KONSEP HITUNG KUADRAT TERKECIL 1 MENGAPA SUATU PENGAMATAN HARUS DIRATAKAN DAN DIANALISA PDF

Title KONSEP HITUNG KUADRAT TERKECIL 1 MENGAPA SUATU PENGAMATAN HARUS DIRATAKAN DAN DIANALISA
Author Saipul Akbar
Pages 25
File Size 485 KB
File Type PDF
Total Downloads 61
Total Views 452

Summary

KONSEP HITUNG KUADRAT TERKECIL 1 MENGAPA SUATU PENGAMATAN HARUS DIRATAKAN DAN DIANALISA? 1.1 PENDAHULUAN Tahapan yang terpenting didalam Geomatika adalah yang berkenaan dengan pengukuran, suatu proses yang secara alamiah yang tidak pernah bebas dari suatu kesalahan. Kesalahan-kesalahan dalam penguku...


Description

KONSEP HITUNG KUADRAT TERKECIL 1

MENGAPA SUATU PENGAMATAN HARUS DIRATAKAN DAN DIANALISA?

1.1 PENDAHULUAN Tahapan yang terpenting didalam Geomatika adalah yang berkenaan dengan pengukuran, suatu proses yang secara alamiah yang tidak pernah bebas dari suatu kesalahan. Kesalahan-kesalahan dalam pengukuran merambat secara kuantitas, jadi proses untuk mengestimasi nilai pengukuran yang paling benar, yaitu teknik perataan, mutlak diperlukan. Proses:

Measurement/ observation + errors

Computational model

Derived quantities + observational residuals

Patut dicatat bahwa “measurement” berarti adalah keseluruhan proses untuk menentukan semua elemen yang diukur. Suatu keuntungan yang sangat signifikan dari perataan adalah didapatnya suatu model yang konsisten secara geometris atau matematis. Hal ini berarti apapun kombinasi pengamatan (adjusted observation), solusi yang unik dan konsisten akan didapat. 1.2 CONTOH-CONTOH KASUS a). Suatu jarak diukur n kali. Nilai berapa yang akan muncul? Model komputasi yang digunakan untuk menghitung nilai rata-ratanya adalah dm = d/n. didalam kasus dimana parameter yang dicari, dm, adalah juga nilai pengamatan yang teratakan (adjusted observation value). Nilai residu dari rata-rata tersebut memberikan informasi kualitas statistik pada dual hal, pengamatan masingmasing jarak dan jarak yang teratakan. Perhatikan disini bahwa hanya ada satu jarak teratakan. b). Sebuah segitiga abc berkoordinat a(x1,y1), b(x2,y2), dan c(x3,y3). Koordinat a dan b diketahui nilainya. Untuk menentukan koordinat titik c maka dilakukan pengukuran ketiga sudut segita tersebut.

b a

c

Diukur: sudut a, b, dan c. Hanya dibutuhkan dua pengukuran untuk menyelesaikan masalah. Model matematikanya: a + b + c – 1800 = 0. Jika pengukuran yang dilakukan tidak cocok dengan model, maka

x3 , y 3   f x1, y1 , x 2 , y 2 , a, b  f x1, y1 , x 2 , y 2 , b, c a, b, dan c masing-masing harus diratakan untuk memperoleh model yang konsisten, misalnya mungkin dengan mengurangi (a + b + c – 1800)/3 untuk masing-masing sudut. Perhatikan disini bahwa produk akhir dari parameter yang dicari, x3 dan y3, tidak diamati secara langsung, tetapi mereka juga memiliki ketidakpastian, dan kualitas statisktik pengukuran disini tetap berlaku untuk parameter ini. c). Perhatikan segitiga itu lagi. Kali ini dilibatkan luasan segitiga dan seluruh sudut dan sisi segitiga diukur. b

d1

A

a Diukur: d1, d2, d3, a, b, c.

d2

d3 c

Model matematika yang dapat disusun untuk kasus ini menjadi bermacammacam: a + b + c – 1800 = 0 d3/sin a = d2/sin b = d1/sin c d12 = d22 + d32 – 2 d2 d3 cos c A = (s(s-d1) (s-d2) (s-d3))1/2 dimana s = (d1 + d2 + d3)/2 A = 0.5 d2 d3 sin c Berapa banyak model yang diperlukan? Berapa banyak pengamatan yang diperlukan? Sekumpulan pengamatan yang teratakan secara konsisten akan menghasilkan nilai parameter yang sama ( misalnya A) tanpa memandang kombinasi pengukuran yang dipakai. Tetapi, bagaimana agar pengamatan tersebut konsisten dengan model matematika?

d). Untuk lebih jelasnya, perhatikan tiga buah traverse beda tinggi berikut. Beda tinggi terukur diindikasikan seperti berikut:

(-0,7) -0,8

(2,3) 2,2

2,1 -01,2 (-0,5)

A

0,6 (2,7) 2,5

B

C

H=10m 2,3 (2,2)

1,4 (1,3)

-0,1 -0,6

1,5 (1,4)

Tinggi untuk A, B, C adalah:

Salah satu solusi:

A

B

C

-

11,4

14,1

12,0

11,8

14,3

12,2

11,6

14,5

(12,1)

(11,6)

(14,3)

 Tinggi mana yang paling mungkin untuk A, B, dan C?  Pengamatan mana yang paling akurat?  Bagaimana kita mengatasi perbedaan nilai akurasi?  Ingat bahwa levelling adalah kasus linier yang sederhana, misalnya: HB – HA = beda tinggi antar dua titik; semua loop harus bernilai nol. Nilai didalam tanda kurung konsisten untuk semua loop, tetapi perataan disini menjadikurang bernilai dan tidak mengacu pada teori statisyik untuk estimasi. Misalnya nilai akhir yang teratakan adalah bukan nilai yang paling mungkin. 1.3 KONSISTENSI MODEL DAN DESAIN MODEL Jika kita menginginkan model yang konsisten dan merupakan nilai estimasi parameter dan nilai pengamatan yang paling mungkin, maka:

 Secara garis besar, pengukuran tidak hanya berkenaan dengan pengamatan fisik dari nilai data, tetapi juga melibatkan proses penentuan semua elemen yang terlibat yang akan ditentukan.

1.4 ILUSTRASI TENTANG KEBUTUHAN AKAN ESTIMASI KUADRAT TERKECIL Masalah: kita akan menentukan parameter persamaan garis lurus m dan b antara dua variabel x dan y dimana y = mx + b Atau jika l = Ax, dimana Ii = yi, Ai = (xi 1) & x = (m b)T Proses (hipotesa): 1. Ukur nilai yi pada dua even xi dan secara langsung tentukan m dan b dengan x = A-1 l

hubungan yg. diasumsikan y yg. terhitung

x1

x2

Apa yang didapat? (solusi unik untuk nilai m dan b) Apa yang tidak didapat? (nilai akurasi parameter dan pengukuran) 2. Saat kita lebih mengetahui bahwa nilai m dan b yang terhitung berelasi dengan ekspektasi, kita akan menambah pengukuran (redundant observations). Model matematikanya menjadi l + v = Ax

dihitung dgn. kuadrat terkecil

y

vi

x1

x2

3. Kita lakukan perataan kuadrat terkecil linier: x = (ATA)-1 ATl v = Ax - l

Hal ini akan menghasilkan vTv = minimum (jumlah kuadrat residualnya minimum). Apa yang didapat?

 Nilai parameter m & b yang paling mungkin, yang tidak dapat diukur secara langsung  Evaluasi akurasi pengukuran (besar nilai residual v)  Akurasi/ketelitian parameter m & b (Cx = (ATA)-1)  Tes ketepatan model matematika (melalui v)  Pengukuran yang terkoreksi (yi + vi) yang konsisten dengan model  Estimasi parameter dilakukan dengan perhitungan yang tidak bertele-tele

2

TEKNIK PENGUKURAN DIDALAM GEOMATIKA

2.1 TAHAPAN-TAHAPAN PROSES PENGUKURAN 2.1.1 Identifikasi Parameter yang akan Dicari Misalkan: volume, V, dari suatu prisma (lihat gambar) dengan akurasi sekitar 50m3. Parameter yang akan dicari disini adalah Volume. c d

a

b

Tetapi , karena bentuknya tidak teratur, kita membutuhkan koordinat titiktitik (x,y,z) pada permukaannya, dari sini volume dapat ditentukan, misalnya dengan V = f((x,y,z)i, i = 1….n) = F(l) dimana l adalah vektor pengukuran. Jika bentuk prisma itu teratur, maka: V = F(l) = f(a,b,c,d). Contoh-contoh kasus lain yang membutuhkan parameter misalnya luas area, bentuk, jarak dan sudut (parameter-parameter ini tidak dapat langsung diukur). Kita juga harus menentukan akurasi dari parameter yang akan ditentukann. Hal ini biasanya diekspresikan dengan suatu probability yang biasanya menyatakan probabilitas dalam suatu selang kepercayaan tertentu. Sebagai contoh:





Suatu jarak diukur 20 kali, dan nilai reratanya x dan standar deviasi x dihitung. Kita dapat mengatakan bahwa probabiliti 0.95 (95%) yang benar untuk nilai x terletak pada wilayah x – 2x hingga x + 2x. Pengoptimalan nilai x merupakan bagian yang penting dalam proses pengukuran. Suatu titik didalam suatu jaringan geodesi ditentukan untuk memiliki koordinat (x,y). Tingkat kepercayaan titik itu sering digambarkan sebagai elips, sering disebut dengan elips kepercayaan. Bentuk elips ini tidak akan berubah untuk berbagai tingkat probabiliti, hanya membesar atau mengecil oleh faktor skala.

2.1.2 Memformulasikan Model Matematika Model matematis biasanya selalu berdasarkan hukum geometri atau fisika tertentu, dan hukum ini merelasikan antara pengamatan (pengukuran) dengan parameter yang akan dicari. Dengan kata lain, parameter yang dicari tidak selalu bisa diukur secara langsung, jadi diperlukan suatu model yang menjelaskan hubungan matematis antara pengamatan dengan parameter yang dicari. Contoh: 1. Refraksi atmosfir dari suatu perambatan gelombang adalah:

refraksi N L  0.2696 N G

P e  11.25 T T

dimana NL = f(P,T,e) parameter: NL pengamatan/pengukuran: P, T, dan e konstanta: NG 2. Tekanan uap jenuh, es

es



 17.27t    6.1078  t  237.3 

parameter: es pengukuran: t (wet-bulb temperature) 3. Persoalan dalam ukur tanah, jarak AB akan dicari, tetapi tidak dapat secara langsung diukur.

A a

danau

d2 d3

c

b

C

d1

B

Untuk menghitung parameter d3, sudut a,b,c dan jarak d1 dan d2 diukur. Model matematika adalah abstraksi dari hubungan geometris dari segitiga bidang datar. Dalam model ini, semua pengukuran harus dilibatkan. Untuk kasus ini model dapat berupa: d3 = d1 sin c / sin a d3 = d2 sin c / sin b

atau

d32 = d12 + d22 - 2 d1 d2 cos c 0 = a + b + c - 1800 atau model lain dapat digunakan asalkan keduanya linier independen dan melibatkan semua pengukuran. Catatan tentang Linier independen dapat dilihat pada bagian akhir bahasan ini. 4. Penentuan beda tinggi

h1

h12

h2

h23

h3

h2 = h1 + h12 h3 = h2 + h23 = h1 + h12 + h23 seperti yang akan kita lihat nanti bahwa model matematika dapat terdiri pengamatan/pengukuran, parameter, dan konstanta, atau kombinasi dari semuanya.

2.1.3 Desain atau Pra-Analisa Sebelum melakukan pengukuran didalam pengamatan, sangat penting ditentukan/diketahui sampai tingkat akurasi berapakah pengamatan itu harus diukur. Hal ini berhubungan dengan tingkat akurasi parameter yang akan dicari.

Misalnya: (perhatikan contoh 4) Jika client menginginkan tinggi h2 dan h3 memiliki kesalahan standar (standar deviasi) h2 dan h3 < 3mm, Karena titik h1 adalah titik referensi (fix), maka agar h2 < 3mm maka diharuskan h12 < 3mm. Seperti pada dalil perambatan kesalahan (perambatan varian): h3 = (2h12 + 2h23)1/2 < 3mm mengindikasikan bahwa h12 dan h23 masing-masing kurang dari 2,1mm. Tahapan desain atau pra-analisa ini sering disebut juga sebagai analisa kovarian. Dimana melalui model matematika dapat ditentukan ketelitian (akurasi) pengukuran yang berpengaruh nantinya pada ketelitian parameter. Contoh lain:

N L  0.2696 N G

P e  11.25 T T

dari rumus diatas asumsikan bahwa ketilitian NL adalah 1 unit. Kita harus dapat menentukan sampai ketelitian berapa kita harus mengamati P, T dan e. jawabannya adalah tidak jelas, namun demikian hal tersebut dapat ditentukan melalui cara linierisasi dan perambatan kovarian. Contoh lain, pada penentuan posisi titik I secara spasial triangulasi, sampai ketelitian berapa sudut (asimuth) harus diukur agar ketelitian koordinat I terpenuhi? Katakanlah standar deviasi yang harus dicapai adalam dalam mm, tetapi standar deviasi pengukuran asimuth adalah dalam detik.

A

1 I (x i, y i)

2 B

3 C

2.1.4 Akusisi Data Pengamatan atau pengukuran dilaksanakan berdasarkan pada desain/kriteria yang telah ditentukan dalam tahapan desain dan pra analisa. Pengukuran-

pengukuran disini adalah obyek dari ‘variasi’ atau pengukuran kesalahan (error). Error e didefinisikan sebagai nilai hasil pengamatan  dikurangi dengan nilai sebenarnya t: e =  - t. Tetapi, sangatlah sulit untuk menentukan berapa besarnya nilai e yang sebenarnya karena kita tidak pernah mengetahui berapa nilai t itu. Sebagai alternatif, kita mengamati nilai residu pengamatan v sebagai perbedaan antara probabilitas yang tertinggi untuk nilai t , ̂ disebut dengan , dengan nilai hasil pengamatan . v  ˆ  

tujuan dari hal ini adalah untuk menjaga agar v tetap minimum, atau diekspresikan dengan cara lain, untuk memastikan bahwa selisih  dan ˆ selalu seminimal mungkin. Ada tiga macam kesalahan:

 Gross error: (large blunders) kesalahan yang kuantitasnya angat signifikan, yang mungkin disebabkan oleh salah catat, salah baca, dll.  Systemetic error: kesalahan yang disebabkan/dipengaruhi oleh instrument, dan karena itu kesalahan ini menumpuk secara sistematis didalam pengukuran. Kesalahan ini dapat terjadi baik pada saat pengukuran maupun didalam model matematika.  Random error: kesalahan yang tersebar/teracak pada nilai pengamatan; biasanya kesalahan ini selalu diasumsikan terdistribusi normal, dengan ekspektasi (mean value) adalah nol. Contoh: pembacaan beda tinggi pada rambu ukur Pengukuran  : 3.210, 3.212, 3.208, 3.211, 3.311, 3.216, 3.209, 3.210 Gross error: 3.311 (kemungkinan karena salah baca) Systematic error: tidak terlihat secara nyata, tidak dapat diperiksa kecuali kalau modelnya memenuhi syarat. Random error: terdeteksi dengan varian atau standar deviasi, . Setelah gross error ini dibuang (reject) apakah ketelitiannya sudah memenuhi syarat? Tes statistik untuk mendeteksi outlier harus dilakukan. Tetapi untuk saat ini anggaplah kriteria penolakan tersebut sebesar: ˆ ( - ) > 3.



2.1.5 Pra-pemrosesan Data Pada dasarnya, ada dua tahapan dalam pra-pemrosesan data yaitu pengkoreksian blunder (gross error) dan mengarahkan pengamatan agar sesuai dengan model matematikanya.

Tujuan dari tahapan ini adalah menghilangkan seluruh “systematic error” sebelum hasil pengukuran dimasukkan kedalam model matematika. Aturan mainnya, model harus dibuat sesederhana mungkin dengan melibatkan sebanyak mungkin pra-pemrosesan data.

2.1.6 Pemrosesan Data (Perataan) Pada saat memasukan hasil pengukuran/pengamatan kedalam model matematika yang berpengamatan lebih (“redundant”) (dalam hal ini kita harus selalu mengasumsikan adanya pengamatan lebih), variasi-variasi nilai selalu terjadi didalam proses pengestimasian nilai parameter. Ada dua kategori variasi:

 Variasi–variasi yang berupa fungsi yang dapat dideskripsikan  Variasi-variasi yang bukan merupakan fungsi dan tidak dapat dideskripsikan. Pada kasus yang pertama, biasanya dapat dihilangkan pada pra-pemrosesan data. Sedangkan variasi yang masih terdapat didalam proses pengestimasian nilai parameter yang memiliki pengamatan lebih (kasus kedua) sering disebut dengan istilah stochastic. Catatan: Tanpa adanya pengamatan lebih tidak akan ada proses pemeriksaan lebih lanjut. Dalam mendesain suatu pengamatan didalam geomatika harus selalu memiliki pengamatan lebih. Berapa banyak pengamatan lebih yang harus diambil, ditentukan dalam proses desain atau pra-analisa. Tujuan dalam tahapan pemrosesan data adalah untuk menghasilkan parameter yang sesuai dengan kriteria tertentu.dari beberapa solusi yang mungkin, hanya ada solusi yaitu hasil dari hitung kuadrat terkecil (least square solution) dimana jumlah kuadrat dari residu adalah minimum. Parameter-parameter didalam model matematika juga berhubungan dengan estimasi ketelitiannya (akurasi). Varian atau standar deviasi dari parameter adalah fungsi dari dua faktor:  Ketelitian dari pengamatan(pengukuran)  Model matematikanya itu sendiri (misalnya merubah bentuk geometriknya akan merubah ketelitiannya). Ketelitian pada kasus pertama dapat ditingkatkan dengan menambah pengamatan lebih. Pada kasus kedua, ketelitian model sangat tergantung dari systematic error yang tidak dapat dihilangkan. 2.1.7 Pengkajian Hasil Karena itu pada tahap ini dilakukan tes statistik untk mengevaluasi ketelitian parameter beserta dengan kualitas pengamatan/pengukuran dan

kebenaran/ketepatan/keabsahan model matematika yang dipakai. Tes statistik ini disebut juga dengan post analysis. Post analysis menggunakan informasi dari:  Model stochastic  Operasi perataan Pada dasarnya post analysis sangat tergantung dari variasi-variasi didalam pengamatan. Dari sini kita dapat: Mengujui asumsi model stochastic (apakah varians dari pengamatan lebih baik atau lebih buruk?) Menguji kebenaran/keabsahan model matematika Menetapkan “confidence interval” dan “confidence regions” berkenaan dengan parameter. Contoh: Suatu jarak diukur dengan macam alat survei yang berbeda, EDM dan GPS. Hasilnya adalah dEDM = 1062.31, dEDM = 0.05, dan dGPS = 1062.45 + 0.02. apakah kedua cara ini kompatible? Jika tidak, apakah perbedaan hasil ini mencerminkan adanya kesalahan pengukuran? 2.1.8 Penyajian Hasil Penyajian hasil akan melengkapi proses pengukuran. Ada perbedaanperbedaan dalam cara penyajian (dengan grafik, angka, dsb), tetapi yang penting ditekankan disini adalah menyajikan hasil dari ketujuh tahapan sebelumnya:

 Sepesifikasi harus selalu disebutkan, bersamaan dengan penyajian parameter dan ketelitiannya. Apakah spesifikasi yang ditetapkan sudah terpenuhi?  Hasil dari pre-analysis dan post analysis harus selalu ditunjukkan, misalnya dengan histogram, ellips kesalahan, dsb.  Nyatakan bahwa ketelitian awal dari pengamatan konsisten perkiraan ketelitian awal.  Harus diberitahukan pula bila ada data pengamatan yang dibuang. Alasannya juga harus dijelaskan.  Hasil tes statistik juga harus disajikan bersamaan dengan detail dari confidence level, dsb.

3

FORMULASI MODEL MATEMATIKA

Menyatakan/menjelaskan hubungan geometrik atau matematik antara parameter yang akan dicari dengan pengamatan/pengukurannya secara fisik

(real world). Atau abstraksi matematis dari kondisi/situasi yang sebenarnya dilapangan (permukaan bumi). Definisi:

A theoretical system or an abstract concept by which one describes a physical situation or a set of events. Definisi ini menghubungkan properti yang ditentukan dari situasi atau kejadian dalam keadaan tertentu, misalnya definisi ini menjembatani antara pengukuran lapangan dengan unkown parameter. Didalam geomatika secara umum model fungsi itu memeiliki hubungan geometris, model yang tergantung pada waktu, dan berdasarkan pada dalildalil fisika. Walaupun model itu dapat diinterpretasikan sebagai bentuk geometrik (misalnya jaringan trilaterasi), bentuk fungsinya adalah sekumpulan dari persamaan matematika yang menjelaskan hubungan antara unknown parameter dengan pengamatan. Sebagai contoh didalam disiplin ilmu berikut:

 Surveying – hubungan trigonometri bidang datar, geometri 3-D ruang Euclidean, dalil-dalil fisika tentang perambatan cahaya.  Photogrammetry – dalil tentang proyeksi pada pusat perspektif yang menghubungkan antara titik-titik di citra dengan lokasinya pada ruang Euclidean 3D.  Geodesy – segitiga bola untuk astronomi, hukum gaya berat untuk penentuan gravitasi bumi, penentuan model orbit satelit – solid mechanics Model harus mewakili kondisi sebenarnya di lapangan. Tiga buah segitiga yang diamati sudutnya di permukaan bumi. Jika cakupan areanya kecil (tidak luas), kita dapat memberlakukan rumusan a + b + c –1800 = 0. Tetapi jika cakupan areanya sangat luas maka kita harus menggunakan ellipsoid, dan modelnya harus diubah menjadi a + b + c – (1800 + e) = 0. Dimana e spherical excess. Mungkin akan terdapat beberapa model untuk menyelesaikan masalah dalam suatu pengukuran tertentu. Tetapi secara umum, model final harus memiliki jumlah minimum ekspresi linier independen yang menyertakan semua pengamatan. Secara simbolik, model fungsi atau matematika dapat ditulis sebagai:

f (q)  f (c, x, )  0 dimana:

c – merupakan konstanta, misalnya satuan detik dalam radian ( = 206264.8062), kecepatan cahaya atau koefisien. Konstanta ini diasumsikan memiliki varian nol (c2 = 0). Biasanya konstanta diperlakukan sebagai bagian dari model. Ambil contoh dalam pengukuran segitiga abc:

f (c, )  a  b  c  A  0 akan menjadi f ()  a  b  c  1800  0 x – vektor parameter unknown xi. Parameter-parameter ini harus linier independen, dan tidak dapat diekspresikan sebagai kombinasi linier dari xj, xk, dst. Misalnya

x3  a1 x1  a2 x2 untuk semua nilai a1 dan a 2  – vektor pengamatan i, yang secara langsung diamati nilainya berdasarkan suatu kriter...


Similar Free PDFs