjelasan tersebut, Presiden harus memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat. 11 “Memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR” Artinya bukan sekedar mendengarkan atau telah membaca suara DPR, melainkan tidak melakukan/meneruskan kebijaksanaan yang tidak di setujui oleh DPR, alias harus menyesuaikan diri dengan suara DPR. 12 Mengapa pemerintah harus menyesuaikan diri dengan suara DPR? karena seperti yang di terangkan dalam penjelasan UUD 1945: “ kedudukan DPR adalah kuat. DPR tidak bisa di bubarkan oleh Presiden (berlainan dengan sistem parlementer). Kecuali itu anggota-anggota DPR semuanya merangkap menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu DPR dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dan jika DPR menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar halauan Negara yang telah di tetapkan oleh undang-undang dasar atau oleh Majelis Permusywaratan Rakyat, maka majellis itu dapat di undang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa meminta pertanggungan jawab kepada Presiden”.13 Jadi kalau dalam kasus terjadinya perbedaan pendirian antara pemerintah dan DPR, pemerintahlah yang harus “mundur”, hal ini adalah karena adanya kemungkinan yang terkandung dalam penjelasan tersebut, yaitu bahwa atas sikap pemerintah yang “membangkang” itu, DPR akan bertindak lanjut memanggil sidang istimewa MPR untul meminta pertanggungan jawab Presiden.14 Implikasi yang terkandung dalam penjelasan UUD 1945 tersebut, yaitu bahwa Presiden harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR, yang berarti bahwa pemerintah harus menyesuaikan diri dengan suara DPR, Implikasinya adalah bahwa dalam menjalankan fungsi “mengawasi tindakantindakan Presiden”, seperti yang tercantum dalam penjelasan yang diatas, DPR dalam menjalankan pengawasan tersebut dapat menyatakan tidak setuju terhadap suatu kebijakasanaan pemerintah, dengan demikian DPR berwenang membendung, menghambat, memerintahkan peninjauan kembali ataupun membatalkan suatu kebijaksanaan pemerintah.15 Kebijaksanaan pemerintah yang dapat di cek (diawasi/dibendung) oleh DPR itu meliputi semua segi penyelenggaraan pemerintahan, jadi meliputi bidang politik, ekonomi, kebudayaan, hankam dan sebagainya. Juga meliputi pengangkatan pejabat-pejabat tinggi Negara seperti menteri,duta besar dan sebagainya, meskipun pengangkatan itu merupakan hak prerogatif Presiden. Dan kalau suatu pengangkatan sampai di persoalkan oleh DPR, landasanya tentu saja ketentuan UUD 1945, GBHN undang-undang ataupun peraturan lainnya.16 Dengan adanya ketentuan DPR untuk mengecek kebijaksanaan pemerintahan itu, maka walaupun menurut UUD 1945 pasal 4 ayat 1, Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerinntahan, namun kekuasaan Presiden bukannya tanpa batas, bukannya tidak dapat di cek oleh DPR. Dengan demikian UUD 1945 mengandung adanya keseimbangan antara Presiden dan DPR: sistem pemerintahan menurut UUD 1945 tidaklah “President-Heavy” (berat kepada Presiden), juga tidak “ DPR-Heavy” (berat kepada DPR). 17

11

Ibid. Hlm 6 Ibid. Hlm 6 13 Ibid. Hlm 6 14 Ibid. Hlm 7 15 Ibid. Hlm 7 16 Ibid. Hlm 7 17 Ibid. Hlm 7 12

Bagaimana kedudukan DPR pasca amandemen Dalam upaya mempertegas pembagian kekuasaan dan menerapkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi yang kebih ketat dan transparant, ketentuan mengenai DPR di lakukan perubahan. Sebelum di ubah ketentuan DPR terdiri atas 4 pasal, yaitu pasal 19, pasal 20, pasal 21, dan pasal 22. Setelah perubahan ketentuan ini menjadi 7 pasal, yaitu pasal 19, pasal 20, pasal 20 A, dan pasal 22 B. 18

Dari uraian tersebut di atas, timbul pertanyaan sebagai berikut: 19 1. Bagaimana keanggotaan, susunan dan waktu sidang DPR menurut UUD 1945 Ketentuan mengenai keanggotaan, susunan, dan waktu sidang DPR semula di atur dalam pasal 19 dengan ayat 2. Setelah perubahan UUD 1945, ketentuan tersebut di atur dalam pasal 19 dengan ayat 3. Coba kalian perhatikan rumusan naskah asli dan rumusan perubahannya berikut ini. Rumusan naskah asli Pasal 19 (1) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat di tetapkan dengan undang-undang. (2) Dewan perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. Rumusan perubahan Pasal 19 (1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat di pilih melalui pemilihan umum. (2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat di atur dengan undang-undang. (3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. Berdasarkan uraian di atas, ternyata yang berubah dari ketentuan tersebut adalah penambahan ketentuan mengenai pemilihan anggota DPR. Dua ketentuan lainnya, yakni susunan dan masa sidang DPR tetap tidak berubah. Penjabaran dari pasal 19 ayat 1 dari UUD 1945 hasil amandemen sebagai berikut : a. Anggota DPR dipilih melalui pemilu Adanya ketentuan bahwa anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum dimaksudkan untuk mewujudkan asas kedaulatan rakyat. Dengan adanya ketentuan ini pasa masa dating tidak ada lagi anggota DPR yang diangkat. Hal ini sesuai dengan paham demokrasi perwakilan yang mendasarkan keberadaannya pada prinsip perwakilan atas dasar pemilihan (representation by election). Dengan adanya seluruh anggota DPR di pilih melalui pemilu, tentu saja menimbulkan pengaruh yang positif, di antaranya adalah : a. Kehidupan demokrasi semakin berkembang. b. Legitimasi DPR pun menjadi semakin kuat. b.

Susunan dan keanggotaan DPR

DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. Hal-hal yang berkenaan dengan keanggotaan, adalah sebagai berikut : 18 19

Budimasyah, Dasim. Mengenal Konstitusi UUD 1945 dan Perubahannya, hlm 76 Ibid. Hlm 76-98

a. b. c. d.

c.

Anggota DPR berjumlah 650 orang, Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden, Anggota DPR berdomisili di ibukota Negara republik Indonesia, dan Masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkn sumpah/janji.

Waktu sidang DPR

Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun [pasal 19 ayat (3) UUD 1945]. Tahun sidang DPR dimulai pada 16 Agustus dan di akhiri pada 15 Agustus tahun berikutnya. Apabila pada 16 Agustus jatuh pada hari libur, pembukaan tahun sidang dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Tahun sidang dibagi dalam empat masa persidangan. Masa persidangan meliputi masa sidang dan masa reses.  

Masa sidang adalah masa pada saat DPR malakukan kegiatan, terutama didalam gedung DPR. Masa reses adalah masa DPR melakukan kegiatan diluar masa sidang, terutama diluar gedung DPR. Misalnya, malaksanakan kunjungan kerja, baik yang dilakukan oleh anggota secara perseorangan maupun secara berkelompok, ketempat daerah pemilihan (dapil) masingmasing.

Sidang pada hari permulaan tahun sidang yang merupakan rapat paripura, acara pokoknya adalah pidato kenegaraan Presiden. Apabila pada sidang tersebut presiden berhalangan hadir, pidato kenegaraan akan disampaikan oleh wakil presiden. 2.

Bagaimana kekuasaan DPR membentuk Undang-Undang

Perubahan UUD 1945 membawa pengaruh yang cukup besar terhadap kekuasaan DPR dalam membentuk undang-undang. Penjabaran dari rumusan naskah asli dan rumusan setelah diamandemen adalah sebagai berikut Rumusan naskah asli Pasal 20 (1) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Jika sesuatu rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. Rumusan perubahan Pasal 20 (1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. (2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. (3) Jika rancangan undang-undang itu tidak dapat persetujuan bersama, rancangan undangundang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. (4) Presiden mengesahkan rencangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.

(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang disetujui., rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Jika diperhatikan, perubahan pasal 20 UUD 1945 telah mengubah peran DPR. Jika sebelumnya DPR hanya berugas membahas dan memberikan persetujuan terhadap rancangan undangundang, sekarang menjadi lembaga yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Pergeseran kewenangan membentuk undang-undang, yang sebelumnya di tangan presiden dialihakan kepada DPR, merupaka langkah konstitusional. Yang antara lain untuk meletakan secara tepat fungsi lembaga Negara sesuai dengan bidang tugasnya. Dalam hal ini DPR memegang kekuasaan legislatif, sedangkan presiden memegang kekuasaan eksekutif. Walaupun demikian, UUD 1945 juga mengatur kekuasaan presiden di bidang legislatif. Contoh : Dalam pasal 20 ayat (2) UUD 1945 ada ketentuan bahwa pembahasan setiap rancangan undang-undang (RUU) oleh DPR bersama-sama dengan presiden. Jadi makna pergeseran kewenangan membentuk undang-undang tersebut: a. Ditinggalkannya teori pembagian kekuasaan (distribution of power) dengan prinsip supremasi MPR, dan b. Menjadi pemisahan kekuasaan (separation of power) dengan prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances). 3.

Bagaimana Fungsi dan Hak DPR serta Hak anggota DPR

Jika diperhatikan UUD 1945 naskah asli, kita tidak akan menemukan ketentuan mengenai fungsi dan hak DPR serta hak anggota DPR secara memadai. Dengan maksud lebih mengoptimalkan fungi DPR sebagai lembaga perwakilan maka dalam perubahan UUD 1945 hal tersebut menjadi perhatian utama. Ketentuan mengenai fungsi dan hak DPR serta hak anggota DPR diatur dalam pasal 20A dangan ayat 4. Rumusan sebagai berikut : Pasal 20A (1) Dewan perwakilan rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. (2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain undangundang dasar ini, dewan perwakilan rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatkan pendapat. (3) Selain hak yang di atur dalam pasal-pasal lain undang-undang dasar ini, setiap anggota dewan perwakilan rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak dewan perwakilan rakyat dan hak anggota dewan perwakilan rakyat diatur dalam undang-undang.

Penjabaran dari pasal 20A sebagai berikut : a. Fungsi DPR Menurut ketentuan pasal 20A ayat (1) UUD 1945 fungsi DPR ada tiga, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Mari kita pahami ketiga fungsi tersebut: (1) Fungsi legislasi adalah fungsi membentuk undang-undang yang membahas dengan presiden untuk mendapat persetujuan bersama. (2) Fungsi anggaran adalah fungsi menyusun dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja Negara bersama presiden dengan memerhatikan pertimbangan DPD. (3) Fungsi pengawasan adalah fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksaan undang-undang dasar Negara republic Indonesia tahun 1945. Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Untuk menjalankan fungsinya itu, DPR memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut. (1) Membentuk undang-undang yang di bahas dengan presiden untuk medapat persetujuan bersama. (2) Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. (3) Menerima dan membahas usulan rancangan undang-undang yang di ajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan. (4) Memerhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan , dan agama. (5) Menetapkan APBN bersama presiden dengan memerhatikan pertimbangan DPD. (6) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, anggaran pendapatan dan belanja Negara, serta kebijakan pemerintah. (7) Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai atonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya. Pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama. (8) Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan memerhatikan pertimbangan DPD. (9) Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan Negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. (10) Memberikan persetujuan kepada presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial (KY). (11) Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk di tetapkan sebagai hakim agung oleh presiden. (12) Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada presiden untuk ditetapkan. (13) Memberikan pertimbangan kepada presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta Negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesty dan abolisi. (14) Memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara dan /atau pembentukan undang-undang . (15) Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. (16) Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang di tentukan dalam undang-undang. b. Hak DPR Berdasarkan ketentuan pasal 20A ayat ...


Similar Free PDFs