Kebutuhan Infrastruktur dalam Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Timur PDF

Title Kebutuhan Infrastruktur dalam Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Timur
Author Putri Antasari
Pages 46
File Size 1.9 MB
File Type PDF
Total Downloads 40
Total Views 256

Summary

Tugas Mata Kuliah : Sistem Wilayah Lingkungan dan Hukum Pertanahan Dosen : Dr.Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Magister Manajemen Aset Infrastruktur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan MATA KULIAH : SISTEM WILAYAH LINGKUNGAN DAN HUKUM PERTANAHAN KEBUTUHAN INFRASTRUKTUR DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH ...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Kebutuhan Infrastruktur dalam Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Timur Putri Antasari

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 Sub Bidang Tat a Ruang dan P… oswar mungkasa

PEMBANGUNAN INFRAST RUKT UR DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH (ST UDI KASUS KOTA BIMA – NT B) Handoyo Saput ro REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA PERAT URAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 T … Dr. Erdi, M.Si

Tugas Mata Kuliah : Sistem Wilayah Lingkungan dan Hukum Pertanahan Dosen : Dr.Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Magister Manajemen Aset Infrastruktur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

MATA KULIAH : SISTEM WILAYAH LINGKUNGAN DAN HUKUM PERTANAHAN

KEBUTUHAN INFRASTRUKTUR DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR

Disusun oleh : PUTRI ANTASARI 3114 207 801

Dosen : Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg.

MAGISTER MANAJEMEN ASET INFRASTRUKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015 i

Tugas Mata Kuliah : Sistem Wilayah Lingkungan dan Hukum Pertanahan Dosen : Dr.Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Magister Manajemen Aset Infrastruktur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................................... i BAB. I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 1.1

Latar Belakang ................................................................................................................. 1

1.2

Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4

BAB. II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................................................... 5 2.1

Penataan Ruang ................................................................................................................ 5

2.2

Infrastruktur .................................................................................................................... 10

2.3

Kebijakan dan Program Nasional Pembangunan Infrastruktur terkait Pengembangan Wilayah .......................................................................................................................... 11

BAB. III TINJAUAN UMUM .................................................................................................... 15 3.1

Letak dan Luas Wilayah ................................................................................................. 15

3.2

Kondisi Iklim.................................................................................................................. 16

3.3

Keadaan Tanah ............................................................................................................... 16

3.4

Kondisi Infrastruktur NTT ............................................................................................. 20

BAB. IV PEMBAHASAN........................................................................................................... 25 4.1

Arah Dan Strategi Pengembangan Wilayah ................................................................... 25

4.2

Isu-Isu Terkait Penataan Ruang ..................................................................................... 29

4.2.1

Perwujudan Struktur Ruang Wilayah ..................................................................... 29

4.2.2

Isu-Isu Terkait Perwujudan Pola Ruang Wilayah ................................................... 31

4.2.3

Isu-Isu Terkait Perwujudan Kawasan Strategis ...................................................... 32

4.3

Kebutuhan Program Utama Pengembangan Infrastruktur ............................................. 33

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 40 5.1

Kesimpulan..................................................................................................................... 40

5.1.1

Arah, strategi, dan isu-isu terkait Pengembangan Wilayah NTT ........................... 40

5.1.2

Kebutuhan program utama pengembangan infrastruktur ....................................... 41

5.2

Saran ............................................................................................................................... 41

Daftar Pustaka ............................................................................................................................... 43

i

Tugas Mata Kuliah : Sistem Wilayah Lingkungan dan Hukum Pertanahan Dosen : Dr.Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Magister Manajemen Aset Infrastruktur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

BAB. I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Pengembangan wilayah adalah rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam

penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI. Pembangunan seyogyanya tidak hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan yang melingkupinya.1 Pengembangan wilayah dilakukan untuk mengurangi kesenjangan wilayah. Kesenjangan yang dimaksud di sini adalah ketidakmerataan kemajuan pembangunan antar wilayah yang terjadi akibat perbedaan kecepatan pertumbuhan. Selain itu, kesenjangan antar daerah (wilayah) adalah realita yang menggambarkan jarak ekonomis dan sumberdaya manusia (SDM) antar daerah di Indonesia akibat pembangunan yang terjadi puluhan tahun terakhir. Jarak ekonomis yang dimaksud di sini adalah perbedaan ekonomi, sementara jarak SDM berarti kesenjangan penduduk dalam hal kualitas maupun kuantitas. Pada dasarnya, kesenjangan antar wilayah memang selalu terjadi dalam proses pembangunan. Hal ini merupakan suatu yang sangat universal dan dapat terjadi pada tingkat apapun. Sutami (era 1970-an) mengemukakan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif akan mampu mempercepat terjadinya pengembangan wilayah. Perkembangan suatu wilayah akan terus terjadi seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, kegiatan sosial ekonomi, dan infrastruktur yang menyertainya. Pembangunan infrastruktur diyakini akan memiliki multiplier effect yang signifikan bagi ekonomi masyarakat. Firmansyah, I Gusti, “Pengembangan Wilayah”, http://firmansyahsikumbang.blogspot.co.id/2012/01/ pengembangan-wilayah.html 1

1

Tugas Mata Kuliah : Sistem Wilayah Lingkungan dan Hukum Pertanahan Dosen : Dr.Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Magister Manajemen Aset Infrastruktur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Saat ini, pembangunan infrastruktur masuk sebagai salah satu program prioritas pembangunan untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Selain merupakan pilar utama dari pertumbuhan ekonomi, dan komponen penting bagi pencapaian pertumbuhan yang berkelanjutan dan berkeadilan, infrastruktur juga merupakan bagian dari konektivitas antardaerah. Infrastruktur memiliki peranan positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek yakni menciptakan lapangan kerja sektor konstruksi, serta jangka menengah dan panjang bertujuan untuk mendukung peningkatan efisiensi dan produktivitas sektor-sektor terkait. Pengembangan infrastruktur yang terarah dan terencana akan mendorong peningkatan pelayanan terhadap pengembangan kawasan tertinggal, perbatasan, pulau-pulau kecil dan kawasan andalan serta kota-kota dan outlet sehingga tercipta perekonomian wilayah yang produktif. Ketersediaan infrastruktur memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi akan meningkat jika ada penyediaan fasilitas infrastruktur yang baik, misalnya listrik, air bersih, jalan yang menghubungkan desa dan kota. Infrastruktur merupakan bidang yang melengkapi investasi publik dalam pelayanan sosial menuju tercapainya MDG’s (millennium development goals)2. Hal ini juga dapat dilihat dari daerah yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih baik, mempunyai tingkat laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik pula, dibandingkan dengan daerah yang mempunyai kelengkapan infrastruktur yang terbatas. Infrastruktur tidak hanya mengurangi ketertinggalan pembangunan, tapi penting juga sebagai salah satu faktor pertumbuhan yang berkelanjutan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan nasional. Infrastruktur di setiap negara merupakan hal yang sangat penting guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, begitu pula di Indonesia, misal tersedianya jalan (baik jalan biasa maupun jalan tol) akan sangat membantu berkembangnya masyarakat di suatu wilayah, kegiatan bisnis atau usaha di suatu wilayah akan semakin berkembang seiring dengan semakin baiknya ketersediaan infrastruktur jalan yang merupakan akses ke wilayah tersebut. Begitu pula jenis-jenis infrastruktur lain seperti pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, infrastruktur tenaga listrik, penyediaan air Ndulu, Benno J., “Infrastructure, Regional Integration and Growth in Sub-Saharan Africa : Dealing with the disadvantages of Geography and Sovereign Fragmentation”, Oxord University Press : 2005

2

2

Tugas Mata Kuliah : Sistem Wilayah Lingkungan dan Hukum Pertanahan Dosen : Dr.Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Magister Manajemen Aset Infrastruktur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

minum, infrastruktur persampahan, dan juga infrastruktur telekomunikasi. Pentingnya ketersediaan infrastruktur tersebut membuat Pemerintah sebagai pihak yang berwenang untuk menyediakan infrastruktur tersebut membutuhkan suatu dana yang sangat besar untuk mendanai pembangunan infrastruktur yang menyeluruh dan berkesinambungan. Ironisnya, kemampuan pemerintah menyediakan dana untuk menyediakan infrastruktur jauh dari kata cukup. Salah satu provinsi yang cukup tertinggal di Indonesia adalah Nusa Tenggara Timur (NTT). Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang didominasi oleh sektor kelautan seperti pantai dan laut. Hal ini dapat dikatakan sebagai salah satu potensi yang mendukung sektor pariwisata di NTT. Namun demikian, kesenjangan sosial ekonomi; angka kemiskinan yang tinggi; dan kurangnya fasilitas umum yang layak; menjadi keterbatasan wilayah sekaligus indikator utama kondisi ketertinggalan pembangunan di NTT. Adanya disparitas pembangunan nasional antara Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Barat Indonesia dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya hal ini. Ditambah dengan kurangnya ketersediaan dana untuk infrastruktur. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTT, mengatakan bahwa 70 % infrastruktur jalan kabupaten di provinsi kepulauan itu dalam kondisi rusak, sedangkan jalan provinsi 60 % rusak, hanya jalan nasional yang mempunyai kondisi mantap (baik) 90%. Menurut dia, penanganan terhadap infratruktur jalan kabupaten dan provinsi di daerah ini mengalami kendala karena keterbatasan anggaran3. Penyebab permasalahan pembangunan di NTT yang lain adalah ketergantungan pada sektor pertanian, kurangnya sumber pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, rendahnya kualitas lapangan kerja, rendahnya kualitas dan kuantitas infrastruktur wilayah, dan rendahnya kualitas sumber daya manusia, rendahnya mobilitas tabungan masyarakat, rendahnya belanja daerah 4. Dalam 5 (lima) tahun ke depan, Pemerintah akan mendorong pengembangan kawasan ekonomi strategis NTT, pengembangan kawasan perkotaan dan perdesaan, pengentasan beberapa Kabupaten tertinggal di NTT dan kawasan perbatasan Indonesia-Timor Leste, serta penataan ruang yang sesuai potensi ekonomi lokal. Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat)

3

Dinas PU : 70 Persen Jalan Di NTT Rusak, tanggal 6 November 2014, http://city.seruu.com/read/2014/08/06/223638/dinas-pu-70-persen-infrastruktur-jalan-di-ntt-rusak (diunduh tanggal 9 November 2015) 4 Perkembangan Pembangunan Provinsi Nusa Tenggara Timur 2014, Seri Analisa Pembangunan Daerah, Bappenas 2014

3

Tugas Mata Kuliah : Sistem Wilayah Lingkungan dan Hukum Pertanahan Dosen : Dr.Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Magister Manajemen Aset Infrastruktur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

mempercepat jaringan prasarana dan sarana yang terpadu untuk mewujudkan poros Indonesia bagian Tenggara yang mengkaitkan jaringan antarpulau dan antarwilayah di NTT. Untuk fokus pada pemerataan antar wilayah di NTT, Presiden Joko Widodo menjadikan Kupang sebagai Pusat Kegiatan Nasional dengan sektor perdagangan dan jasa sebagai andalannya. Sedangkan Labuan Bajo dan sekitarnya sebagai kawasan pariwisata, serta kawasan Ende dan sekitarnya dijadikan kawasan agropolitan, kawasan transmigrasi dan kawasan pariwisata EndeKalimutu. Untuk kawasan perbatasan, Kementerian PUPR fokus bangun kawasan Atambua, kawasan Kefamenanu, kawasan Kalabahi dan kecamatan-kecamatan lokasi prioritas di sepanjang perbatasan. Sesuai dengan skenario RPJMN 2015-2019, Presiden Joko Widodo berharap agar proyek-proyek ke-PUPR-an dapat berkontribusi untuk mengurangi angka kemiskinan di Provinsi NTT dari sasaran 18.4 persen di tahun 2015 menjadi 12.,9 persen pada akhir tahun 2019.

1.2

Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut di atas, maka pertanyaan yang hendak dijawab dalam makalah

ini antara lain: a. Apa saja yang menjadi arah, strategi dan isu-isu terkait pengembangan wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur? b. Sejauhmana kebutuhan program pengembangan infrastruktur dengan memperhatikan pola penataan ruang masing-masing wilayah yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur?

4

Tugas Mata Kuliah : Sistem Wilayah Lingkungan dan Hukum Pertanahan Dosen : Dr.Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Magister Manajemen Aset Infrastruktur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

BAB. II KAJIAN PUSTAKA

2.1

Penataan Ruang Walter Isard sebagai pelopor ilmu wilayah merintis lahirnya pendekatan wilayah yang

mengkaji hubungan sebab-akibat factor pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial dan ekonomi, dan budaya. Kemudian, Isard mengembangkan model analisis wilayah merupakan penggabungan model fisik, geografi, sosial dan ekonomi yang lebih dulu ada. Landasan teori pengembangan wilayah berikutnya adalah yang dikemukakan oleh Albert Hirschmann (1958) dengan istilah polarization effect dan trickling down effect. Dia menegaskan, perkembangan suatu wilayah tidak terjadi bersamaan (unbalanced development), mengingat wilayah tertentu cenderung lebih cepat perkembangannya dibanding wilayah sekitarnya. Pandangan optimistis Hirschmann menegaskan trickle down effect pada gilirannya akan terjadi dari wilayah yang berkembang cepat ke wilayah yang hirarkinya lebih rendah. Berikutnya, teori yang dikemukakan oleh Gunnar Myrdal (1957), yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dengan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash effect dan spread effect. Berbeda dengan Hirschmann, pandangan Myrdal cenderung bernada pesimisme. Untuk Indonesia, pesimisme Myrdal menjadi kenyataan, efek pengurasan sumber daya manusia dan kapital wilayah belakang (backwash effect) bekerja lebih kuat dibanding spread effect. Hal ini kurang memberi efek positif bagi perkembangan wilayah belakang, bahkan cenderung bersifat akumulatif-eksploitatif. Efek trickle-down tidak terjadi karena akumulasi kapital pada suatu wilayah yang dicirikan dengan berkembangnya footloose industry, tidak memiliki keterkaitan bahan baku dalam prosesnya dengan produksi di wilayah belakangnya, sehingga kurang berfungsi sebagai penggerak perkembangan wilayah. Landasan teori lainnya yang cukup penting dikemukakan oleh John Friedmann (1966), yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan. Teori Friedmann kemudian populer dengan istilah center-periphery theory atau teori pusat pertumbuhan, dimana penetapan pusat-pusat perumbuhan sebagai prioritas dalam pembangunan diasumsikan akan memberi efek positif bagi pengembangan wilayah belakangnya. Berdasarkan teori Friedmann, pada awal tahun 1990-an Mike Douglass memperkenalkan model 5

Tugas Mata Kuliah : Sistem Wilayah Lingkungan dan Hukum Pertanahan Dosen : Dr.Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Magister Manajemen Aset Infrastruktur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

keterkaitan desa-kota (rural-urban linkages) sebagai salah satu model pengembangan wilayah. Untuk kasus Indonesia, teori Friedmann banyak diikuti sebagai pendekatan pengembangan wilayah mengingat luasnya dan banyaknya desa dan kota yang harus ditangani sementara alokasi dana pembangunan yang tersedia relatif terbatas. Dalam konteks ini, logika pengembangan pusatpusat pertumbuhan cukup masuk akal. Kontribusi lain diperkenalkan oleh Ruslan Diwiryo pada akhir tahun 1980-an. Gagasannya adalah mengenai pola dan struktur ruang yang merepresentasikan keterkaitan kawasan lindung budidaya, serta sistem kota-kota dengan jaringan infrastrukturnya. Gagasan pola dan struktur ruang kemudian menjadi inspirasi dalam perumusan UU Penataan Ruang yang masih valid hingga saat ini, karena merupakan muatan baku pada setiap dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah. Akhirnya, setelah memperhatikan perkembangan berbagai teori dan model di atas, pada dasarnya tidak terdapat rumusan spesifik dalam pengembangan wilayah di Indonesia. Rumusan yang diterapkan lebih berupa penggabungan beberapa teori dan model, dikembangkan menjadi pendekatan sesuai kondisi dan kebutuhan pembangunan wilayah di Indonesia. Penerapan Teori dan Model Dalam menerapkan teori pengembangan wilayah untuk mewujudkan tujuan pembangunan yang bersifat kewilayahan, secara umum digunakan dua jenis pendekatan, yakni pendekatan sektoral yang lebih bersifat parsial dan pendekatan spasial yang lebih bersifat komprehensif-holistik, yang dikenal sebagai pendekatan penataan ruang. Pada tahap perencanaan tata ruang, berbagai teori dan model yang relevan dirumuskan menjadi tujuan, strategi pengembangan dan RTRW wilayah nasional, propinsi, kabupaten dan kota. Masing-masing RTRW kemudian ditetapkan menjadi produk hukum (Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah) sehingga memiliki kekuatan dan implikasi hukum. Pada tahap pemanfaatan ruang, RTRW yang telah ditetapkan sebagai landasan hukum dijabarkan menjadi program pembangunan dan pembiayaannya. Ada pun pelaksanan program dilakukan sektor-sektor secara sistematis dan bertahap dengan mengacu pada RTRW. Pada akhir masa perencanaan, pola dan struktur pemanfaatan ruang dalam RTRW diharapkan dapat terwujud. Pada tahap pengendalian pemanfaatan ruang, instrument yang digunakan agar proses pemanfaatan ruang dapat konsisten dengan tujuan pengembangan wilayah adalah perizinan dan pengenaan sanksi-sanksi sebagai implikasi dari penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan 6

Tugas Mata Kuliah : Sistem Wilayah Lingkungan dan Hukum Pertanahan Dosen : Dr.Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Magister Manajemen Aset Infrastruktur Fakultas Te...


Similar Free PDFs